Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA ZAT GIZI


KADAR SERAT

Disusun Oleh :

Devina Aulia

201902011

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Keluarga


Bekasi
2020/2021
A. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk menentukan serat kasar dalam sampel produk.

B. Dasar Teori

untuk menghidrolisis
komponen-komponen pangan
dibandingkan dengan enzim-
enzim pencernaan (Muchtadi,
2001)
Serat kasar merupakan residu
atau sisa dari makanan atau
bahan pertanian
setelah diberi perlakuan
dengan asam atau pun alkali
mendidih. Senyawa yang
terkandung dalam serat kasar
adalah selulosa, lignin, pectin,
serta zat lain yang
belum dapat diidentifikasi
secara pasti (Ranggana, 2000).
Serat makanan berbeda
dengan serat kasar. Serat kasar
sendiri adalah bagian dari
pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh bahan – bahan
kimia yang digunakan untuk
menentukan kadar
serat kasar yakni asam sulfat
dan natrium hidroksida.
Sedangkan , serat makanan
merupakan bagian dari
pangan yang dapat
dihidrolisis (Samsudin,
2012).
Komponen dari serat kasar ini
tidak mempunyai nilai gizi,
tetapi sangat penting
untuk memudahkan proses
pencernaan di dalam tubuh
(Hermayati, dkk., 2006).
Analisa penentuan serat kasar
diperhitungkan banyaknya zat-
zat yang tidak
larut dalam asam encer
ataupun basa encer dengan
kondisi tertentu. Piliang dan
Djojosoebagio (2002),
mengemukakan bahwa yang
dimaksudkan dengan serat
kasar ialah sisa bahan
makanan yang telah
mengalami proses pemanasan
dengan
asam kuat dan basa kuat
selama 30 menit yang
dilakukan di laboratorium.
Proses
tersebut dapat merusak
beberapa macam serat
yang tidak dapat dicerna
oleh
manusia.
Serat kasar sangat penting
dalam penilaian kualitas bahan
makanan karena
angka ini merupakan indeks
dan penentukan nilai gizi
bahan pangan. Kandungan
serat dalam makanan juga
dapat digunakan untuk
mengevaluasi suatu proses
pengolahan misalnya proses
penggilingan dan pemisahan
antara kulit dan
kotiledon. Selain itu serat
dapat dipakai untuk
menentukan kemurnian bahan
dan
efisiensi suatu proses makanan
tersebut (Sudarmadji dkk,
2010).
Pengujian serat kasar
terdiri dari tahap pelarutan
dengan asam dan
pelarutan dengan basa.
Proses ini disebut proses
digesti dan dilakukan
dalam
keadaan tertutup pada suhu
panas. Setelah proses digesti
dengan asam dan basa,
serat harus segera disaring
dalam keadaan panas untuk
mencegah kerusakan lebih
lanjut oleh larutan kimia.
Tujuan praktikum ini adalah
menentukan kadar serat
kasar dalam bahan pangan

untuk menghidrolisis
komponen-komponen pangan
dibandingkan dengan enzim-
enzim pencernaan (Muchtadi,
2001)
Serat kasar merupakan residu
atau sisa dari makanan atau
bahan pertanian
setelah diberi perlakuan
dengan asam atau pun alkali
mendidih. Senyawa yang
terkandung dalam serat kasar
adalah selulosa, lignin, pectin,
serta zat lain yang
belum dapat diidentifikasi
secara pasti (Ranggana, 2000).
Serat makanan berbeda
dengan serat kasar. Serat kasar
sendiri adalah bagian dari
pangan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh bahan – bahan
kimia yang digunakan untuk
menentukan kadar
serat kasar yakni asam sulfat
dan natrium hidroksida.
Sedangkan , serat makanan
merupakan bagian dari
pangan yang dapat
dihidrolisis (Samsudin,
2012).
Komponen dari serat kasar ini
tidak mempunyai nilai gizi,
tetapi sangat penting
untuk memudahkan proses
pencernaan di dalam tubuh
(Hermayati, dkk., 2006).
Analisa penentuan serat kasar
diperhitungkan banyaknya zat-
zat yang tidak
larut dalam asam encer
ataupun basa encer dengan
kondisi tertentu. Piliang dan
Djojosoebagio (2002),
mengemukakan bahwa yang
dimaksudkan dengan serat
kasar ialah sisa bahan
makanan yang telah
mengalami proses pemanasan
dengan
asam kuat dan basa kuat
selama 30 menit yang
dilakukan di laboratorium.
Proses
tersebut dapat merusak
beberapa macam serat
yang tidak dapat dicerna
oleh
manusia.
Serat kasar sangat penting
dalam penilaian kualitas bahan
makanan karena
angka ini merupakan indeks
dan penentukan nilai gizi
bahan pangan. Kandungan
serat dalam makanan juga
dapat digunakan untuk
mengevaluasi suatu proses
pengolahan misalnya proses
penggilingan dan pemisahan
antara kulit dan
kotiledon. Selain itu serat
dapat dipakai untuk
menentukan kemurnian bahan
dan
efisiensi suatu proses makanan
tersebut (Sudarmadji dkk,
2010).
Pengujian serat kasar
terdiri dari tahap pelarutan
dengan asam dan
pelarutan dengan basa.
Proses ini disebut proses
digesti dan dilakukan
dalam
keadaan tertutup pada suhu
panas. Setelah proses digesti
dengan asam dan basa,
serat harus segera disaring
dalam keadaan panas untuk
mencegah kerusakan lebih
lanjut oleh larutan kimia.
Tujuan praktikum ini adalah
menentukan kadar serat
kasar dalam bahan pangan
Serat adalah komponen non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat
makanan(dietry fiber) dan serat kasar (crude fiber). Serat membantu mempercepat
sisamakanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan (Piliang, 2002).
Seratmakanan (dietry fiber) adalah serat yang memiliki efek fisiologis.
MenurutWinarno (1997) kira-kira hanya sekitar sepertlima sampai setengah dari
seluruhserat yang benar-benar yang berfungsi sebagai dietary fiber. Kadar serat
kasarnilainya lebih rendah dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena
bahankimia seperti asam kuat dan basa kuat mernpunyai kernampuan yang lebih
besar untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan dengan
enzim-enzim pencernaan (Muchtadi, 2001)
Serat kasar merupakan residu atau sisa dari makanan atau bahan
pertaniansetelah diberi perlakuan dengan asam atau pun alkali mendidih. Senyawa
yangterkandung dalam serat kasar adalah selulosa, lignin, pectin, serta zat lain
yangbelum dapat diidentifikasi secara pasti (Ranggana, 2000). Serat makanan
berbedadengan serat kasar. Serat kasar sendiri adalah bagian dari pangan yang tidak
dapatdihidrolisis oleh bahan – bahan kimia yang digunakan untuk menentukan
kadarserat kasar yakni asam sulfat dan natrium hidroksida. Sedangkan , serat
makananmerupakan bagian dari pangan yang dapat dihidrolisis (Samsudin,
2012).Komponen dari serat kasar ini tidak mempunyai nilai gizi, tetapi sangat
pentinguntuk memudahkan proses pencernaan di dalam tubuh (Hermayati, dkk.,
2006).
Analisa penentuan serat kasar diperhitungkan banyaknya zat-zat yang
tidaklarut dalam asam encer ataupun basa encer dengan kondisi tertentu. Piliang dan
Djojosoebagio (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan
seratkasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami proses pemanasan
denganasam kuat dan basa kuat selama 30 menit yang dilakukan di laboratorium.
Prosestersebut dapat merusak beberapa macam serat yang tidak dapat
dicerna oleh manusia.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan
karenaangka ini merupakan indeks dan penentukan nilai gizi bahan pangan.
Kandunganserat dalam makanan juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
suatu prosespengolahan misalnya proses penggilingan dan pemisahan antara
kulit dankotiledon. Selain itu serat dapat dipakai untuk menentukan kemurnian
bahan danefisiensi suatu proses makanan tersebut (Sudarmadji dkk, 2010).
Pengujian serat kasar terdiri dari tahap pelarutan dengan asam
danpelarutan dengan basa. Proses ini disebut proses digesti dan dilakukan
dalamkeadaan tertutup pada suhu panas. Setelah proses digesti dengan asam dan
basa,serat harus segera disaring dalam keadaan panas untuk mencegah kerusakan
lebihlanjut oleh larutan kimia. Tujuan praktikum ini adalah menentukan kadar
seratkasar dalam bahan pangan

C. Alat dan Bahan

Alat : Bahan :

1. Erlenmeyer 1. Larutan NaOH


2. Gelas Ukur 2. Larutan H2SO4
3. Kondesor 3. Pelarut n-heksan
4. Corong 4. Larutan Etanol
5. Pompa Vakum 5. Pepaya
6. Oven 6. Oat
7. Alat Pemanas
8. Klem dan Statif
9. Gelas Kimia
10. Timbangan Analitik
11. Labu Didih
12. Kaca Arloji
13. Kertas Lakmus
14. Kertas Saring
D. Metode Kerja

1. Menimbang sampel 10 gr

2. Untuk membuat larutan menimbang NaOH 16,25 gram dilarutkan dan masukkan
kedalam labu

3. Masukkan sampel pada erlenmeyer

4. Rendam sampel dengan pelarut n-heksan ( pastikan sampel harus terendam ), lalu
putar putar erlenmeyer , dan tunggu 5-10 menit ( dilakukan 2-3 kali pemutaran )

5. Menuang larutan n-heksan setelah proses perendaman ke dalam gelas kimia

6. Menambahkan larutan H2SO4 50 ml ke dalam gelas ukur

7. Melakukan proses ekstraksi (suhu 105℃) dan erlemeyer diletakkan diatas hot plate
yang terdapat pendingin dan pompa

8. Menambahkan NaOH 50 ml ke dalam erlenmayer

9. Melakukan proses digustion sesuai waktu yang ditentukan

10. Setelah 60 menit larutan diangkat dari hot plate

11. Menyiapkan erlenmeyer kosong yang telah diberi corong dan kertas saring lalu saring
hasil ekstraksi (larutan dari hot plate)

12. Lalu dicuci dengan larutan H2SO4 panas, dicuci dengan air panas, dan dicuci dengan
etanol

13. Kertas saring diangkat dari corong lalu ditimbang

14. Kemudian memasukkan ke oven dengan suhu 105℃ selama 30 menit sampai
didapatkan berat konstan.
E. Hasil dan Pembahasan

Hasil

a. W 2 = Berat residu dan kertas saring yang sudah dikeringkan


b. W 1= Berat kertas saring
c. W = Berat contoh dianalisis
W 2−W 1 (0,6+ 0,55)−0,55 60
d. % Kadar serat kasar pepaya : ( ) = = 0,6 x 100% =
W X 100 10 100
= 6%
W 2−W 1 (2+0,55)−0,55
e. % Kadar serat kasar oat : ( ) = = 14,5 %
W X 100 10

Pembahasan
Praktikum pada kali ini dilakukan analisis kadar serat kasar. Tahap penting
dalam proses penentuan kadar serat kasar adalah dengan dilakukan
hidrolisisdengan asam kuat dan basa kuat untuk menghilangkan karbohidrat, protein,
danzat – zat lain (Deman,1997). Residu yang diperoleh merupakan serat kasar yang
mengandung 97% selulosa dan lignin, serta senyawa lain yang belum
diidentifikasi. Sampel yang digunakan adalah pepaya & oat.
Pengujian dilakukan terhadap residu karena serat kasar tidak larut dalam
air.Residu yang telah netral, ditambahkan 50ml NaOH Penambahan NaOH ini
bertujuan untuk menghidrolisis komponen-komponen selain serat kasar. Kemudian,
direfluks selama 60 menit. Pada refluks yang kedua ini diharapkan agar sudah tidak
ada lagi komponen lain serat kasar. Setelah dilakukan refluksmaka residu sampel
disaring kembali dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya secara konstan.
Penyaringan dilakukan saat larutan masih dalam keadaan panas, karena dalam
keadaan dingin larutan mengental dan menjadi labih sulit untuk disaring. Residu
tersebut dicuci dengan menggunakan larutan K2SO4, dicuci dengan air panas, dan
dicuci dengan etanol Urutan pencucian denganketiga larutan tersebut tidak boleh
terbalik karena akan mempengaruhi hasil akhi rpencucian.
Penambahan K2SO4 bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa
NaOH.Penambahan air panas bertujuan untuk mengeluarkan komponen-komponen
selain serat pada bahan pangan selain itu agar sisa-sisa NaOH luntur. Penambahan
etanol bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa penyabunan akibat
ditambahkan NaOH. Proses pencucian, penambahan zat harus sesuai urutan karena
jika tidak akan mempengaruhi penyaringan serat tersebut
Residu yang didapat kemudian dikeringkan dalam oven selama 30 menit atau
sampai kering pada suhu 105⁰C untuk menghilangkan komponen akuades,
larutan-larutan lain sisa hidrolisa atau pun pencucian, sampai diperoleh berat yang
konstan. Berat residu tersebutlah yang diasumsikan berat serat kasar dari sampel.

F. Kesimpulan
Kadar Serat pepaya yang diperoleh sebesar 6%
Kadar Serat oat yang diperoleh sebesar 14,5 %
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat dengan adanya
pengolahan bahwa terdapat perbedaan kadar serat. Dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa kadar serat yang paling tinggi terdapat pada oat dari pada pepaya
memiliki kandungan serat yang kecil..
Daftar Pustaka

Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara


Uji Makanan dan Minuman. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
DeMan, J. M., 1997. Kimia Makanan. Diterjemahkan oleh :
Kosasih Padmawinata. Penerbit ITB, Bandung.
Departemen Kesehatan RI, 1995. Komponen Zat Gizi Pangan Alami dan
Terolah. In N.A. Mukrie et al., eds. Daftar Komposisi Zat Gizi Pangan
Indonesia.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hermayanti, Yeni, dan E. Gusti. 2006. Modul Analisa Proksimat. Penerbit
SMAK3 Padang.
Istini, S., Zatnika, Suhaimi, dan Anggadiredja. 1986. Manfaat dan
pengolahan
rumput laut. Jurnal Penelitian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
14:1-12.
Muchtadi, D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk
mencegah
timbulnya penyakit degeneratif. Teknologi dan Industri Pangan 12:1-2
Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj. 2002. Fisiologi Nutrisi. IPB
Press.Bogor.
Prasetyo, G. et al., 2015. Formulasi Serbuk Effervescent Berbasis Cincau
Hitam dengan Penambahan Daun Pandan dan Jahe Merah. Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3(1), pp.90-95.
Ranggana,S. 2000. Fungsi Hidrolisis. Agriwidya, Jakarta.
Samsudin ,DA.2012. Sehat dengan Menu Berserat. Liberty , Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional
Indonesia. 1992. SNI 01-
2891-1992. Cara Uji
Makanan dan Minuman.
Badan Standarisasi Nasional.
Jakarta.
DeMan, J. M., 1997.
Kimia Makanan.
Diterjemahkan oleh :
Kosasih
Padmawinata. Penerbit ITB,
Bandung.
Departemen Kesehatan RI,
1995. Komponen Zat Gizi
Pangan Alami dan Terolah.
In N.A. Mukrie et al., eds.
Daftar Komposisi Zat Gizi
Pangan Indonesia.
Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Hermayanti, Yeni, dan E.
Gusti. 2006. Modul Analisa
Proksimat. Penerbit SMAK
3 Padang.
Istini, S., Zatnika, Suhaimi,
dan Anggadiredja. 1986.
Manfaat dan pengolahan
rumput laut. Jurnal Penelitian
Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi
14:1-12.
Muchtadi, D. 2001. Sayuran
sebagai sumber serat
pangan untuk mencegah
timbulnya penyakit
degeneratif. Teknologi dan
Industri Pangan 12:1-2
Piliang, W.G. dan S.
Djojosoebagio, Al Haj. 2002.
Fisiologi Nutrisi. IPB Press.
Bogor.
Prasetyo, G. et al., 2015.
Formulasi Serbuk Effervescent
Berbasis Cincau Hitam
dengan Penambahan Daun
Pandan dan Jahe Merah.
Jurnal Pangan dan
Agroindustri, 3(1), pp.90-95.
Ranggana,S. 2000. Fungsi
Hidrolisis. Agriwidya, Jakarta.
Samsudin ,DA.2012. Sehat
dengan Menu Berserat. Liberty
, Yogyakarta.

Lampiran Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai