KELOMPOK 2
metode detergent.
II. Prinsip Percobaan
Sampel dihidrolisis dengan asam kuat dan basa kuat encer, sehingga karbohidrat,
protein dan zat-zat lainnya terhidrolisis dan larut, kemudian disaring dan residunya
Definisi fisiologis serat pangan adalah sisa sel tanaman setelah dihidrolisis enzim
pencernaan manusia. Hal ini termasuk materi dinding sel tanaman seperti selulosa,
hemiselulosa, pectin dan lignin; juga polisakarida intraseluler seperti gum dan musilago.
Tetapi definisi ini tidak menerangkan sisa makanan yang tidak dapat dicerna yang dapat
mencapai kolon.
Definisi kimianya adalah polisakarida bukan pati dari tumbuhan ditambah lignin.
Pengertian serat pangan tidak sama dengan serat kasar. Yang dimaksud dengan serat
kasar adalah zat sisa asal tanaman yang biasa dimakan yang masih tertinggal setelah
bertutut-turut diekstraksi dengan zat pelarut, asam encer dan alkali. Dengan demikian
nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan, kurang lebih hanya seperlima
dari seluruh nilai serat pangan. Dinding tanaman mengandung persentase serat yang
lebih besar, biasanya terdiri dari dua dinding. Dinding yang pertama adalah
pembungkus sel yang belum matang terdiri dari selulosa. Dinding kedua terbentuk
setelah sel matang yang terdiri dari selulosa dan non selulosa (polisakarida) (Beck,
2011).
fiber). Serat kasar adalah senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa
yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam atau alkali. Di dalam buku Daftar Komposisi
Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat
makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat dijadikan indeks kadar
serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan sebanyak 0,2 - 0,5
Serat makanan hanya terdapat dalam bahan pangan nabati, dan kadarnya
bervariasi menurut jenis bahan. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami
perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya. Sebagai contoh,
padi yang digiling menjadi beras putih mempunyai kadar serat yang lebih rendah
daripada padi yang ditumbuk secara tradisional. Oleh karena itu beberapa waktu yang
lalu muncul dedak padi di pasaran yang dikatakan sebagai obat berbagai macam
penyakit.
Serat dapat berperanan menghalangi penyerapan zat-zat gizi lain seperti lemak,
karbohidrat dan protein. Sehingga apabila makanan mengandung kadar serat yang
rendah maka hampir semua zat-zat gizi tersebut dapat diserap oleh tubuh. Di samping
itu serat makanan dapat mempercepat rasa kenyang. Hal ini disebabkan karena orang
akan mengunyah lebih lama bila dalam makanan terkandung kadar serat yang tinggi,
sehingga sekresi saliva dan cairan gastrik akan lebih banyak dikeluarkan, yang
Penggolongan serat pangan. Serat pangan dapat digolongkan menjadi serat tidak
1. Serat tidak larut (tidak larut air) terdiri dari karbohidrat yang mengandung selulosa,
padi dan gandum. Sumber-sumber lignin adalah wortel, gandum dan arbei.
2. Sera larut (larut dalam air) terdiri dari pektin, gum, B-glukan dan psylium seed husk
(PSH). Bahan makanan yang kaya akan pectin adalah apel, arbei dan jeruk. Gum
Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat kasar
(crude fiber). Metode deterjen, metode enzimatis (Joseph, 2002) dan metode Englyst
Serat kasar dari lignin dan selulosa, merupakan bahan yang tertinggal setelah
bahan makanan mengalami proses pemanasan dengan asam dan basa kuat selama 30
menit berturut turut dalam prosedur yang dilakukan dalam prosedur yang dilakukan
a. Metode Deterjen
Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan
Neutral Detergent Fiber (NDF). Kedua metode ini hanya dapat menentukan kadar
total serat yang tak larut dalam larutan deterjen digunakan (Meloan and Pomeranz,
1987).
sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB (Cetyl
Trimethyl Amonium Bromida) dan H2SO4 0,5 M (Meloan and Pomeranz, 1987).
2) Neutral Detergent Fiber (NDF)
Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah
lainnya (selain selulosa, hemiselulosa dan lignin) pada metode deterjen ini
amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode ini dapat
mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara terpisah (Joseph,
2002). Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas
lebih yang bias saja merusak komponen serat. Kemudian kemungkinan protein yang
tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Meloan and Pomeranz,
1987).
5gram Sampel
(biskuit Dihidrolisis
oat) dengan H2SO4 1,25%
Filtrat Residu
Filtrat Residu
2.
3.
Perhitungan :
% serat kasar : X
100%
: X 100%
:1,95 %
: 1,76%
: X 100%
: 1,73 %
% serat kasar : = 1,813%
VII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini yaitu menentukan kadar serat dari makanan dimana yang
diteliti yaitu kadar serat kasar, karena pada daftar buku komposisi makanan yang
dicantumkan merupakan kadar serat kasar bukan kadar serat makanan, tapi dapat
dijadikan sebagai indeks serat makanan karena pada umumnya di dalam serat kasar
detergent merupakan metode secara gravimetri dimana hanya dapat digunakan untuk
memisahkan serat dari bahan lainnya. Bagian yang tertinggal setelah hidrolisis
dikeringkan dan ditimbang sampai bobot konstan terhitung sebagai kadar serat kasar.
Pada perlakuannya cawan krus yang akan digunakan di oven terlebih dahulu
pada suhu 1050C untuk menghilangkan molekul air dan lemak yang menempel pada
krus, sehingga didapat berat konstan cawan, kadar serat yang didapat lebih akurat.
lainnya yaitu dengan penambahan H2SO4 1,25 % sebanyak 50 ml pada sampel kemudian
amino dan lemak menjadi asam lemak. Selain itu, penggunaan H2SO4 juga dimaksudkan
karena pada sampel terdapat protein yang hanya bisa diputus ikatannya dengan serat
melalui reaksi oksidasi. Proses hidrolisis ini dilakukan dalam keadaan panas, karena
Setelah itu kemudian dicuci dengan aqua dest sampai pH air cucian netral hal ini
dilakukan agar sisa asam yang digunakan hilang dan tidak menggangu pada proses
Penambahan NaOH ini dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak yang tidak
garam yang larut dalam air dan gliserol (alkohol). Setelah selesai kemudian disaring
pada dasar corong buchner perlu ditambahkan kertas saring whatman yang telah
diketahui beratnya karena pori corong buchner masih memungkinkan terlewati oleh
partikel yang besar, sedangkan dengan adanya kertas whatman yang ukuran porinya
lebih kecil memungkinkan untuk menahan lebih banyak partikel yang tidak larut. Kertas
saring whatman tersebut kemudian dibasahi dengan aquadest sehingga kertas saring
tersebut akan menempel pada corong dan proses penyaringan vakum dapat tercapai
karena tidak ada udara yang masuk sehingga akan mempercepat proses penyaringan.
Proses penyaringan dilakukan dalam keadaan panas karena jika dibiarkan terlalu lama
mineral yang masih tertinggal pada residu menghasilkan garam yang larut dalam air
yang digunakan pada pencucian selanjutnya. Selain itu pada residu juga dilewatkan
etanol untuk melarutkan sisa asam lemak hasil hidrolisis sehingga didapat residu serat
murni. Residu hasil dari hidrolisis di oven dengan tujuan untuk megnghilangkan sisa-
sisa pelarut hingga yang di dapat pada kertas saring hanya serat.
Setelah dilakukan perhitungan kadar serat yang diperoleh adalah 1,813%, hasil ini
lebih besar dari kadar serat maksimum dari biskuit menurut SNI yaitu 0,5%.
VIII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan penentuan kadar serat dengan sampel biskuit oat
DAFTAR PUSTAKA
BSN. (1992). Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Jakarta: Badan
Standar Nasional.
Indonesia
Lubis, Z. (2010). Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press.
Slamet, S. et al. (1996). Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Penerbit Liberty.
Winarno, zf. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN