Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS KIMIA BAHAN MAKANAN


ANALISIS KADAR SERAT BISKUIT OAT
DENGAN METODE DETERGENT

KELOMPOK 2

Dita Fitriani (31112015)

Dudi Nurmalik (31112016)

Tian Nugraha (31112049)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015
I. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kadar serat kasar dari biskuit oat dengan menggunakan

metode detergent.
II. Prinsip Percobaan
Sampel dihidrolisis dengan asam kuat dan basa kuat encer, sehingga karbohidrat,

protein dan zat-zat lainnya terhidrolisis dan larut, kemudian disaring dan residunya

dicuci dan keringkan sampai berat konstan.


III. Dasar Teori

Definisi fisiologis serat pangan adalah sisa sel tanaman setelah dihidrolisis enzim

pencernaan manusia. Hal ini termasuk materi dinding sel tanaman seperti selulosa,

hemiselulosa, pectin dan lignin; juga polisakarida intraseluler seperti gum dan musilago.

Tetapi definisi ini tidak menerangkan sisa makanan yang tidak dapat dicerna yang dapat

mencapai kolon.

Definisi kimianya adalah polisakarida bukan pati dari tumbuhan ditambah lignin.

Pengertian serat pangan tidak sama dengan serat kasar. Yang dimaksud dengan serat

kasar adalah zat sisa asal tanaman yang biasa dimakan yang masih tertinggal setelah

bertutut-turut diekstraksi dengan zat pelarut, asam encer dan alkali. Dengan demikian

nilai zat serat kasar selalu lebih rendah dari serat pangan, kurang lebih hanya seperlima

dari seluruh nilai serat pangan. Dinding tanaman mengandung persentase serat yang

lebih besar, biasanya terdiri dari dua dinding. Dinding yang pertama adalah

pembungkus sel yang belum matang terdiri dari selulosa. Dinding kedua terbentuk

setelah sel matang yang terdiri dari selulosa dan non selulosa (polisakarida) (Beck,

2011).

Serat makanan tidak sama pengertiannya dengan serat kasar (crude

fiber). Serat kasar adalah senyawa yang biasa dianalisa di laboratorium, yaitu senyawa
yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam atau alkali. Di dalam buku Daftar Komposisi

Bahan Makanan, yang dicantumkan adalah kadar serat kasar bukan kadar serat

makanan. Tetapi kadar serat kasar dalam suatu makanan dapat dijadikan indeks kadar

serat makanan, karena umumnya didalam serat kasar ditemukan sebanyak 0,2 - 0,5

bagian jumlah serat makanan.

Serat makanan hanya terdapat dalam bahan pangan nabati, dan kadarnya

bervariasi menurut jenis bahan. Kadar serat dalam makanan dapat mengalami

perubahan akibat pengolahan yang dilakukan terhadap bahan asalnya. Sebagai contoh,

padi yang digiling menjadi beras putih mempunyai kadar serat yang lebih rendah

daripada padi yang ditumbuk secara tradisional. Oleh karena itu beberapa waktu yang

lalu muncul dedak padi di pasaran yang dikatakan sebagai obat berbagai macam

penyakit.

Serat dapat berperanan menghalangi penyerapan zat-zat gizi lain seperti lemak,

karbohidrat dan protein. Sehingga apabila makanan mengandung kadar serat yang

rendah maka hampir semua zat-zat gizi tersebut dapat diserap oleh tubuh. Di samping

itu serat makanan dapat mempercepat rasa kenyang. Hal ini disebabkan karena orang

akan mengunyah lebih lama bila dalam makanan terkandung kadar serat yang tinggi,

sehingga sekresi saliva dan cairan gastrik akan lebih banyak dikeluarkan, yang

kemudian kelebihannya akan masuk ke dalam lambung.

Penggolongan serat pangan. Serat pangan dapat digolongkan menjadi serat tidak

larut dan serat larut, yaitu : (Lestiani&Aisyah, 2011)

1. Serat tidak larut (tidak larut air) terdiri dari karbohidrat yang mengandung selulosa,

hemiselulosa dan non karbohidrat yang mengandung lignin. Sumber-sumber selulosa


adalah kulit padi, kacang polong, kubis, apel sedangkan hemiselulosa adalah kulit

padi dan gandum. Sumber-sumber lignin adalah wortel, gandum dan arbei.
2. Sera larut (larut dalam air) terdiri dari pektin, gum, B-glukan dan psylium seed husk

(PSH). Bahan makanan yang kaya akan pectin adalah apel, arbei dan jeruk. Gum

banyak terdapat pada oat meal dan kacang-kacangan.

Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat kasar

(crude fiber). Metode deterjen, metode enzimatis (Joseph, 2002) dan metode Englyst

(Ferguson dan Philip, 1999).

1. Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)

Serat kasar dari lignin dan selulosa, merupakan bahan yang tertinggal setelah

bahan makanan mengalami proses pemanasan dengan asam dan basa kuat selama 30

menit berturut turut dalam prosedur yang dilakukan dalam prosedur yang dilakukan

dilaboratorium (Piliangdan Djojosoebagio, 1996).

a. Metode Deterjen

Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan

Neutral Detergent Fiber (NDF). Kedua metode ini hanya dapat menentukan kadar

total serat yang tak larut dalam larutan deterjen digunakan (Meloan and Pomeranz,

1987).

1) Acid Detergent Fiber (ADF)


ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin. Metode ini

digunakan pada AOAC (Association of Offical Analytical chemist). Prosedurnya

sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB (Cetyl

Trimethyl Amonium Bromida) dan H2SO4 0,5 M (Meloan and Pomeranz, 1987).
2) Neutral Detergent Fiber (NDF)
Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa, hemiselulosa dan

lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap jumlah

kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen-komponen

lainnya (selain selulosa, hemiselulosa dan lignin) pada metode deterjen ini

(Meloan and Pomeranz, 1987).


b. MetodeEnzimatis

Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia.

Metode yang dikembangkan adalah fraksi enzimatis yaitu menggunakan enzim

amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode ini dapat

mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara terpisah (Joseph,

2002). Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin mempunyai aktivitas

lebih yang bias saja merusak komponen serat. Kemudian kemungkinan protein yang

tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai serat (Meloan and Pomeranz,

1987).

IV. Alat dan Bahan


4. 1. Alat
1. Gelas kimia
2. Spatula logam
3. Erlenmeyer
4. Krus
5. Tang krus
6. Loyang
7. Neraca analitik
8. Oven
9. Desikator
10. Cawan buchner
11. Corong
12. Hot plate
13. Gelas ukur
14. Kertas saring
4. 2. Bahan
1. Biskut Oat (Sampel)
2. Asam sulfat 1,25%
3. NaOH 3,25%
4. Etanol 96%
5. Aqua dest
6. K2SO4 10%
V. Prosedur

5gram Sampel
(biskuit Dihidrolisis
oat) dengan H2SO4 1,25%

Filtrat Residu

Dicuci dg Aq dest sampai pH netral


+ NaOH 3,25%

Filtrat Residu

Cuci dg K2SO4 10%


Cuci dengan Aq dest
Saring dengan corong buchner
Saring dengan corong buchner
Cuci dengan etanol 96%

Saring dengan corong buchner

Keringkan di oven pada


suhu 1050C sampai konstan

VI. Hasil pengamatan dan Perhitungan


Berat sampel : 5 gram
Berat krus kosong : 1. 16, 9598 gram
2. 17,4009 gram
3. 16,2943 gram
Berat kertas saring : 1. 1,01929 gram
2. 0,8123 gram
3. 0,7328 gram
Berat krus + kertas saring + residu : 1.

2.

3.

Perhitungan :

% serat kasar : X

100%

Sampel 1 : % serat kasar : X 100%

: X 100%

:1,95 %

Sampel 2 : %serat kasar : X 100%

: 1,76%

Sampel 3 : % serat kasar : X 100%

: X 100%

: 1,73 %
% serat kasar : = 1,813%

VII. Pembahasan
Pada percobaan kali ini yaitu menentukan kadar serat dari makanan dimana yang

diteliti yaitu kadar serat kasar, karena pada daftar buku komposisi makanan yang

dicantumkan merupakan kadar serat kasar bukan kadar serat makanan, tapi dapat

dijadikan sebagai indeks serat makanan karena pada umumnya di dalam serat kasar

terdapat 0,2-0,5 bagian jumlah serat makanan.


Penentuan kadar serat ini dilakukan dengan metode Detergent. Metode

detergent merupakan metode secara gravimetri dimana hanya dapat digunakan untuk

menganalisis serat yang tidak larut saja.


Prinsip dari metode ini yaitu sampel dihidrolisis dengan asam dan basa untuk

memisahkan serat dari bahan lainnya. Bagian yang tertinggal setelah hidrolisis

dikeringkan dan ditimbang sampai bobot konstan terhitung sebagai kadar serat kasar.
Pada perlakuannya cawan krus yang akan digunakan di oven terlebih dahulu

pada suhu 1050C untuk menghilangkan molekul air dan lemak yang menempel pada

krus, sehingga didapat berat konstan cawan, kadar serat yang didapat lebih akurat.

Selanjutnya dilakukan hidrolisis serat untuk memisahkan serat dengan komponen

lainnya yaitu dengan penambahan H2SO4 1,25 % sebanyak 50 ml pada sampel kemudian

didihkan dengan hotplate selama 30 menit. Penggunaan H2SO4 dimaksudkan untuk

karbohidrat sehingga menjadi bentuk monomer-monomernya, protein menjadi asam

amino dan lemak menjadi asam lemak. Selain itu, penggunaan H2SO4 juga dimaksudkan

karena pada sampel terdapat protein yang hanya bisa diputus ikatannya dengan serat
melalui reaksi oksidasi. Proses hidrolisis ini dilakukan dalam keadaan panas, karena

dengan suhu yang tinggi dapat mempercepat proses hidrolisis.

Setelah itu kemudian dicuci dengan aqua dest sampai pH air cucian netral hal ini

dilakukan agar sisa asam yang digunakan hilang dan tidak menggangu pada proses

selanjutnya. Tahap selanjutnya ditambahkan NaOH 3,25 % sebanyak 50 ml kemudian

didihkan dengan hotplate lagi selama 30 menit, kemudian dinginkan kembali.

Penambahan NaOH ini dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak yang tidak

terlarutkan oleh H2SO4 melalui proses penyabunan (reaksi saponifikasi) menghasilkan

garam yang larut dalam air dan gliserol (alkohol). Setelah selesai kemudian disaring

menggunakan corong buchner dengan adanya bantuan vakum. Sebelumnyadigunakan,

pada dasar corong buchner perlu ditambahkan kertas saring whatman yang telah

diketahui beratnya karena pori corong buchner masih memungkinkan terlewati oleh

partikel yang besar, sedangkan dengan adanya kertas whatman yang ukuran porinya

lebih kecil memungkinkan untuk menahan lebih banyak partikel yang tidak larut. Kertas

saring whatman tersebut kemudian dibasahi dengan aquadest sehingga kertas saring

tersebut akan menempel pada corong dan proses penyaringan vakum dapat tercapai

karena tidak ada udara yang masuk sehingga akan mempercepat proses penyaringan.

Proses penyaringan dilakukan dalam keadaan panas karena jika dibiarkan terlalu lama

maka sampel akan mengental kemudian menghambat proses penyaringan.

Pada residu hasil penyaringan dilewatkan K2SO4 untuk menghilangkan mineral-

mineral yang masih tertinggal pada residu menghasilkan garam yang larut dalam air

yang digunakan pada pencucian selanjutnya. Selain itu pada residu juga dilewatkan

etanol untuk melarutkan sisa asam lemak hasil hidrolisis sehingga didapat residu serat
murni. Residu hasil dari hidrolisis di oven dengan tujuan untuk megnghilangkan sisa-

sisa pelarut hingga yang di dapat pada kertas saring hanya serat.

Setelah dilakukan perhitungan kadar serat yang diperoleh adalah 1,813%, hasil ini

lebih besar dari kadar serat maksimum dari biskuit menurut SNI yaitu 0,5%.

VIII. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan penentuan kadar serat dengan sampel biskuit oat

menggunakan metode detergent di dapatkan hasil 1,813%

DAFTAR PUSTAKA

BSN. (1992). Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Jakarta: Badan

Standar Nasional.

Dedi, M. (2011). Serat Pangan. Bandung: Grafindo Mustika


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan

Indonesia

Lubis, Z. (2010). Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press.

Slamet, S. et al. (1996). Prosedur Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:

Penerbit Liberty.

Winarno, zf. G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

LAMPIRAN

Sampel Sampel (serbuk)


Hidrolisis dengan H2SO4 1,25% Hidrolisis dengan NaOH 3,25%

Proses pencuian Penimbangan sampai berat konstan

Tabel Persyaratan Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992

Anda mungkin juga menyukai