I. Tujuan Pembelajaran
Tujuan dari pembelajaran ini adalah agar mahasiswa mampu menjelaskan dan menerapkan
pengembang obat dengan uji preklinik dan uji klinik, uji toksisitas, uji khasiat, serta
farmakovigilans dan monitoring penggunaan obat.
Tabel 1. Kriteria hewan uji yang digunakan dalam uji toksisitas (PerKBPOM RI, 2014)
No Jenis Hewan Bobot Minimal Rentang Umur
1 Mencit 20 g 6 – 8 minggu
2 Tikus 120 g 6 – 8 minggu
3 Marmut 250 g 4 – 5 minggu
4 Kelinci 1800 g 8 – 9 bulan
3.3. Kondisi Ruangan dan Pemeliharaan Hewan Uji
Ruangan yang digunakan untuk percobaan hendaknya memenuhi persyaratan suhu,
kelembaban, cahaya dan kebisingan yang sesuai dengan kebutuhan hidup hewan uji, yaitu
suhu ruangan diatur menjadi 22° ± 3° C, dengan kelembaban relatif 30–70%, dan
penerangan 12 jam terang 12 jam gelap. Ruangan harus selalu dijaga kebersihannya.
Hewan diberi pakan yang sesuai standar laboratorium dan diberikan tanpa batas (ad
libitum).
Hewan dipelihara dalam kandang yang terbuat dari material yang kedap air, kuat dan
mudah dibersihkan, ruang pemeliharaan bebas dari kebisingan.
Luas area kandang per ekor hewan menurut Cage Space Guidelines For Animals Used
In Biomedical Research (2008) sebagai berikut:
a. Mencit (berat 15 – 25 g) : luas alas kandang 77,4 cm2, tinggi 12,7 cm
b. Tikus (berat 100 – 200 g) : luas alas kandang 148,4 cm2 , tinggi 17,8 cm
c. Kelinci (berat 2 – 4 kg) : luas alas kandang 270 cm2 , tinggi 40,64 cm
d. Marmut (berat 300 – 350 g) : luas alas kandang 387 cm2, tinggi 17,18 cm.
(PerKBPOM RI, 2014)
3.4. Cara Mengorbankan Hewan Uji
Ada beberapa cara mengorbankan hewan uji pada uji toksisitas; pada prinsipnya hewan
uji dikorbankan sesuai dengan kaidah-kaidah cara dan teknik pengorbanan hewan sesuai
dengan ethical clearence deklarasi Helsinki serta tidak mempengaruhi hasil uji toksisitas.
a. Eutanasi
Sebelum hewan uji dikorbankan, dilakukan anestesi terlebih dahulu. Hewan dipegang
secara hati-hati tanpa menimbulkan rasa takut, lalu hewan di korbankan dengan salah
satu teknik mengorbankan hewan di suatu tempat terpisah dan dijaga agar tidak ada
hewan hidup di sekitarnya.
b. Teknik mengorbankan hewan uji ada beberapa cara antara lain :
1) Cara dislokasi leher untuk hewan kecil seperti mencit, tikus.
2) Cara anestesi secara inhalasi atau penyuntikan.
3) Cara pengeluaran darah melalui vena jugularis atau arteri karotis.
(PerKBPOM RI, 2014)
3.5. Cara Penandaan Hewan Uji
Penandaan hewan uji dilakukan dengan cara memberikan larutan asam pikrat 10%
dalam alkohol. Penandaan dilakukan dengan tujuan membedakan antara hewan satu
dengan yang lainnya. Penandaan biasanya dilakukan seperti pada Gambar 1 dan Tabel 2.
/
3
Sedangkan untuk kategori bahan kimia seperti pestisida menurut Thirteenth
Addendum to The OECD Guidelines for The Testing of Chemicals (2001)
(PerKBPOM, 2014)
• Uji Pendahuluan
Tujuan dari uji pendahuluan adalah mencari dosis awal yang sesuai
untuk uji utama. Dosis awal pada uji pendahuluan dapat dipilih dari
tingkatan fixed dose: 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg BB sebagai dosis yang
diharapkan dapat menimbulkan efek toksik. Pemeriksaan menggunakan
dosis 5000 mg/kg hanya dilakukan bila benar-bena diperlukan. Diperlukan
informasi tambahan yaitu data-data toksisitas in vivo dan in vitro dari zat-
zat yang mempunyai kesamaan secara kimiawi dan struktur. Jika informasi
tersebut tidak ada, maka dosis awalnya ditentukan sebesar 300 mg/kg BB.
Interval waktu pengamatan sekurang-kurangnya 24 jam pada setiap dosis
dan semua hewan harus diamati sekurang-kurangnya selama 14 hari
(PerKBPOM, 2014).
Tabel 5. Bagan Uji Pendahuluan Starting Dose 50 dan 200 mg/kgBB
Hewan coba dibagi menjadi 6 kelompok yang masing-masing terdiri 10 ekor jantan dan betina.
(Strain Sprague Dawley atau Wistar)
Diberi inducer berupa 0,75 ml Castor Oil pada hewan coba kecuali untuk Kontrol (-)
Kelompok 5
Kelompok 6
Ekstrak dengan
Kontrol (-)
dosis 21,0 g/kg
CMC-Na 0,5%
BB
4 jam
Dilakukan pengamatan tanda keracunan (pernapasan, tingkah laku, dan pergerakan)
5. Uji Klinik
5.1 Konsep Dasar Uji Klinik
Uji Klinik adalah salah satu jenis penelitian eksperimen, terencana yang mengikut sertakan
subjek manusia dimana peneliti memberikan perlakuan atau intervensi pada subjek penelitian.
Kemudian efek dari penelitian tersebut diukur dan di analisis. Pada dasarnya Uji Klinik
memastikan efektivitas, keamanan dan gambaran efek samping yang sering timbul pada manusia
akibat pemberian suatu intervensi. Intervensi dapat berupa obat, vaksin, obat tradisional, alat
kesehatan dan lainnya yang dinamakan sebagai produk uji.
Informasi yang dihasilkan dari Uji Klinik sangat diperlukan, mengingat dalam pengobatan,
para klinisi perlu informasi yang valid dan kredibel untuk dasar pemilihan secara objektif terhadap
tindakan yang diberikan. Sementara informasi yang datang dari manufaktur umumnya lebih
banyak bersifat sepihak, karena mempertimbangkan segi pemasaran dan bisnis.
Konsep dasar Uji Klinik merupakan landasan umum yang perlu diketahui bila akan
melakukan Uji Klinik terutama mengenai Uji Klinik obat, fitofarmaka, vaksin dan alat kesehatan.
Tujuan bab ini memberikan gambaran tahapan Uji Klinik untuk obat, fitofarmaka, vaksin, dan alat
kesehatan. Disamping itu juga memberikan informasi mengenai saintifikasi jamu, lingkup produk
uji, monitoring dan evaluasi serta regulasi yang terkait dengan pelaksanaan Uji Klinik.
Produk uji yang akan dilakukan pada Uji Klinik harus memiliki data keamanan awal dan
persyaratan mutu sesuai dengan tahapan Uji Kliniknya. Jika diperlukan pemasukan produk uji ke
wilayah Indonesia, harus mendapat persetujuan Kepala BPOM untuk produk obat dan makanan,
atau Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Farmalkes) untuk alat kesehatan. Pengajuan
pemasukan produk uji dilakukan secara tertulis bersamaan dengan pengajuan pelaksanaan Uji
Klinik.
5.5.2 Regulator
Uji Klinik merupakan bagian dari penelitian dan pengembangan kesehatan. Penelitian dan
pengembangan kesehatan harus memperhatikan asas perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif,
dan norma-norma agama. Oleh karena itu penelitian dan pengembangan yang mengikutsertakan
manusia sebagai subjek dan memanfaatkan hewan coba sebagai subjek harus sesuai dengan kaidah
etika penelitian dan pengembangan. Semua protokol penelitian yang mengikutsertakan subjek
manusia atau hewan coba harus diajukan ke Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK). Protokol
penelitian yang bisa diajukan untuk proses telaah etik adalah penelitian yang belum dimulai
pelaksanaannya. Masa berlaku surat persetujuan etik penelitian kesehatan selama 1 tahun terhitung
sejak tanggal dikeluarkan. Jika penelitian masih berlanjut, maka dilakukan pengajuan ulang untuk
telaah kaji etik.
Setiap fasilitas pelayanan kesehatan, lembaga penelitian dan pengembangan atau lembaga
lainnya yang mengirimkan, membawa dan atau menggunakan spesimen klinik, materi biologik
dan/atau muatan informasinya dalam rangka penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
kesehatan, pelayanan kesehatan, pendidikan serta kepentingan lainnya ke luar negeri atau
sebaliknya, harus dilengkapi dengan Perjanjian Alih Material (MTA) dan dokumen pendukung
lainnya yang relevan.
Mengirimkan, membawa dan atau menggunakan spesimen klinik, materi biologik dan/atau
muatan informasinya ke luar negeri atau sebaliknya, dari keadaan dan/atau penyakit infeksi yang
mempunyai potensi disalahgunakan sebagai senjata biologi atau bahan senjata biologi; universal
nilai komersial atau menghasilkan devisa negara yang bermakna sebagai produk
kedokteran/kesehatan; dapat menimbulkan dampak kepedulian kesehatan dan kedaruratan
kesehatan masyarakat di tingkat nasional maupun internasional termasuk di dalamnya pandemik
dan potensi pandemik. elain harus dilengkapi dengan Perjanjian Alih Material juga harus
mendapatkan izin dari Kepala Badan Litbangkes atas nama Menteri. Kesehatan Republik
Indonesia.
Kegiatan Penelitian, Pengembangan, dan/atau Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
yang Berisiko Tinggi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang karena sifat dan/atau konsentrasinya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat membahayakan, mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya. Kegiatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi yang Berisiko Tinggi dan Berbahaya hanya dapat dilakukan atas dasar
izin tertulis dari Kepala Badan Litbangkes atas nama Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan
pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing di wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dilakukan atas dasar izin tertulis dari Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi
(Ristek Dikti) Republik Indonesia.
Penelitian yang dilakukan di lembaga, satuan kerja, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan
milik Kementerian Kesehatan yang menyelenggarakan fungsi penelitian bidang kesehatan, wajib
melakukan registri. Registri penelitian klinik dilakukan di satuan kerja di Badan Litbangkes.26
Pelaksanaan Uji Klinik pra-pemasaran Obat, Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan,
Kosmetika dan Pangan Olahan, sebelum dimulai wajib mendapatkan persetujuan Kepala BPOM
Republik Indonesia. Sedangkan untuk Uji Klinik paska-pemasaran Obat, Obat Tradisional,
Suplemen Kesehatan, Kosmetika dan Pangan Olahan, sebelum dimulai wajib menyampaikan
notifikasi kepada Kepala BPOM Republik Indonesia. Pengajuan persetujuan atau notifikasi
tersebut tidak ditujukan untuk penelitian dalam rangka pendidikan.
Pelaksanaan Uji Klinik pra-pemasaran Alat Kesehatan, sebelum dimulai wajib mendapatkan
persetujuan Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alkes (Farmalkes) Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Uji Klinik paska pemasaran Alat Kesehatan, sebelum dimulai wajib
menyampaikan notifikasi kepada Direktur Jenderal Farmalkes, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Pengajuan persetujuan atau notifikasi tersebut tidak ditujukan untuk penelitian dalam
rangka pendidikan.
III. Tugas
-
IV. Referensi
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2014. Komisi Etik Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Balitbankes-IT.
Bertram, G. alih bahasa Brahm U. dkk. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 12. Jakarta:
EGC.
BPOM. 2014. Pedoman Uji Toksisitas Nonklinik Secara In Vivo. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2014. Pengawas Obat dan
Makanan Indonesia Republik Indonesia.
Gunawan, Gan Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan Departemen RI. 2006. Pedoman Nasional Etik
Penelitian Kesehatan Suplemen II Etik Penggunaan Hewan Coba. Jakarta : Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Meles, Dewa Ketut. 2010. Peran Uji Praklinik dalam Bidang Farmakologi. Surabaya:
Perpustakaan Universitas Airlangga.
Ridwan, Endi. 2013. Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Shargel, Leon. alih bahasa Fasich, Budi Suprapti. 2012. Biofarmasetika dan Farmakonkinetika
Terapan. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.
World Medical Association Declaration of Helsinki. 2008. Recommendation Guiding Physicians
in Biomedical Research Involving Human Subject; Juni 1964; Helsinki, Finlandia; Amanded
by 59th WMA. Seoul : WMA General Assembly.