III
TINJAUAN PUSTAKA
3. 1 Serat Kasar
Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry
fiber) dan serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah
pada kemampuannya mengikat air,selulosa dan pektin. Dengan adanya serat,
membantu mempercepat sisa-sisa makanan melaluisaluran pencernaan untuk
disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan airrendah akan
lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus
untukdapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus
besar menjadi lebih lamban.
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam
sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25%). Serat kasar
merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa
setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada
kondisi yang terkontrol. Pengukuran serat kasar dapat dilakukan dengan
menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam
asam sulfat. Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi
kecernaannya dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan
ekstrak tanpa nitrogen.
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat lain
yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini
adalah senyawa yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun
hewan. Serat kasar dapat membantu gerak peristaltik usus, mencegah
penggumpalan ransum dan mempercepat laju digesta (Anggorodi, 1994).
Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi kecernaannya
dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung bahan ekstrak tanpa
nitrogen (Arif, 2006). Prinsipnya komponen dalam suatu bahan yang tidak dapat
larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer selama 30 menit adalah
serat kasar dan abu sebagaimana pendapat Allend (1982) yang menyatakan bahwa
serat kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam
larutan asam sulfat dan NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian
yang tidak larut tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu.
Selisih antara residu dengan abu adalah serat kasar (Ridwan, 2002).
Serat merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna, fungsi utamanya
untuk mengatur kerja usus (Sitompul dan martini, 2005). Faktor bahan pakan,
khususnya serat selain menentukan kecernaan juga menentukan kecepatan aliran
pakan meninggalkan rumen. Bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi
sukar dicerna sehingga kecepatan alirannya rendah (Susanti dan Marhaeniyanto,
2007)
3. 2 Analisis SeratKasar
Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang sulit dicerna dan mengandung
senyawa selulosa, hemiselulosa maupun senyawa lignin. Hemiselulosa bersama
selulosa membentuk jaringan tanaman yang membentuk suatu struktur yang kuat
pada bagian daun, akar dan kayu tanaman. Hemiselulosa tidak larut dalam air
mendidih tetapi larut dalam garam alkali dan asam kuat encer (Tillman et al., 1998).
Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung pada
species dan fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994).
Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah
menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan
menggunakan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan
pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar
(Soejono, 1990).
Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring dipakai untuk
mendapatkan serat kasar. Sampel bila ditambah larutan asam sulfat dan
dipanaskan, kemudian residu disaring. Residu yang diperoleh dalam pelarutan
menggunakan asam dan basa merupakan serat kasar yang mengandung ± 97 %
selulosa dan lignin, dan sisanya adalah senyawa lain yang belum dapat
diidentifikasi dengan pasti.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas pakan makanan, karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan tersebut.
Selain itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses
pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan kulit dan
kotiledon, dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk menentukan
kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses.
IV
4.1 Alat
1. Gelas piala khusus 600 ml, berfungsi untuk memasak sampel dengan asam
dan basa encer atau menyimpan sisa ekstraksi lemak.
2. Cawan porselen 30 ml, berfungsi sebagai kertas saring dan residu yang akan
dioven.
3. Corong Buchner Ø 4,5 ml, berfungsi untuk menyaring sampel yang telah
dipanaskan.
4. Eksikator, berfungsi untuk mendinginkan bahan atau wadah sebelum
penimbangan dan untuk menyimpan barang agar tetap dalam kondisi
kering.
5. Kertas saring bebas abu (Whatman No 41), berfungsi untuk menyaring
sampel yang akan disimpan dicorong buchner.
6. Tanur listrik, berfungsi untuk membakar sampel.
7. Hot plate, berfungsi untuk membakar crusibel porselen + residu + kertas
saring sampai tidak keluar asap lagi dan bahan berubah jadi hitam.
8. Tang penjepit, berfungsi untuk menjepit bahan atau benda pada kondisi
panas.
9. Timbangan analitik, berfungsi untuk menimbang sampel yang butuh
ketelitian tinggi dan dalam skala kecil.
4.1 Bahan
1. Bahan pakan (pollard), berfungsi sebagai bahan yang akan diidentifikasi
kandungan serat kasarnya.
2. H2SO4 1. 25 %, berfungsi sebagai larutan untuk membilas hasil pemasakan
kedua.
3. NaOH 1. 25 %, berfungsi sebagai larutan basa encer yang digunakan
seebagai larutan dengan sampel yang dipanaskan atau dimasak.
4. Aseton, berfungsi untuk membilas hasil pemasakan ketiga.
5. Aquades panas, berfungsi untuk membilas hasil pemasakan pertama.
5. 1 Hasil Pengamatan
Tabel 6. Analisis serat kasar
Berat kertas Saring (A) 0 , 3 4 7 g r a m
5. 2 Pembahasan
Prinsip analisis serat kasar yaitu komponen dalam suatu bahan yang tidak
dapat larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer selama 30 menit
adalah serat kasar dan abu. Serat kasar adalah karbohidrat yang tidak larut setelah
dimasak berturut-turut dalam larutan asam sulfat dan NaOH. Untuk mendapatkan
nilai serat kasar, maka bagian yang tidak larut tersebut (residu) dibakar sesuai
dengan prosedur analisis abu. Selisih antara residu dengan abu adalah serat kasar.
Komponen fraksi dari serat kasar yaitu hemiselulosa, selulosa, dan lignin.
Kelemahan dari analisis serat kasar ini terdapat sebagian kecil senyawa
organikyang tergolong fraksi serat masih dapat larut dalam asam dan basa
encer,sehingga mengurangi niali kandungan serat,hal ini dikareankana selulosa dan
hemiselulosa dengan berat molekul rendah rentan untuk larut pada asam basa encer.
Berdasarkan hasil praktikum dapat diketahui bahwa kadar serat kasar dari
tepung sorgum adalah 1.44%. Hal ini tidak sesuai dengan Hartadi et al. (1993) yang
menyatakan bahwa standar kadar serat kasar pada tepung sorgum sebesar 2,4%. Hal
ini menunjukan kadar yang berbeda, kadar serat kasar yang diperoleh dari hasil
pengamatan lebih kecil. Ini disebabkan karena terdapat sebagian kecil senyawa
organik yang tergolong serat masih dapat larut dalam asam encer dan basa encer.
Sehingga mengurangi nilai kandungan serat (selulosa dan hemiselulosa ). Faktor
penyebab lain yang menyebabkan kadar serat kasar akan besar karena jenis bahan
pakan yang diamati, juga dari umur bahan pakan tersebut karena semakin tua umur
suatu tanaman maka kadar serat kasar akan semakin tinggi.