Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

PENENTUAN KADAR GLUKOSA

NAMA : NURHAJRAH
NIM : H 311 09 275
KELOMPOK : II (DUA)
HARI / TGL. PERC. : KAMIS / 07 APRIL 2011
ASISTEN : YUSTIN

LABORATORIUM BIOKIMIA
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap hari tubuh kita memerlukan energi untuk menunjang aktivitas yang

kita kerjakan. Energi yang diperlukan ini kita peroleh dari bahan makanan yang

kita makan. Pada umumnya bahan makanan itu mengandung tiga kelompok

utama, yaitu karbohidrat, protein dan lipid atau lemak. Dari ketiga unsur utama

tersebut karbohidrat merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan

memegang peranan yang sangat penting karena merupakan sumber tenaga bagi

kegiatan kita sehari-hari. Sebagian besar zat-zat alam merupakan golongan

karbohidrat, dimana fungsinya sebagai bahan baku atau bahan sumber energi.

Karbohidrat adalah persenyawaan antara karbon, hidrogen, dan oksigen

yang terbentuk di alam dengan rumus umum Cn(H 2O)n. Dengan rumus empiris

tersebut, senyawa ini dapat diduga sebagai “hidrat dari karbon”, sehingga disebut

karbohidrat.

Glukosa adalah karbohidrat sederhana yang paling banyak diperlukan

dalam tubuh manusia. Glukosa merupakan salah satu jenis karbohidrat penting

dan termasuk dalam kelompok gula reduksi. Glukosa dapat mereduksi ion kupri

menjadi kupro sehingga reaksi ini dapat digunakan sebagai dasar di dalam

penentuan glukosa dan dilakukan dengan berbagai metode antara lain : Luff

Schroll, Munson-Walker, Lane-Eynon dan Somogy-Nelson.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka dilakukanlah percobaan ini, yaitu

penentuan kadar glukosa dengan menggunakan metode Somogy-Nelson.


1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan mempelajari

teknik penentuan kadar glukosa dalam suatu sampel dengan metode Somogy-

Nelson.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan kadar

glukosa dalam sampel melalui metode Somogy-Nelson dengan menggunakan

spektronik 20D+.

1.3 Prinsip Percobaan

Penentuan kadar glukosa didasarkan dari hasil reduksi ion kupri oleh

glukosa dalam suasana basa dengan menggunakan arsenomolibdat yang

memberikan warna biru dan absorbansinya diukur dengan spektronik 20D+ pada

panjang gelombang tertentu.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat didefinisikan secara tepat sebagai senyawa dengan rumus

molekul Cn(H2O)n. Namun, kata ’karbohidrat’ umumnya digunakan dalam

pengertian lebih terbatas untuk menunjukkan zat yang terdiri atas polihidroksi

aldehida dan keton serta turunannya. Gula yang kita kenal dengan sebutan

sakarida, umumnya diperlukan sebagai karbohidrat khas. Monosakarida adalah

karbohidrat yang biasanya memiliki tiga sampai sembilan atom karbon (Pine,

dkk., 1988).

Karbohidrat ini merupakan sumber kalori atau mikronutrien utama bagi

organisme heterotroph. Sebagian lagi sebagai bahan utama sandang (misalnya

serta kapas). Industri (rami, rosela), bahan bangunan (kayu, bambu) atau bahan

baker (kayu baker, seresah). Disamping sebagai sumber utama biokalori dalam

bahan makanan, beberapa jenis karbohidrat dan turunannya (derivatnya)

memegang peranan penting dalam teknologi makanan misalnya gum (Arabic,

karaya, guar) sebagai bahan pengental atau CMC (carboxymethylcellulose)

sebagai bahan penstabil dan banyak lagi sebagai bahan pemanis (sukrosa, glukosa,

fruktosa) (Sudarmadji, 1996).

Berdasarkan jumlah monomer pembentuk suatu karbohidrat maka dapat

dibagi atas tiga golongan besar yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida.

Istilah sakarida berasal dari bahasa latin dan mengacu pada rasa manis senyawa

karbohidrat sederhana. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat

dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana (Tim Dosen Kimia, 2009).
Monosakarida adalah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya

hanya terdiri dari beberapa jenis atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan

dengan cara hidrolisis dalam kondisi lunak menjadi karbohidrat lain.

Monosakarida yang paling sederhana adalah gliseraldehida dan dihidroksiaseton

(Poedjiadi, 1994).

Salah satu monosakarida yang amat penting adalah glukosa atau sering

dikenal dengan dekstrosa. Glukosa adalah gula yang mempunyai enam atom

karbon dan dengan demikian disebut heksosa. Karbohidrat lima karbon dikenal

sebagai pentosa dan selanjutnya. Kenyataan bahwa gugus karbonil adalah sebuah

aldehida yang ditunjukkan dengan menggolongkan glukosa sebagai aldoheksosa.

Monosakarida yang amat penting yaitu D-glukosa sering dikenal sebagai dektrosa.

CHO

H OH

HO H

H OH

H OH

CH2OH

D - glukosa

Rumus proyeksi Fischer adalah cara umum untuk menggambarkan molekul

monosakarida. Proyeksinya biasa digambar dengan sebuah rantai karbon vertikal

dan gugus karbonil paling dekat dengan puncak (Pine, dkk., 1988).

Glukosa adalah suatu heksosa dan sering disebut dekstrosa karena sifat dapat

memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam


buah-buahan dan madu lebah. Darah manusia normal mengandung glukosa dalam

jumlah atau konsentrasi tetap, yaitu antara 70-100 mg tiap mL darah. Glukosa

darah ini bertambah setelah kita makan-makanan sumber karbohidrat, namun kira-

kira dua jam setelah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula.

Pada orang yang menderita diabetes mellitus atau kencing manis, jumlah glukosa

darah lebih besar dari 130 mg per 100 mL darah (Poedjiadi, 1994).

Monosakarida segera mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti

fersianida, hydrogen peroksida, atau ion kupri (Cu2+). Pada reaksi seperti ini, gula

dioksidasi pada gugus karbonil, dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi.

Glukosa dan gula-gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut

gula pereduksi. Sifat ini berguna dalam analisa gula. Dengan mengukur jumlah

dari senyawa pengoksidasi yang tereduksi oleh suatu larutan gula tertentu. Dapat

dilakukan pendugaan konsentrasi gula. Dengan cara ini, darah dan air seni dapat

dianalisa kandungan gulanya pada diagnosa diabetes mellitus. Penderita penyakit

ini menunjukan tingkat gula darah yang tinggi secara Abnormal, dan pengeluaran

gula pada air seni yang berlebih (Lehninger, 1982).

Penentuan monosakarida yang dihasilkan dapat dilakukan dengan metoda

oksidasi dengan kupri. Metoda ini didasarkan pada peristiwa terduksinya kupri-

oksida menjadi kupro-oksida karena adanya gula reduksi. Reagen yang digunakan

merupakan campuran kupri sulfat, Na-karbonat, dan asam sitrat atau campuran

kupri sulfat dengan K-Na-Tartrat. K-Na-Tartrat berfungsi sebagai pencegah

terjadinya pengendapan kupri oksida yang ada dalam reagen. Pada kedua macam

reagen tersebut yang berfungsi sebagai oksidator adalah kuprooksida dan

mengendap berwarna merah bata. Jumlah endapan kuprooksida ekivalen dengan


banyaknya gula reduksi yang ada. Selain dengan cara tersebut, dapat juga dengan

menentukan kelebihan kuprioksida yang ada dalam larutan sebelum dan sesudah

direaksikan dengan gula reduksi (Sudarmadji, 1996).

Berbagai cara analisa dapat dilakukan terhadap karbohidrat untuk

memenuhi berbagai keperluan. Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisa

karbohidrat yang biasa dilakukan misalnya penentuan jumlahnya secara

kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan

sifat fisis atau kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan,

kelekatan, stabilitas larutan, dan tekstur hasil olahannya (Sudarmadji, 1996).

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya

karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik,

cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat

yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan

pendahuluan yaitu hidrolisa terlebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida.

Untuk keperluan ini, maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu

keadaan yang tertentu (Sudarmadji, 1996).

Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode

pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan

refraktometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida

tersebut (seperti metode Luff-Schrool, Seliwanoff, Nelson-Somogy dan lain-lain).

Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan

gula pereduksi secara individual (Ratnayani, dkk., 2008).

Metode Somogy-Nelson didasarkan pada hasil reduksi ion kupri oleh

glukosa (gula reduksi) dalam suasana basa dengan arsenomolibdat yang


memberikan warna biru (molybdenium blue). Intensitas warna yang terbentuk

bergantung pada konsentrasi glukosa. Absorbansi diukur pada panjang gelombang

tertentu dengan spektrofotometer. Dengan menggunakan larutan standar maka

konsentrasi glukosa dapat diketahui (Patong, 2011).

Salah satu alat yang dapat mengukur absorban dari larutan yang berwarna

adalah spektrofotometer. Teknik spektrofotometri telah lama digunakan sebagai

suatu teknik yang handal untuk deteksi, identifikasi, dan pengukuran kadar

senyawa kimia dalam suatu larutan. Spektrum cahaya yang dapat terlihat oleh

mata terentang antara 400 nm sampai 800 nm. Pada teknik spektrofotometri,

cahaya dari sumber cahaya diuraikan dengan menggunaka prisma sehingga

diperoleh cahaya monokromatis yang diserap oleh zat yang akan diperiksa.

Cahaya monokromatis merupakan cahaya satu warna dengan satu panjang

gelombang, sehingga cahaya yang diserap oleh larutan berwarna dapat diukur.

Hubungan antara konsentrasi dengan cahaya yang diserap dinyatakan dalam

hukum Beer-Lambert. Hukum Beer-Lambert menyatakan pengurangan intensitas

cahaya monokromatis yang melalui suatu larutan berwarna berlangsung secara

eksponensial dan bergantung pada panjang larutan yang dilalui cahaya dan kadar

zat dalam larutan (Soewoto, 2001).

Hukum Beer-Lambert menghasilkan persamaan sebagai berikut (Soewoto,

2001):

I
log  = - kcl
Io
Dengan, Io = intensitas cahaya masuk

I = intensitas cahaya keluar

k = konstanta yang didasarkan pada sifat-sifat zat dalam larutan

c = konsentrasi zat tersebut

l = panjang larutan yang dilalui cahaya

Perbandingan I/Io disebut sebagai transmisi sinar (T) dan dinyatakan

dalam persen (%). Serapan (Absorbance) = A atau disebut juga kerapatan optik

(optical density) = OD, merupakan istilah yang lebih sering digunakan dan berasal

dari persamaan (Soewoto, 2001) :

A = - log T

Jadi, A = Kcl

Pada alat spektrofotometer yang lebih canggih, sinar yang datang benar-

benar diusahakan berupa sinar monokromatis dengan cara membuat kontainer

larutan (kuvet) yang sedemikian rupa, sehingga tidak ada sinar yang tertahan. Jika

jalur sinar pada setiap bagian kuvet itu sama, maka nilai k untuk berbagai

senyawa dalam berbagai larutan dan berbagai panjang gelombang dapat dihitung

(Soewoto, 2001).
BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan sampel M-150,

larutan Nelson A 15,38 mL dan Nelson B 0,62 mL, glukosa monohidrat,

arsenomolibdat, akuades, spiritus, aluminium foil, tissue roll, korek, sabun dan

kertas label.

3.2 Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah tabung reaksi, rak

tabung, sikat tabung, pipet tetes, pipet skala 0,2 mL, pipet skala 5 mL, pipet skala

10 mL, gelas kimia 100 mL, labu ukur 10 mL, statif, klem, buret 50 mL, bulb,

filler pipet, gegep, kaki tiga, pembakar spiritus, labu semprot, spektronik 20D+.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Pembuatan Larutan Induk

Ditimbang 10 mg glukosa monohidrat dan dilarutkan dalam labu ukur 10

mL dengan akuades sampai tanda batas. Sehingga diperoleh larutan induk 1

mg/mL.

3.3.2 Pembuatan Larutan Standar

Dipipet larutan induk ke dalam masing-masing tabung reaksi sebanyak

0,02 mL; 0,04 mL; 0,06 mL; 0,08 mL; 0,10 mL dan 0,12 mL. Kemudian

ditambahkan aquades masing-masing 0,98 mL; 0,96 mL; 0,94 mL; 0,92 mL; 0,90

mL, dan 0,88 mL. Tiap larutan dalam tabung dihomogenkan.


Tabel 1. Data Pembuatan Larutan Standar

No. M Larutan Standar V Larutan Induk (mL) V H2O (mL) V total (mL)

1. 0,02 0,02 0,98 1

2. 0,04 0,04 0,96 1

3. 0,06 0,06 0,94 1

4. 0,08 0,08 0,92 1

5. 0,10 0,10 0,90 1

6. 0,12 0,12 0,88 1

3.3.3 Preparasi Sampel

Pada pembuatan larutan sampel digunakan faktor pengenceran sebanyak

10.000 kali. Pada tahap pertama dilakukan pengenceran 100 kali, yaitu sampel

dibuat dengan mengambil 0,01 mL larutan sampel (M 150) dan dimasukkan

dalam tabung reaksi lalu ditambahkan akuades sebanyak 0,99 mL kemudian

dikocok. Dilanjutkan pada tahap kedua, dilakukan lagi pengenceran 100 kali,

yaitu dipipet sebanyak 0,01 larutan sampel tadi kemudian ditambahkan lagi

akuades sebanyak 0,99 mL kemudian dikocok.

3.3.4 Pembuatan Pereaksi

Larutan Nelson A dan Larutan Nelson B dibuat dengan perbandingan 25 :

1. Dipipet larutan Nelson A sebanyak 15,38 mL ke dalam gelas ukur dan

ditambahkan 0,62 mL larutan Nelson B kemudian dihomogenkan.


3.3.5 Penentuan Kadar Glukosa

Masing-masing larutan standar, sampel, dan blanko ditambahkan 1 mL

pereaksi Nelson, kemudian dipanaskan ± 20 menit lalu didinginkan. Ditambahkan

reagen arsenomolibdat sebanyak 1 mL. Setelah itu ditambahkan akuades sebanyak

7 mL dan dikocok. Ditambahkan lagi 10 mL akuades ke dalam setiap tabung

kemudian dikocok. Hal ini dilakukan karena warna yang ditimbulkan masih

sangat pekat. Diukur absorban pada panjang gelombang maksimum 670 nm

dengan menggunakan spektronik 20D+.


DAFTAR PUSTAKA

Lehninger, A. L., 1982, Dasar-dasar Biokimia diterjemahkan oleh Maggy


Thenawijaya, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Patong, A. R., 2011, Penuntun dan Laporan Praktikum Biokimia, Universitas


Hasanuddin, Makassar.

Pine, S. H., J. B. Hendrickson, D. J. Cram, dan G. S. Hammond, 1988, Kimia


Organik 2 edisi keempat diterjemahkan oleh Hamid, A., ITB, Bandung.

Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI-Press, Jakarta.

Ratnayani, K., N. M. A. Dwi Adhi S., dan I G. A. M. A. S. Gitadewi, Penentuan


Kadar Glukosa dan Fruktosa pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng
dengan Metode Kromotografi Cair Kinerja Tinggi, Jurnal Kimia (online),
2 (2), 77-86, (http://www.Jstage.jst.go.jp, diakses tanggal 06 April 2011,
pukul 21:38).

Soewoto, H. M., Sadikin, M. V., Kurniati, S. I., Wanandi, D., Retno, P., Abadi,
A., Retnoprijati, I. P., Harahap, S. A., dan Jusman, 2001, Biokimia
Eksperimen Laboratorium, Widya Medika, Jakarta.

Sudarmadji, 1996, Analisa Bahan Makanan, Liberty, Yogyakarta.

Tim Dosen Kimia, 2009, Kimia Dasar, UPT MKU Universitas Hasanuddin,
Makassar.
LEMBAR PENGESAHAN

Makassar, 14 April 2011

Asisten Praktikan

(Yustin) (Nurhajrah)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan penentuan kadar glukosa ini dilakukan dengan

menggunakan metode Somogy-Nelson. Metode ini didasarkan pada hasil reduksi

ion kupri oleh glukosa (gula reduksi) dalam suasana basa dengan reagen

arsenomolibdat yang memberikan warna biru (molybdenum blue). Selanjutnya

diukur absorbansinya pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan

spektrofotometer. Pada percobaan ini absorban yang diukur yaitu pada larutan

sampel, blanko, dan larutan standar.

Tabel. 2 Data Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Panjang Gelombang () (nm) Absorban

650 0,99

660 0,012

670 1,024

675 1,014

680 1,008
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dibuat grafik sebagai berikut :

Grafik. 1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

1.2

1
Absorban

0.8

0.6

0.4

0.2

0
645 650 655 660 665 670 675 680 685
Panjang gelombang (nm)

Jadi, panjang gelombang maksimum adalah 670 nm.

Tabel 3. Data Penentuan Kadar Glukosa pada  = 760 nm

Konsentrasi Larutan Contoh Absorban

0,02 0,008

0,04 0,588

0,06 1,026

0,08 1,276

Sampel 1,026
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dibuat grafik sebagai berikut :

Grafik. 2 Penentuan Kadar Glukosa

1.6
1.4
1.2
Absorban

1
0.8
y = 21.21x - 0.336
0.6
R² = 0.9705
0.4
0.2
0

00.020.040.060.080.1
Konsentrasi larutan

Berdasarkan grafik hubungan konsentrasi dan absorbansi, diperoleh

persamaan garis y = 21,21x – 0,336, sehingga kadar glukosa dalam sampel M 150

dapat dihitung :

y = 21,21x – 0,336

1,026 = 21,21x – 0,336

21,21x = 1,026 + 0,336

x = 1,026 + 0,336
21,21

x = 0,064 mg/mL

Jadi, kadar glukosa dalam sampel M 150 = x . fp


= 0,06 . 10000
= 640 mg/mL

Pada percobaan ini, penentuan kadar glukosa dalam sampel dilakukan

dengan metode Somogy-Nelson. Deret standar yang digunakan yaitu pada

konsentrasi 0,02 M; 0,04 M; 0,06 M; 0,08 M; 0,10 M dan 0,12 M. Sampel yang

dianalisa diberikan pengenceran sebanyak 10000 kali.


Deret standar, sampel dan blanko diberi perlakuan sesuai dengan metode

Somogy-Nelson. Setelah larutan standar, sampel, dan blanko dibuat, ditambahkan

pereaksi Nelson sebanyak 1 mL, dimana penambahan pereaksi Nelson ini berguna

sebagai pembawa ion kupri. Setelah ditambahkan pereaksi Nelson dipanaskan

secara bersamaan selama ± 20 menit hal ini bertujuan agar ion kupri tereduksi

oleh gula pereduksi (glukosa) sehingga menjadi ion kupro dalam suasana basa.

Setelah pemanasan selama ± 20 menit, terbentuk endapan merah bata

(Cu2O) yang warnanya semakin pekat sesuai dengan konsentrasi glukosa pada

larutan. Semakin banyak glukosa maka semakin merah pula warnanya. Setelah itu

larutan standar, sampel, dan blanko didinginkan dan ditambahkan arsenomolibdat

masing-masing 1 mL, dimana arsenomolibdat ini berfungsi sebagai pembentuk

kompleks yang berwarna biru. Setelah itu ditambahkan akuades sebanyak 7 mL.

Karena warna yang ditimbulkan masih sangat pekat, maka ditambahkan lagi pada

masing-masing tabung dengan 10 mL akuades. Selanjutnya, masing-masing

larutan diukur absorbansinya pada spektronik 20D+ dengan menggunakan

panjang gelombang maksimum yaitu 670 nm.

Pengukuran absorbansi hanya sampai pada konsentrasi 0,08 M, karena

pada konsentrasi 0,10 M, sprektonik 20D+ sudah tidak dapat terbaca, hal ini

disebabkan karena warna dari larutan tersebut sudah sangat pekat.

Dari data yang diperoleh, maka didapatkan kadar glukosa dalam sampel

adalah 640 mg/mL.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

kadar glukosa dalam sampel adalah 640 mg/mL.

5.2 Saran

Untuk laboratorium, agar peralatan yang akan digunakan pada saat

praktikum diperiksa terlebih dahulu sebelum praktikum berlangsung.

Untuk asisten, agar dalam memberi penjelasan jangan terlalu cepat agar

praktikan dapat menyimaknya dengan baik sehingga dapat melakukan percobaan

dengan benar.
LAMPIRAN

Bagan Kerja

1. Pembuatan Larutan Induk

Glukosa

- Ditimbang sebanyak 0,01 gram


- Dimasukkan kedalam labu ukur 10 mL
- Ditambahkan akuades sampai tanda
batas
- Dihomogenkan

Hasil

2. Pembuatan Larutan Standar

 0,02 mg/mL

Larutan Induk

- Dipipet sebanyak 0,02 mL


- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 0,98 mL akuades
- Dihomogenkan
Hasil

 0,04 mg/mL

Larutan Induk

- Dipipet sebanyak 0,04 mL


- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 0,96 mL akuades
- Dihomogenkan
Hasil
 0,06 mg/mL

Larutan Induk

- Dipipet sebanyak 0,06 mL


- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 0,94 mL akuades
- Dihomogenkan

Hasil

 0,08 mg/mL

Larutan Induk

- Dipipet sebanyak 0,08 mL


- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 0,92 mL akuades
- Dihomogenkan

Hasil

 0,10 mg/mL

Larutan Induk

- Dipipet sebanyak 0,10 mL


- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 0,90 mL akuades
- Dihomogenkan

Hasil
 0,12 mg/mL

Larutan Induk

- Dipipet sebanyak 0,12 mL


- Dimasukkan kedalam tabung reaksi
- Ditambahkan 0,88 mL akuades
- Dihomogenkan

Hasil

3. Preparasi Sampel

Larutan Sampel (M-150)

- Dipipet sebanyak 0,01 mL kedalam tabung


reaksi
- Ditambahkan 0,99 mL akuades
1 mL larutan sampel

- Dipipet sebanyak 0,01 mL kedalam tabung reaksi


- Ditambahkan 0,99 mL akuades
- Dihomogenkan

1 mL larutan sampel

4. Penentuan Kadar Glukosa

Larutan Standar, Sampel, dan Blanko

- Ditambahkan 1 mL pereaksi Nelson


- Dipanaskan selama ± 20 menit
- Didinginkan
- Ditambahkan 1 mL arsenomolibdat
- Ditambahkan 17 mL akuades
- Diukur absorbannya pada panjang gelombang
670 nm menggunakan spektrofotometer
Data
Perhitungan

1. Pembuatan Larutan Induk

Dik: M = 1 mg/mL

Volume = 10 mL

Mr. Glukosa monohidrat = 198 gr/mol

Mr. Glukosa = 180 gr/mol

Dit: Massa glukosa monohidrat = ...?

Penyelesaian:

Mr Glukosa
M = 𝑥 mg
Mr Glukosa monohidrat x
10 mL
180 𝑥 mg
1 mg/mL = x
198 10 mL

x mg = 11 mg/10 mL = 1,1 mg = 0,01 gram

2. Pembuatan Larutan

Standar Dik: M1 = 1

mg/mL

M2 :

a. 0,02 mg/mL

b. 0,04 mg/mL

c. 0,06 mg/mL

d. 0,08 mg/mL

e. 0,010 mg/mL

f. 0,012 mg/mL

V2 = 1 mL

Dit: V1 = ...?
Penyelesaian:

a. Konsentrasi glukosa 0,02 mg/mL

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 1 mg/mL = 1 mL . 0,02 mg/mL

V1 = 0,02 mL

V akuades = 1 mL – 0,02 mL

= 0,98 mL

b. Konsentrasi glukosa 0,04 mg/mL

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 1 mg/mL = 1 mL . 0,04 mg/mL

V1 = 0,04 mL

V akuades = 1 mL – 0,04 mL

= 0,96 mL

c. Konsentrasi glukosa 0,06 mg/mL

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 1 mg/mL = 1 mL . 0,06 mg/mL

V1 = 0,06 mL

V akuades = 1 ml – 0,06 mL

= 0,94 mL

d. Konsentrasi glukosa 0,08 mg/mL

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 1 mg/mL = 1 mL . 0,08 mg/mL

V1 = 0,08 mL
V akuades = 1 mL – 0,08 mL

= 0,92 mL

e. Konsentrasi glukosa 0,10 mg/mL

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 1 mg/mL = 1 mL . 0,10 mg/mL

V1 = 0,10 mL

V akuades = 1 mL – 0,10 mL

= 0,99 mL

f. Konsentrasi glukosa 0,12 mg/mL

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 1 mg/mL = 1 mL . 0,12 mg/mL

V1 = 0,12 mL

V akuades = 1 mL – 0,12 mL

= 0,88 mL

3. Preparasi Sampel

Faktor Pengenceran 10000 kali


100 x
0,01 mL + 0,99 mL H2O 1 mL

dipipet

100 x
0,01 mL + 0,99 mL H2O 1 mL
4. Penyiapan Larutan Nelson

Larutan Nelson A : Larutan Nelson

B 25 : 1

25 x 16 : 1 x 16
26 26

15,38 : 0,62
Gambar

Anda mungkin juga menyukai