Anda di halaman 1dari 29

Laporan Praktikum Biokimia

PENENTUAN KADAR GLUKOSA

CITRA ICHSANI AMALIA MAKKARAKA

H031 18 1302

KELOMPOK II

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan aktivitas baik yang telah

merupakan kebiasaan, misalnya berdiri, mandi, berjalan, makan, dan sebagainya.

Untuk melakukan aktivitas itu diperlukan energi. Energi yang dibutuhkan itu

diperoleh dari bahan makanan yang dimakan. Pada umumnya, bahan makanan itu

mengandung tiga kelompok utama senyawa kimia, yaitu karbohidrat, protein, dan

lemak atau lipid (Poedjiadi dan Titin, 1994).

Dalam sel-sel tubuh, karbohidrat mengalami berbagai proses kimia. Reaksi-

reaksi kimia yang terjadi dalam sel ini tidak berdiri sendiri, tetapi saling berhubungan

dan saling mempengaruhi satu sama lain.. Sebagai contoh apabila banyak glukosa

yang teroksidasi untuk memproduksi energi, maka glikogen dalam akan mengalami

suatu proses hidrolisis untuk membentuk glukosA (Poedjadi dan Titin, 1994).

Salah satu cara untuk menentukan kadar glukosa adalah dengan

menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis. Spektrofotometer jenis tersebut mampu

mengukur konsentrasi atau kadar dari sebuah sampel melalui pengukuran absorban.

Absorban yang diukur melalui panjang gelombang maksimum. Agar kadar glukosa

dapat diketahui, maka sampel-sampel yang ada terlebih dahulu direaksikan dengan

beberapa reaksi dan metode tertentu, salah satunya dengan menggunakan metode
Nelson-Somogyi. Berdasarkan latar belakang, maka dilakukan percobaan penentuan

kadar glukosa.

1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

1.2.1 Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mempelajari dan memahami teknik

penentuan kadar glukosa dengan menggunakan metode Nelson-Somogyi.

1.2.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk menentukan kadar glukosa

dalam suatu sampel melalui metode Nelson-Somogyi dengan menggunakan

spektronik 20D+.

1.3 Prinsip Percobaan

Adapun prinsip dari percobaan kadar glukosa ini adalah penentuan kadar

glukosa dalam sampel melalui reduksi ion Cu2+ oleh glukosa sehingga membentuk

endapan merah bata Cu2O, dengan penambahan arsenomolibdat akan membentuk

warna biru kemudian akan ditentukan kadarnya pada spektrofotometer 20 D+ dengan

panjang gelombang maksimum. Nilai absorbansi yang diperoleh menunjukkan kadar

glukosa dalam sampel.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karbohidrat

Karbohidrat adalah komponen bahan pangan yang tersusun oleh 3 unsur

utama, yaitu karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Susunan atom-atom tersebut

dan ikatannya membedakan karbohidrat satu dengan yang lainnya, sehingga ada

karbohidrat yang masuk kelompok struktur sederhana seperti monosakarida dan

disakarida dan dengan struktur kompleks atau polisakarida seperti pati, glikogen,

selulosa dan hemiselulosa. Analisis kualitatif karbohidrat umumnya didasarkan atas

reaksi-reaksi warna yang dipengaruhi oleh produk hasil penguraian gula dalam asam

kuat dengan berbagai senyawa organik, sifat mereduksi dari gugus karbonil dan sifat

oksidasi dari gugusan hidroksil yang berdekatan (Kusbandari, 2015).

Karbohidrat yang berasal dari makanan, dalam tubuh mengalami perubahan

atau metabolisme. Hasil metabolism karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat

dalam darah, sedamgkan glikogen adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan

digunakan oleh sel-sel pada jaringan otot sebagai sumber energi. Jadi, ada

bermacam-macam senyawa yang termasuk dalam golongan karbohidrat ini, misalnya

pati, selulosa, glikogen, gula atau sukrosa dan glukosa yang sangat penting dalam

kehidupan manusia (Poedjadi dan Titin, 1994).

Pati merupakan polimer yang tersusun dari unit satuan α-D-glukosa yang

dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik dan ikatan α-1,6 glikosidik pada

percabangan rantainya. Secara alami, pati merupakan campuran dari amilosa dan
amilopektin yang kedua-duanya merupakan suatu polimer dari α-D-glukosa

(Sukandar, dkk., 2011).

2.2 Glukosa

Glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena

mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi kea rah kanan. Darah manusia

normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi yang tetap, yaitu antara

70-100 mg tiap 100 mL darah. Glukosa darah ini dapat bertambah setelah kita makan

makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam setelah itu, jumlah glukosa

darah akan kembali pada keadaan semula. Pada orang yang menderita diabetes

mellitus atau kencing manis, jumlah glukosa darah lebih besar dari 130 mg per 100

mL darah (Poedjadi dan Titin, 1994).

Diabetes mellitus merupakan penyakit yang ditandai dengan kadar gula darah

yang melebihi normal (hiperglikemia) sebagai akibat dari tubuh yang kekurangan

insulin relatif maupun absolut. Bila gejala-gejala tersebut tidak diobati dan

berlangsung lama dapat menyebabkan komplikasi jangka panjang, misalnya

artherosklerosis pada jantung, kaki dan otak, kerusakan syaraf perifer, gangguan

retina dan kerusakan ginjal (Burhanuddin, dkk., 2014).

Deksametason digunakan sebagai bahan yang dapat meningkatkan kadar

glukosa darah. Deksametason dapat meningkatkan kadar glukosa darah atau

menyebabkan gangguan toleransi glukosa darah pada Mencit (Mus musculus).

Deksametason dapat menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah karena

deksametason mempunyai efek metabolik, di mana Deksametason dapat

menyebabkan peningkatan glukoneogenesis hepar. Glukoneogenesis adalah proses

biosintesis glukosa dari precursor nonkarbohidrat. Prekursor tersebut antara lain

adalah gliserol, laktat, dan asam amino (Burhanuddin, dkk., 2014).


Di alam, glukosa terdapat dalam buah-buahan dan madu lebah. Glukosa yang

terdapat di dalam madu berguna untuk memperlancar kerja jantung dan dapat

meringankan gangguan penyakit hati (lever). Glukosa dapat diubah menjadi glikogen

yang sangat berguna untuk membantu kerja hati dalam menyaring racun-racun dari

zat yang sering merugikan tubuh. Selain itu, glukosa merupakan sumber energi untuk

seluruh sistem jaringan otot (Ratnayani, dkk., 2008).

Glukosa yang terdapat di alam, dapat dihasilkan dari reaksi antara

karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun,

proses ini disebut fotosintesis dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk

pembentukan amilum atau selulosa (Poedjadi dan Titin, 1994).

2.3 Metode Nelson-Somogyi

Metode Somogyi-Nelson merupakan metode penetapan kadar gula pereduksi,

dimana prinsipnya, gula pereduksi akan mereduksi ion Cu2+ menjadi ion Cu+,

kemudian ion Cu+ ini akan mereduksi senyawa arsenomolibdat membentuk kompleks

berwarna biru kehijauan. Berdasarkan teori metode Somogyi-Nelson lebih spesifik

jika digunakan dalam penetapan kadar gula pereduksi pada sampel yang memiliki

senyawa gula campuran di dalamnya (Kayyis dan Hari, 2016).

Metode Somogyi-Nelson, dimana reaksi yang terjadi antara reagen cu alkalis

(Cu2+) spesifik dengan gula pereduksi menjadi Cu+ (endapan merah bata) kemudian

ketika ditambahkan arsenomolibdat endapan tersebut akan larut dan membentuk

kompleks berwarna biru kehijauan (Cu+ diubah kembali menjadi Cu2+). Oleh sebab

itu, gula – gula lain non pereduksi yang ada didalam sampel tidak akan

mempengaruhi reaksi yang terjadi. Intensitas warna yang terbentuk menunjukkan

banyaknya gula pereduksi yang terdapat dalam sampel. Pada teknik spektrofotometri,
analisis dari sejumlah mono dan disakarida hanya dapat menggambarkan kadar gula

pereduksi (Kayyis dan Hari, 2016).

Keunggulan dari berbagai reagen tembaga pada metode Somogyi-Shaffer-

Hartmann untuk penentuan glukosa dalam bahan biologis telah ditetapkan. Adaptasi

reagen ini untuk penggunaan kalorimetrik dapat dilakukan dengan kelalaian dari

iodida dan iodat dalam persiapan mereka, karena ini mengganggu reagen warna

molibdat. kelalaian ini tidak menghasilkan perubahan utama dalam karakter reagen.

KI dapat menghambat auto reduksi tembaga dan dalam ketiadaan sebuah hasil reagen

yang tidak stabil. Namun demikian, jika tembaga ditambahkan ke seluruh reagen

pada saat penggunaannya, kesulitan ini dapat dihindari (Nelson, 1944).

Ketika reagen mikro Somogyi digunakan dengan cara ini dengan hampir

semua dari berbagai reagen fosfomolibdat, proporsionalitas sangat memuaskan

ditemukan antara kepadatan warna dan glukosa diambil alih berbagai nilai-nilai.

Namun, semua reagen fosfomolibdat meninggalkan banyak dari yang harus

diinginkan dalam reproduksi dari waktu ke waktu dan tidak memiliki stabilitas yang

diinginkan warna (Nelson, 1944).

2.4 Spektrofotometer Uv-Vis

Gambar 1. Skema spektrofotometer UV-Vis (Harvey, 2000).


Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari

spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan

panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya

yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Jadi spektrometer digunakan untuk

mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau

diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2014).

Salah satu contoh umum dari sinar spektrofotometer tunggal adalah

Spectronik-20 yang diproduksi oleh Milton-Roy. Spectronik-20 dapat digunakan

340-625 nm (950 nm dengan detektor merah sensitif), dan memiliki lebar pita yang

efektif tetap 20 nm. Karena lebar pita yang digunakan cukup besar, instrumen ini

lebih tepat untuk analisis kuantitatif daripada analisis kualitatif (Harvey, 2000).

Dalam analisis kualitatif, senyawa organik dapat diidentifikasi dengan

menggunakan spektrofotometer, jika ada data yang tercatat tersedia, dan kuantitatif

analisis spektrofotometri digunakan untuk memastikan kuantitas spesies molekul

yang menyerap radiasi. Spektrofotometri tehnik ini sederhana, cepat, cukup spesifik

dan dapat juga digunakan untuk senyawa yang jumlahnya kecil. Hukum dasar yang

mengatur analisis spektrofotometri kuantitatif ini adalah hukum Lambert-Beer

(Behera, dkk., 2012).

2.5 Penentuan Kadar Glukosa

Penentuan kadar glukosa dan fruktosa dengan kromatografi harus

mempertimbangkan berbagai hal antara lain pemilihan detektor, kolom, pemilihan

eluen, laju alir eluen serta suhu kolom. Ini disebabkan karena hal-hal tersebut dapat

mempengaruhi resolusi dari tiap-tiap komponen. Bila dua puncak kromatogram dari

dua komponen terpisah sempurna maka dikatakan resolusi dua komponen tersebut
sempurna. Pemisahan masing-masing komponen dengan menggunakan alat KCKT

harus dilakukan pada kondisi optimum. Pemisahan yang baik adalah bila

kromatogram masing-masing komponen tidak saling tumpang tindih. Kromatogram

yang tidak tumpang tindih tersebut salah satunya dapat dicapai dengan mengatur

suhu kolom dan laju alir dari eluen. Kondisi pemisahan dapat ditentukan pada saat

pengukuran larutan standar (Ratnayani, dkk., 2008).

Penentuan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan menggunakan alat.

Pada penelitian ini menggunakan mencit jantan sebagai sampel. Sampel darah yang

telah diambil melalui ekor, diteteskan pada strip Accuchek Active yang sudah lebih

dulu dipasang pada alat pengukur Glukosa Darah Accu-chek Active. Ditunggu selama

5 detik, maka kadar glukosa darah akan tampak pada layar glukosa meter Accu-Chek

Active. Bila kadar glukosa darah terlalu tinggi maka pada alat akan muncul huruf “H”

(high) yang berarti kadar glukosa darahnya di atas 600 mg/dL. Bila sampel darah

yang diteteskan terlalu sedikit maka alat tidak dapat membaca dan pada layar akan

muncul huruf “E’ (Burhanuddin, dkk., 2014).


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Bahan Percobaan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan Nelson A,

larutan Nelson B, larutan induk glukosa 1 mg/mL, larutan sampel, larutan

arsenomolibdat, akuades, kertas label dan tissue roll.

3.2 Alat Percobaan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah buret 50 mL, pipet mikro,

gelas ukur 10 mL, gelas kimia 500 mL, tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet skala 1

mL, pipet skala 5 mL, penangas listrik, labu ukur 10 mL, vortex, batang pengaduk,

spektrofotometer 20D+, botol semprot, kuvet, sikat tabung, dan gegep.

3.3 Prosedur Percobaan

3.3.1 Pembuatan Larutan Induk

10 mg glukosa anhidrat ditimbang dan dilarutkan dalam labu ukur 10 mL

dengan akuades sampai tanda batas, sehingga diperoleh larutan induk 1 mg/mL.

3.3.2  Pembuatan Larutan Standar

Pembuatan larutan standar ini dilakukan melalui proses pengenceran dari

larutan induk. Dalam pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 0,02 mg/mL;

0,04 mg/mL; 0,06 mg/mL; dan 0,08 mg/mL. Larutan induk dipipet ke dalam masing-

masing tabung reaksi sebanyak 0,02 mL; 0,04 mL; 0,06 mL; dan 0,08 mL lalu
diencerkan dengan akuades dalam ukuran tertentu hingga masing-masing larutan

mencapai volume 5 mL, yaitu dengan ditambahkan akuades masing-masing 4,99 mL;

4,98 mL; 4,97 mL; 4,96 mL, dan 4,95 mL. Larutan dihomogenkan.

Tabel 1. Pembuatan Larutan Standar


Konsentrasi Volume Larutan Volume Akuades Volume Total
(mg/mL) Induk (mL) (mL) (mL)
0,02 0,02 4,98 5
0,04 0,04 4,96 5
0,06 0,06 4,94 5
0,08 0,08 4,92 5
0,10 0,10 4,90 5

3.3.3 PembuatanPereaksi Nelson

Pereaksi Nelson dapat dibuat dengan cara mencampurkan pereaksi Nelson A

sebanyak 9,4 mL ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan sebanyak

0,6 mL pereaksi Nelson B, kemudian dihomogenkan.

3.3.4 Preparasi Sampel

Preparasi sampel dilakukan melalui proses pengenceran 1000 kali dengan

cara memipet masing-masing sampel sebanyak 0,02 mL. Kemudian diencerken

sampai menjadi 20 mL dengan cara ditambahkan akuades sebanyak 19,98 mL

kemudian dihomogenkan.

3.3.5 Penentuan Kadar Glukosa

Sebanyak 1 mL larutan standar, sampel, dan blanko dipipet ke dalam tabung

reaksi yang berbeda. Sebanyak 1 mL reagen Nelson ditambahkan ke dalam larutan

standar, sampel dan blanko kemudian dihomogenkan. Masing-masing tabung reaksi

dipanaskan selama 20 menit, lalu didinginkan dalam air es. Sebanyak 1 mL larutan

arsenomolibdat ditambahkan masing-masing ke dalam larutan sampel, strandar dan


ƛ vs Absorbansi
1.15
1.14
1.13
1.12
Absorbansi

f(x) = 0 x + 1
1.11 R² = 0.04
1.1
1.09 blanko kemudian dihomogenkan serta
1.08
1.07 ditambahkan akuades sebanyak 7 mL
1.06
640 650 660 670 680 690 700 710
ƛ (nm) dan dihomogenkan kembali. Seteleh itu

diukur absorbansi larutan sampel,

standar dan blanko pada panjang gelombang maksimum menggunkan

spektrofotometri Uv-Vis

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Sebelum mengukur absorban dari masing-masing larutan, terlebih dahulu

dilakukan pengukuran panjang gelombang maksimum. Larutan yang digunakan

untuk menentukan panjang gelombang maksimum pada percobaan ini yaitu larutan

standar 0,08 mg/mL. Hasil penentuan panjang gelombang maksimum, dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 1. Penentun Panjang Gelombang Maksimum


λ (nm) Absorbansi
650 1,09
655 1,11
660 1,12
665 1,13
670 1,14
675 1,14
680 1,14
685 1,13
690 1,12
695 1,11
700 1,11
Gambar1. Panjang Gelombang Maksimum

Tabel 2. Data Pengukuran Absorbansi Sampel dan Larutan Standar


Konsentrasi glukosa (mg/mL) Absorbansi
Blanko 0.00
0.02 0.006
0.04 0.188
0.06 0.218
0.08 0.464
Sampel 0.175

4.1.1 Penentuan Konsentrasi Sampel

Tabel 3. Penentuan Konsentrasi Glukosa sampel X


No Konsentrasi (x) Absorbansi (y) xy x2 y2

1 0,02 0,006 0,00012 0,0004 0,000036

2 0,04 0,188 0,00752 0,0016 0,035344

3 0,06 0,218 0,01308 0,0036 0,047524

4 0,08 0,464 0,03712 0,0064 0,215296

0,02 0,876 0,05784 0,0120 0,298200

Jika persamaan y = ax + b

a = Slope

n xy - x. y
a=
n( x2 ) – ( x) 2
(4 x 0,05784) - (0,02 x 0, 876 )
= 2
(4 x 0,0120) - ( 0,02 )

= 4,5
b = Intercept

y.( x 2 ) - x. xy
b=
n( x2 ) - ( x) 2

( 0,876 x 0,0120) - ( 0,02 x 0,05784)


b= 2
(4 x 0,0120)- ( 0,02 )

= 0,196

R2 = Tetapan Keluruhan Grafik

(n. xy - ( x. y))2
R2 =
( n. x2 - ( x)2 ) ( n. y 2 - ( y)2 )

2 ((4 x 0,05784) - (0,02 x 0,876)) 2


R = 2 2
( ( 4 x 0,0120 ) - (0,02 )(4 x 0,298200 - (0,876) )

= 11,4

Persamaan grafik y = ax + b

= 4,5x + 0,196

R2 = 11,4

Konsentrasi Vs Absorbansi
0.15
Absorbansi

0.1 f(x) = 9.9 x + 0.03


R² = 0.87
0.05

0
0 0 0 0 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Konsentrasi

Gambar 2. Hubungan antara konsentrasi dan absorbansi (sebelum regresi)

Persamaan grafik = 4,5x + 0,196

y1 =4,5x + 0,196

= 4.5(0,02) + 0,196
= 0,286

y2 = 4,5x + 0,196

= 4,5(0,04) + 0,196

= 0,376

y3 = 4,5x + 0,196

= 4,5(0,06) + 0,196

= 0,466

y4 = 4,5x + 0,196

= 4,5(0,08) + 0,196

= 0,556

Konsentrasi Vs Absorbansi
0.15
Absorbansi

0.1 f(x) = 9.9 x + 0.03


R² = 1
0.05

0
0 0 0 0 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Konsentrasi

Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi dan absorbansi (setelah regresi)

Kadar glukosa dalam sampel berdasarkan persamaan y = 9,9x + 0,0272

adalah:

y = 4,5x + 0,196

0,286 = 4,5x + 0,196

4,5 x = 0,09

0, 0 9
x =
4,5

x = 0,02 mg/mL
kadar glukosa = x . Fp

= 0,02 mg/mL x 1000

= 20 mg/mL

4.2 Reaksi

H O
H O

H OH
H OH
OH H
+ CuO Cu2O + OH H
H OH
H OH
H OH
H OH
CH2OH
CH2OH
Cu+
Cu+2 + 1e- x3 3 Cu+ 3Cu2+ + 3e-
MoO42- + 8H+ + 3e- Mo3+ + 4H2O x1 MoO42- + 8H+ + 3e- Mo3+ + 4 H2O

3Cu+ + MoO42- + 8H+ 3Cu2+ + Mo3+ + 4H2O

4.3 Pembahasan

Metode Nelson-Somogy didasarkan pada hasil reduksi ion kupri oleh glukosa

(gula reduksi) dalam suasana basa dengan reagen arsenomolibdat yang memberikan

warna biru (molybdenum blue). Selanjutnya diukur absorbansinya pada panjang

gelombang tertentu dengan menggunakan spektrofotometer. Pada percobaan ini

dilakukan tiga persiapan utama sebelum sampel diukur yakni mempersiapkan larutan

induk, larutan standar dan larutan sampel.

Berdasarkan hasil pengamatan, untuk menentukan kadar glukosa,

pertama-tama dibuat larutan induk, larutan standar, dan larutan sampel sehingga hasil

dari pembuatan larutan tersebut dapat dibandingkan dengan terbentuknya perbedaan

warna yang mencolok, yang juga akan memberikan perubahan absorbannya. Metode
yang digunakan pada percobaan ini adalah metode Somogy-Nelson, dimana metode

ini didasarkan pada hasil reduksi ion kupri oleh glukosa (gula reduksi) dalam suasana

basa dengan reagen arsenomolibdat yang memberikan warna biru.

Masing-masing tabung reaksi diisi dengan 1 mL larutan standar dengan

konsentrasi berturut-turut 0,02 mg/mL; 0,04 mg/mL; 0,06 mg/mL;

0,08 mg/mL, larutan sampel, dan blanko kemudian ditambahkan dengan Cu-alkalis

sebanyak 1 mL, dipanaskan selama 20 menit lalu didinginkan dengan air es.

Selanjutnya ditambahkan larutan arsenomolibdat masing-masing sebanyak 1 mL lalu

dihomogenkan dan ditambahkan 7 mL akuades.

Pada saat penambahan reagen Cu-alkalis (reagen Nelson) pada larutan standar

dan sampel, maka larutan tersebut akan memberikan warna biru sesuai dengan warna

reagen Nelson. Penambahan pereksi Nelson bertujuan untuk membentuk endapan

merah bata (Cu2O) pada larutan yang mengandung glukosa (gula reduksi) setelah

dipanaskan di dalam penangas. Hal ini disebabkan karena reduksi CuSO4 oleh gugus

karbonil pada gula reduksi yang telah dipanaskan. Tujuan pemanasan adalah agar

reaksi berjalan dengan lebih cepat sedangkan pendinginan mengakibatkan perubahan

warna pada larutan akan terlihat jelas. Setelah penambahan arsenomolibdat,

kuprooksida (Cu2O) melarut lagi dan warna larutan akan berubah menjadi biru tua

disebabkan oleh adanya oksidasi Mo. Intensitas warna yang dihasilkan dari larutan

bergantung pada konsentrasi glukosa. Semakin tinggi konsentrasi glukosanya maka

warna yang dihasilkan semakin pekat pula dan begitupun sebaliknya.

Setelah itu, dilakukan pembacaan dan pengukuran absorbansi larutan sampel,

larutan standar dan blanko dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-

Vis, pada pengukuran ini akan ditentukan panjang gelombang maksimum terlebih
dahulu. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan larutan

standar yaitu larutan dengan konsentrasi 0,06 mg/mL. Setelah itu, diukur

absorbansinya dengan menggunakan spektrofotometer dan diperoleh panjang

gelombang 670-680 nm. Setelah panjang gelombang maksimum diperoleh maka

diukur absorbansi dari tiap larutan standar dan sampel.

Pada Tabel 2 data hasil pengukuran, dapat ketahui bahwa konsentrasi

berbanding lurus dengan A atau absorban. Artinya, semakin besar konsentrasi yang

diperoleh maka makin besar pula absorbannya (A). Begitu pula sebaliknya semakin

kecil konsentrasi yang diperoleh maka makin kecil pula absorbannya. Selain itu,

berdasarkan hasil percobaan kadar glukosa dalam sampel cair yang diperoleh dari

perhitungan yaitu absorbansinya 0,175 dimana konsentrasinya 0,03 mg/mL. Kadar

glukosa dalam sampel cair yang diperoleh dari perhitungan setelah pengenceran 1000

kali yaitu 20 mg/mL.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengukuran yang diperoleh dari percobaan, maka dapat

disimpulkan bahwa kadar glukosa yang terdapat dalam sampel adalah 20 mg/mL.

5.2 Saran

5.2.1 Saran untuk Percobaan

Agar percobaan dapat berjalan sesuai harapan, maka ada baiknya jika sampel

yang digunakan merupakan sampel yang memiliki kadar glukosa yang lebih banyak.

Selain itu, ada baiknya jika bulb diperbanyak agar praktikkan dapat bekerja dengan

cepat.

5.2.2 Saran untuk Laboratorium

Pada laboratorium, sebaiknya keselamatan di dalam laboratorium lebih

ditingkatkan agar seluruh praktikan dapat bekerja dengan aman.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Kayyis, K. H., dan Hari, S., 2016, Perbandingan Metode Somogy-Nelson dan
Antrhone-Sulfat pada Penetapan Kadar Gula Pereduksi Dalam Umbi
Cilembu (Ipomea batatas L.), Jurnal Farmasi dan Komunitas, 13(2): 81-89.

Behera, S., Subhajit, G., Fahad, A., Saayak, S., dan Stritoma, B., 2012, Uv-Visible
Spectrophotometric Method Development and Validation of Assay of
Paracetamol Tablet Formulation, Analytical Bioanal Techniques, 6(3): 1-6,
ISSN:2155-9872.

Burhanuddin, Marianti, A. M., dan Faisal, A., 2014, Pengaruh Pemberian Kombinasi
Ekstrak Daun Kelor (Moringa Oleifera) dan Herba Sambiloto
(Andrographis Paniculata) terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah
Mencit Jantan (Mus Musculus) Akibat Efek Deksametason, JST Kesehatan,
4(1): 17 – 24.

Harvey, D., 2000, Modern Analytical Chemistry, Mc-Graw Hills, North America.

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

Kusbandari, A., 2015, Analisis Kualitatif Kandungan Sakarida dalam Tepung dan
Pati Umbi Ganyong (Canna edulis Ker.), Pharmaҫiana, 5(1): 35-42.

Nelson, N., 1944, A Photometric Adaptation of the Somogyi Method for the
Determination of Glucose, Journal of Biological Chemistry, 153:375, 380.

Poedjiadi, A., dan Titin, S., 1994, Dasar-dasarBiokimia, Universitas Indonesia Press,
Depok.

Ratnayanti, K., Dwi, A. S., dan Gitadewi, I. G. A. M. A. S., 2008, Penentuan Kadar
Glukosa dan Fruktosa pada Madu Randu dan Madu Kelengkeng dengan
Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Jurnal Kimia, 2(2): 77-86.

Sukandar, U., Achmad, A. S., Lindawati, dan Yadi, T., 2011, Sakarifikasi Pati Ubi
Kayu Menggunakan Amilase Aspergilius Niger ITB CC L74, Jurnal Teknik
Kimia Indonesia, 10(1): 1-8.
Lampiran 1.Bagan Kerja

A. Pembuatan Larutan Induk Glukosa 1 mg/mL

0,01 gram glukosa

- Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL

- Ditambahkan dengan akuades hingga tanda batas

- Dihomogenkan

Larutan induk glukosa 1 mg/mL

B. Pembuatan Larutan Standar

Larutan induk glukosa 1 mg/mL

- Dipipet masing-masing sebanyak 0,02 mL; 0,04 mL; 0,06 mL;

dan 0,08 mL ke dalam tabung reaksi.

- Ditambahkan akuades hingga volumenya masing-masing 5 mL

- Dihomogenkan

- Diberi label pada tiap tabung sesuai dengan konsentrasinya


Hasil

C. Pembuatan Pereaksi Nelson

9,4 mL Larutan Nelson A 0,6 mL Larutan Nelson B

- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

- Dihomogenkan.

Pereaksi Nelson
D. Preparasi Sampel

Sampel

- Dipipet sebanyak 0,02 mL ke dalam tabung reaksi

- Ditambahkan akuades sebanyak 19,98 mL

- Dihomogenkan

Hasil

E. Penentuan Kadar Glukosa

Larutan Standar, Sampel, danBlanko

- Dipipet masing-masing sebanyak 1 mL.

- Ditambahkan pereaksi Nelson sebanyak 1 mL pada masing-masing

tabung reaksi

- Dihomogenkan.

- Dipanaskan selama 20 menit

- Didinginkan dalam air es.

- Ditambahkan larutan arsenomolibdat sebanyak 1 mL.

- Ditambahkan akuades sebanyak 7 mL

- Dihomogenkan.

- Diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometri UV-Vis.

Hasil

Anda mungkin juga menyukai