Anda di halaman 1dari 6

PENETAPAN KADAR SERAT KASAR METODE GRAVIMETRI

Nurrahma Sri Fitrayania, Rotua Y. Simarmataa, Yoga Hendriyatoa, Fara Irdini Azkiaa, M. Q Aliyyan
Wijayaa (Ima Karimahb, Mahmud Aditya Rifqib)
a
b

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB, 16680 Bogor, Indonesia
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, 16680 Bogor, Indonesia

ABSTRAK.

__________________________________________________________________________________
Serat kasar merupakan bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam sulfat dan natirum hidroksida. Praktikum
ini bertujuan untuk menetapkan dan mempelajari analisis kadar serat kasar suatu bahan pangan. Praktikum ini
menggunakan metode gravimetri untuk menetapkan kandungan serat kasar daun katuk di laboratorium kimia dan analisis
makanan Departemen Gizi Masyarakat. Data dinalisis menggunakan perhitungan sederhana rumus metode gravimetri.
Hasil yang diperoleh adalah dari 1,0191 gram daun katuk didapatkan persen kadar serat kasar sebesar 4,74 %. Hasil ini
lebih kecil dari literatur yang diacu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh komponen serat larut rusak dalam proses analisis
sehingga kadar serat kasar yang didapat tidak begitu akurat.
Kata Kunci: serat kasar, daun katuk, metode gravimetri
______________________________________________________________________________________________

1. PENDAHULUAN
Serat pangan didefinisikan oleh
the American Association of Cereal
Chemist (AACC, 2001) sebagai bagian
yang dapat dimakan dari tanaman atau
karbohidrat analog yang resisten
terhadap pencernaan dan absorpsi pada
usus halus dengan fermentasi lengkap
atau partial pada usus besar. Serat
makanan tersebut meliputi pati,
polisakarida, oligosakarida, lignin, dan
bagian tanaman lainnya.
Istilah serat makanan (dietary
fiber) harus dibedakan dengan istilah
serat kasar (crude fiber) yang biasa
digunakan dalam analisa proksimat
bahan pangan. Serat kasar adalah
bagian dari pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia
yang digunakan untuk menentukan
kadar serat kasar yaitu asam sulfat
(H2SO4 1.25%) dan natrium hidroksida
(NaOH 1.25%). Serat makanan
adalah bagian dari bahan pangan yang

tidak dapat dihidrolisis oleh enzimenzim pencernaan.


Metode
analisis
dengan
menggunakan deterjen (acid deterjen
fiber, ADF atau neutral deterjen fiber,
NDF) merupakan metode gravimetri
yang
hanya
dapat
mengukur
komponen serat makanan yang tidak
larut. Adapun untuk mengukur
komponen serat yang larut seperti
pectin dan gum harus menggunakan
metode yang lain karena selama
analisis tersebut komponen serat larut
mengalami kehilangan akibat rusak
oleh adanya penggunaan asam sulfat
pekat (James dan Theander 1981).
Penetapan kadar serat bahan
pangan akan dilakukan dengan metode
gravimetri.
Metode
gravimetri
merupakan salah satu metode analisis
kuantitatif suatu zat atau komponen
yang telah diketahui dengan cara
mengukur berat komponen dalam
keadaan murni setelah melalui proses
pemisahan. Analisis gravimetri adalah

proses isolasi dan pengukuran berat


suatu unsur atau senyawa tertentu.
Metode gravimetri memakan waktu
yang cukup lama, adanya pengotor
pada konstituen dapat diuji dan bila
perlu faktor-faktor koreksi dapat
digunakan (Darusman 2001).
Berdasarkan
paparan
diatas
diperlukan sebuah praktikum untuk
melatih mahasiswa agar terampil dan
paham dalam menganalisis kadar serat
suatu bahan pangan. Praktikum ini
bertujuan untuk menetapkan dan
mempelajari analisis kadar serat
menggunakan
metode
gravimetri
dengan bahan pangan daun katuk

dengan tahap proses isolasi dan


pengukuran berat suatu unsur atau
senyawa tertentu. Berikut diagram alur
percobaan gravimetri.
Ditimbang sampel 1-2 gram contoh
halus
Ditambahkan H2SO4 1.25 % panas
Dibiarkan 30 menit
Ditambahkan 50 ml NaOH 3.25 %
Dibiarkan 30 menit
Disaring dengan kertas saring yang
sudah diketahui berat kosong kertas

2. METODE
X
2.1.

Waktu dan Tempat


X

Praktikum ini dilaksanakan pada


hari rabu tanggal 16 Mei 2012 pukul
15.00-18.00 WIB di Laboratorium
Kimia
dan
Analisis
Makanan
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
2.2.

Alat dan Bahan

Pada percobaan analisis penetapan


serat makanan, alat yang digunakan
adalah neraca analitik, erlenmeyer,
penangas air, labu ukur, kertas saring,
corong Burchner, pH meter, gelas
piala, oven, dan desikator. Bahan yang
digunakan adalah hasil ekstraksi lemak
marie sari roti, NaOH 3.25 %, alkohol
tehnis, H2SO4 1.25 %.
2.3.

Prosedur Percobaan

Prosedur praktikum pengukuran


serat metode gravimetri dilakukan

Dicuci endapan yang tersaring dengan


50 ml H2SO4 1.25 % panas
dan 50 ml alkohol tehnis
Dioven residu dengan kertas saringnya
pada suhu 105 C sampai kering
didinginkan di desikator 20 menit dan
ditimbang
Gambar 1 Prosedur percobaan
gravimetri
3. HASIL
Sampel yang digunakan pada
penetapan kadar serat kasar metode
gravimetri ini adalah daun katuk. Daun
katuk
(Sauropus
androgynus)
merupakan tumbuhan sayuran yang
banyak terdapat di Asia Tenggara yang
dikenal
memiliki
khasiat
memperlancar aliran air susu ibu atau
ASI (Dwidjoseputro 1980). Berikut

adalah hasil perhitungan serat kasar


pada daun katuk.
Tabel 1
Hasil perhitungan serat kasar pada sampel

Sampel

Berat
sampel

Berat
kertas
saring
kosong

%
kadar
serat
kasar

Daun
Katuk

1,0191
gram

0,8920
gram

4,74 %

Perhitungan % serat kasar


AB

x 100
gram sampel

0,94040,8920
x 100 =4,74
1,0191

Keterangan:
A = Berat kertas saring + residu
B = Berat kertas saring kosong
4. PEMBAHASAN
Piliang dan Djojosoebagio (2002)
mengemukakan
bahwa
yang
dimaksudkan dengan serat kasar ialah
sisa bahan makanan yang telah
mengalami proses pemanasan dengan
asam kuat dan basa kuat selama 30
menit yang dilakukan di laboratorium.
Proses seperti ini dapat merusak
beberapa macam serat yang tidak
dapat dicerna oleh manusia dan tidak
dapat diketahui komposisi kimia tiaptiap bahan yang membentuk dinding
sel. Oleh karena itu, serat kasar
merendahkan
perkiraan
jumlah
kandungan serat sebesar 80% untuk
hemiselulosa, 50-90% untuk lignin dan
20-50% untuk selulosa.

Gravimetri adalah metode analisis


kimia secara kuantitatif dimana jumlah
analit ditentukan dengan mengukur
bobot substansi murni yang hanya
mengandung analit (Skoog 2004).
Penentuan kadar zat berdasarkan
pengukuran berat analit atau senyawa
yang mengandung analit dapat
dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode pengendapan melalui isolasi
endapan sukar larut dari suatu
komposisi yang tidak diketahui dan
metode penguapan dimana larutan
yang mengandung analit diuapkan,
ditimbang, dan kehilangan berat
dihitung (Harvey 2000). Berdasarkan
cara mengukur fase, gravimetri
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
gravimetri evolusi langsung dan
gravimetri evolusi tidak langsung.
Gravimetri evolusi langsung berfungsi
untuk mengukur fase gas secara
langsung,
sedangkan
gravimetri
evolusi tidak langsung berfungsi untuk
mengukur fase gas dan fase padat dari
padatan yang terbentuk (Skoog 2004).
Kadar dari serat kasar diketahui
berdasarkan
perbandingan
berat
sampel dan kertas saring sebelum
pengeringan
dengan
sesudah
dikeringkan (gravimetri). Karena
itulah kertas saring yang dipergunakan
sudah diketahui bobot konstannya.
Bobot kertas saring konstan yang
dipergunakan saat praktikum adalah
0,8920 gram, hasil ini merupakan hasil
penimbangan terkecil dari beberapa
kali penimbangan.
Proses
penyaringan
harus
dilakukan secepat mungkin setelah
proses digestion selesai dilakukan, hal
ini dikarenakan penundaan yang
terlalu lama akan mengakibatkan hasil
analisa menjadi lebih kecil karena
terjadi pengerusakan serat lebih lanjut

oleh bahan kimia yang dipakai.


Penyaringan juga dilakukan saat
larutan masih dalam keadaan panas,
karena dalam keadaan dingin larutan
mengental dan menjadi lebih sulit
untuk
disaring,
sehingga
saat
praktikum larutan terus dipanaskan
diatas hot plate untuk menjaga suhu
larutan tetap tinggi.
Setelah
proses
penyaringan
selesai, selanjutnya adalah proses
pembilasan. Larutan yang pertama kali
digunakan untuk pembilasan adalah
asam, yaitu H2SO4 1,25%. Larutan
asam ini dipergunakan dalam keadaan
panas karena suhu yang tinggi akan
meningkatkan daya hidrolisis serat
makanan oleh asam. Pelarut kedua
yang digunakan adalah akuades,
seperti halnya pada pembilasan dengan
asam,
pembilasan
ini
pun
menggunakan akuades dalam keadaan
panas.
Pembilasan
dengan
menggunakan akuades ini bertujuan
untuk melarutkan serat larut air yang
masih tersisa sehingga terbawa
menjadi filtrat. Pembilasan dengan
akuades dilakukan sampai filtrat
sedikit bening. Pelarut terakhir yang
dipergunakan adalah etanol 96%.
Berbeda dengan dua pelarut lainnya,
etanol yang digunakan tidak dalam
keadaan panas.
Setelah endapan dibilas dengan 3
pelarut tadi, kemudian endapan
tersebut diangkat dan dipindahkan
dalam cawan petri bersih. Bobot dari
cawan tidak perlu diketahui karena
saat penimbangan hanya kertas saring
yang berisi edapan yang duhitung.
Setelah kertas saring yang berisi
endapan tersebut dipindakan ke dalam
cawan petri, langkah selanjutnya
adalah memasukan cawan tersebut ke
dalam oven. Proses pemanasan ini

dilakukan dengan menggunakan suhu


105 0C selama 1 jam, kemudian
timbang dengan menggunakan neraca
analitik. Proses pemanasan dengan
oven, pada suhu 105 0C selama 1 jam
dilakukan kembali, dan sesudah itu
ditimbang.
Berdasarkan tabel 1, diketahui
terdapat 4,74% serat kasar pada 1,0191
gram sampel. Daun katuk dapat
mengandung hampir 7% protein dan
serat kasar sampai 19%. Daun ini kaya
vitamin K, selain pro-vitamin A (betakarotena), B, dan C. Mineral yang
dikandungnya adalah kalsium (hingga
2,8%), besi, kalium, fosfor, dan
magnesium. Penetapan serat kasar
pada daun katuk dengan menggunakan
metode analisis gravimetri yang hanya
dapat mengukur komponen serat yang
tidak larut. Adapun untuk mengukur
komponen serat yang larut seperti
pektin dan gum, harus menggunakan
metode yang lain. Selama analisis
tersebut
komponen
serat
larut
mengalami kehilangan akibat rusak
oleh adanya penggunaan asam sulfat
pekat (Sudarmadji 2006). Hal ini dapat
mengakibatkan persen kadar serat
kasar yang didapat kurang akurat.

5. KESIMPULAN
Penetapan serat kasar pada daun
katuk dengan menggunakan metode
analisis gravimetri yang hanya dapat
mengukur komponen serat yang tidak
larut. Data analisis kandungan serat

kasar pada daun katuk tergolong


sedikit rendah. Penetapan kadar
analisis serat kasar dengan metode
gravimetri menyebabkan komponen
serat larut rusak sehingga kadar serat
kasar yang didapat tidak begitu akurat.
Saran yang diberikan untuk
praktikum ini adalah sebaiknya dalam
melaksanakan praktikum praktikan
mengikuti prosedur secara teliti supaya
hasil diperoleh tidak jauh berbeda dari
literatur yang didapatkan. Sedangkan
untuk masyarakat, disarankan sayur
daun
katuk dikonsumsi oleh ibu
menyusui
karena
daun
katuk
mengandung serat kasar yang rendah
yang bagus untuk ibu menyusui demi
kelancaran keluarnya ASI.
6. DAFTAR PUSTAKA
Collomb M, Bisig W, Btikofer U, Sieber R,
Bregy M, Etter L. 2008. Fatty acid
composition of mountain milk from
Switzerland: Comparison of organic and
integrated farming systems. Int Dairy J .
18:976-982
Gunawan AW. 2000. Usaha Pembibitan
Jamur. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
[IPB] Institut Pertanian Bogor. 2000.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 154 tahun 2000 tentang Penetapan
Institut Pertanian Bogor sebagai badan
hukum Milik Negara. Bogor (ID): IPB
[IPB] Institut Pertanian Bogor. 2010. Panduan
Program Pendidikan Sarjana Edisi Tahun
2010. Bogor (ID): IPB Pr.
Khomsan A. 2008 Apr 11. Hilangnya identitas
gizi dalam pembangunan. Kompas.
Rubrik Opini:4 (kol 3-7)
Maihasni. 2010. Eksistensi tradisi bajaputik
dalam perkawinan masyarakat Pariaman

Minangkabau Sumatera barat [disertasi].


Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Murdiyarso D. 2005. Sustaining local
livelihoods through carbon sequestration
activities. A search for pracrical and
strategic approach. Di dalam: murdiyarso
D, Herawati H, editor. Carbon Forestry,
Who Will Benefit? Proceedings of
Workshop on Carbon Sequestration and
Sustainable Livelihoods [Internet]. [Waktu
dan tempat pertemuan tidak diketahui].
Bogor (ID): CIFOR. hlm 1-16; [diunduh
2010
Jan
7].
Tersedia
pada:
http://www.cifor.cgiar.org/publications/pd
f_files/Books/BMurdiyarso.pdf
Palupi E, Jayanegara A, Ploger A, Kahl J.
2012. Comparison of nutritional quality
between conventional and organic dairy
products: a meta-analysis. J Sci Food
Agric. 92:2774-2781
Rifai MA. 1992. Penggodokan peneliti
taksonomi
tumbuhan
siap
pakai.
Floribunda.1 Sisipan 3:22-24
Sabil QA. 2014. Formulasi biskuit berbasis
blondo dan tepung ikan gabus yang
berpotensi mengatasi gizi buruk pada
balita [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor
Satria A, Matsuda Y. 2004. Decentralization of
fissheries management in Indonesia. Mar
Policy. 28(5):437-450
Sudirman LI. 2010. Partial purification of
antimicrobial compunds isolated from
mycelia of tropical Lentinus cladopus
LC4. Hayati J Biosci. 17(2):6367.doi:10.4308/hjb.17.2.63
[SSCCCP] Scandinavian Society for Clinical
Chemsitry and Clinical Physiology,
Committee
on
Enzymes.
1976.
Recommended
method
for
the
determination of -glutamyltransferase in
blood. Scand J Clin lab Invest. 36(2):119125.
Tren kemasan praktis & inovatif. 2006. Food
Rev Indones. 1(1): 19-21

Anda mungkin juga menyukai