Anda di halaman 1dari 10

SERAT KASAR

III. Tinjauan Pustaka

3.1 Analisis Serat Kasar


Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Selulosa dan
hemoselulosa merupakan kumponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat
dicerna oleh ternak monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mekanisme yang
memiliki kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa (Khairul, 2009)
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu
asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Sedangkan
serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-
enzim pencernaan. Danuansa (2006) menyatakan bahwa serat kasar adalah semua
bahan organik yang tidak larut dalam H 2SO4 0,5N dan dalam NaOH 1,5N yang
berturut-turut dimasak selama 30 menit. Kamal (1998) mengatakan analisis serat
kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar dalam bahan pakan.
Pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan secara kimiawi dengan metodel
mendell.

3.2 Metode Serat Kasar


Metode uji kualitatif yang biasa dipakai untuk menguji serat kasar adalah
dengan pereaksi Schweltzar(kupra-ammonium-hidroksida), karena selulosa adalah
suatu zat yang berwarna putih dan tidaklarut dalam hampir semua pelarut. Pada
analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang tidak larut
dalam asam encer atau basa encer dengan kodisi tertentu.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adalah :
Deffating yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sample
menggunakan pelarutlemak.
Digestion terdiri dari dua tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan
dengan basa.Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan tertutup
pada suhu terkontrol(mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan dari pengaruh
luar. Penyaringan harussegera dilakukan setelah digestion selesai, karena
penundaan penyaringan dapatmengakibatkan lebih rendahnya hasil analisa karena
terjadi perusakan serat lebih lanjutoleh bahan kimia yang dipakai untuk bahan
yang mengandung banyak protein seringmengalami kesulitan dalam penyaringan,
maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluandengan menggunakan enzim
3.2 Kandungan Serat kasar
Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa
tergantung pada spesies dan fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggoradi, 1994).
Pakan hijauan merupakan sumber serat kasar yang dapat merangsang
pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh, tingginya
daya serat kasar dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida, 1998).
Menyatakan bahwa serat kasar merupakan pemudahan bagi makhluk hidup untuk
mendapatkan zat-zat yang dibutuhkan tubuh. (Danuansa, 2006) Menyatakan
bahwa kandungan serat kasar yang tinggi pada pakan akan menurunkan
koefisiensi cerna dalam bahan pakan tersebut, karena serat kasar mengandung
bagian yang susah untuk dicerna, Cairan retikulorumen mengandung
mikroorganisme, sehingga ternak ruminansia mampu mencerna hijauan termasuk
rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang tinggi (Tillman,
1991). Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah
menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan pendidihan dengan
asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam
larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar (Soejono, 1990).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah degradasi dengan larutan asam sulfat standar dan
sodium hidroksida pada kondisi terkondisi (Supanjo, 2010). Serat kasar sebagian
besar dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin
(Supanjo, 2010). Lu, C.B.R Blain (1998) menyatakan bahwa serat pakan secara
kimiawi dapat digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergentfiber, acid
detergent fiber, acid detergent lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Peran serat
pakan sebagai sumber energi erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen
serat seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Suparjo, 2010). Menurut Cherney
(2000) serat kasar terdiri dari lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang
berkaitan dengan nitrogen dan selulosa.

IV. Alat, Bahan, dan Prosedur Percobaan

4.1 Alat
1. Gelas piala khusus 600 ml. Berfungsi sebagai wadah atau tempat untuk
melarutkan zat yang tidak butuh ketelitian tinggi.
2. Cawan porselen 30 ml. Berfungsi sebagai wadah atau tempat kertas
saring yang berisi bahan untuk dipanaskan dalam oven.
3. Corong Buchner (4.5 cm). Berfungsi sebagai tempat ekstraksi lemak
yang telah dipasang kertas saring.
4. Satu set alat pompa vakum. Berfungsi penyaring akan bahan residu
dengan bantuan alat vakum ini.
5. Eksikator. Berfungsi untuk menterap uap air.
6. Kertas saring bebas abu (merek whatman no 41). Berfungsi penyaring
residu atau sisa ekstraksi lemak.
7. Tanur listrik. Berfungsi sebagai pembakar hingga sampel (abunya)
berwarna putih.
8. Hot plate. Berfungsi untuk memanaskan sampel hingga tidak
mengekuarkan uap, dan membakar senyawa organik.
9. Tang penjepit. Berfungsi menjepit kertas saring yang dipindahkan dari
pemanasan ke cawan porselen.
10. Timbangan analitik. Berfungsi untuk menimbang alat dan bahan yang
dipakai.

4.2 Bahan

1. Bahan Pakan. Berfungsi sebagai media yang akan di analisis.


2. H2SO4 1,25%. Berfungsi sebagai pelarut asam.
3. NaOH 1,25%. Berfungsi sebagai pelarut basa.
4. Aseton. Berfungsi sebagai pencuci atau pembilas sampel.
5. Aquades panas. Berfungsi sebagai pencuci atau pembilas sampel.

5.3 Prosedur Percobaan

1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4,5 cm, catat
sebagai A gram.
2. Menyiapkan cawan porselen kering oven.
3. Residu/sisa ekstraksi lemak masukan ke dalam gelas piala khusus
sebanyak 1 gram ,catat sebagai B gram.
4. Meanmbahkan asam sulfat 1,25% sebanyak 100 mL kemudian pasang
pada alat pemanas khusus tepat dibawah kondensor (reflux)
5. Mengalirkan air dan menyalakan listrik
6. Mendidihhkan bahan selama 5 menit dihitung saat mulai mendidih
7. Setelah cukup pemanasan, ambil dan saring dengan menggunakan
corong Buchner yang telah dipasang kertas saring (tidak perlu diketahui
beratnya)
8. Penyaringan menggunakan pompa vakum (pompa hisap) dan cuci bilas
menggunakan aquades panas sebanyak 100 mL
9. Residu yang terdapat dalam corong Buchner di kembalikan pada beaker
glass semula
10. Tambah NaOH 1.25% sebanyak 100 ml kemudian pasang kembali pada
alat pemanas khusus seperti semula
11. Lakukan seperti pada 6 - 7, tetapi menggunakan kertas saring yang telah
diketahui beratnya (lihat no 1)
12. Cuci/bilas berturut-turut dengan:
- Air panas 100 mL
- Asam sulfat panas 0,3N (1,25%) 50 mL
- Air panas 100 mL
- Aseton 50 mL
13. Kertas saring dan sisanya (residu) dimasukan pada cawan porselen
menggunakan pinset
14. Keringkan dalam oven 100 - 105derajat selama 1 jam
15. Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu timbang, catat sebagi
C gram
16. Panaskan dalam hotplate sampai tidak berasap lagi, kemudian masukan
dalam tanur listrik 600 - 700 derajat celcius selama 3 jam sampai
abunya berwarna putih. Disini serat kasar dibakar sampai habis
17. Dinginkan dalam eksikator selama 5 menit lalu timbang dan catat
sebagai D gram.

V. Hasil Pengamatan dan Pembahasan

5.1 Hasil Pengamatan

Berat sampel = 0,219 gram

Berat kertas saring = 0,335 gram

Berat cawan + kertas saring + residu oven = 21,932 gram

Berat cawan + kertas saring + residu setelah ditanur = 21,625 gram

% serat kasar = C-D-A 100


B 100/ 100 -%LK

21,625 21,932 - 0,335


= 100
0,219 100/ 100 21,79

SK = 21%

5.2 Pembahasan

Prinsip analisis serat kasar yaitu komponen dalam suatu bahan


yang tidak dapat larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer
selama 30 menit adalah serat kasar dan abu. Serat kasar adalah karbohidrat
yang tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan asam sulfat
dan NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian yang tidak
larut tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu. Selisih
antara residu dengan abu adalah serat kasar. Komponen fraksi dari serat
kasar yaitu hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Kelemahan dari analisis serat
kasar ini terdapat sebagian kecil senyawa organikyang tergolong fraksi serat
masih dapat larut dalam asam dan basa encer, sehingga mengurangi niali
kandungan serat, hal ini dikareankana selulosa dan hemiselulosa dengan
berat molekul rendah rentan untuk larut pada asam basa encer.
Fungsi larutan NaOH adalah sebagai basa yang akan
menghidrolisis kandungan dalam sampel kecuali serat kasar. Karena
serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar,
yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25%).
Penambahan H2SO4 1,25 % 0,3N bertujuan melarutkan zat lain yang dapat
larut dalam asam. Penambahan air berfungsi untuk meningkatkan kelarutan,
sedangkan pembilasan dengan menggunakan aseton bertujuan untuk
menghilangkan sisa sisa lemak.
Pada analisis serat kasar digunakan sample yaitu bungkil kelapa.
Serat yang diperoleh disaring terlebih dahulu pada kertas saring untuk
memisahkan serat dengan NaOH, didapatkan serat dengan warna
kekuninngan. Setelah disaring terlihat serat kasar yang melekat pada kertas
saring, selanjutnya serat yang diperoleh dikeringkan dalam oven selama
kurang lebih 1jam hingga benar-benar kering dan didinginkan dalam
eksikator dan menimbangnya, setelah dioven warna serat kasar akan
berubah menjadi kuning kecoklatan.
Dari hasil percobaan/perhitungan didapat berat sample 0,355 gram
dan berat kertas saring 0,219 gram. Setelah semua bahan dan alat disatukan
dan ditimbang (berat sample + kertas saring sebelum tanur + cawan)
sebanyak 21,932 gram dan sesudah ditanur menjadi 21,625 gram. Setelah
dikonversikan hasil/total. Namun menurut Yamin (2003) melalui penelitian,
dikemukakan bahwa serat kasar dari bungkil kelapa yaitu 9,87%. Dari dua
perbandingan data keduanya, jelas bahwa berbeda. Hasil dari praktikum
jauh lebih besar dari literatur yang didapat. Dapat dikatakan bahwa
perbedaan tersebut terdapat kemungkinan-kemungkinan. Pertama,
kemungkinan dari pada kualitas bahan itu sendiri, yaitu bungkil kelapa.
Lalu, hasil pengestrakkan asam basa encer pada literatur mungkin fraksi
serat kasar ada yang terbawa seperti selulosa dan hemoselulosa. Sehingga,
terhitung atau terbawa pada kadar serat kasar yang didapat dari bungkil
kelapa yang hasilnya lebih besar.

Daftar Pustaka

Danuansa.2006.Analisis Proksimat dan Asam Lemak pada beberapa


komoditas kacang-kacangan.Buletin Teknik Pertanian Vol.11 No.1

Farida.1998.Metode Analisis Proksimat.Erlangga.Jakarta

Kamal,M.1998.Bahan Pakan dan Ransum Ternak.Laboratorium Makanan


Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta

Khoirul.2009.Ilmu Gizi dan Makanan Ternak.Penerbit Angkasa.Bandung

Soejono,M.1990.Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi


Pakan.Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta

Suparjo,P.2010.Peposisi Tanaman Pakan Ternak.Erlangga.Jakarta

Yamin,M dan S. Mozin.2003.Pengaruh Penggunaan Bahan atap kandang


Energi dan Protein Ransum yang berbeda terhadap penampilan ayam
pedaging.Laporan Penelitian research giant.Fakultas Pertanian
Universitas Tadulako.Palu
BETN
II. Tinjauan Pustaka

Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen


lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu,
protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu
disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (Sutardi,2009). BETN merupakan
karbohidrat yang dapat larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida
yang mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang
tinggi (Parakkasi,1995). Ekstrak tanpa nitrogen dipengaruhi oleh kandungan
nutrient lainnya yaitu protein kasar, air, abu, lemak kasar, dan serat kasar
(Kamal,1998).
Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan bagian karbohidrat yang mudah
dicerna atau golongan karbohidrat non-struktural. Karbohidrat non-struktural
dapat ditemukan di dalam sel tanaman dan mempunyai kecernaan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan karbohidrat struktural. Gula, pati, asam organik dan
bentuk lain dari karbohidrat seperti fruktan termasuk ke dalam kelompok
karbohidrat non-struktural dan menjadi sumber energi utama bagi sapi perah yang
berproduksi tinggi. Kemampuan karbohidrat non-struktural untuk difermentasi
dalam rumen nilainya bervariasi tergantung dari tipe pakan, cara budidaya dan
pengolahan (NRC, 2001). Menurut Cherney (2000) bahan ekstrak tanpa nitrogen
tersusun dari gula, asam organik, pektin, hemiselulosa dan lignin yang larut dalam
alkali. Pendapat Anggorodi (2005), yaitu BETN merupakan karbohidrat yang
mudah larut dalam larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi.

IV. Alat, Bahan, dan Prosedur Percobaan


4.1 Alat
1. Kalkulator
2. Buku
3. Pulpen

4.2 Bahan
1.
2.
3.

4.3 Prosedur Percobaan


1. Langkah pertama lakukan perhitungan kadar Air dalam bahan pakan
2. Lakukan Perhitungan pada kadar Abu dalam bahan pakan
3. Lakukan perhitungan pada kadar Protein dalam bahan pakan
4. Lakukan perhitungan pada kadar Lemak dalam bahan pakan
5. Lakukan Perhitungan pada kadar Serat kasar dalam bahan pakan
6. Mengurangi jumlah bahan pakan dengan air, abu, protein kasar, lemak
kasar, dan serat kasar

V. Hasil Pengamatan dan Pembahasan

5.1 Hasil Pengamatan


BETN = Bahan Pakan Air Abu PK LK - SK
= 100 - 10,51 - 3,34 20 - 12,79 21
BETN = 32,36%

5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum analisis proksimat perhitungan kadar bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN) maka diperoleh hasil sebesar 32,36 % dari
perhitungan 100% dikurangi dengan kadar abu, serat kasar, lemak kasar dan
protein kasar. Hasil tersebut jauh lebih besar dari pendapat yang dikemukakan
oleh Hartadi, (1993) bahwa kadar BETN sebesar 34,70 %. Perbedaan ini terjadi
kemungkinan karena faktor yang menentukan kadar BETN seperti kadar abu,
protein kasar dan serat kasar dalam hasilnya juga mengalami perbedaan sehingga
jika 100 % dikurangi dari jumlah kadar sabu, serat kasar, lemak kasar dan protein
kasar maka hasil dari kadar BETN juga akan berbeda pula. Menurut Kamal (1998)
bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen dipengaruhi oleh kandungan nutrien lainnya
yaitu protein kasar, air, abu, lemak kasar dan serat kasar.Sutardi (2009)
menambahkan bahwa kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung
pada komponen lainnya, seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar.
Jika jumlah abu, protein kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100,
perbedaan itu disebut bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).

Daftar Pustaka

Anggorodi. R. 2005. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gadjah Mada University


Press. Jogjakarta.

Hartadi, S.Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo, Tillman, A.D. 1993. Tabel Komposisi


Pakan Untuk Indonesia. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Kamal, M. 1998. Nutrisi Ternak I. Rangkuman. Lab. Makanan Ternak, jurusan


Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Parakkasi. A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.Universitas


Indonesia Press, Bogor.

Sutardi, Toha. 2009. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai