Anda di halaman 1dari 38

PENETAPAN KADAR KARBOHIDRAT PADA COOKIES

DENGAN METODE LUFF SCHROOL

TUGAS AKHIR

Oleh:
EVI THERESIA SILABAN
162410030

PROGRAM STUDI DIPLOMA III


ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
iii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat

dan kasih karuania-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang

berjudul “Penetapan Kadar Karbohidrat pada Cookies dengan Metode Luff

Schrool”.

Tujuan penyusunan Tugas Akhir ini sebagai salah satu persyaratan untuk

menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan

Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Tugas Akhir ini disusun

berdasarkan apa yang penulis lakukan pada Praktek Kerja Lapangan (PKL) di

Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan.

Selama penulisan Tugas Akhir ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat

menyelesaikan Tugas Akhir ini sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, penulis

megucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini, yaitu kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara.

2. Bapak Popi Patilaya, S.Si,. M.Sc. Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma

III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Dosen Pembimbing

yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan nasihat dan

bimbingan hingga Tugas Akhir ini selesai.

4. Bapak Alhamra, seluruh staf dan pegawai Baristand Medan.

iv
Universitas Sumatera Utara
5. Teristimewa kepada orang-orang terkasih yang selalu menjadi bagian inspirasi

: Ayahanda E. Silaban dan Ibunda L. Simanjuntak yang senantiasa mendoakan,

memberi semangat dan mendukung penulis dalam keadaan apapun.

6. Sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu ada dalam suka dan duka, yaitu:

Menanti Sianipar, Sonang Mida Rogate, Putri Natalia Simanjuntak, Sabrina

Gracela Simamora, Desy Fransiska Sitanggang, dan Kristin Theresia

Hutagalung, terima kasih buat persahabatan yang terjalin selama ini dan terima

kasih buat segala bantuan semangat dan dukungan yang diberikan dalam

penyelesaian Tugas Akhir ini maupun dalam kuliah selama ini.

7. Teman-teman mahasiswa D3 Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2014

untuk kebersamaan, kerjasama dan kenangan selama 3 tahun masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini kurang dari sempurna.

Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi penyempurnaan Tugas Akhir ini. Semoga Tugas Akhir ini dapat

bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Medan, Mei 2019


Penulis

Evi Theresia Silaban


NIM 162410030

v
Universitas Sumatera Utara
PENETAPAN KADAR KARBOHIDRAT PADA COOKIES DENGAN
METODE LUFF SCHROORL

ABSTRAK

Latar Belakang: Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari
tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga
keras namun masih renyah dimakan. Cookies yang bermutu harus memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan oleh SNI, salah satunya yaitu karbohidrat.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kadar karbohidrat pada
cookies.
Metode: Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cookies. Penetapan
kadar karbohidrat pada cookies dilakukan dengan metode Luff Schrool.
Penetapan kadar karbohidrat pada cookies dilakukan dengan cara ditimbang lebih
kurang 5 g cookies. Ditambahkan 200 ml larutan HCl 3%. Didihkan selama 3 jam
dengan pendingin tegak. Dinginkan dan netralkan dengan NaOH jenuh.
Ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan agak sedikit asam
kemudian dipindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 ml dan terakan hingga garis
tanda, kemudian saring. Dipipet 10 ml saringan ke dalam erlenmeyer 500 ml.
Ditambahkan 25 ml larutan Luff dan beberapa butir batu didih serta 15 ml air
suling. Usahakan agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan
stopwatch). Didihkan terus selama tepat 10 menit kemudian dengan cepat
dinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin ditambahkan 15 ml larutan KI 20%
dan 25 ml H2SO4 25% perlahan-lahan dan Dititrasi dengan larutan tio 0,1 N yang
ditandai dengan terjadinya perubahan warna analit kemudian dihitung nilai
kadarnya berdasarkan ketentuan SNI 01-2891-1992.
Hasil: Hasil penelitian penetapan kadar karbohidrat pada cookies menunjukkan
bahwa kadar cookies A= 37.58%, cookies B= 36.71%, cookies C= 37.28%, dan
cookies D= 38.38%. Hal ini menunjukkan bahwa cookies memenuhi persyaratan
SNI 2973-2011.
Kesimpulan: Kadar karbohidrat pada keempat cookies memenuhi persyaratan
SNI 2973-2011 dengan syarat mutu cookies minimal 7%.

Kata kunci: cookies, karbohidrat, metode Luff Schrool.

vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... iii

KATA PENGANTAR .................................................................................... iv

ABSTRAK ...................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Tujuan ....................................................................................................... 2

1.3 Manfaat ..................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3

2.1 Cookies ...................................................................................................... 3

2.1.1 Pengertian Cookies ................................................................................. 3

2.1.2 Jenis-Jenis Cookies ................................................................................ 4

2.1.3 Bahan Pembuatan Cooikes ..................................................................... 5

2.1.4 Tahapan Pembuatan Cookies ................................................................. 5

2.2 Karbohidrat ................................................................................................ 6

2.3 Penetapan Kadar Karbohidrat ................................................................... 10

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN ........................................................ 13

3.1 Tempat Penelitian ...................................................................................... 13

3.2 Alat ............................................................................................................ 13

3.3 Bahan ......................................................................................................... 13

3.4 Prosedur Percobaan ................................................................................... 14

vii
Universitas Sumatera Utara
3.4.1 Pembuatan Pereaksi .............................................................................. 14

3.5 Cara Kerja Penetapan Kadar Karbohidrat................................................ 15

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 18

4.1 Hasil .......................................................................................................... 18

4.2 Pembahasan ............................................................................................... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 19

5.1. Kesimpulan .............................................................................................. 19

5.2. Saran ......................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20

LAMPIRAN .................................................................................................... 21

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel

2.1.1 Persyaratan Mutu Cookies ..................................................................... 3

4.1. Penetapan Gula Luff-Schroorl ................................................................ 16

5.1 Kadar Karbohidrat pada Cookies...........................................................18

vii

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein

rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun

masih renyah dimakan. Pembuatan cookies menggunakan tepung terigu dengan

kadar protein rendah yaitu 8-9,5%, sehingga dapat dibuat dengan menggunakan

tepung yang mengandung gluten <1%. Syarat mutu Cookies pada Karbohidrat

minimum 7 % (Rosmisari, 2006).

Bahan makanan mengandung nutrisi; komponen-komponen yang

berkontribusi dan dalam beberapa kasus unik justru menyediakan fungsi-fungsi

biokimia dan fisiologis di dalam tubuh. Bahan makanan juga meliputi komponen

non-terserap yang dapat memengaruhi kesehatan dan fungsi usus. Beberapa

senyawa fenolik, seperti tanin dan kelas-kelas polisakarida non-pati ( misalnya

selulosa ) mungkin termasuk dalam kategori ini. Makanan juga dapat mencakup

kontaminan dari jenis tanah yang tidak biasa, atau dari polusi industri. Logam

berat, isotop radioaktif, dan kontaminasi mikroba, semua memiliki potensi efek

negatif bagi kesehatan (Lean, 2006).

Pada umunya produksi pangan di negara-negara sedang berkembang

meningkat dari tahun ke tahun, sekalipun demikian tiap tahun penduduk yang

tidak cukup makan makin besar jumlahnya, lebih-lebih di negara miskin. Dengan

demikian masalah kurang gizi juga bertambah. Perencanaan untuk meningkatkan

pengadaan pangan pada masyarakat yang tinggal di daerah yang jauh maupun

Universitas Sumatera Utara


yang dekat dengan daerah pertanian harus menjadi perhatian serius dalam

pembangunan nasional dalam rangka mencapai kesejahteraan manusia (Agus,

2001).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penetapan kadar karbohidrat pada cookies dengan metode

Luff Schrool adalah untuk mengetahui apakah penetapan kadar karbohidrat pada

cookies sudah memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan dalam Standar

Nasional Indonesia (SNI).

1.3 Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penetapan kadar karbohidrat pada cookies adalah

agar mengetahui bahwa cookies memenuhi persyaratan keasaman madu yang

ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga produk layak

dikonsumsi oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cookies

2.1.1 Pengertian Cookies

Cookies adalah kue kering yang manis dan berukuran kecil. Umumnya,

cookies digolongkan berdasarkan jenis adonan dan jenis busanya. Jenis adonan,

cookies ada yang dapat disemprotkan dan ada yang dapat dicetak (Manley, 2000).

Syarat mutu cookies yang berlaku secara umum di Indonesia yaitu berdasarkan

Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti pada Tabel 2.1 berikut

ini.

Tabel 2.1 Syarat Mutu Cookies

Kriteria Uji Klasifikasi

Kalori (kalori / 100 gram) Air Minimum 400

(%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 7

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat kasar (%) Maksimum 0.5

Logam berbahaya Negatif

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal Normal

SNI 01-2973-1992

Universitas Sumatera Utara


Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi,

renyah dan bila dipatahkan, potongannya bertekstur ruang padat. Syarat mutu

cookies di Indonesia mengacu pada syarat mutu biskuit. Berdasarkan kadar gula,

cookies dibedakan menjadi: kue kering manis (kadar gula 25 – 40 persen), kue

kering biasa (kadar gula 20 persen) dan wafer dimana hanya pengisinya yang

manis (Manley, 2000).

2.1.2 Jenis-Jenis Cookies

Cookies sebagai makanan kecil atau makanan selingan adalah makanan

yang biasa menemani minum teh, kopi atau minuman dingin oleh masyarakat.

Kira-kira satu kali makan jajan, seseorang cukup 1-2 potong yang mengandung

150-200 kalori. Disebut makanan selingan karena dihidangkan di antara dua

makan utama, yaitu makan pagi dan makan siang atau makan siang dan makan

malam (Tarwotjo, 1998).

Cookies berfungsi sebagai makanan yang dapat mempertahankan kondisi

tubuh agar tidak menurunkan daya kerja. Jadi dengan memberikan makanan

selingan, tubuh tidak kekurangan kalori sampai waktunya makan utama tiba.

Badan tetap segar dan aktif, tidak lemah. Sebaiknya makanan selingan dibuat

sedemikian rupa sehingga tidak hanya mengandung karbohidrat saja, tetapi juga

mengandung zat protein dan vitamin (Tarwotjo, 1998).

Menurut Tarwotjo (1998), makanan selingan terbagi atas dua yaitu

makanan kecil dengan rasa manis dan makanan kecil dengan rasa asin. Makanan

kecil dengan rasa manis digolongkan menjadi dua yaitu makanan kecil basah dan

kering, sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


1. Kue basah manis, yang termasuk kue basah manis, antara lain: aneka bubur,

aneka kolak, aneka jajan yang dikukus dan jajan yang direbus.

2. Kue kering manis, yang termasuk kue kering manis antara lain: aneka gorengan

dan aneka kue yang dipanggang baik dalam cetakan ataupun tanpa cetakan

(Almatsier,2001).

2.1.3 Bahan Pembuatan Cookies

Menurut Sultan (1983), bahan-bahan utama dalam pembuatan cookies

adalah gula, lemak, telur dan tepung. Menurut kutipan oleh Matz (1978), bahan

pembentuk cookies dibagi dalam dua golongan yaitu bahan pengikat dan bahan

pelembut. Bahan pengikat antara lain: tepung, air, susu, telur terutama putih telur,

dan produk-produk bahan coklat. Bahan pelembut antara lain: gula, shortening

(mentega), leavening agent (pengembang), dan kuning telur. Pembuatan Cookies

dilakukan melalui beberapa tahapan proses yaitu: persiapan bahan, pencampuran,

pencetakan adonan, dan pemanggangan (Matz, 1978).

Menurut Whiteley (1971), pencampuran bertujuan untuk memperoleh

adonan homogen. Faktor yang harus diperhatikan pada pencampuran antara lain:

jumlah adonan, lama waktu pencampuran adonan, dan kecepatan alat pengaduk

atau mixer yang dipergunakan. Waktu pengadukan yang optimum adalah waktu

dimana sudah terjadi kondisi pengembangan gluten dan pencampuran lemak

secara menyeluruh dalam adonan hingga pada terbentuk flavor, volume dan

tekstur adonan yang baik. Ukuran merupakan faktor yang harus diperhatikan

keseragamannya dalam pencetakan adonan yang dimasukkan ke dalam oven pada

setiap pemanggangan ( Whiteley, 1971).

Universitas Sumatera Utara


Cookies yang berukuran lebih kecil cenderung akan berwarna lebih

cokelat. Untuk mencegah lengket pada loyang, digunakan polesan sedikit lemak

atau melapisi loyang dengan kertas roti. Proses pemanggangan berpengaruh

terhadap hasil. Faktor yang diperhatikan adalah: suhu dan lama pemanggangan.

Menurut Muktar (1982), pemanggangan dapat dilakukan dalam oven bersuhu

antara 180oC – 250oC selama 16 – 20 menit. Oven tidak boleh terlalu panas ketika

adonan yang telah dicetak dimasukkan karena dapat menyebabkan bagian luar

cookies terlalu cepat matang sehingga pengembangan terhambat dan permukaan

cookies retak (Lean,2013).

2.1.4 Tahapan Pembuatan Cookies

Menurut Whitely (1971), ada dua metode dasar dalam pembuatan adonan

cookies, yaitu metode krim (creaming method) dan metode all-in. metode krim

merupakan metode pencampuran secara berturut-turut antara lemak dan gula,

kemudian ditambah pewarna dan essens, lalu penambahan susu. Metode all-in

merupakan metode dimana semua bahan dicampur secara langsung bersama

tepung. Proses pencampuran dilakukan hingga adonan mengembang (Lean,2013).

2.2 Karbohidrat

Karbohidrat yaitu senyawa organik terdiri dari unsur karbon, hidrogen, dan

oksigen. Terdiri atas unsur C, H, O dengan perbandingan 1 atom C, 2 atom H, 1

atom O. karbohidrat banyak terdapat pada tumbuhan dan binatang yang berperan

struktural & metabolik. sedangkan pada tumbuhan untuk sintesis CO2 + H2O

yang akan menghasilkan amilum/selulosa, melalui proses fotosintesis, sedangkan

Binatang tidak dapat menghasilkan karbohidrat sehingga tergantung tumbuhan.

karbohidrat merupakan sumber energi dan cadangan energi, yang melalui proses

Universitas Sumatera Utara


metabolisme. Selain sebagai sumber energi, karbohidrat juga berfungsi sebagai

cadangan makanan, pemberi rasa manis pada makanan, membantu pengeluaran

feses dengan cara mengatur peristaltik usus, penghemat protein karena bila

karbohidrat makanan terpenuhi, protein terutama akan digunakan sebagai zat

pembangun. Karbohidrat juga berfungsi sebagai pengatur metabolisme lemak

karena karbohidrat mampu mencegah oksidasi lemak yang tidak sempurna

(Irawan,2007).

Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon,

hidrogen dan oksigen. Sebagai salah satu jenis zat gizi, fungsiutama karbohidrat

adalah penghasil energi didalam tubuh. Tiap 1 gram karbohidrat yangdikonsumsi

akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal dan energi hasil proses oksidasi

(pembakaran) karbohidrat ini kemudianakan digunakan oleh tubuhuntuk

menjalankan berbagai fungsi-fungsinya sepertibernafas, kontraksi jantung dan

otot serta juga untuk menjalankan berbagai aktivitas fisik seperti berolahraga atau

bekerja (Irawan, 2007).

1. Monosakarida

Monosakarida merupakan jenis karbohidrat sederhana yang terdiri dari 1

gugus cincin. Contoh dari monosakarida yang banyak terdapat di dalam sel tubuh

manusia adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa. Di alam, glukosa banyak

terkandung di dalam buah-buahan, sayuran dan juga sirup jagung. Fruktosa

dikenal juga sebagai gula buah dan merupakan gula dengan rasa yang paling

manis. Di alam fruktosa banyak terkandung di dalam madu (bersama dengan

glukosa), dan juga terkandung di berbagai macam buah-buahan. Sedangkan

galaktosa merupakan karbohidrat hasil proses pencernaan laktosa sehingga tidak

Universitas Sumatera Utara


terdapat di alam secara bebas. Selain sebagai molekul tunggal,monosakarida juga

akan berfungsi sebagai molekul dasar bagi pembentukan senyawa karbohidrat

kompleks pati (starch) atau selulosa (Budiman, 2009).

Glukosa merupakan suatu aldoheksosa, disebut juga dekstrosa karena

memutar bidang polarisasi ke kanan. Glukosa merupakan komponen utama gula

darah, menyusun 0,065-0,11% darah kita. Glukosa dapat terbentuk dari hidrolisis

pati, glikogen, dan maltosa. Glukosa dapat dioksidasi oleh zat pengoksidasi

lembut seperti pereaksi Tollens sehingga sering disebut sebagai gula pereduksi

(Budiman, 2009).

Galaktosa merupakan suatu aldoheksosa. Monosakarida ini jarang terdapat

bebas di alam. Umumnya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu

gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis jika

dibandingkan dengan glukosa dan kurang larut dalam air. Seperti halnya glukosa,

galaktosa juga merupakan gula pereduksi (Budiman, 2009).

Fruktosa adalah suatu heksulosa, disebut juga levulosa karena memutar

bidang polarisasi ke kiri. Merupakan satu-satunya heksulosa yang terdapat di

alam. Fruktosa merupakan gula termanis, terdapat dalam madu dan buah-buahan

bersama glukosa. Fruktosa dapat terbentuk dari hidrolisis suatu disakarida yang

disebut sukrosa danfruktosa adalah salah satugula pereduksi (Budiman, 2009).

2. Disakarida

Disakarida merupakan jenis karbohidrat yang banyak dikonsumsi oleh

manusia di dalam kehidupan sehari-hari. Setiap molekul disakarida akan terbentuk

dari gabungan 2 molekul monosakarida. Contoh disakarida yang umum digunakan

dalam konsumsi sehari-hari adalah sukrosa yang terbentuk dari gabungan 1

Universitas Sumatera Utara


molekul glukosa dan fruktosa dan juga laktosa yang terbentuk dari gabungan 1

molekul glukosa & galaktosa (Budiman, 2009).

Maltosa adalah suatu disakarida dan merupakan hasil dari hidrolisis parsial

tepung (amilum). Maltosa tersusun dari molekul α-D-glukosa dan β-D-glukosa.

Struktur maltose dari struktur maltosa, terlihat bahwa gugus -O- sebagai

penghubung antarunit yaitu menghubungkan C 1 dari α-D-glukosa dengan C 4

dari β-D-glukosa. Konfigurasi ikatan glikosida pada maltosa selalu α karena

maltosa terhidrolisis oleh α-glukosidase. Sukrosa tersusun oleh molekul glukosa

dan fruktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,2 –α. Akibatnya, sukrosa dalam air

tidak berada dalam kesetimbangan dengan bentuk aldehid atau keton sehingga

sukrosa tidak dapat dioksidasi. Sukrosa bukan merupakan gula pereduksi

(Irawan,2007).

3. Oligosakarida

Oligosakarida adalah karbohidrat dengan 3 sampai 10 unit monosakarida.

Contohnya rafinosa trisakarida (Gal-Glc-Fuc) dan stasiosa tetrasakarida (Gal-Gal-

Glc-Fuc), keduanya terdapat dalam biji-bijian. Karena tidak dapat dicerna di

dalam usus halus, keduanya menyediakan substrat untuk fermentasi bakteri di

usus besar dan khususnya pembentukan gas (gas lambung). Sifatnya yang

terpenting adalah keunikan untuk merangsang secara selektif pertumbuhan

bifidobakteri sembari menekan pertumbuhan bakteri lain seperti Clostridium

perfringens (Irawan,2007).

4. Polisakarida

Karbohidrat kompleks merupakan karbohidrat yang terbentuk oleh hampir

lebih dari 20.000 unit molekul monosakarisa terutama glukosa. Karbohidrat

Universitas Sumatera Utara


kompleks juga disebut polisakarida dandalam ilmu gizi, jenis karbohidrat

kompleks yang menjadisumber utama bahan makanan yang umum dikonsumsi

oleh manusia adalah pati (starch). Polisakarida merupakan polimer monosakarida,

mengandung banyak satuan monosakarida yang dihubungkan oleh ikatan

glikosida. Hidrolisis lengkap dari polisakarida akan menghasilkan monosakarida

(Irawan,2007).

2.3 Penetapan Kadar Karbohidrat

1. Metode Luff Schoorl

Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN dalam SNI 01-2891-1992

yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan metode Luff Schoorl. Pada

tahun 1936, International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis

mempertimbangkan metode Luff Schoorl sebagai salah satu metode yang

digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi karena metode Luff

Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau Jawa. Seluruh

senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana

10

Universitas Sumatera Utara


(monosakarida) dengan bantuan asam, yaitu HCl, dan panas. Monosakarida yang

terbentuk kemudian dianalisis dengan metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis

dengan metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh monosakarida.

Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi
+
bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu ² yang tidak tereduksi

kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).

Reaksi yang terjadi :

− Cu2O + HNO3 Cu(NO3)2 + H2O

− Cu(NO3)2 + KI I2 + KNO3 + CuNO3

Sborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat

diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan bobot

molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi. Kemampuan mereduksi

dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai landasan dalam mengkuantitasi

gula sederhana yang terbentuk. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah

waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam

analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat

empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang

reprodusibel dan akurat (Sediaoetama, 2008).

Pereaksi yang digunakan dalam metode Luff-Schoorl adalah CH3COOH 3%,

Luff Schoorl, KI 20%, Na2S2O3 0,1 N, NaOH 30%, H2SO4 25%, dan HCl 3%.

HCl digunakan untuk menghidrolisis pati menjadi monosakarida, yang akan

bereaksi dengan larutan uji Luff Schoorl dengan mereduksi ion Cu 2+ menjadi ion

Cu+. Setelah proses hidrolisis selesai dilakukan, maka akan ditambahkan NaOH,

yang berfungsi untuk menetralkan larutan sampel ditambahkan HCl. Asam asetat

11

Universitas Sumatera Utara


digunakan setelah proses penetralan dengan NaOH dengan maksud untuk

menciptakan suasana yang sedikit asam. Dalam metode Luff-Schoorl, pH harus

diperhatikan dengan cermat (Matz, 1978).

Apabila pH terlalu tinggi, maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah dari

pada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu

terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis). H2SO4 ditambahkan

untuk mengikat ion tembaga yang terbentuk dari hasil reduksi monosakarida

dengan pereaksi Luff-Schoorl, kemudian membentuk CuSO4. KI akan bereaksi

dengan tembaga sulfat membentuk buih coklat kehitaman. Langkah terakhir yang

dilakukan dalam metode Luff Schoorl adalah titrasi dengan natrium tiosulfat

(Matz, 1978).

2. Metode Lane-Eynon

Prinsip Metode ini didasarkan atas pengukuran volume larutan gula

pereduksi standar yang dibutuhkan untuk mereduksi pereaksi tembaga basa yang

diketahui volumenya. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang

warnanya akan hilang, karena kelebihan gula pereduksi di atas jumlah yang

dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga (Manley,2000).

3. Metode Enzimatis

Prinsip metode ini adalah sampel diekstrak dengan dimetilsulfoksida dan

asam sehingga pati terdegradasi. Pati yang sudah terdegradasi kemudian

dihidrolisa oleh enzim amiloglukosidase sehingga terbentuk gula-gula. Gula yang

terbentuk dapat ditetapkan jumlahnya dengan salah satu metode penetapan total

gula (Manley,2000).

12

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Tempat Pelaksanaan

Penetapan Kadar Karbohidrat pada Cookies dilakukan di Balai Riset dan

Standarisasi Industri Medan yang beralamat di jalan Sisimangaraja No.24 Pasar

Merah Medan, waktu percobaan dilakukan Maret 2019.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah batang pengaduk, beaker glass 500 ml

(Pyrex), bola pipet, botol semprot, buret, corong kaca, eksikator, erlenmeyer 250;

500 ml (Pyerx), gelas ukur 100 ml (Pyrex), kertas saring Whatman No.1, klem,

labu Kjeldahl 100 ml, labu ukur 100 ml; 50 ml (Pyrex), magnetik bar, neraca

analitik, pemanas listrik, penangas air, pendingin tegak, pipet tetes, pipet volume

25 ml; 10 ml; 1 ml (Pyrex), pipet ukur 10 ml (Pyrex), rak tabung, statif,

stopwatch, tissue.

3.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, aquadest asam, alkohol

95%, C6H8O7, CH3COOH 3%, CuSO4 5H2O, H3BO3 4%, HCl 3%, HCl 0,01 N,

H2SO4 25%, H2SO4 (p), larutan CuSO4.5H2O, larutan kanji 0,5%, larutan standar

NaBH4, larutan standar HCl 5M, larutan standar K, Pb, Cu, Cd, Sn, Fe, Zn, Mn,

Co, Ba, Na, Ni, indikator campuran metil red dan , KI 20%, Na 2CO3 anhidrat,

NaOH 30%, NaOH jenuh, NaOH 1 N, Na2S2O3 0,1 N.

13

Universitas Sumatera Utara


3.4 Prosedur Percobaan

3.4.1 Pembuatan Pereaksi

1. Pembuatan Pereaksi HCl 3% (Ditjen POM, 1979)

Dipipet 74,23 ml HCl p.a..Dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah

berisi sedikit air kemudian dilarutkan dengan air sebanyak 750 ml. Diaduk dan

homogenkan.

2. Pembuatan Pereaksi CH3COOH 3% (Ditjen POM, 1979)

Dilarutkan 30 ml CH3COOH glacial dengan air sampai 100 ml.

3. Pembuatan Pereaksi KI 20% (SNI 3451-2011)

Ditimbang 20 g KI p.a. ke dalam labu ukur 100 ml. Diencerkan dengan air

suling sampai garis tanda.

4. Pembuatan Pereaksi H2SO4 25% (SNI 3451-2011)

Dilarutkan 138 ml H2SO4 98% (p) dalam 745 ml air suling

5. Pembuatan Pereaksi Na2S2O7 0,1 N (SNI 3451-2011)

Dilarutkan 248 g Na2S2O7 1 N dengan air suling bebas CO2 (yang sudah

didihkan terlebih dahulu) hingga 1 L. Distandardisasi Na 2S2O7 0,1 N.

6. Pembuatan Pereaksi Luff-Schoorl (SNI 01-2891-1992)

Dilarutkan 143,8 g Na2CO3 anhidrat dalam kira-kira 300 ml air suling.

Sambil diaduk, tambahkan 50 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 50 ml air

suling. Ditambahkan 25 g CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dengan 100 ml air

suling. Dipindahkan larutan tersebut ke dalam labu 1 liter. Ditepatkan sampai

garis tanda garis dengan air suling dan kocok. Dibiarkan semalam dan saring bila

perlu.

14

Universitas Sumatera Utara


3.5 Cara Kerja Penetapan Kadar Karbohidrat (SNI 01-2891-1992)

Ditimbang seksama lebih kurang 5 g cookies ke dalam erlenmeyer 500 ml.

Ditambahkan 200 ml larutan HCl 3%. Didihkan selama 3 jam dengan pendingin

tegak. Dinginkan dan netralkan dengan NaOH jenuh (dengan indikator universal).

Ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar suasana larutan agak sedikit asam

kemudian dipindahkan isinya ke dalam labu ukur 500 ml dan terakan hingga garis

tanda, kemudian saring. Dipipet 10 ml saringan ke dalam erlenmeyer 500 ml.

Ditambahkan 25 ml larutan Luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih

serta 15 ml air suling. Dipanaskan campuran dengan nyala yang tetap. Usahakan

agar larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stopwatch). Didihkan

terus selama tepat 10 menit (dihitung dari saat mulai mendidih dan gunakan

stopwatch) kemudian dengan cepat dinginkan dalam bak berisi es. Setelah dingin,

tambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 25% perlahan-lahan. Titar

secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan petunjuk larutan kanji 0,5%),

lakukan penetapan blanko.

Perhitungan:

(Blanko-pentiter) x N tio x 10, setara dengan terusi yang terelusi. Kemudian

dilihat dalam daftar Luff-Schoorl berapa mg gula yang terkandung untuk ml tio

yang dipergunakan.

1 P
Kadar glukosa

Dimana:

Kadar karbohidrat = 0,90 x kadar glukosa

W = bobot sampel, dalam mg

15

Universitas Sumatera Utara


W1 = glukosa yang terkandung untuk ml tio yang dipergunakan, dalam mg,

(dapat dilihat dari daftar tabel penetapan gula Luff-Schoorl)

FP = faktor pengenceran

Hasil titrasi yang diperoleh dirujuk ke tabel penetapan gula Luff-Schoorl. Daftar

tabel penetapan gula Luff-Schoorl dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Daftar Tabel Penetapan Gula Luff-Schoorl

Glukosa, Fruktosa
Na2S2O3 0,1 N Laktosa Maltosa
Gula Inversi
ml mg mg
Mg
1 2,4 3,6 3,9
2 4,8 7,3 7,8
3 7,2 11,0 11,7
4 9,7 14,7 15,6
5 12,2 18,4 19,6
6 14,7 22,1 23,5
7 17,2 25,8 25,5
8 19,8 29,5 31,5
9 22,4 33,2 35,5
10 25,0 37,0 39,5
11 27,6 40,8 43,5
12 30,3 44,6 47,5
13 33,0 48,6 51,6
14 35,7 52,2 55,7
15 38,5 56,0 59,8
16 41,3 59,9 63,9
17 44,2 63,8 68,0
18 47,1 67,7 72,2
19 50,0 71,1 76,5
20 53,0 75,1 80,9

16

Universitas Sumatera Utara


21 56,0 79,8 85,4
22 59,1 83,9 90,0
23 62,2 88,0 94,6
Sumber: SNI 01-2891-1992

17

Universitas Sumatera Utara


BAB lV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Hasil penetapan kadar karbohidrat yang dilakukan pada sampel cookies

dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Kadar Karbohidrat Pada Cookies

Kadar karbohirat
No Sampel
(%)
0120 37.58
0121 36.71
0122 37.28
0123 38.38

4.2 Pembahasan

Berdasarkan lampiran 2 dapat dilihat kadar karbohidrat pada keempat

cookies masing-masing sebesar 37.58%, 36.71%, 37.28%, dan 38.38%. Hal ini

menunjukkan bahwa cookies memenuhi persyaratan SNI 2973-2011 yaitu

minimal 30%.

Dalam pengujian karbohidrat dengan metode Luff-Schroorl ini pH larutan

harus diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan

menyebabkan hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi

reaksi oksidasi ion iodide menjadi I2. Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu

basa), maka hasil titrasi akan menjadi lebih rendah dari pada sebenarnya, karena

pada pH tinggi akan terjadi resiko kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang

terbentuk dengan air (hidrolisis).

18

Universitas Sumatera Utara


Kadar amilosa yang tinggi pada bahan mampu meeningkatkan kerenyahan

dari biscuit yang dihasilkan karena amilosa dalam bahan akan membentuk ikatan

hydrogen dengan air dalam jumlah yang lebih banyak. Dengan demikian, saat

proses pemanggangan, air akan menguap dan meninggalkan ruang kosong dalam

bahan dan menjadikan biscuit menjadi lebih renyah (Lestari, dkk, 2018).

19

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Syarat mutu SNI pada Karbohidrat adalah minimum 7% dan Kadar

karbohidrat pada keempat cookies memenuhi persyaratan SNI 2973-2011 masing-

masing sebesar 37.58%, 36.71%, 37.28%, dan 38.38%.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan uji parameter

lainnya menurut persyaratan mutu SNI pada cookies

20

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.

Badan Standarisasi Nasional. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-
1992. Jakarta: Dewan Standardisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. Cookies. SNI 01-2973-1992. Jakarta: Dewan


Standardisasi Nasional.

Badan Standarisasi Nasional. Tapioka. SNI 3451:2011. Jakarta: Dewan


Standardisasi Nasional.

Budianto, A. K. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Malang: UMM Press.

Budiman, A. K. (2009). Protein dan Asam Amino. Medan: USU Press.

Girindra, Aisjah. (1986). Biokimia 1. Jakarta: Gramedia.

Irawan, M. A. (2007). Karbohidrat. Jakarta: Polton Sports Sience & Perfomance


Lab.

Lean, Michael. (2013). Food Science, Nutrition & Health. Yogyakarta: Celeban
Timur UH III.

Manley, D. (2000). Technology of Biscuits, Crackers and Cookies. Third


Edition. England: Woodhead Publishing Limited.
nd
Matz, S.A. (1978). Cookies and Crackers Technology (2 ed). Connecticut: The
AVI Publishing Westport.

Montgomery, Rex. ( 1993). Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi-Kasus.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ngili, Yohanis. (2017). Metabolisme dan Bioenergitika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sediaoetama, A. D. (2008). Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1.


Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.

Tarwotjo, C. S. (1998). Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo.


Whiteley, P. R. (1971). Biscuit Manufacture: Fundamentals of In-Line Production
London: Applied Science Publishers Ltd.

21

Universitas Sumatera Utara


LAMPIRAN

Lampiran 1. Penetapan Kadar Karbohidrat Pada Cookies

22

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Data Hasil Penetapan Kadar Karbohidrat Pada Cookies

1 P
Kadar glukosa

Dimana:

Kadar karbohidrat = 0,90 x kadar glukosa

W = bobot sampel, dalam mg

W1 = glukosa yang terkandung untuk ml tio yang dipergunakan, dalam

mg, dapat dilihat dari daftar tabel penetapan gula Luff-Schoorl

FP = faktor pengenceran

Contoh perhitungan

Bobot sampel = 5,1700 g = 5170 mg

Vblanko = 22,9 ml

Vtitrasi = 7,45 ml

NNa2S2O3 = 0,1074 N

ml Na2S2O3 = (Vblanko - Vtitrasi) x Normalitas


0,1
= 22,9 – 7,45 x 0,1074
0,1

= 16,5933

Dari Tabel 4.1 Penetapan Gula Luff-Schoorl

Glukosa = 41,3 + 0,5933 (44,2 - 41,3) = 43,0206 mg

1 P
Kadar glukosa ,

= 37,45 %

23

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Lanjutan

Data hasil penetapan kadar karbohidrat pada cookies


Berat Volume ml tio Kadar
No Faktor
Contoh titrasi yang Glukosa karbohirat
Sampel Pengenceran
(g) (ml) digunakan (%)
0120-1 5,1700 50 7,45 16,5933 43,0206 37,45
0120-2 4,7481 50 8,50 15,4656 39,8037 37,72
Rata-Rata 37,58
0121-1 4,9960 50 8,10 15,8952 41,0066 36,94
0121-2 4,5378 50 9,50 14,3916 36,7965 36,49
Rata-Rata 36,71
0122-1 4,7174 50 8,70 15,2508 39,2022 37,40
0122-2 5,0593 50 7,85 16,1637 41,7747 37,16
Rata-Rata 37,28
0123-1 4,9523 50 7,80 16,2174 41,9305 38,10
0123-2 4,9898 50 7,50 16,5396 42,8648 38,66
Rata-Rata 38,38

24

Universitas Sumatera Utara


vii

Universitas Sumatera Utara


vii

Universitas Sumatera Utara


vii

Universitas Sumatera Utara


vii

Universitas Sumatera Utara


vii

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai