Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

ACARA III

BAHAN MAKANAN DAN PENCERNAAN ENZIMATIS (KERJA ENZIM


SALIVA)

Disusun oleh :

Qurrota A’yun Shofa Qurana

2101070005

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022
Rabu, 10 November 2022

ACARA III

BAHAN MAKANAN DAN PENCERNAAN ENZIMATIS (KERJA ENZIM


SALIVA)

A. Tujuan Praktikum
1. Untuk membuktikan peranan enzim pencernaan terhadap makanan yang di
makan
2. Untuk membuktikan peranan enzim yang terdapat pada saliva
3. Untuk mengetahui kerja enzim saliva di keadaan asam, basa dan netral

B. Dasar Teori
Bahan makanan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok besar
yaitu: karbohidrat, lemak dan protein. Bahan makanan ini, mungkin tersedia
dalam bentuk siap diserap, tetapi mungkin juga berada dalam bentuk yang
belum siap untuk dimanfaatkan oleh sel. Bila bahan-bahan ini masih
merupakan molekul dengan rantai panjang atau kompleks, maka perlu
disiapkan atau harus dicerna (diurai atau dihidrolisis) terlebih dahulu.
Pencernaan atau penguraian dapat dilaksanakan secara mekanis maupun kimia
(Sadikin, 2008).
Bahan makanan yang diperlukan sehari-hari digunakan oleh tubuh kita,
antara lain untuk :
1. Pertumbuhan
2. Mengganti bagian tubuh yang rusak
3. Memperoleh tenaga
Untuk itu maka bahan makanan harus mengandung zat-zat yang
diperlukan oleh tubuh yaitu: karbohidrat, lemak, vitamin, protein, air dan
mineral (Nofiana, 2022).
Penilaian terhadap bahan makanan terutama didasarkan atas kadar
karbohidrat, lipida dan protein. Kadar ini dinyatakan dalam kalori. Dalam
proses pembakaran :
1. 1 gram karbohidrat menghasilkan 4,3 kalori
2. 1 gram lipida menghasilkan 9,3 kalori
3. 1 gram protein menghasilkan 4,7 kalori (Nofiana, 2022).
Pencernaan secara mekanis dapat terjadi pada waktu dikunyah di mulut
atau pada saat penggerusan di tembolok, atau terjadi di saluran pencernaan
pada saat pengadukan dan penekanan (gerakan peristaltik) sebagai hasil
kontraksi otot yang melapisi saluran pencernaan (Murray, 2007).
Pencernaan secara kimia terjadi berkat jasa berbagai enzim, di dalam
saluran pencernaan. Dalam proses pencernaan, bahan makanan yang kompleks
diurai menjadi senyawa yang lebih sederhana. Protein diubah menjadi asam-
asam amino; senyawa karbohidrat atau polisakarida diubah menjadi beberapa
sakarida yang lebih sederhana; sedangkan lemak dihidrolisis menjadi asam-
asam lemak dan gliserol. Setelah melalui proses hidrolisis, berbagai
komponen yang berasal dari protein, lemak maupun karbohidrat berada dalam
keadaan yang mudah untuk diabsorbsi oleh saluran pencernaan dan
selanjutnya dapat disebarkan ke berbagai jaringan dengan bantuan sistem
peredaran (Murray, 2007).
Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagi katalis (senyawa yang
mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia.
Kelangsungan proses proses metabolisme yang diorganisasi hanya mungkin
terjadi bila setiap sel mempunyai sendiri perlengkapan enzim yang ditetapkan
secara genetik. Baru setelah itu reaksi lanjutan yang terkoordinasi. Juga pada
sebagian besar mekanisme regulasi, enzim ikut berpartisipasi. Cara ini dapat
menjamin kelangsungan metabolisme pada perubahan kondisi. Hampir semua
enzim adalah protein. Tetapi terdapat juga asam nukleat yang aktif secara
katalitik, yaitu ribozim (Murray, 2007).
Di dalam sistem pencernaan terdapat berbagai macam bioenzim. Salah
satunya enzim amilase saliva. Amilase merupakan enzim yang bertugas
sebagai katalisator sistem pencernaan dalam proses hidrolisis amilum yang
menghasilkan glukosa/maltosa. Pencernaan karbohidrat kompleks melibatkan
dua enzim, yaitu amilase saliva dan alfa-amilase pankreatik. Enzim-enzim ini
bekerja efektif pada pH antara 6,7 sampai 7,5. karbohidrat mulai dicerna
secara kimia pada mulut selama mengunyah oleh amilase saliva yang berasal
dari kelenjar parotid dan submandibular. Amilase saliva memecahkan
polisakarida menjadi disakarida dan monosakarida (Sadikin, 2008).
Saliva merupakan hasil sekret kelenjar yang penting bagi tubuh. Saliva
terdiri dari 99,5 % H2O serta 0,5 % protein, glikoprotein dan elektrolit. Protein
yang terpenting dari saliva yaitu amilase, mukus, dan lisozim yang berperan
penting dalam fungsi saliva. Air liur (saliva) mempermudah proses penelanan
dengan membasahi partikel-partikel makanan, sehingga mereka saling
menyatu serta dapat menghasilkan pelumasan karena adanya mukus yang
kental dan licin. Selain itu, saliva juga berfungsi untuk menjaga higiene mulut
karena mampu membersihkan residu-residu makanan dalam mulut karena
berfungsi sebagai penyangga bikarbonat yang berfungsi untuk menetralkan
asam dalam makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut
sehingga membantu mencegah karies (Sherwood, 1996).
Saliva terdiri dari tiga kelenjar utama (mayor) yang terdiri dari kelenjar
parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual serta kelenjar-
kelenjar tambahan (minor) yang terdiri dari kelanjar palatinal, kelenjar bukal,
kelenjar labialis, kelenjar lingualis, dan kelenjar glossopalatinal. Setiap
kelenjar memiliki hasil sekret yang berbeda-beda. Kelenjar parotis dan
submandibula menghasilkan sekresi yang bersifat serous (encer), kelenjar
lingualis menghasilkan sekret yang mukus, serta kelenjar-kelenjar minor
sebagian besar menghasilkan sekret yang mukus. Hal ini berkaitan dengan
viskositas atau kekentalan dari saliva. Viskositas ini sangat dipengaruhi oleh
faktor pengunyahan dan jenis makanan. Selain viskositas, pH juga sangat
dipengaruhi oleh pengunyahan dan jenis makanan (Sherwood, 1996).
Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis
(senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu
reaksi kimia organik (Smith et al, 1997). Zat-zat yang diuraikan oleh reaksi
disebut substrat, dan yang baru terbentuk dari reaksi disebut produk.
Spesifisitas enzim sangat tinggi terhadap substratnya, dan enzim mempercepat
reaksi kimia spesifik tanpa pembentukan produk samping. Enzim ini bekerja
dalam cairan larutan encer, suhu, dan pH yang sesuai dengan kondisi
fisiologis biologis. Aktivitas enzim disebut juga sebagai kinetik enzim.
Kinetik enzim adalah kemampuan enzim dalam membantu reaksi kimia.
Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di
berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang terdapat
dalam saliva adalah enzim amilase. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur
selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air, glikoprotein,
dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan
makanan. Amilase adalah suatu enzim dari golongan hidrolase yang
mengkalatalisis peristiwa hidrolisis ikatan α-1,4-glucosidic dalam
polisakarida, secara sederhana amilase memecah ikatan pati menjadi bentuk
yang lebih sederhana disakarida maupun monosakarida (Dorland, 2002).
Amilase terutama diproduksi dalam Parotis, tetapi juga dalam SM (± 20%).
Protein ludah Parotis terdiri atas 25% amilase. Amilase dapat dikelompokkan
menjadi tiga golongan, yaitu (Winarno, 1986):
1. α-amilase, yang memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian
dalam molekul, karenanya disebut endoamilase.
2. β-amilase, yang menghidrolisis unit-unit gula dari ujung molekul pati,
karenanya disebut eksoamilase.
3. Glukoamilase, yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula
nonpereduksi substrat pati.
Aktivitas enzim ternyata dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor tersebut
menentukan efektivitas kerja suatu enzim. Apabila faktor pendukung tersebut
berada pada kondisi yang optimum, maka kerja enzim juga akan maksimal.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim:
1. Substrat – Enzim mempunyai spesifitas yang tinggi. Apabila substrat
cocok dengan enzim maka kinerja enzim juga akan optimal.
2. pH (keasaman) – Enzim mempunyai kesukaan pada pH tertentu. Ada
enzim yang optimal kerjanya pada kondisi asam, namun ada juga yang
optimal pada kondisi basa. Namun kebanyakan enzim bekerja optimal
pada pH netral. Saliva yang mempunyai pH antara 6,0-7,4. Suatu kisaran
yang menguntungkan untuk kerja pencernaan dari α-amilase. Enzim ini
bekerja secara optimal pada pH 6,6 (Guyton dkk, 1997).
3. Waktu – Waktu kontak/reaksi antara enzim dan substrat menentukan
efektivitas kerja enzim. Semakin lama waktu reaksi maka kerja enzim juga
akan semakin optimum.
4. Konsentrasi atau jumlah enzim mempengaruhi karena konsentrasi enzim
berbanding lurus dengan efektivitas kerja enzim. Semakin tinggi
konsentrasi maka kerja enzim akan semakin baik dan cepat.
5. Suhu – Seperti juga pH. Semua enzim mempunyai kisaran suhu optimum
untuk kerjanya.
6. Produk Akhir – Reaksi enzimatis selalu melibatkan 2 hal, yaitu substrat
dan produk akhir. Dalam beberapa hal produk akhir ternyata dapat
menurunkan produktivitas kerja enzim.
C. Alat dan Bahan
1. Pencernaan enzimatis
a. Alat
1) Tabung reaksi
2) Gelas beker 500 ml
3) Penjepit kayu
4) Corong gelas
5) Kertas filter
6) Pulpen
7) Pensil
8) Tipe-x
9) Penghapus
10) penggaris
11) Logbook
12) Buku penuntun
13) Handphone

b. Bahan
1) Saliva
2) Larutan HCl
3) Larutan NaOH
4) Amilum (kanji)

2. Bahan makanan
a. Alat
1) Cawan petri
2) Pulpen
3) Pensil
4) Tipe-x
5) Penghapus
6) penggaris
7) Logbook
8) Buku penuntun
9) Handphone

b. Bahan
1) Larutan NaOH
2) Larutan CuSO4
3) Larutan iodium
D. Cara Kerja
1. Pencernaan enzimatis
a. Mengunyah saliva agar keluar banyak kemudian menuangkan pada
corong gelas
b. Menuangkan air panas 40° C kira-kira 2 cc dan menyaring dengan
saringan filtratnya. Kemudian, mengisinya kedalam tabung reaksi
c. Memasukkan semua bahan makanan yang telah di haluskan ke dalam
tabung reaksi secara terpisah
d. Mengurutkan untuk memasukkan bahan ke dalam tabung reaksi :
1) Tabung reaksi 1 : kanji + benedict
2) Tabung reaksi 2 : kanji + benedict + saliva
3) Tabung reaksi 3 : kanji + benedict + HCl
4) Tabung reaksi 4 : kanji + benedict + NaOH
e. Memanaskan air dalam gelas kimia
f. Memasukkan tabung reaksi kedalam gelas kimia dan memanaskannya
selama 2 menit
g. Mengamati dan mencatat perubahan warna yang terjadi.

2. Bahan makanan
a. Membagi setiap bahan makanan menjadi tiga
b. Meletakkan satu bagian pada cawan petri satu dan meneteskannya
dengan beberapa tetes larutan iodium
c. Meletakkan satu bagian pada cawan petri satu dan meneteskannya
dengan beberapa tetes larutan sudan III
d. Meletakkan satu bagian pada cawan petri satu dan meneteskannya
dengan beberapa tetes larutan NaOH dan larutan CuSO4
e. Memasukkan hasilnya kedalam tabel.
E. Hasil Pengamatan
1. Pencernaan enzimatis

Warna sebelum Putih


1 Sesudah + benedict Biru muda Percobaan 1
Setelah dipanaskan Biru muda keruh
Warna sebelum Bening
kanji + saliva Putih pekat
2 Percobaan 2
Sesudah + benedict Biru muda
Sesudah dipanaskan Biru muda keputihan
Warna sebelum Bening
Kanji + HCl Putih pekat
Sesudah + saliva Bening
3 Percobaan 3
Sesudah + benedict Biru muda
Biru muda lebih
Sesudah dipanaskan
jernih
Warna sebelum Bening
Kanji + NaOH Ungu
Sesudah + saliva Ungu keruh
4 Percobaan 4
Sesudah + benedict Ungu keruh
Ungu bening +
Sesudah dipanaskan
terdapat endapan

2. Bahan makanan

Bahan makanan
Organik Kerupuk Mie Susu
Kerbohidrat
Hitam Hitam Hitam
yodium
Lipida NaOH
Biru muda Hijau kebiruan Ungu
+ Cu(SO4)2
F. Pembahasan
1. Pencernaan enzimatis
Pada percobaan kali ini, dilakukan dengan 4 kondisi, yang pertama
penambahan kanji + benedict, kedua penambahan kanji + saliva +
benedict, ketiga penambahan kanji + HCl + saliva + benedict, dan yang
keempat penambahan kanji + NaOH + saliva + benedict yang masing-
masing terdapat pada tabung reaksi yang berbeda. Kemudain keempat
tabung reaksi tersebut dalam air yang dipanaskan pada penangas bersuhu
40° C dan didapatkan hasil seperti pada tabel pengamatan.
Saliva dikeluarkan dari rongga mulut. Berkumur-kumur dengan air
dilakukan untuk membersihkan rongga mulut agar saliva yang dihasilkan
tidak terkontaminasi oleh zat lain. Menstimulasi produksi air liur dapat
dilakukan dengan mengunyah sesuatu yang asam seperti asam cuka, buah
belimbing. Penyaringan dilakukan agar saliva tidak bercampur dengan
busa dan menghindari kontaminasi zat lain. Aktivitas enzim amilase diuji
pengaruhnya terhadap suhu dan pH yang dapat lihat melalui uji iod dan
Benedict. Reaksi positif pada uji iod menandakan bahwa pati belum
dipecah oleh enzim amilase air liur. Pereaksi Benedict terdiri dari
kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Warna biru menunjukkan
reaksi uji negatif (Poedjiadi 2009)
Uji Benedict digunakan untuk menentukan ada dan tidaknya gula
pereduksi dalam sampel. Gula pereduksi yaitu karbohidrat yang
mempunyai gugus aktif bebas dan memiliki kemampuan untuk mereduksi
larutan-larutan tembaga yang basa seperti kupri sulfat, natrium karbonat,
dan natrium sitrat. Sifat mereduksi ini disebabkan oleh adanya gugus
aldehida dan keton bebas dalam molekul karbohidrat (Poedjiadi 2009).
Larutan uji ditambahkan pereaksi benedict yang merupakan larutan
tembaga yang basa mengandung kupri sulfat, natrium karbonat, dan
natrium sitrat kemudian dipanaskan. Fungsi pereaksi Benedict sebagai
larutan yang akan direduksi gugus aldehida dan keton bebas dalam
molekul karbohidrat. Proses pemanasan berfungsi untuk mempercepat
reaksi reduksi. Prinsip percobaan ini adalah reaksi reduksi-oksidasi
(redoks) yang terjadi antara pereaksi Benedict dengan gugus aldehida dan
keton bebas dalam molekul karbohidrat. Reduksi adalah penurunan
bilangan oksidasi sedangkan oksidasi adalah kenaikan bilangan oksidasi.
Reaksi yang terjadi yang memiliki gugus aldehida atau keton bebas akan
mereduksi larutan tembaga yang basa membentuk kupro oksida.
Pembentukkan kupro oksida akan membentuk produk yang berwarna hijau
kebiruan, hijau, kuning, dan endapan merah tergantung pada konsentrasi .
Adapun hasil reaksi dari uji Benedict dilihat pada gambar dibawah ini.
R-CHO + 2 Cu2+ + 5OH- R-CO2- + Cu2O (endapan merah bata) + 3 H2O.
Aktivitas enzim amilase pada suhu 100C dan suhu kamar (270C)
belum aktif sehingga tidak terjadi pemecahan pati atau kanji karena suhu
terlalu rendah dari suhu optimumnya dan pada suhu 80 0C enzim amilase
air liur terdenaturasi karena suhunya terlalu tinggi dari suhu optimumnya
sehingga tidak terjadi pemecahan pati karena enzim telah rusak. Enzim
amilase tidak dapat memecah pati pada larutan uji, pada uji Iod seharusnya
bereaksi positif karena adanya molekul amilosa pada larutan uji dan pada
uji Benedict bereaksi negatif karena tidak ada amilosa yang dipecah oleh
enzim amilase air liur menjadi maltosa. Maltosa adalah jenis karbohidrat
yang memiliki gugus gula pereduksi sehingga bereaksi positif pada uji
Benedict.
pH optimal untuk sebagian besar enzim adalah 6 sampai 8.
Lingkungan asam akan mendenaturasi sebagian besar enzim. Kondisi pH
dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan struktur atau
pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat
atau katalis.
Prinsip uji pengaruh pH terhadap aktifitas enzim amilase air liur
adalah menentukan pH optimum bekerjaanya enzim amilase air liur
dengan cara menempatkan air liur pada 2 kondisi pH yang berbeda yaitu 1
dan 9. Larutan HCl berfungsi untuk menjadikan pH air liur menjadi 1.
Larutan NaOH berfungsi untuk menjadikan pH air liur menjadi 9. Larutan
kanji yang ditambahkan berfungsi sebagai bahan yang akan dipecah oleh
enzim amilase air liur.
Menurut Lehninger (1982) pH optimum enzim amilase air liur
adalah 6,8-7. Aktivitas enzim amilase pada pH 1,5 menghasilkan reaksi
positif dan pada pH 7,9 menghasilkan reaksi negatif. Uji Benedict pada pH
7, 9 bereaksi positif menandakan bahwa pati telah terhidrolisis maenjadi
maltosa atau glukosa. Aktivitas enzim amilase air liur pada pH 9 masih
dapat aktif walaupun sudah melewati pH optimumnya.

2. Bahan makanan
Percobaan kali ini bertujuan untuk menguji adanya karbohidrat
atau lipid pada suatu bahan makanan. Pengujian karbohidrat dilakukan
menggunakan larutan iodine dan pengujian terhadap lipid dilakukan
dengan menggunakan campuran larutan NaOH + Cu(SO4)2.
Praktikum dilakukan dengan menggunakan 3 bahan yaitu kerupuk,
mie, dan susu. Pada pengujian karbohidrat kerupuk kerupuk yang awalnya
berwarna-warni saat ditetesi larutan iodine berubah warna menjadi hitam.
Pada uji karbohidrat mie, warna mie yang awalnya kuning setelah ditetesi
larutan iodine berubah warna menjadi hitam. Pada uji karbohidrat susu,
perubahan warna susu dari putih menjadi hitam setelah ditetesi larutan
iodine. Hal ini menunjukkan, bahwa ketiga bahan tersebut mengandung
karbohidrat didalamnya. Pada pengujian lipid kerupuk, warna kerupuk
yang semula berwarna-warni berubah warna menjadi biru muda setelah
ditetesi campuran larutan NaOH + Cu(SO4)2. Pada pengujuian lipid mie,
warna mie yang semula kuning berubah menjadi hiau kebiruang setelah
ditetesi campuran larutan NaOH + Cu(SO4)2. Pada pengujian lipid susu,
warna susu yang semula berwarna putih berubah menjadi ungu setelah
ditetesi campuran larutan NaOH + Cu(SO 4)2. Hal ini menunjukkan bahwa
ketiga bahan tersebut mengandung lipid. Namun, kandungan terbesar lipid
adapada susu yang menunjukkan warna ungu.
G. Kesimpulan
1. Pencernaan enzimatis
a. Uji Benedict digunakan untuk menentukan ada dan tidaknya gula
pereduksi dalam sampel.
b. Gula pereduksi yaitu karbohidrat yang mempunyai gugus aktif bebas
dan memiliki kemampuan untuk mereduksi larutan-larutan tembaga
yang basa seperti kupri sulfat, natrium karbonat, dan natrium sitrat.
c. Proses pemanasan berfungsi untuk mempercepat reaksi reduksi
d. pH optimal untuk sebagian besar enzim adalah 6 sampai 8.
e. Lingkungan asam akan mendenaturasi sebagian besar enzim.
f. Kondisi pH dapat mempengaruhi aktivitas enzim melalui pengubahan
struktur atau pengubahan muatan pada residu yang berfungsi dalam
pengikatan substrat atau katalis.
g. Larutan HCl berfungsi untuk menjadikan pH air liur menjadi 1.
h. Larutan NaOH berfungsi untuk menjadikan pH air liur menjadi 9.
i. Larutan kanji yang ditambahkan berfungsi sebagai bahan yang akan
dipecah oleh enzim amilase air liur.

2. Bahan makanan
a. Pengujian karbohidrat dilakukan menggunakan larutan iodine dan
b. Pengujian terhadap lipid dilakukan dengan menggunakan campuran
larutan NaOH + Cu(SO4)2.
c. Perubahan warna menjadi hitam setelah ditetesi larutan iodine
menunjukkan adanya kandungan karbohidrat
d. Perubahan warna menjadi biru dan ungu setelah ditetesi campuran
larutan NaOH + Cu(SO4)2 menunjukkan adanya kandungan lipid
DAFTAR PUSTAKA

Dorland, WA Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: ECG.


Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: ECG.
Lehninger, A. L. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga,
Murray, RK. 2007. Biokimia Harper. Jakarta: EGC.
Nofina, Mufida. 2022. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Purwokerto:
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Sadikin, Mohamad. 2008. Biokimia Enzim. Jakarta: Widya Medika.
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia. Jakarta: ECG.
Smith AL (Ed) et al. 1997. Oxford Dicitionary of Biochemistry and Molecular
Biology. Oxford: Oxford University Press.
Winarno. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Alat yang dibutuhkan Bahan yang dibutuhkan

Kanji + saliva + benedict Kanji + benedict

Kanji + NaOH + saliva + benedict Pemanasan semua tabung reaksi


Tanpa perlakuan Penambahan larutan iodium

Penambahan larutan CuSO4 ACC acara III

Anda mungkin juga menyukai