Substansi Kajian :
Prosedur kerja dilaboratorium farmakologi, prosedur penanganan dan pemberian obat
kepada hewan uji, penyajian data dan memganalisis data secara statistic, cara-cara
pemberian obat terhadap kecepatan absorpsinya, pengaruh beberapa senyawa kimia
terhadap enzim pemetabolisme obat, mekanieme kerja dan membandingkan daya
beberapa obat analgetic, sedative, antiinflamasi, anti diare,antihiperglikemik, konsep IT
serta Toksisitas.
Kriteria Penilaian :
Penilaian akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan kriteria sebagai berikut:
Nilai dalam huruf Point Rentang skor
A 4,0 85 – 100
AB 3,5 79 – 84
B 3,0 73 – 78
BC 2,5 67 – 72
C 2,0 61 – 66
CD 1,5 55 – 60
D 1,0 45 – 54
E 0 <45
Agar tujuan dari percobaan tercapai dengan baik, secara efektif dan efisien maka
didalam memilih hewan percobaan penting untuk mempertimbangkan beberapa faktor
berikut :
1
2. Apakah dari sisi karakteristik biologi maupun prilaku hewan tersebut cocok
dengan rencana penelitian atau percobaan yang dilakukan (misalnya cara
penanganan, lama hidup, kecepatan berkembang biak, tempat hidup dsb.). hal
ini sangat berguna alam pelaksanaan penelitian atau percobaan dengan hewan
3. Apakah tinjauan kritis dari literatur ilmiah menunjukkan spesies tersebut telah
memberikan hasil yang terbaik untuk penelitian sejenis atau termasuk hewan
yang paling sering digunakan untuk penelitian yang sejenis.
4. Apakah spesimen organ atau jaringan yang akan digunakan dalam penelitian
itu mencukupi pada hewan tersebut dan dapat diambil dengan prosedur yang
memungkinkan.
5. Apakah hewan yang akan digunakan dalam penelitian memiliki standar yang
tinggi baik secara genetik maupun mikrobiologi.
Respon yang digunakan oleh suatu senyawa sering bervariasi karena jenis yang
berbeda dan hewan yang sama. Oleh karena itu hewan uji yang akan digunakan dipilih
berdasarkan umur, jenis kelamin, berat badan, Kondisi kesehatan dan keturunan.
Hewan uji yang digunakan harus selalu berada dalam kondisi dan tingkat kesehatan
yang baik, dalam hal ini hewan uji yang digunakan dikatakan sehat bila pada periode
pengamatan bobot badannya bertambah tetap atau berkurang tidak lebih dari 10% serta
tidak ada kelainan dalam tingkah laku dan harus diamati satu minggu dalam
laboratorium atau pusat pemeliharaan hewan sebelum ujinya berlangsung.
Selain kriteria yang disebutkan diatas maka hewan uji sedapat mungkin bebas
dari mikroorganisme patogen, karena adanya mikroorganisme patogen pada tubuh
hewan sangat mengganggu jalannya reaksi pada pemeriksaan penelitian, sehingga dari
segi ilmiah hasilnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya,
berdasarkan tingkatan kontaminasi mikroorganisme patogen, hewan percobaan
digolongkan menjadi hewan percobaan konvensional, specified pathogen free (SPF)
dan gnotobiotic. Selain itu hewan sebaiknya menggunakan hewan yang mempunyai
kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik. Hal ini ada hubungannya
dengan persyaratan pertama.
3
diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan. Kelemahan dari rumus ini adalah
semakin sedikit kelompok penelitian, semakin banyak jumlah hewan yang diperlukan,
serta sebaliknya. Untuk mengatasinya, diperlukan penggunaan desain statistik yang
tepat agar didapatkan hasil penelitian yang sahih.
5
Studi infeksi maternal dan fetal, Studi efek diet pre-natal tinggi garam
pada keturunan , studi efek status seks dan hormonal pada stress yang
diinduksi kerusakan memori, Studi gen ostocalcin spesifik stulang pada
tikus, dan Studi eksitabilitas hippocampus selama siklus estrus pada
tikus. Tikus ini pertama dihasilkan oleh peternakan Sprague Dawley-
(kemudian menjadi Sprague Dawley-Animal Perusahaan) di Madison,
Wisconsin pada tahun 1925
6
3) Angkat hewan lembut dengan menempatkan tangan Anda di sekitar dada
bagian atas, tanpa meremas. Tempatkan ibu jari Anda di bawah rahang
hewan jika Anda takut digigit, tetapi tidak memberikan tekanan pada
tenggorokan
4) Tikus akan tetap santai jika perut dipijat lembut. Berbicara dengan tenang
dan menghindari suara bernada tinggi. Ingatlah untuk menahan bagian
belakangnya hewan serta lehernya.
7
Mencit berbeda dengan tikus, dimana ukurannya mini, berkembang biak
sangat cepat, dan 99% gennya mirip dengan manusia. Oleh karena itu
mencit sangat representative jika digunakan sebagai model penyakit
genetic manusia (bawaan). Selain itu, mencit juga sangat mudah untuk di
rekayasa genetiknya sehingga menghasilkan model yang sesuai untuk
berbagai macam penyakit manusia. Selain itu, mencit juga lebih
menguntungkan dalam hal kemudahan penanganan, tempat
penyimpanan, serta harganya yang relatif lebih murah
Gambar 5 : Mencit
8
Gambar 6 : cara memegang mencit
9
2. Kelinci
Kelinci juga merupakan hewan uji yang sering digunakan selain tikus.
Contohnya kelinci albino Hewan ini biasanya digunakan untuk uji iritasi mata
karena kelinci memiliki air mata lebih sedikit daripada hewan lain dan
sedikitnya pigmen dimata karena warna albinonya menjadikan efek yang
dihasilkan mudah untuk diamati. Selain itu, kelinci juga banyak digunakan
untuk menghasilkan antibody poliklonal
Gambar 7 : kelinci
10
3) Tahan bagian bawah kelinci dengan tangan lainnya
6) Kelinci dapat dipegang dengan handuk tebal atau jas lab yang dililitkan
ketubuhnya. Kelinci tidak suka dibiarkan di tempat-tempat terbuka.
11
7) Dalam contoh ini kelinci tertahan menggunakan kain tenun longgar
yang yang dieratkan dengan menggunakan jarum rajut tumpul
8) Dalam contoh ini sebuah handuk yang biasa digunakan untuk membungkus
erat kelinci.
9) Mata dapat ditutup untuk menenangkan hewan lebih lanjut, tetapi perlu hati-
hati jika kelinci dibius, sebab depresi pernafasan yang disebabkan oleh
banyak obat penenang dapat berakibat fatal jika saluran udara terganggu.
12
10) Handuk harus terselip di bawah bagian belakangnya kelinci sehingga hewan
tidak bisa meronta mundur dari handuk.
Mencit
13
a. Per oral (p.o). Obat diberikan melalui alat yang disebut sonde oral. Sonde
dimasukkan perlahan, menempel pada langin-langit atas mulut, kemudian masuk
ke kerongkongan dan cairan obat dituangkan.
b. Sub kutan / bawah kulit (s.c). Tarik kulit bagian tengkuk mencit, suntikkan
cairan obat perlahan dengan spuit 1 ml ukuran 27G / 0,4 mm.
c. Intra vena (i.v). Mencit diletakkan dalam kandang restriksi dengan ekor menjulur
ke luar. Celupkan ekornya ke dalam air hangat (28 o – 30o C) agar pembuluh
darahnya melebar sehingga memudahkan pemberian cairan obat. Gunakan spuit
1ml ukuran 24G
d. Intra muskuler (i.m). Cairan obat disuntikkan pada otot paha posterior. Gunakan
spuit 1 ml 23G
e. Intra peritoneal (i.p). Cairan obat disuntikkan pada rongga perut. Pada saat
menyuntik posisi kepala harus lebih rendah dari abdomen (perut). Jarun
disuntikkan dengan sudut 1000 dari abdomen dan sedikit menepi dari garis
tengah agar tidak mengenai kandung kemih, dan tidak terlalu tinggi hingga
mengenai hati.
14
Gambar 9 : Macam-macam rute pemberian obat
Tikus
a. Pemberian obat secara i.v, p.o, i.m dan i.p sama seperti pada mencit.
b. Pemberian sub kutan dilakukan di atas kulit tengkuk atau kulit abdomen
Kelinci
a. Pemberian obat dengan cara oral pada kelinci dilakukan dengan menggunakan
alat penahan rahang dan feeding tube no 6-8.
b. Sub kutan: Pemberian obat secara sub kutan dilakukan pada sisi sebelah
pinggang atau tengkuk dengan cara kulit diangkat dan jarum (25-26 g)
ditusukkan dengan arah anterior. Dengan volume pemberian makksimal 1% BB.
15
c. Intra vena: Penyuntikan dilakukan pada vena marginalis di daerah dekat ujung
telinga. Sebelum penyuntikan, telinga dibasahi terlebih dahulu dengan alkohol
atau air hangat.
d. Intra muskular (i.m). penyuntikan dilakukan pada otot paha belakang. Jangan
sampai mengenaik otot posterior femur karena akan menimbulkan kerusakan
syaraf siatik. Ukuran jarum yang digunakan adalah 25G dan volume penyuntikan
tidak lebih dari 0,5 – 1,0 ml.
e. Intra peritoneal (i.p). posisi kepala lebih rendah dari abdomen, lokasi
penyuntikan berada pada garis tengah di depan kandung kemih.
16
4. Cara menghitung dosis dan preparasi sediaan obat
Contoh 1 : mencit diberikan luminal dosis 80 mg/kgBB, hitunglah berapa dosis
yang diberikan ke mencit 20 gram, 25 gram dan 30 gram. Obat diberikan
secara
i.p (Vp max 1ml).
Langkah –langkah :
tentukan bobot terbesar 30 gram
hitung dosis untuk BB 30 gram 30
1000 𝑥 80𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵 = 2,4 𝑚𝑔
2,4
tentukan konsentrasi/kadar larutan stok = 4,8 mg/ml
½ X Vp max
buat larutan stok :
misal : tersedia ampul luminal 50mg/ml
V1 C1 = V2 C2
V1 x 50 = 10 ml x 4,8 mg/ml
V1 = (10 x 4,8) : 50
V1 = 0,96 ml
pipet 0,96 ml tambahkan aquades ad 10 ml
Contoh 2 : Dosis parasetamol (BB 70 kg) 500 mg, berapa dosis untuk mencit
20, 25 dan 30 gram? Obat diberikan secara p.o (Vp max = 1ml)
Langkah-langkah :
lakukan konversi dosis dari manusia 70 kg ke mencit 20
gram : 500 mg x 0,0026 = 1,3 mg/20 g BB
(1,3 mg x 1000) : 20 g = 65 mg/kgBB
tentukan kadar larutan stok (berdasarkan BB terbesar)
dosis 30 : 1000 x 65 mg/kgBB = 1,95 mg
kadar 1,95 : ½ Vp max = 3,9 mg/ml
buat larutan stok :
misal : akan dibuat stok 10 ml
3,9 mg/ml x 10 ml = 39 mg
bobot yang ditimbang 39 : 500 x 750 = 58,5 mg
cara buat timbang 58,5 mg + aquades ad 10 ml
hitung dosis dan volume pemberian :
misal BB 20 g 25 : 1000 x 65mg/kgBB = 1,63 mg
volume pemberian 1,63mg : 3,9 mg/ml x 1 ml = 0,42 ml
17
Tabel 2. konversi dosis
Menci Tiku Kelinc Manusi
t 20 g s 200 i 1,5 a 70 kg
g kg
18
Mencit 1,0 7,0 27,80 387,9
20 g
Tikus 0,14 1 3,9 56,0
200 g
Kelinci 0,04 0,25 1,0 14,2
1,5 kg
Manusi 0,002 0,01 0,07 1,0
a 70 kg 6 8
(Sumber : Stevani, 2016, Pusdik SDM Kesehatan)
19
pengobatan terhadap hewan coba. Selain itu, untuk prosedur yang
20
menimbulkan rasa sakit, sebelumnya perlu diberi anasthesi atau analgetik
(ketamin, xylazin).
Freedom to express most normal pattern of behaviour. Hewan harus bebas
berperilaku sebagaimana mestinya hewan normal, antara lain dengan
menyediakan kandang yang nyaman, tempat bersembunyi (Sheltering and
burrowing), permainan-permainan yang biasa dimainkan hewan, grouping
(untuk hewan yang bersifat sosial) atau ditempatkan berpasangan untuk
perkawinan dan lain-lain.
Freedom from fear and distress. Segala hal yang membuat hewan takut
dan stress harus dihindari, seperti suara bising, darah, predator dan konflik
dengan spesies lainnya.
6. Kondisi bangunan
a. Bangunan. Kondisi dan ukuran kandang sangan menentukan kondisi
hewan percobaan. Kandang harus diberi alas (nesting), biasanya berupa
sekam padi, serutan kayu, guntingan kertas dll, tujuannya agar kandang
tetap kering, tidak lembab dan menjaga kenyamanan hewan. Sirkulasi
udara harus lancar, intensitas cahaya juga harus sesuai, suhu juga harus
disesuaikan dengan kenyaman hewan. Selain itu kandang juga perlu
diberikan kasa kawat untuk mencegah masuknya serangga.
b. Kandang hewan harus memiliki sistem sanitasi yang baik, sistem
pembuangan/drainase yang baik. Ketika berinteraksi dengan hewan
praktikan harus menggunakan jas praktikum yang bersih dan masker.
Cairan disinfektan yang dapat digunakan misalnya lysol 3-5%.
c. Tersedianya makanan. Stok makanan harus selalu tersedia, mengandung
nutrisi serta bebas dari serangga yang akan merusak mutu pakan hewan
tersebut.
d. Kebutuhan air. Air minum diberikan secara ad libitum, menggunakan
wadah yang tepat agar tidak membasahi kandang. Kandungan mineral
tidak terlalu tinggi serta hygienis.
e. Sirkulasi udara. Ruangan tempat meletakkan kandang hewan harus
memiliki sirkulasi udara yang baik, antara lain dengan memasang
exhaust fan, atau membuat ventilator yang cukup.
f. Penerangan. Intensitas cahaya yang diberikan harus disesuaikan dengan
kebutuhan hewan. Siklus gelap terang harus disesuaikan juga dengan
jenis hewan, karena siklus reproduksi pada beberapa jenis hewan sangat
dipengaruhi oleh adanya penerangan.
g. Kelembaban dan temperatur ruangan. Suhu dan kelembaban ruangan
merupakan komponen penting bagi segala hewan dan berhubungan
langsung dengan kemampuan hewan untuk mengatur panas internalnya.
Secara umum paparan suhu >29,4o C (85o F) atau < di 4,4o C (40o F)
tanpa adanya perlindungan (shelter) pada hewan yang tidak dapat
beradaptasi, akan berpengaruh secara klinis.
21
h. Keamanan. Hewan harus dilindungi dari penyakit infeksi yang berasal
dari hewan lainnya atau dari manusia, terutama untuk hewan-hewan
bebas kuman (germ free animal).
i. Training khusus bagi personel. Pihak-pihak yang berhubungan langsung
dengan pemeliharaan hewan haruslah merupakan personel terlatih dan
berpengalaman.
7. Cara mengorbankan hewan uji
Euthanasia adalah mematikan hewan coba yang dilakukan dengan
meminimalisir distress atau rasa sakit yang akan dialami oleh hewan tersebut.
Metode euthanasia yang dapat diterima antara lain : injeksi pentobarbital,
injeksi ketamin – xylazine, injeksi ketamin – diazepam. Dosis yang digunakan
umumnya 3x dosis anasthesi. Metode lainnya adalah dengan inhalasi gas CO2
dan CO, namun hanya diperbolehkan untuk hewan pengerat kecil. Selain itu
dapat pula dilakukan dengan cervical dislocation (pematahan tulang leher)
untuk mencit dan tikus < 200 g. Metode ini harus dilakukan oleh personel yang
terlatih dan berpengalaman.
22
BAB II. PENTINGNYA UJI PRAKLINIS DAN KLINIS ZAT BERKHASIAT OBAT
23
dilakukan. Tujuannya adalah untuk menguji efektivitas dan keamanan suatu obat.
Uji dilakukan pada jaringan atau hewan coba.
2.2.Uji Klinik.
Uji klinik adalah uji efektivitas obat keamanan obat pada manusia,
tujuannya adalah memastikan apakah masih pengujian secara in vitro atau pada
hewan coba memberikan hasil yang sama dengan manusia. Obat yang menjalani uji
klinik disebut obat investigasi. Uji klinik terdiri atas 4 fase, sebagai berikut :
fase 1. Pada fase 1 kadidat obat diuji untuk pertama kalinya, menggunakan 10-
100 sukarelawan sehat. Pengecualian untuk obat cancer, diharuskan
menggunakan pasien cancer. Selain itu, dapat juga dilakukan pada pasien end
– stage disease, atau pasien yang sudah tidak dapat diterapi oleh obat
manapun. Tujuan utama pada fase ini adalah untuk menunjukkan bahwa obat
tersebut aman untuk manusia. Pada fase ini dijuga dilihat bagimana profil
farmakokinetik (absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi) dan profil
farmakodinamik obat (mekanisme kerja, selektivitas dan sensitivitas, efek
samping, efek yang diharapkan, rentang dosis yang aman dsb).
Fase 2. Pada fase ini, efek obat diuji pada 100 s.d 500 pasien yang sakit untuk
dilihat kemungkinan adanya efek samping yang muncul dalam waktu singkat.
Pada uji ini juga dinilai apakah obat bekerja sesuai dengan mekanisme yang
diharapkan dan apakah obat dapat memperbaiki kondisi yang diderita oleh
pasien tersebut di atas. Uji ini juga menganalisis berapa kekuatan dosis dan
frekuensi pemberian obat. Jika uji menunjukkan hasil yang memuaskan, maka
uji fase lanjutan dengan subjek yang lebih besar dapat dilakukan.
Fase 3. Uji ini menggunakan pasien dengan jumlah yang lebih besar lagi
(1000- 5000). Tujuannya adalah untuk memperoleh data yang signifikan
tentang keamanan, efikasi, dan keseluruhan hubungan benefit-risk suatu obat.
Fase ini merupakan penentu apakah obat aman dan efektif jika digunakan pada
manusia. Uji juga menjadi dasar perencanaan pelabelan obat untuk informasi,
misalnya dosis, efek samping, dan interaksi. Uji fase III merupakan uji klinik
yang paling menelan biaya dan waktu. Sebagian besar obat yang menjalani uji
klinik fase III dapat dipasarkan di bawah pengawasan badan POM. Jika
dilaporkan adanya efek samping/ toksik, maka obat harus dapat ditarik dari
peredaran sesegera mungkin.
Fase 4. Uji klinik fase IV, dikenal juga dengan istilah post surveilans trials dan
melibatkan safety surveillance / pharmacovigilance, yakni ilmu yang berkaitan
dengan pengumpulan, deteksi, penilaian, pemantauan dan pencegahan efek
samping produk farmasi, serta hal-hal yang bersifat teknis saat obat
memperoleh izin untuk dipasarkan. Uji fase IV dapat merupakan persyaratan
yang diminta oleh badan pengawasan obat, atau dilakukan oleh perusahaan
untuk tujuan- tujuan kompetitif, seperti menemukan daerah pemasaran baru.
Tujuan lainnya adalah untuk melihat adanya interaksi obat, atau melihat efek
dan keamanannya pada populasi tertentu seperti wanita hamil. Safety
survaillance / survei keamanan obat didesain untuk menilai efek samping
jangka panjang pada
2
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI NUSAPUTERA No.Dokumen SPMI-AFN/FM/03/18/02
Jl.Medoho III No.2 Semarang.Telp/Fax.024-6747012 Tanggal 5 September 2015
E-mail:akfarnusaputera @gmail.com
http://www.akfarnusaputera.ac.id
Praktikum Farmakologi Toksikologi Revisi 01
Halaman 1 dari 2
TAHUN 2023/2024
populasi yang jauh lebih luas yang tidak tercakup dalam uji
klinik fase III. Sebagai hasil dari uji tersebut, obat dapat ditarik
dari pasar atau dibatasi pada indikasi tertentu.
Pada Uji klinik, juga dikenal istilah open, blind dan double
blind. Pada open trials, baik peneliti maupun pasiennya sama-sama
mengetahui detail treatment yang dilakukan. Pada single blind trials,
peneliti mengetahi detail treatment yang dilakukan, namun pasien
tidak. Kelemahan dari cara ini adalah adanya bias dari peneliti yang
akan mempengaruhi hasil penelitian. Pada double blind trials, baik
peneliti maupun pasien tidak mengetahui detail treatment yang
diberikan. Selain itu juga dikenal dengan adanya “plecebo”, yakni
suatu senyawa inert (misalnya laktosa atau starch) yang biasanya
diberikan pada suatu kelompok uji sebagai ganti sediaan obat. Hal
tersebut juga bertujuan untuk menghindari adanya bias dalam hasil
penelitian.
3
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI NUSAPUTERA No.Dokumen SPMI-AFN/FM/03/18/02
Jl.Medoho III No.2 Semarang.Telp/Fax.024-6747012 Tanggal 5 September 2015
E-mail:akfarnusaputera @gmail.com
http://www.akfarnusaputera.ac.id
Praktikum Farmakologi Toksikologi Revisi 01
Halaman 1 dari 2
TAHUN 2023/2024