Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ZAT ANTIOKSIDAN

Disusun Oleh :

Devina Aulia

201902011

PRODI S1 GIZI

STIKES MITRA KELUARGA

BEKASI

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Dasar Teori
Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah
proses oksidasi senyawa lain yang diakibatkan oleh adanya suatu radikal bebas.
Antioksidan dapat mencegah terjadinya kerusakan pada sel terutama pada bagian-bagian
sel seperti DNA, sel otak, jaringan kulit, dan sebagainya. Antioksidan dapat berupa enzim
yang terdapat dalam tubuh seperti superoksida dismutase, glutation peroksidase, dan
katalase. Selain itu, antioksidan dapat pula merupakan senyawa non-enzim. Antioksidan
ini didapat dari asupan makanan yaitu dari antioksidan alami yang terkandung dalam
makanan maupun antioksidan sintetik yang sengaja ditambahkan pada suatu makanan.
(Sunarni 2007).
Antioksidan sintetik seperti BHA (Butil Hidroksi Anisol), BHT (Butyl Hidroksi
Toluen), PG (Propil Galat), dan TBHQ (Tert-Butil Hidrokuinon) sangat efektif dalam
menghambat terjadinya oksidasi pada minyak atau lemak. Hanya saja antioksidan sintetik
dapat menyebabkan gangguan pada organ hati dan mempengaruhi kerja enzim di dalam
hati. (Giorgi 2000). Adanya kekhawatiran terhadap efek samping penggunaan
antioksidan sintetik menjadikan antioksidan alami menjadi alternatif yang terpilih
(Sunarni 2007). Antioksidan alami adalah antioksidan yang berasal dari hasil ekstraksi
bahan alam pada tumbuhan. Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian 2 tanaman,
seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji, dan serbuk sari. Senyawa
antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang
dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-
asam organic polifungsional (Sunarni 2007).
Tanin yang banyak terdapat pada teh dipercaya memiliki aktivitas antioksidan
yang tinggi. Teh mengandung zat antioksidan yang dikenal dengan sebutan polifenol,
yang berperan besar dalam pencegahan berbagai macam penyakit. Polifenol mempunyai
kemampuan menetralisir radikal bebas. Sama halnya dengan pigmen-pigmen tumbuhan
lainnya, ada beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas tanin yaitu suhu, pH, sinar,
dan oksigen. Untuk mengetahui kestabilan senyawa metabolit sekunder pada teh yang
bertindak sebagai antioksidan, perlu dilakukan pengujian mengenai aktivitas antioksidan
yang terdapat dalam teh tersebut sebelum dan setelah proses pengolahan dengan
menggunakan metode radikal DPPH (Giorgi 2000). Oleh karena itu, sebagai mahasiswa
ilmu gizi perlu menganalisis antioksidan dari beberapa jenis bahan pangan.

B. Tujuan
a. Mengetahui aktivitas ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol daun garcinia
daedalanthera pierre
b. Mengetahui golongan senyawa dari fraksi yang paling aktif
BAB 2

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan

Alat :

- Blender
- Peralatanmaserasi
- Penguap vakum putar (rotary evaporator Buchii)
- Kolom kromatografi vakum, vial dan botol penampung berbagai ukuran
- Pipet mikro (Eppendorf)
- Spektrofotometer UV-VIS (Hitachi)
- Timbangan analitik
- Alat-alat gelas
- Lemari pendingin
- Alat uji antioksidan.

Bahan :

Tanaman : Garcinia daedalanthera Pierre bagian daunnya


Bahan kimia :
- Heksan
- Etil asetat
- Metanol teknis yang telah didestilasi

B. Prosedur kerja

Penyiapan Bahan :

1. Sebanyak 4 kg daun segar disiapkan dari tanaman Garcinia daedalanthera Pierre yang
diperoleh dari kebun raya Bogor.
2. Kemudian dikeringkan dengan cara ditempatkan dalam ruangan pada suhu 180 -190C
secara berturut-turut selama 10 hari dan diperoleh daun kering sebanyak 1,5 kg.
3. Lalu diserbukkan dengan mesin penggiling (blender) sehingga dihasilkan serbuk
simplisia sebanyak 1,5 kg.

Pembuatan Ekstrak :

1. Sebanyak 1,5 kg serbuk simplisia dimaserasi menggunakan pelarut dengan kepolaran


yang meningkat mulai dari n-heksan sebanyak 6 L dilanjutkan dengan etil asetat
sebanyak 8 L dan metanol sebanyak 8 L.
2. Maserasi dilakukan sampai filtrat terlihat hampir tidak berwarna (dilakukan pengulangan
maserasi sampai lima kali) lalu filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dievaporasi
dengan rotary evaporator (pada suhu 50oC) sehingga diperoleh ekstrak n-heksan kental
yang masih dapat dituang, lalu ekstrak dikeringkan pada suhu kamar.
3. Ekstrak yang diperoleh kemudian ditimbang. Pada ampas yang sudah dikeringkan
dilakukan maserasi berturut-turut dengan pelarut etil asetat dan metanol dengan prosedur
dan perlakuan yang sama akan diperoleh ekstrak etil asetat dan metanol.

Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Secara KLT (Sutamihardja, Citroreksoko, Ossia dan
Wardoyo, 2006)

1. Sejumlah 5 mg ekstrak dilarutkan dalam 10 mL pelarut yang digunakan pada ekstraksi


sebelumnya (larutan uji), lalu diteteskan sebanyak 20 µL pada titik awal penotolan.
2. Penotolan dilakukan secara terpisah dengan jarak lebih kurang1,5 cm larutan zat yang
diperiksa satu sama lain. Untuk menentukan bercak yang mempunyai aktivitas
antioksidan, pereaksi semprot yang digunakan adalah larutan DPPH dengan hasil positif
berupa zona kuning dengan latar belakang ungu

Uji aktivitas antioksidan ekstrak

1. Sejumlah 10 mg masing-masing ekstrak dari daun Garcinia daedalanthera Pierre (ekstrak


n-heksan, etil asetat, dan metanol) dilarutkan dalam metanol p.a dengan konsentrasi 1000
µg/mL sebagai larutan induk kemudian dibuat dalam berbagai konsentrasi (12,5; 25; 50;
dan 75 µg/mL) untuk masing-masing ekstrak yang diperoleh, selanjutnya dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, dalam tiap tabung reaksi ditambahkan 1,0 mL DPPH kemudian
ditambahkan lagi 2,0 mL metanol kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit
selanjutnya serapan diukur pada panjang gelombang 517 nm. Sebagai pembanding
digunakan kuersetin (konsentrasi 2; 4; 10; dan 16 µg/mL). Nilai IC50 dihitung masing-
masing dengan menggunakan rumus persamaan regresi (Blois, 1958)

Penentuan Panjang Gelombang DPPH

Larutan DPPH yang digunakan dibuat dengan cara menimbang seksama lebih
kurang 5 mg serbuk DPPH kemudian dilarutkan dengan metanol p.a dalam labu ukur 50
mL dan dicukupkan dengan metanol p.a hingga tanda batas sehingga didapat larutan
DPPH 100 µg/mL. Larutan ini ditentukan spektrum serapannya menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm hingga 800 nm kemudian
ditentukan panjang gelombang optimumnya.

Pembuatan Larutan Blanko

Pembuatan larutan blanko dilakukan dengan cara metanol p.a dipipet sebanyak 3
mL kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan 1,0 mL larutan DPPH
lalu dikocok sampai homogen, diinkubasi pada suhu 370C selama 30 menit.

Pemisahan ekstrak dengan aktivitas terbesar (Depkes RI, 1979)

Untuk melakukan pemisahan ekstrak terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan


pendahuluan untuk menentukan pengembang yang paling baik memisahkan komponen
fraksi. Fase diam yang digunakan adalah silika gel F254 pada lempeng aluminium.
Pengembang digunakan dengan berbagai perbandingan untuk mendapatkan pengembang
yang optimum. Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam pelarut yang digunakan pada ekstraksi
sebelumnya (larutan uji), lalu diteteskan sebanyak 20 µL pada titik awal pergerakan.
Penetesan dilakukan secara terpisah dengan jarak lebih kurang 1,5 cm larutan zat yang
diperiksa satu sama lain. Secara berulang dilakukan penetesan untuk mendapatkan hasil
yang optimum. Setelah kering, dilakukan pengelusian di dalam bejana KLT yang telah
dijenuhkan. Pelarut yang ada didalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan
penyerap, tempat penetesan tidak boleh terendam. Tutup rapat, biarkan hingga pelarut
merambat lebih kurang 10 sampai 15 cm diatas titik penetesan, umumnya berlangsung
selama lebih kurang 15 menit
BAB 3

HASIL

Reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini :

Gambar 4.1 Reaksi antioksidan dengan DPPH [Sumber :Molineux, 2004]

Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak menunjukkan bahwa ekstrak n- heksan, etil asetat
dan metanol daun Garcinia daedalanthera Pierre ketiganya memiliki aktivitas antioksidan dengan
nilai IC50 berturut-turut yakni 56,780; 9,040 dan 12,838 µg/mL. Data selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 4.3. Ekstrak etil asetat dan metanol memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat
dibanding ekstrak n-heksan hal ini disebabkan ekstrak etil asetat dan metanol mengandung lebih
banyak senyawa turunan fenol seperti tanin dan flavonoid. Data selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 4.2. Kuersetin yang digunakan sebagai pembanding memiliki IC50 2,262 µg/mL.
Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Pada penelitian ini dipilih ekstrak etil asetat untuk dilakukan pemisahan lebih lanjut
karena etil asetat memiliki nilai IC50 paling tinggi dibanding ekstrak metanol dan n-heksan yaitu
9,040 µg/mL yang menunjukkan bahwa etil asetat memiliki aktivitas antioksidan paling kuat.
BAB 4

PEMBAHASAN

Percobaan aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan satu jenis sampel yang sama,
yaitu sampel tanaman. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas
antioksidan yang terdapat pada sampel tanaman secara spektrofotometri dengan DPPH. Metode
yang digunakan dalam pengujian aktivitas antioksidan adalah secara spektrofotometri dengan
DPPH karena merupakan metode yang sederhana, mudah, dan menggunakan sampel dalam
jumlah yang sedikit dengan waktu yang singkat (Hanani 2005).

Menurut Prakash & Miller (2001), adanya aktivitas antioksidan dari sampel
mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH yang semula berwarna ungu menjadi
kuning pucat. Perubahan internsitas warna disebabkan oleh berkurangnya ikatan rangkap
terkonjugasi pada DPPH, karena elektron pada radikal DPPH berpasangan dengan atom hidrogen
dari antioksidan sehingga menjadi DPPH-H yang merupakan radikal stabil. Kapasitas
antioksidan dinyatakan dalam Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity (AEAC).

Pada sampel senyawa yang berperan sebagai antioksidan adalah theaflavins, thearubigens
dan turunannya, serta tannins. Senyawa-senyawa tersebut merupakan senyawa hasil oksidasi
enzim polifenol yang terbentuk selama proses fermentasi. Namun demikian senyawa-senyawa
tersebut masih memiliki kapasitas antioksidan karena strukturnya yang mirip dengan catechin
(Kukhtar 2007).
BAB 5

KESIMPULAN

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat menghambat atau mencegah


proses oksidasi senyawa lain yang diakibatkan oleh adanya suatu radikal bebas. Salah
satu bahan pangan yang mengandung antioksidan adalah teh, beberapa diantaranya
adalah theaflavins, thearubigens dan turunannya, serta tannins. Standar yang digunakan
adalah vitamin C, untuk hasil absorbansinya adalah menentukan bahwa semakin kecil
absorbansi, maka semakin banyak antioksidan di dalam tubuh yang menyerap radikal
bebas
BAB 6

DAFTAR PUSTAKA

Belleville-Nabet F. 1996. Zat Gizi Antioksidan Penangkal Senyawa Radikal dalam Sistem
Biologis. Prosiding Simposium Senyawa Radikal dan Sistem Pangan: Reaksi Biomolekuler,
Dampak Terhadap Kesehatan dan Penangkalan Eds: Zakaria FR et al. Pusat Studi Pangan dan
Gizi, IPB, Bogor.

Damayanthi E et al. 2010. Aktivitas antioksidan bekatul lebih tinggi daripada jus tomat dan
penurunan aktivitas antioksidan serum setelah intervensi minuman kaya antioksidan. Journal of
Nutrition and Food, 2010, 5(3): 205-210.

Dehpour AA, Ebrahimzadeh MA, Fazel NS, dan Mohammad NS. 2009. Antioxidant activity of
methanol extract of ferula assafoetida and its essential oil composition. Grasas Aceites. 60: (4).
405-412.

Giorgi, P. 2000. Flavonoid and Antioxidant, Journal National Product. Vol 63. 1035-1045.

Gordon I. 1994. Functional Food, Food Design, Pharmafood. New York (USA): Champman
and Hall.

Halliwell B & Guteridge JMC. 1991. Free Radical in Biology and Medicine. Oxford (USA):
Clarendon Press.

Hanani A. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons callyspongia sp. dari kepulauan
seribu. Jurnal Ilmu Kefarmasian. 2(3): 180-182

Jaya I. Leliqia N, Widjaja I. 2010. Uji aktivitas penangkapan radikal DPPH ekstrak produk teh
hitam dan gambir. Jurnal Farmasi FMIPA. 3(2): 87-101.

Anda mungkin juga menyukai