1. Judul :
Penentuan Kadar Abu pada Bungkil Kopra
2. Prinsip Kerja :
Membakar bahan dalam tanur (fornace) dengan suhu 600° C selama 3 – 8 jam,
sehingga seluruh unsur utama pembentukan senyawa organik ( C, H, N, O ),
habis terbakar dan berubah jadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu,
yang merupakan kumpulan dari mineral yang terdapat dalam bahan.
3. Alat dan Bahan :
cawan porselen / cawan platina
pembakar bunsen / hot plate
oven listrik
tanur listrik
eksikstor
tang penjepit
4. Prosedur Kerja :
Keringkan cawan sebanyak 2 buah kedalam oven selama 1 jam pada
suhu 100 - 105° C
Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang misal A
gram
Masukkan sejumlah sampel lebih kurang 2 – 5 gram ke dalam cawan
setelah sampel dipanaskan dalan oven sekurang – kurangnya 1 jam
pada suhu 100 - 105° C. Sehingga berat sampel tersebut dalam
keadaan Bahan Kering, misal B gram
Panaskan dalam api kecil sampai tidak berasap lagi
Masukkan kedalam tanur listrik dengan temperatur 400 – 600° C,
biarkan beberapa lama sampai abu putih betul
Dingin dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan timbang dengan
teliti ( misal C gram )
Hitung kadar abunya
5. Pustaka :
6. Hasil dan Pembahasan :
Data awal
Data hasil akhir
Pembahasan
Pada bahan makanan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna
sebagai indeks untuk kadar kalsium dan fosfor. Komponen abu pada
analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang penting. Jumlah
abu dalam bahan makanan hanya penting untuk menentukan perhitungan
BETN. Kenyataannya kombinasi unsur – unsur mineral dalam bahan
makanan berasal dari tanaman sangat indeks untuk menentukan jumlah
unsur mineral tertentu atau kombinasi unsur – unsur yang penting.
Dengan diketahuinya kadar abu masih diperlukan analisis lebih lanjut
untuk memisahkan 17 unsur penting yang diperlukan ilmu makanan.
Substansi yang termasuk kedalam fraksi ini adalah sebagian besar
merupakan bahan anorganik atau komponen mineral dari suatu bahan
pakan.
7. Kesimpulan :
substansi yang termasuk ke dalam fraksi ini adalah sebagian besar
merupakan bahan anorganik / komponen mineral dari suatu bahan
pakan.
Pada pakan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna sebagai
indeks untuk kadar kalsium dan fosfor.
Jumlah abu dalm bahan makanan hanya penting untuk menentukan
perhitungan BETN
8. Daftar Pustaka :
SERAT KASAR
Prinsip Kerja
Komponen dalam suatu bahan yang tidak dapat larut dalam
pemasakan dengan asam encer dan basa ence selama 30 menit adalah
serat kasar dan abu.
Untuk mendapatkan nilai serat kasar maka bagian yang tidak larut tersebut ( residu ) dibakar dengan
prosedur sesuai analisis abu.
Selisih antar residu dan abu adalah serat kasar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Serat Kasar
Serat kasar mengandung senyawa selulosa, lignin dan zat lain yang belum
dapat diidentifikasi dengan pasti. Yang disebut serat kasar disini adalah senyawa
yang tidak dapat dicerna dalam organ pencernaan manusia ataupun hewan. Dalam
analisa penentuan serat kasar diperhitumgkan banyaknya zat-zat yang larut dalam
asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa adlah :
1. Defatting, yaitu menghilangkan lemak yang terkandung dalam sampel
menggunakan pelarut lemak.
2. Digestion, terdiri dari 2 tahapan yaitu pelarutan dengan asam dan pelarutan
dengan basa. Kedua macam proses digesti ini dilakukan dalam keadaan
tertutup pada suhu terkontrol (mendidih) dan sedapat mungkin dihilangkan
dari pengaruh luar.
Penyaringan harus segera dilakukan setelah digetion selesai, karena
terjadi perusakan serat lebih lanjut oleh bahan kimia yang dpakai. Untuk bahan
yang mengandung banyak protein sering mengalami kesulitan dalam penyaringan,
maka sebaiknya dilakukan digesti pendahuluan dengan menggunakan enzim
proteolitik.
Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring dipakai untuk
mendapatkan serat kasar. Sampel bila ditambah larutan asam sulfat dan
dipanaskan, kemudian residu disaring. Residu yang diperoleh dalam pelarutan
menggunakan asam dan basa merupakan serat kasar yang mengandung ± 97 %
selulosa dan lignin, dan sisanya adalah senyawa lain yang belum dapat
diidentifikasi dengan pasti.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas pakan makanan,
karena angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi bahan makanan
tersebut. Selain itu kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi
suatu proses pengolahan, misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan
kulit dan kotiledon, dengan demikian persentase serat kasar dapat dipakai untuk
menentukan kemurnian bahan atau efisiensi suatu proses.
Prosedur Kerja
1. Siapkan kertas saring lebih kurang 4,5 cm dan cawan porselen
dalam oven pada suhu 100 – 105° C selama 1 jam
2. Dinginkan selama 15 menit dan ditimbang masing – masing
3. Residu atau sisa ekstraksi lemak masukan kedalam gelas piala
khusus
4. Tambah asam slufat 1,25 % sebanyak 100 ml kemudian pasang
pada alat pemanas khusus tepat dibawah kondensor
5. Alirkan airnya dan nyalakan pemanas listrik tersebut
6. Didihkan selama 30 menit
7. Setelah cukup pemanasan, ambila dan saring mempergunakan
corong buchner yang telah dipasang kertas saring.
8. Pada penyaringan digunakan pompa vakum ( pompa isap ) dan
cuci dengan mempergunakan air panas
9. Residu yang terdapat dalam corong buchner dikembalikan kepada
beaker glass semula
10. Tambahkan NaOH 1,25 % sebanyak 100 ml kemudian pasang
kembali pada alat pemanas khusus seperti semula
11. Lakukan seperti pada 5 – 8
12. Pada penyaringan cuci berturut – turut dengan :
air panas 100 ml
asam sulfat panas 0,3 N ( 1,25 % ) 50 ml
air panas 100 ml
aceton 50 ml
13. Keringkan dalam oven 100 – 105 °C selama 1 jam
14. Dinginkan dalam eksikator selama 15 menit lalu timbang ( mis : Y
gram ). Keterangan Y adalah berat kertas saring serat kasar dan
bahan – bahan yang masih belum larut ( kalau ada ) dan cawan
porselen
15. Panaskan dalam hot plat kemudian dalam tanur listrik sampai
abunya berwarna putih. Disini serat kasar dibakar sampai habis
16. Dinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu timbang misal Z
gram. Keterangan Z adalah berat cawan dan bahan – bahan
anorganik yang belum larut.
17. Hitung kadar serat kasarnya
18. Kertas saring dan isisnya ( residu ) dimasukan ke dalam cawan
porselen gunakan pincet
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Urutan data
Berat Sampel : 1,0009 gram
Berat kertas saring : 0,2513 gram
Berat oven : 28,8019 gram
Berat abu : 28,2473
Perhitungan
Serat Kasar ( %) = berat residu – berat abu x 100 %
Berat bahan
= (28,8019 – 28,2473) – 0,2513 x 100 %
1,0009
= 0,5546 – 0,2513 x 100%
1,0009
= 30,30 %
Kandungan serat kasar dari 1,0009 gram daun jagung yaitu sebesar 30,30 % =
0,303 gram
Pembahasan
Kandungan serat kasar dari 1,0009 gram daun jagung yaitu sebesar 30,30 % =
0,303 gram. Akan tetapi dari serat kasar tersebut, masih terdapat sebagian kecil
senyawa organik yang tergolong serat masih dapat larut dalam asam encer dan
basa encer. Sehingga mengurangi nilai kandungan serat ( selulosa dan
hemiselulosa ) berkurang bila dilarutkan kedalam larutan mendidih NaOH, dan
akan menaikan kandungan BETN nya. Kandungan serat kasar dari hijauan daun
daun jagung tanpa janggel, biji, dan klobot yaitu 33,8 %.
KESIMPULAN
Kandungan serat kasar dari 1,0009 gram daun jagung yaitu sebesar 30,30
%, bedanya sebesar 3,5 % dengan daun jagung yang diuji cobakan. Dalam serat
kasar tersebut, masih terdapat sebagian kecil senyawa organik yang tergolong
serat masih dapat dalam asam encer dan basa encer, sehingga mengurangi
kandungan serat (selulosa dan hemiselulose).
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan sifat fisikanya, lipid dapat diperoleh dari suatu zat
makanan dengan cara mengekstraksi menggunakan alkohol panas, eter,
atau pelarut lemak lain. Berdasarkan struktur kimianya, lipid dibagi
menjadi asam lemak, lemak, lilin, fosfolipid, sfingolipid, terpen, steroid,
dan lipid kompleks.
Komponen minyak umumnya terdiri dari asam – asam lemak yang tak
jenuh sedangkan komponen lemak memiliki asam – asam lemak yang
jenuh. Misalnya pada minyak kelapa sawit, dapat dipisahkan secara
pendinginan antara bagian yang banyak mengandung asam lemak jenuh
dan yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh.
Untuk itu pada percobaan kali ini digunakan untuk mengetahui kadar
suatu lemak dalam suatu zat makanan.
pelarut ( labu sokhlet / gelas gold fish ). Kemudian dipisahkan dari pelarut
dengan cara dipanaskan dalam oven dengan temperatur 105° C. Pelarut akan
BAB III
ALAT DAN BAHAN
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alami penting yang dapat
dipelajari secara lebih mendalam. Analisis lemak dan minyak yang umum
dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan dalam 3 kelompok tujuan ini :
1. penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak atau minyak yang
terdapat dalam bahan makanan atau bahan pertanaian
2. penentuan kualitas minyak murni sebagai bahan makanan yang
berkaitan dengan proses ekstraksinya atau ada tidaknya perlakuan
permurnian lanjutan misalnya penjernihan, penghilangan bau, warna.
Tolak ukur kualitas ini termasuk angka asam lemak bebas, bilangan
peroksida, tingkat ketengikan dan kadar air.
3. penentuan sifat fisis atau kimia yang khas sifat minyak tertentu.
Lemak dan minyak pada umumnya tidak larut dalam air akan tetapi dalam
bahan pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling sesuai untuk ekstarksi
lipida adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada dasarnya suatu bahan
akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya. Karena polaritas lipida
berbeda – beda maka tidak ada bahan pelarut umum ( universal ) untuk semua
macam lipid. Untuk bahan – bahan yang mengandung minyak tidak terlalu tinggi
misalnya beras dan bagian tanaman selain biji dapat dihaluskan lewat gilingan
dengan ukuran saringan sampai 40 mesh.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut selain lemak juga terikut
fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmenyang lain.karena itu
hasila analisisnya disebut lemak kasar ( crude fat ). Garis besarnya analisis lemak
kasar ada 2 macam yaitu cara kering dan basah.
Pada cara kering bahan dibungkus atau ditempatkan dalam thimble,
kemudian dikeringkan dalam oven untuk menghilangkan airnya. Pemanasan harus
secepatnya dan dihindari dari suhu yang terlalu tinggi dengan valum oven 70 °C
dengan tekanan vakum. Karena sampel kering maka pelatut yang dipilih harus
bersifat tidak menyerap air. Apabila bahan masih mengandung air yang tinggi
maka akan sulit masuk kedalam jaringan dan pelarut menjadi jenuh dengan air
akan menyebabkan zat – zat yang larut dalam air akan ikut pula terekstraksi
bersama lemak sehingga hasil analisis kurang mencerminkan yang sebenarnya.
Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan dengan sinar matahari
atau panas buatan sehingga kadar airnya tinggal 6 - 8 %, kadar minyaknya sekitar
60 - 65 %, zat organis ( karbohidrat, selulose, protein ) 20 - 30 % dan mineral 2 -
3 %. Kopra merupakan salah satu produk olahan kelapa yang banyak diusahakan
oleh masyarakat Indonesia. Kopra umumnya digunakan sebagai bahan baku
pembuatan minyak kelapa.
Pada perkebunan kelapa, umumnya hasil buah sebelum dijadikan kopra
disimpan dahulu selama beberapa hari. Meskipun hal demikian tidak tersengaja,
tetapi bisa memberikan keuntungan-keuntungan, yaitu:
a. Menambah proses kemasakan buah, sehingga mutu kelapa dan hasil
kopra akan lebih tinggi.
b. Pengupasan sabut lebih mudah.
c. Pencungkilan putih lembaga dari tempurung lebih mudah, lebih bersih
dan berarti menghemat waktu dan biaya.
d. Kandungan airnya berkurang dan ketebalan lapisan putih lembaag
bertambah, sehingga hasil kopra dan minyak akan lebih tinggi.
Bungkil kelapa diperoleh dari ampas perasan kopra. Kandungan bungkil
ialah; minyak 6%, protein 20%, hidrat arang 45%, serat 12%, abu 5% dan kadar
air 11%. Karena kandungan proteinnya cukup tinggi, maka bungkil kelapa banyak
dipergunakan untuk makanan ternak. Negara pengimpor bungkil adalah Belgis,
yang mendatangkan 24.300 ton per tahun dari Ceylon.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.3 Pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
Parakkasi Aminudin. 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak
Ruminansia. Penerbit UI ( UI-Press ) : Jakarta.
Sudarmadji Slamet, Haryono Bambang, Suhardi. 1989. Analisis Bahan
Makanan dan Partanian. Penerbit Liberty : Yogyakarta.
PROTEIN KASAR
1. PRINSIP KERJA
Penetapan nilai protein kasar ( PK) dilakukan secara tidak langsung,
karena analisis ini didasarkan pada penentuan kandungan nitrogen yang terdapat
dalam bahan. Kandungan nitrogen (N) yang diperoleh dikalikan dengan angka
6,25 sebagai angka konversi menjadi nilai protein. Nilai 6,25 didapat dari asumsi
bahwa protein mengandung 16% nitrogen.
Penentuan N dalam analisis ini melalui 3 tahapan analisis kimia, yaitu
destruksi, destilasi, dan titrasi.
1. Destruksi (digesti) yaitu analisis kimia dengan cara menghancurkan bahan
menjadi komponen yang sederhana, sehingga N dalam bahan terurai dari
ikatan organiknya. N yang terpisah diikat oleh H2SO4 menjadi (NH4)2
SO4.
2. Destilasi yaitu analisis kimia dengan cara pengikatan komponen organik
tidak hanya kepada N saja, tetapi juga terhaadp komponen lain, oleh
karena itu N harus di isolasi. Untuk melepaskan Nitrogen dalam larutan
hasil destruksi adalah dengan cara membentuk gas NH3. Pemberian NaOH
50% akan merubah alumunium sulfat menjadi NH4OH. NH4OH bila
dipanaskan maka akan menguap menjadi NH3 dan air, yang kemudian di
kondensasi. NH3 akhirnya ditangkap dan direaksikan dengan asam borat
(H3BO3 5%) membentuk alumunium borat.
3. Titrasi yaitu analisis kimia dengan cara nitrogen dalam asam borat
ditentukan jumlahnya dengan cara dititarsi dengan HCl.
Destilasi
1. Siapkan alat destilasi selengkapnya, pasang dengan hati-hati,
jangan lupa batu didih, vaselin, dan tali pengaman.
2. Tuangkan 100 ml aquadest ke dalam labu destilasi melalui corong
sampling, kemudian tuangkan hasil destruksi itu perlahan-lahan.
3. Encerkan dengan menambah aquadest sebanyak 200 ml. Air yang
dipakai untuk itu, terlebih dahulu dipakai untuk membilas labu
kjeldahl supaay semua N masuk ke dalam labu destilasi.
4. Pasangkan gelas piala yang telah diisi larutan H2SO4 atau HCl
dengan titer tertentu untuk menangkap gas ammonia, dan telah
diberi indicator campuran atau methyl merah.
5. Basakan larutan bahan dari destruksi dengan menambah 100 ml
NaOH 33%.
6. Nyalakan Hot Plate dank ran untuk pendingin tegak.
7. Destilasi teruskan sampai semua N dalam larutan tertangkap oleh
H2SO4 atau HCl yang ada daalm gelas piala. Tandanya apabila
kuarng lebih 2/3 larutan dalam labu destilasi sudah menguap.
Titrasi
1. Gelas piala yang berisi sulingan tadi diambil (jangan lupa
membilas bagian yang terendam dalam air sulingan).
2. Kemudian titrasi dengan NaOH yang sudah diketahui
normalitasnya.
3. Titarsi Blanko : H2SO4 atau HCl sebanyak ayng dipakai untuk
menangkap air sulingan di titer dengan NaOH yang sama.
4 PUSTAKA
Protein Kasar
Protein adalah zat organic yang mengandung karbon,
hydrogen,nitrogen, oksigen, sulfur dan fosfor. Zat tersebut merupakan zat
makanan utama yang mengandung nitrogen. Urutan komposisi dasar dari
protein adalah sebagai berikut:
Zat Persen
Karbon 51,0 sampai 55,0
Hidrogen 6,5 sampai 7,3
Nitrogen 15,5 sampai 18,0
Oksigen 21,5 sampai 23,5
Sulfur 0,5 sampai 2,0
Fosfor 0,0 sampai 1,5
= 11,2
Hasil Analisis
Dari praktikum yang telah dilakukan, kita dapat mengetahui kadar
protein kasar pada bungkil kopra yaitu sebesar 11,2 %
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengamatan pada
praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Kadar protein kasar pada bungkil kopra adalah sebesar 11,2.
2. Kopra adalah daging buah kelapa yang dikeringkan baik dengan sinar
matahari maupun dengan panas buatan.
3. Bungkil kelapa diperoleh dari hasil perasan kopra.
4. Bungkil kelapa mengandung kadar protein tinggi sehingga baik untuk
makanan ternak.
DAFTAR PUSTAKA