Perkembangan dan aplikasi dalam bioanalisis sendiri tidak lepas dari dukungan ilmu-ilmu terkait
diantaranya ilmu farmakologi, mikrobiologi, farmakokinetika, toksikologi, kimia analisa dan
rancangan obat (Quantitative Structure Activity Relationship/QSAR).
Pengetahuan tentang sifat fisika-kimia suatu senyawa, berbagai metode ekstraksi, dan metode analisa
misalnya kromatografi, spektroskopi, atau radiokimia sangat mendukung dalam penanganan awal
sampel biologis serta penetapan kadar obatnya.
PERBEDAAN BIOASSAY DAN BIOANALISIS ADALAH:
Bioassay : analisa kuantitatif atau kualitatif suatu senyawa (obat), sediaan
obat atau wadah obat dengan melibatkan sistem hayati
Bioanalisis: analisa kuantitatif atau kualitatif suatu senyawa (obat) dalam
sampel biologis (penetapan kadar obat dalam cairan hayati)
BIOASSAY
Paul Ehrlich
• Sejarah bioassay
Struktur kimia diketahui, metode fisikokimia yang memadai belum ada (insulin). Gugus
aktif fisikokimiawi belum tentu merupakan gugus aktif biologi/farmakologi.
Obat/sediaan merupakan campuran kompleks dengan berbagai struktur dan aktivitas
(preparat digitalis).
Belum ada cara pemumian yang memadai untuk suatu senyawa sehingga analisa fisika
kimia tidak memungkinkan (contoh: vitamin D dari minyak ikan masih belum dapat
dipisahkan secara murni sehingga belum benar-benar bebas dan kontaminan).
Analisa F-K tak mampu membedakan isomer aktif dan tidak aktif sehingga yang
ditetapkan merupakan kadar isomer total, jadi hasil analisis F-K tidak menggambarkan
aktifitas biologis yang sebenarnya.[contoh: kalsium pantotenat ada dua bentuk isomer
dektro (D) dan levo (L) tetapi yang aktif Ca-D-Pantotenat sedangkan bentuk Ca-L-
Pantotenat tidak aktif].
Untuk beberapa obat analisis hayati lebih spesifik, sensitive dan praktis dibandingkan
dengan analisa fisikokimiawi (contoh untuk vitamin B12 dan INH) 7.
Pada perkembangan QSAR
Interaksi antara obat dan organisme hidup akan dipelajari dalam dua bagian ilmu
yaitu:
• Farmakodinamika (mempelajari pengaruh obat terhadap tubuh organisme)
• Farmakokinetika (mempelajari pengaruh tubuh organisme terhadap obat)
UJI PIROGENITAS
• Uji pirogenitas yaitu uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah
suatu Sediaan Uji Steril bebas pirogen atau tidak
• Pengujian dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci
yang disebabkan penyuntikan intravena sediaan uji steril
• Hewan percobaan: kelinci (syarat: seminggu sebelum pengujian
tidak menunjukkan penurunan bobot badan)
• Hewan percobaan tidak dapat digunakan jika:
Tiga hari sebelumnya dipakai untuk pengujian pirogenitas,
hasil negative.
Tiga minggu sebelumnya digunakan untuk pengujian
pirogenitas sediaan uji tidak memenuhi syarat.
Telah digunakan kapan saja untuk pengujian pirogenitas
tetapi respon rata-rata kelompok kelinci melebihi 1,2
UJI PIROGENITAS
Alat:
1. Termometer atau termometer listrik - ketelitian skala 0,10 - dapat dimasukkan ke dalam rektum
kelinci sedalam ±5 cm
2. Alat suntik (terbuat dan kaca atau bahan lain yang cocok, tahan pemanasan pada suhu 25 derajat
Sediaan uji :
3. Dibuat dari zat uji dengan melarutkan atau mengencerkannya menggunakan larutan natrium
klorida P steril bebas pirogen atau jika zat uji berupa larutan yang sesuai dapat langsung
digunakan.
Pengujian
pengujian meliputi dua tahap yaitu:
4. Pendahuluan hewan uji disuntik dengan larutan NaCl P steril bebas pirogen (10 ml/kgBB, i.v.)
1-3 hari sebelum pengujian.
5. Pengujian Utama: sediaan uji (dihangatkan, ± 38,50 )
6. Disuntikkan perlahan ke dalam vena auricularis tiap kelinci dan dilakukan evaluasi
PENAFSIRAN HASIL (penafsiarn hasil dilakukan menurut Farmakope
Indonesia Edisis III atau IV).
Penafsiran hasil dibedakan untuk:
1. Hewan pencobaan (kelinci)
2. Sediaan uji Persyaratan penafsiran hasil pembacaan suhu (respon)
dibaca sesuai petunjuk dan dibandingkan dengan daftar pada tabel
UJI STERILITAS
Maksud Uji: untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi/yeast yang
hidup dalam sediaan zat yang diperiksa.
Jumlah sampel: kecuali dinyatakan lain digunakan jumlah sampel seperti tertera
dalam table.
Sediaan Uji: dibuat menggunakan zat uji sejumlah tertera pada tabel atau sisa pada
membran penyaring 450 nm yang diperoleh sebagai berikut:
1. Zat uji berupa larutan atau cairan (> 10 ml) atau antibiotika disaring lebih dahulu
dengan penyaring membran.
2. Zat uji berupa serbuk: dilarutkan atau disuspensikan menggunakan pelarut steril
yang cocok.
3. Larutan atau suspensi minyak dikocok dahulu dengan pelarut yang cocok, disaring
melalui penyaring membran.
Medium Perbenihan (Ada dalam daftar Farmakope Edisi III)
• Kuman Indikator
B. aerob
Bacillus substillis DKBS
Sarcina lutea DKSL
B. anaerob:
Bacteoroides vulgatus DKBV
Clostridium sporogenes DKCS
Ragi/yeast dan jamur: Candida albicans DKCA
Penafsiran Hasil
Zat uji dinyatakan memenuhi syarat sterilitas, jika pada masing-masing tabung tidak
terdapat pertumbuhan jasad renik
UJI MIKROBIAL UJI BATAS JASAD RENIK (BACTERIOLOGICAL TEST)
Uji dilakukan untuk: menetapkan banyaknya mikroba (jasad renik) aerob hidup yang
terdapat dalam zat atau untuk menyatakan zat bebas cemaran jasad renik tertentu.
Pengujian meliputi:
a. Perhitungan banyaknya mikroba aerob dihitung jumlah koloni pertumbuhan
bakteri tiap gram atau ml sediaan yang diuji.
b. Pengujian bebas jasad renik meliputi:
• Uji bebas Staphyllococcus dan Pseudomonas
Uji koagulasi (untuk Staphyllococcus aureus)
Uji oksidase (untuk Pseudomonas aeruginosa)
• Uji bebas Salmonella dan Escherichia coli
Sediaan uji dinyatakan bebas, jika tiap cawan uji tidak menunjukkan tanda-tanda
seperti tertera pada persyaratan Farmakope Indonesia ed. III).
UJI TOKSISITAS
Uji toksisitas (ketoksikan) secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Uji ketoksikan tak khas: uji ketoksikan akut, sub akut/subkronis,
kronis dan uji potensiasi.
2. Uji ketoksikan khas, meliputi: uji keteratogenikan, kemutagenikan,
kekarsinogenikan dan uji reproduksi
UJI KETOKSIKAN AKUT
• Ketoksikan akut adalah derajat efek toksik sesuatu senyawa yang terjadi dalam waktu singkat
(24 jam).
• Takrif: uji ketoksikan sesuatu senyawa yang diberikan atau dipejankan dengan dosis tunggal
pada hewan uji tertentu, dan pengamatannya dilakukan selama 24 jam.
• Tujuan:
Untuk menetapkan potensi ketoksikan akut, yakni kisaran dosis letal atau dosis
toksik obat terkait pada 1 jenis hewan uji atau lebih.
Untuk menilai berbagai gejala toksik yang timbul, adanya efek toksik yang khas, dan
mekanisme yang memerantarai kematian
• Data:
Tolok ukur kuantitatif : kisaran dosis Ietal/toksik,
Tolok ukur kualitatif: gejala toksik, wujud, mekanisme efek toksik
Dosis letal tengah (LD-50) atau dosis toksik tengah (TD-50): suatu besaran yang diturunkan
secara statistik, guna menyatakan dosis tunggal sesuatu senyawa yang diperkirakan dapat
mematikan atau menimbulkan efek toksik yang berarti pada 50% hewan uji. Beberapa metode
yang digunakan untuk menghitung harga LD-50:
o Metode grafik Lithfield dan Wilcoxon
o Metode kertas garfik probit logaritma (Miller -Tainter)
o Metode rata-rata bergerak Thompson-Weil
o Menurut Farmakope Indonesia
Dasar : kekerabatan antara dosis dan % hewan yang menunjukkan respon
PENETAPAN HAYATI ANTIGEN DAN ZAT ANTI
Antigen: Senyawa asing yang masuk/dimasukkan ke dalam tubuh dan menyebabkan timbulnya
respon.
Hewan percobaan : Kecuali dinyatakan lain, digunakan marmut atau mencit yang memenuhi
persyaratan berikut:
Marmut: Sehat, bobot tidak kurang dari 250 g; untuk perc. kulit, digunakan marmut putih atau
berwama muda; untuk percobaan Bebas keracunan, bobot tidak lebih dari 350 g.
Mencit: Sehat, bobot tidak kurang dari 17 g dan tidak lebih dari 20 g, umur dan galur
seragam.
Syarat umum: hewan belum pernah diberi zat yang dapat mengganggu percobaan
Sediaan baku. Kecuali dinyatakan lain, digunakan baku yang tertera pada baku hayati dan satuan
aktivitas
PENETAPAN HAYATI (P.H.) ANTIGEN (FARMAKOPE INDONESIA ED. II)
MELIPUTI:
•Respon Bertingkat
•- Kenaikan dosis akan menyebabkan kenaikan respon individu secara teratur (pada satu sistem hayati)
• Efficacy obat: ukuran kemampuan intrinsik obat untuk menghasilkan efek
(kemanjuran obat), penting dalam terapi.
• Potency obat:
• - Menunjukkan besaran dosis
• - kurang penting dalam terapi (Iebih penting efek)
• - dipengaruhi oleh proses absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi Suatu obat
kadang memiliki efikasi lebih besar dibanding obat lain tetapi potensinya lebih kecil,
namun bisa juga memiliki efikasi dan potensi yang lebih besar dibanding obat lain.
• Pada respon quantal ada dua kemungkinan: yaitu ada atau tidak ada efek,
disebut juga All or None effect dan sistem hayati yang digunakan adalah
satu kelompok bukan perindividu. Contoh: uji efek tidur untuk obat
golongan Barbiturat, maka yang diperhatikan adalah efek bisa menidurkan
atau tidak bisa, intensitas tidurnya tidak diperhatikan, sehingga data yang
diperoleh berupa frequensi tidur hewan uji (berapa jumlah hewan uji yang
tidur dalam tiap kelompoknya).
PENETAPAN HAYATI DENGAN HEWAN PERCOBAAN
• Penetapan hayati dengan hewan percobaan bisa dilakukan dengan hewan utuh maupun
dengan mengambil bagian khusus dari hewan uji (organ terisolasi). Kelebihan
penggunaan hewan utuh dibanding organ terisolasi yaitu:
• • Pada hewan utuh (whole animal) memberikan overall/net effect dari suatu obat karena obat tetah
mengalami penistiwa
• o Absorpsi
• o Distribusi
• o Metabolisme
• o Ekskresi
• Sebelum digunakan untuk pengujian hewan uji harus dikondisikan selama kira-kira 2 minggu dan diamati perkembangan
:
• kesehatan hewan uji
• pertumbuhan hewan uji (korelasi umur dengan berat badan)
• pertambahan berat badan rata-rata (± 10 %)
• suhu badan normal (± 1 0C)
• tinja normal (tidak ada parasit)
• makanan (komposisi, kadar, jumlah), diusahakan tetap
Jenis-jenis hewan uji yang sering digunakan dalam percobaan:
• 1. Mencit
• 2. Tikus
• 3. Marmot
• 4. Kelinci
• 5. Merpati
• 6. Kucing
• 7. Anjing
• 8. Domba
Persyaratan pemeliharaan meliputi kandang, pakan, minum dan cara penanganan hewan uji
Kandang :
• ukuran dan jenis bahan harus disesuaikan dengan hewan uji
• bahan plastic, sifat ringan dan mudah dipindahkan
• alas kandang bisa berupa grajen, kawul atau sekam padi
• alas sebaiknya diganti tiap 3 hari sekali
• jumlah hewan uji tiap kandang harus proporsional, jangan sampai berdesakan
Pakan :
• komposisi komponen penyusun harus disesuaikan dengan syarat ideal pertumbuhan masing-
masing hewan uji
• jumlah dan jenis makanan juga harus disesuaikan
Minuman :
• direbus lebih dulu
• jumlah cukup
• wadah dibersihkan minimal 3 hari sekali
• b. Fase Distribusi
• - aliran darah organ
• - koefisien partisi
• - derajat ionisasi
• - ikatan obat dengan protein plasma
• c. Fase Metabolisme
• - aliran darah organ
• - defisiensi enzim
• d. Fase Ekskresi
• - aliran darah organ
• - pH urin
CONTOH-CONTOH UJI HAYATI MENGGUNAKAN HEWAN UTUH
GLUKAGON
(HGF = Hypoglycemic Glycogenolytic
Factor)
Prinsip:
• Pengukuran peningkatan kadar gula darah
pada kucing: sehat, dipuasakan atau
dianesthesi
• Pemberian secara intravena
• “alternating dosis” sampel dan standard
DIGITALIS (Tanaman, Digitalis purpurea)
Prinsip:
o Glikosida kardioaktif terdiri atas: digitosin dan gitoxin
o Saponin like glicosides: golongan digitonin tetapi hampir tidak mempunyai efek pada jantung.
• digitoflavin
• digitophyllin
• lipid dan karbohidrat
o Glikosida kardioaktif: mempunyai struktur kimia dan aktivitas farmakodinamika yang sama, tetapi berbeda pada:
• potensi
• absorpsi di saluran gastro intestinal.
• onset dan durasi
Prosedur:
• hewan uji: digunakan merpati teranesthesi
• cara pemberian: infus, intravena
• akhir penetapan: matinya merpati karena berhentinya denyut jantung
CHORIONIC GONADOTROPIN
Prinsip:
• Gonad stimulating
• Hewan uji: tikus betina
• Pemberian: injeksi subkutan setiap hari selama 3 hari
• Data: peningkatan bobot uterus
HEPARIN (SODIUM)
Prinsip uji:
• Anticoagulant
• Media uji: darah domba
• Metoda: penambahan heparin pada plasma darah
• Data: penghambatan terjadinya clot (penjendalan)
PENETAPAN HAYATI DENGAN ORGAN TERISOLASI
Materi yang akan disampaikan meliputi :
• Kelebihan:
• Efek obat lebih spesifik untuk suatu organ
• Dapat diketahui letak atau jenis reseptornya
• Kelemahan:
• Tidak 100% menggambarkan keadaan in-viva karena:
a. tidak ada supply darah ke organ
b. system faali berubah (enzim, syaraf)
c. bila teknik preparasi kurang cermat hasil tidak valid karena timbul variabel baru yang tak terkendali, misalnya:
larutan garam fisiologis tidak sesuai, kurang oksigenasi, preparasi organ terlalu lama sehingga banyak sel yang
mati, suhu tidak sesuai
Jenis-jenis larutan fisiologis untuk uji Beberapa contoh garam fisiologis yang digunakan untuk uji
menggunakan organ terisolasi:
a. Frog ringer, digunakan untuk jaringan amfibi
b. Krebs ringer, digunakan untuk jaringan mamalia
c. Tyrode solution, digunakan untuk jaringan intestine
d. Locke ringer, digunakan untuk otot jantung
e. Solutio de Jalon, digunakan untuk jaringan uterus
Prinsip Preparasi Jaringan Secara Umum Dan Prinsip Kerja
a. Prinsip prosedur penetapan
• penyiapan larutan fisiologis
b. Preparasi jaringan
c. Perlakuan dan pencatatan respon
d. Pengolahan data
e. Evaluasi dan pengambilan kesimpulan
• Misalnya :
Metode bioassay