Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

MATA KULIAH NUTRISI TERNAK

ANALISIS PROKSIMAT
Nama Bahan:Ampas Bir

Di Susun Oleh :
Kelompok : 5
Kelas : D

Sundra Dewi 200110120073


Muhammad ZhafranA 200110120180
Wagia Muhammad 200110120186
Vita Dayanti 200110120194
Dodi Ahmad S 200110120200

Tanggal Praktikum: 24 & 31 Oktober 2013

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN

Analisis proksimatadalah suatu metoda analisis kimia untuk


mengidentifikasikandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada
suatu zatmakanan dari bahan pakan atau pangan.Analisis proksimat memiliki manfaat
sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat
makanan yangseharusnya terkandung di dalamnya.Selain itu manfaat dari analisis
proksimat adalahdasar untuk formulasi ransum dan bagian dari prosedur untuk uji
kecernaan.Zat gizi sangat diperlukan oleh hewan untuk pertumbuhan, produksi,
reproduksi, danhidup pokok.Makanan ternak berisi zat gizi untuk kebutuhan energi
dan fungsi-fungsidi atas. Tetapi setiap ternak kandungan zat gizi yang
dibutuhkannnya berbeda-beda
Komponen fraksi yang dianalisis masih mengandung komponen lain dengan
jumlah yang sangat kecil, yang seharusnya tidak masuk ke dalam fraksi yang
dimaksud, itulah sebabnya mengapa hasil analisis proksimat menunjukkan angka
yang mendekati angka fraksi yang sesungguhnya.Pada dasarnya, analisis proksimat
bermanfaat dalam mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan pakan
atau pangan yang belum diketahui sebelumnya. Selain dari itu, analisis proximat
merupakan dasar dari analisis – analisis yang lebih lanjut.
Seperti yang telah diulas pada dua paragraf sebelumnya, analisis proksimat
bermanfaat bagi dunia peternakan, terutama yang berhubungan dengan pemberian
nutrisi bagi ternak. Analisis proximat bermanfaat dalam menilai dan menguji kualitas
suatu bahan pakan atau pangan dengan membandingkan nilai standar zat makanan
dengan hasil analisisnya. Hasil analisis ini pada akhirnya dapat dijadikan sebagai
dasar formulasi ransum untuk dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan ternak.
BAB II
PROSEDUR KERJA

2.1. Analisis Air


2.1.1 Prinsip
Prinsip analisis air adalah menguapkan air yang terdapat dalam bahan
menggunakan oven dengan suhu 100 – 105⁰C selama 3-24 jam sehingga seluruh air
yang terdapat dalam bahan menguap yang ditandai dengan penyusutan berat bahan
sampai tidak berubah lagi.
 Rumus penghitungan kadar air

(𝐵 − 𝐷)
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = 𝑋 100%
𝐶
Keterangan :
A. Berat cawan alumunium
B. Berat cawan + sampel
C. Berat sampel
D. Berat cawan + sampel kering oven

2.1.2 Alat dan Bahan


1. Oven Listrik : untuk mengatur suhu
2. Timbangan Analitik : untuk mengukur massa suatu benda atau sampel
3. Cawan Alumunium : sebagai wadah sampel
4. Eksikator : untuk mendinginkan sampel (terbebas dari uap hasil
pemanasan)
5. Tang Penjepit : untuk menjepit cawan alumunium
2.1.3 Prosedur
1. Mengeringkan cawan alumunium dalam oven selam satu jam pada suhu 100-
105⁰C.
2. Mendinginkan dengan eksikator selama 15 menit dan menimbang beratnya (catat
sebagai A gram)
3. Menambahkan ke dalam cawan alumunium sejumlah sampel sebanyak 2-5 gram
yang telah ditimbang dengan teliti, sehingga berat sampel diketahui dengan tepat
(catat sebagai B gram). Bila menggunakan timbangan analitik, dapat langsung
diketahui berat sampelnya dengan menset zero balance yaitu setelah menimbang
berat alumunium kemudian di-zero kan kembali sehingga menunjukkan angka
nol. Lalu sampel dimasukkan ke dalam cawan dan kemudian menimbang
beratnya (catat C gram)
4. Memasukkan cawan dan sampel ke dalam oven selama 3 jam pada suhu 100-
105⁰C sehingga seluruh air menguap (dapat pula dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 60⁰C selama 48 jam)
5. Memasukkan cawan dan sampel ke dalam eksikator selama 15 menit dan
menimbangnya. Kemudian mengulangi pekerjaan ini dari tahap nomor 4 dan
nomor 5 sampai beratnya tidak berubah lagi. (catat sebagai D gram)
6. Menghitung kadar air yang terkandung pada bahan.

2.2 Analisi Abu


2.2.1 Prinsip Kerja
Prinsip analisis abu adalah membakar bahan dengan tanur (furnace) dalam suhu
600 – 700⁰C selama 3 – 8 jam sehingga seluruh unsur utama pembentuk senyawa
organik (C, H, O, N) habis terbakar dan berubah menjadi gas.Residunya, yang tidak
terbakar, disebut dengan abu yang merupakan kumpulan mineral – mineral yang
terkandung dalam bahan (total mineral dalam bahan).
 Rumus penghitungan kadar abu

𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 (𝐶 − 𝐴)


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = 𝑋 100%
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑑𝑖𝑡𝑎𝑛𝑢𝑟 (𝐵 − 𝐴)

2.2.2 Alat dan Bahan


1. Cawan Porselen 30 ml : wadah bahan kimia yang lebih tahan
pemanasan dengan suhu tinggi
2. Pembakar Bunsen atau hotplate : tempat memanaskan sampel
3. Tanur Listrik : untuk penanuran bahan pakan
4. Eksikator : untuk mendinginkan alat/bahan dari uap hasil
pemanasan
5. Tang Penjepit : untuk menjepit crussible/mengambil cawan
dari hot plate/tanur agar tangan tidak panas
6. Timbangan Analitik : untuk menimbang berat suatu bahan atau alat

2.2.3 Prosedur
1. Mengeringkan cawan porselen ke dalam oven selama 1 jam pada suhu 100-
105⁰C.
2. Mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya, kemudian
mencatatnya sebagai A gram.
3. Memasukkan sejumlah sampel kering oven 2-5 gram ke dakam cawan, kemudian
mencatatnya sebagai B gram.
4. Memanaskan dengan hotplate atau pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi.
5. Memasukkan cawan porselen ke dalam tanur listrik dengan temperature 600-
700⁰C. Membakarnya selama 3-6 jam sampai bahan berubah warna menjadi abu
putih.
6. Mendinginkan cawan porselen yang berisi abu dalam eksikator selama 30 menit
dan menimbang beratnya. Kemudian mencatat berat cawan porselen dan abu
sebagai C gram.
7. Menghitung kadar abu yang terkandung pada bahan.

2.3 Lemak Kasar


2.3.1 Prinsip Kerja
Prinsip analisis lemak adalah melarutkan (ekstraksi) lemak yang terdapat dalam
bahan dengan pelarut lemak (ether, kloroform, petroleum benzene, heksana, aseton)
selama 3-8 jam dengan alat Soxhlet atau Goldfisch.Lemak yang terekstraksi (larut
dalam pelarut) terakumulasi dalam wadah pelarut.Untuk memisahkan antara pelarut
dan zat yang dilarutkan, dilakukan pemanasan dengan oven bersuhu 105⁰C. Pelarut
akan menguap sedangkan lemak tertinggal dalam wadah. Hal ini berkaitan dengan
titik didih (Titik didih lemak lebih dari 105⁰C sehingga tidak menguap).Lemak yang
tertinggal dalam wadah, dapat ditentukan beratnya.

 Rumus penghitungan kadar lemak


(𝐶 − 𝐷)
% 𝐿𝑒𝑚𝑎𝑘 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑋 100%
(𝐵 − 𝐴)
Keterangan :
A = berat sampel
B = berat selongsong + sampel
B-A = berat sampel
C = berat selongsong + sampel + hekter
D = berat selongsong + sampel akhir + hekter

2.3.2 Alat dan Bahan


a. Alat – alat :
1. Satu set alat Soxhlet : seperangkat alat untuk mengekstraksi lemak di
selongsong
2. Kertas Saring bebas lemak : untuk menyaring sampel pada proses ekstraksi
suatu bahan
3. Kapas dan hekter : untuk merekatkan/menutup sampel pada selongsong
agar tidak berceceran saat di ekstraksi
4. Eskikator : untuk mendinginkan alat/bahan dari uap setelah pemanasan
5. Timbangan Analitik : untuk mengukur massa
b. Bahan :
 Kloroform : sebagai pelarut lemak

2.3.3 Prosedur
1. Menyiapkan kertas saring yang telah dikeringkan dalam oven (menggunakan
kertas saring bebas lemak)
2. Membuat selongsong penyaring yang dibuat dari kertas saring dan
menimbangnya (catat sebagai A gram). Memasukkan sampel sekitar 2-5 gram
dalam selongsong kemudian menimbang dan mencatat beratnya sebagai B gram.
Setelah itu dapat diketahui berat sampel yaitu C gram. (B gram – A gram)
3. Memasukan selongsong penyaring berisi sampel ke dalam alat soxhlet.
Memasukkan pelarut lemak (kloroform) sebanyak 100-200 ml ke dalam labu
didihnya. Lakukan ekstraksi dengan menyalakan pemanas hotplate dan
mengalirkan air pada kondensornya.
4. Ekstraksi dilakukan selama lebih kurang 6 jam. Setelah itu, mengambil
selongsong yang berisi sampel yang telah diekstraksi dan mengeringkannya
dalam oven selama 2 jam pada suhu 105⁰C dan memasukkannya ke dalam
eksikator selama 15 menit. Kemudian, menimbangnya. (catat sebagai D gram)
5. Mendestilasi kloroform yang terdapat dalam labu didih dan mendestilasinya
sehingga tertampung pada penampung soxhlet. Kloroform disimpan untuk
digunakan kembali.

2.4 Protein Kasar


2.4.1 Prinsip Kerja
Prinsip analisis protein dilakukan secara tidak langsung dengan menentukan
kadar Nitrogen yang terdapat dalam bahan. Kandungan Nitrogen yang diperoleh
dikalikan dengan 6.25 sebagau angka konversi menadi protein. 6.25 diperoleh dari
asumsi bahwa protein mengandung 16 % Nitrogen (diketahui perbandingan Protein :
Nitrogen adalah 100 : 16 atau 6.25 : 1).
Dalam menganalisis protein, terdapat 3 tahapan analisis kimia, yaitu :
 Destruksi bertujuan untuk menghancurkan bahan menjadi komponen yang lebih
sederhana. Pada tahap ini, N dalam bahan terurai dari ikatan organiknya.
Nitrogen yang terpisah diikat oleh 𝐻2 𝑆𝑂4menjadi (𝑁𝐻4 )2 𝑆04 .
 Destilasi bertujuan untuk melepaskan N dalam larutan hasil destruksi dengan
membentuk gas NH3. Penambahan basa seperti NaOH 50% akan merubah
(𝑁𝐻4 )2 𝑆04 menjadi NH4OH. Jika dipanaskan, NH4OH akan berubah menjadi
gas NH3 dan air yang kemudian dikondensasi. NH3 akan ditangkap oleh larutan
Asam Boraks 5% sehingga membentuk (𝑁𝐻4 )3 𝐵03 .
 Titrasi bertujuan untuk menentukan jumlah(𝑁𝐻4 )3 𝐵03 dengan titrasi
menggunakan HCl.
 Rumus penghitungan kadar protein

𝑚𝑙 𝐻𝐶𝐿 𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝐿 𝑥 0.014 𝑥 6.25


% 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑋 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

2.4.2 Alat dan Bahan


a. Alat-alat :
1. Labu Kjeldahl 300 ml : untuk dekstruksi bahan makanan
2. Satu set alat destilasi : untuk pemisahan suatu zat
3. Erlenmeyer 250 cc : wadah suatu bahan/menampung larutan sampel
4. Buret 50 cc skala 0,1 ml : untuk mengambil larutan yang bervolume 50cc biasa
digunakan pada proses titrasi
5. Timbangan analitik : untuk mengukur berat sampel

b. Zat Kimia :
 Asam sulfat pekat : untuk memisahkan sampel dari Nitrogen, merubah
senyawa kompleks menjadi sederhana

Asam Clorida (yang sudah diketahui normalitasnya)


 Natrium Hydroxsida 40%
 Katalis campuran (yang dibuat dari CuSO4.5H2O dan K2SO4 dengan
perbandingan 1:5) : untuk mempercepat reaksi tanpa ikut terlarut
 Asam borax 5% : untuk menangkap amonia
 Indikator campuran (tediri dari bromcresolgreen dan Methyl merah dengan
perbandingan 4:5 sebanyak 0,9 gram, kemudian dilarutkan dalam alkohol 100
ml)

2.4.3 Prosedur
 Destruksi
1. Menimbang contoh sampel kering oven sebanyak 1 gram (mencatatnya
sebagai A gram).
2. Memasukkan sampel ke dalam labu kjeldahl dengan hati – hati, kemudian
menambahkan 2 gram katalis campuran.
3. Menambahkan 20 ml Asam Sulfat pekat.
4. Memanaskan dalam nyala api kecil dalam lemari asam, bila sudah tidak
berbuih lagi, desttruski dilanjutkan dengan nyala api yang lebih besar.
5. Destruksi dianggap selesai jika larutan sudah berwarna hijau jernih,
kemudian dinginkan.
 Destilasi
1. Menyiapkan dan memasang alat destilasi selengkapnya dengan hati – hati.
Jangan lupa batu didih, vaselin dan tali pengaman.
2. Memindahkan larutan hasil destruksi kedalam labu didih, kemudian
membilas dengan aquades sebanyak ± 50 ml.
3. Memasangkan erlenmeyer yang telah diisi dengan asam borax 5% sebanyak
15 ml untuk menangkap gas amoniak, dan telah diberi indikator campuran
sebanyak 2 tetes.
4. Membasakan larutan bahan dari destruksi dengan menambah 40-60 ml
NaOH 40% melalui corong samping. Tutup kran corong segera setelah
larutan tersebut masuk ke labu didih.
5. Menyalakan pemanas bunsen dan mengalirkan air kedalam pendingin tegak.
6. Melakukan destilasi sampai semua N dalam larutan dianggap telah
tertangkap oleh asam borax yang ditandai dengan menyusutnya larutan
dalam labuh didih sebayak 2/3 bagian (atau sekurang-kurangnya sudah
tertampung dalam erlenmeyer sebanyak 15 ml)
 Titrasi
1. Mengambil Erlenmeyer yang berisi hasil sulingan dan membilas bagian yang
terendam dalam air suling.
2. Mentitrasi dengan HCl (yang sudah diketahui normalitasnya) dan
mencatatnya sebagai B.
3. Titrik titrasi tercapai ditandai dengan perubahan warna hijau ke abu-abu,
kemudian mencatat jumlah larutan HCl yang terpakai sebagai C ml.

2.5 Serat Kasar


2.5.1 Prinsip Kerja
Prinsip kerja serat kasar adalah menghitung komponen suatu bahan yang tidak
dapat larut dalam pemasakan dengan asam encer maupun basa encer selama 30
menit.Untuk memperoleh nilai serat kasar, bagian yang tidak larut (residu) dibakar
sesuai dengan prosedur analisis abu.Selisih antara abu dengan residu adalah nilai
serat kasar.
 Rumus penghitungan kadar serat kasar

(𝐶 − 𝐷 − 𝐴)
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 (%) = 100 𝑋 100%
𝐵𝑥 100−𝐿𝐾

Keterangan :
A = berat kertas saring
B = berat residu lemak
C = berat residu + cawan +kertas saring
D = berat cawan + abu
LK = kandungan lemak kasar

2.5.2 Alat dan Bahan


a. Alat – alat :
1. Gelas Piala khusus 600 ml : sebagai wadah dari sisa ekstraksi lemak
2. Cawan Porselen 30 ml : untuk tempat sampel
3. Corong Buchner diameter 4.5 cm : untuk penyaringan dan dengan dipanaskan
pada labu penyaringan dan pompa penghisap
4. Satu set alat pompa vakum
5. Eksikator : mendinginkan bahan/wadah sebelum penimbangan
6. Kertas saring bebas abu (Whatman No.41) : untuk menyaring larutan
7. Tanur Listrik : untuk penanuran bahan pakan/sampel
8. Hotplate : untuk memasak atau memanaskan sampel
9. Tang Penjepit : untuk menjepit cawan porselen
10. Timbangan Analitik : untuk menimbang berat alat dan bahan

b. Zat Kimia :
 H2SO4 1.25 %
 NaOH 1.25%
 Aseton
 Aquades Panas

2.5.3 Prosedur
1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4.5 cm dan mencatatnya
sebagai A gram.
2. Menyiapkan cawan porselen kering oven.
3. Memasukkan residu/sisa ekstraksi lemak ke dalam gelas piala khusus sebanyak 1
gram. (catat sebagai B gram)
4. Menambahkan H2SO4 1.25% sebanyak 100 ml kemudian memasangnya pada
alat pemanas khusus tepat dibawah kondensor (reflux)
5. Mengalirkan air dan menyalakan pemanas listrik tersebut.
6. Mendidihkannya selama 30 menit dihitung saat mulai mendidih.
7. Mengambil dan menyaring dengan menggunakan corong buchner yang telah
dipasang kertas saring. (kertas saring ini tidak perlu diketahui beratnya)
8. Melakukan penyaringan menggunakan pompa vakum kemudian cuci / bilas
dengan mempergunakan aquades panas sebanyak 100 ml.
9. Mengembalikan Residu yang terdapat dalam corong buchner kepada beaker glass
semula.
10. Menambahkan NaOH 1.25% sebanyak 100 ml kemudian memasang kembali
pada alat pemanas khusus seperti semula.
11. Melakukan langkah 6 dan 7, namun menggunakan kertas saring yang sudah
diketahui beratnya.
12. Membilas secara berturut – turut penyaringan ini dengan :
a. Air panas 100 ml
b.H2SO4 panas 0.3 N (1.25%) 50 ml
c. Air panas 100 ml
d.Aceton 50 ml
13. Memasukkan kertas saring dan isinya (residu) ke dalam cawan porselen dengan
menggunakan pinset
14. Mengeringkan dalam oven dengan suhu 100-105⁰C selama 1 jam.
15. Mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit kemudian menimbangnya
(catat sebagai C gram)
16. Memanaskan dalam hotplate sampai tidak berasap lagi kemudian
memasukkannya ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 – 700⁰C selama 3 jam
sampai abunya berwarna putih. (Serat Kasar dibakar samapi habis)
17. Mendinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu menimbangnya (catat
sebagai D gram)
18. Mengukur kadar serat kasar yang terkandung dalam bahan makanan.

2.6. Energi Bruto


2.6.1 Prinsip
Sampel dimasukkan bejana bomb dan dibakar sempurna.Panas yang timbul akan
memanaskan air dalam bejana air. Selisih suhu awal dan akhir dikonversi ke nilai
kalori.
 Rumus Energi Bruto :
𝑇2 − 𝑇1
𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑏𝑟𝑢𝑡𝑜 = 𝑥 2.417
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

2.6.2 Alat dan Bahan


a. Alat– alat :
Seperangkat alat bomb kalorimeter, untuk mengukur sejumlah kalori (nilai kalor)
yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu senyawa,
bahan makanan, bahan bakar.
Seperangkat alat bomb kalorimeter terdiri dari :
 Bejana bomb, terdiri dari :
a. Wadah :
b. Tutup yang dilengkapi ;
 elektroda dan kabel elektroda : untuk mengalirkan listrik ke bejana bomb
 katup inlet : untuk memasukan gas oksigen
 katup outlet : untuk mengeluarkan gas/uap
 cawan / mangkuk pembakaran : sebagai tempat untuk sampel
 sumbu pembakar : untuk pembakaran/ mengalirnya aliran api
 drat pengunci : untuk mengunci bejana agar pembakaran berlangsung
sempurna

 Bejana air : sebagai tempat menampung air


 Jacket, yang terdiri dari :
a. Wadah
b. Tutup yang dilengkapi ;
 batang pengaduk air : untuk membuat gelombang/gerakan di air
 electromotor : untuk menggerakan pengaduk air
 thermometer skala kecil yang dilengkapi teropong pembacaan : untuk
membaca dan mengetahui suhu perubahan yang terjadi
 Tabung gas oksigen yang dilengkapi regulator dan selang inlet : sebagai tempat
menyimpan gas oksigen dan selang yang berfungsi untuk memasukan gas
tersebut ke dalam bejan sedangkan regulator berfungsi untuk mengatur keluarnya
gas
 Statif/standar untuk tutup jaket dan atau tutup bejana bomb
 Catu daya 23 volt : sebagai sumber tegangan listrik untuk pembakaran sampel
b. Bahan :
Oksigen dan kawat sumbu pembakar: oksigen untuk pembakaran secara oksidasi dan
kawat sumbu pembakar agar sampel langsung terbakar

2.6.3 Prosedur Kerja


2.6.4
1. Menghubungkan ujung elektroda dengan kawat sumbu pembakar.
2. Menimbang 1 gram sampel dan masukkan kedalam mangkuk pembakaran
kemudian simpan tepat dibawah sumbu pembakar. (Pekerjaan ini dilakukan pada
statif/standar).
3. Masukkan tutup bomb ke wadahnya, lalu dikencangkan dengan drat pengunci.
4. Isi bejana bomb dengan oksigen sebesar 30 atmosfir melalui katup selang inlet ke
katup inlet.
5. Isi bejana air dengan aquades sebanyak 2 kg.
6. Masukkan bejana bomb ke bejana air yang telah diisi aquades.
7. Masukkan bejana air berisi bejana bom kedalam wadah jaket, lalu tutup dengan
penutup jaketnya.
8. Sambungkan kabel elektroda ke catu daya 23 volt.
9. Jalankan motor listrik yang akan menjalankan pengaduk air yang terhubung ke
bejana air. Pengadukan dilakukan selama 5 menit. Pada menit ke 6, catat suhunya
sebagai T1.
10. Tekan tombol catu daya, sebagai pemicu pembakaran di dalam bomb.
11. Amati perubahan suhu sampai suhu tidak menaik lagi (konstan) dan catat sebagai
data T2.
12. Cabut kabel elektroda ke catu daya.
13. Angkat tutup jaket.
14. Keluarkan bejana air dan bejana bomb.
15. Keluarkan gas pembakaran melalui katup outlet.
16. Buka drat pengunci dan buka tutup bom.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Analisis Proksimat


Menurut kamal (1998) disebut analisis proksimat karena hasil yang diperoleh
hanya mendekati nilai yang sebenarnya, oleh karena itu untuk menunjukkan nilai dari
system analisis proksimat selalu dilengkapi dengan istilah minimum atau maksimum
sesuai dengan manfaat fraksi tersebut. Dari sisitem analisis proksimat dapat diketahui
adanya 6 macam fraksi yaitu:1). Air, 2). Abu, 3). Protein kasar, 4). Lemak kasar
(ekstrak ether), 5). Serat kasar, 6). Ekstrak Tanpa Nitrogen (ETN). Khusus untuk
ETN nilainya dicari hanya berdasarkan perhitungan yaitu: 100% dikurangi jumlah
dari kelima fraksi yang lain.
Cara ini dikembangkan dari Weende experiment station di Jerman oleh
Henneberg dan Stocman pada tahun 1865, yaitu suatu metode analisis yang
menggolongkan komponen yang ada pada makanan. Cara ini dipakai hampir di
seluruh dunia dan disebut “analisis proksimat”. Analisis ini didasarkan atas
komposisi susunan kimia dan kegunaannya (Tilman et al., 1998).

3.2 Kadar Air


Airdalam analisis proksimat adalah semua cairan yang menguap pada
pemanasan dalam beberapa waktu pada suhu 105⁰-110⁰C dengan tekanan udara
bebas sampai sisa yang tidak menguap mempunyai bobot tetap. Penentuan
kandungan kadar air dari suatu bahan sebetulnya bertujuan untuk menentukan kadar
bahan kering dari bahan tersebut (Kamal, 1998).Hijauan pakan segar berkadar air
sangat tinggi, setelah dikeringkan 55⁰C sampai beratnya tetap diperoleh bahan pakan
dalam kondisi kering udara disebut juga berat kering, kering udara atau dry weight.
Bahan pakan konsentrat pada umumnya berada pada kondisi kering udara dan sering
disebut kondisi as fed (keadaan apa adanya) (Utomo dan Soejono,1999).
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability,
kesegaran dan daya tahan bahan itu. Selain merupakan bagian dari suatu bahan
makanan, air merupakan pencuci yang baik bagi bahan makanan tersebut atau alat-
alat yang akan digunakan dalam pengolahannya. Di dalam analisi kadar air ini
terdapat beberapa komponen yang termasuk dalam fraksi air, komponen yang
termasuk dalam fraksi air ini diantaranya adalah air dan asam basa organik yang
mudah menguap karena tidak hanya air yang menguap, tetapi terdapat juga senyawa-
senyawa asam-basa organik sederhana (bm rendah) yang ikut menguap ( mis: asam
asetat, butirat, propionat, ester atsiri, dll) sehingga terhitung sebagai komponen air.air
yang terikat dalam senyawa sukar untuk menguap, sehingga mengurangi total air.
(Winarno, 2004)

3.3 Kadar Abu


Abu adalah sisa pembakaran sempurna dari suatu bahan. Suatu bahan apabila
dibakar sempurna pada suhu 500-600ºC ke dalam tanur listrik selama beberapa waktu
maka semua senyawa organiknya akan terbakar menjadi CO2, H2O dan gas lain yang
menguap, sedang sisanya yang tidak menguap inilah yang disebut abu atau campuran
dari berbagai oksida mineral sesuai dengan macam mineral yang terkandung di dalam
bahannya. Mineral yang terdapat pada abu dapat juga berasal dari senyawa organik
misalnya fosfor yang berasal dari protein dan sebagainya. Disamping itu adapula
mineral yang dapat menguap sewaktu pembakaran, misalnya Na (Natrium), Cl (Klor),
F (Fosfor), dan S (Belerang), oleh karena itu abu tidak dapat untuk menunjukan
adanya zat anorganik didalam pakan secara tepat baik secara kualitatif maupun
kwantitatif (Kamal, 1998).
Namun, pada proses pembakaran suatu sampel dalam proses analisis kadar abu
ini terdapat beberapa kelemahan yaitu tidak seluruhnya unsur utama pembentuk
senyawa organik dapat terbakar dan berubah menjadi gas, oksigen ada yang masih
tinggal dalam abu sebagai oksida (mis : cao) dan karbon sebagai karbonat (co3), dan
sebagian mineral tertentu menguap menjadi gas ( mis : sulfur sebagai h2s). Maka, di
dalam abu hasil pembakaran ini akan terdapat beberapa komponen yang termasuk ke
dalam fraksi abu diantaranya, mineral (ca,p, fe, dll), oksida, karbonat
Penetuan kadar abu berguna untuk menentukan kadar ekstrak tanpa nitrogen.
Disamping itu kadar abu dari pakan yang berasal dari hewan dan ikan dapat
digunakan sebagai indek untuk kadar Ca (Kalsium) dan P (Fofsor), juga merupakan
tahap awal penentuan berbagai mineral yang lain (Kamal,1998).

3.4 Lemak Kasar

Lemak merupakan suatu senyawa ester yang terbentuk dari gliserol asam lemak
(asam karboksilat). secara umum lemak (Fat) dan minyak (oil) merupakan golongan
lipida yaitu senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik non-polar seperti suatu hidrokarbon atau dietileter.
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipid.
Satu sifat yang khas mencirikan golongan lipid (termasuk minyak dan lemak) adalah
daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzen, kloroform) atau
sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air (Harper, 1980).

Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis


ekstraksi dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang ulang dan menjaga
jumlah pelarut relatif konstan dengan menggunakan alat soklet. Minyak nabati
merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun tidak
jenuh. Minyak nabati umumnya larut dalam pelarut organik, seperti heksan dan
benzen. Untuk mendapatkan minyak nabati dari bahagian tumbuhannya, dapat
dilakukan dengan metoda sokletasi menggunakan pelarut yang sesuai.

Adapun prinsip sokletasi ini adalah penyaringan yang berulang ulang sehingga
hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila
penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah
zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap
dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak
melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.

Namun, dalam metode analisis ini terdapat beberapa kelemahan yaitu ; tidak
hanya lemak yang dapat larut dalam pelarut lemak, tetapi terdapat pula komponen
senyawa organik lain yang bukan lemak larut dalam pelarut lemak ( mis : pigmen,
asam organik, klorofil, sterol, vitamin adek) sehingga terhitung sebagai komponen
fraksi lemak; dan lemak dengan bobot molekul besar serta kompleks (mis : fosfolipid,
lipoprotein) sulit larut dalam ether, sehingga bahan yang demikian (umumnya dari
hewani) harus didekstruksi dulu agar bisa larut (misalnya dengan HCL). Maka, akan
terdapat beberapa komponen yang termasuk ke dalam fraksi lemak kasar
diantaranya,lemak, minyak, malam (lilin), pigmen, asam organik, klorofil, sterol,
vitamin adek, curcumin, karoten.
3.5 Serat Kasar
Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber)
dan serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada
kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu
mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan
keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama
tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat
diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih
lamban.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain itu,
kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan,
misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan kotiledon,
dengan demikian persentase serat dapat dipakai untuk menentukan kemurniaan bahan
atau efisiensi suatu proses.
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dalam arti umum adalah sekelompok
karbohidrat yang kecernaannya tinggi, sedangkan dalam analisis proksimat yang
dimaksud Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen adalah sekelompok karbohidrat yang
mudah larut dengan perebusan menggunakan asam sulfat 1,25% atau 0,255 N dan
perebusan dengan menggunakan larutan NaOH 1,25% atau 0,313 N yang berurutan
masing-masing selama 30 menit. Walaupun demikian untuk penentuan kadar Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen hanya berdasarkan perhitungan 100%- (%air+%abu+%serat
kasar+%protein kasar+%lemak kasar). Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dipengaruhi
oleh kandungan nutient lainnya yaitu protein kasar, air, abu, lemak kasar dan serat
kasar (Kamal, 1998).
Dalam penjelasan lain, pada proses analisis penentuan kadar serat kasar ini
terdapat beberapa kelemahan yaitu, terdapat sebagian kecil senyawa organik yang
tergolong fraksi serat masih dapat larut dalam asam dan basa encer, sehingga
mengurangi nilai kandungan serat (mis : selulosa, hemiselulosa).

BAB IV
HASIL ANALISIS

4.1 Deskripsi bahan


Ampas bir terbuat dari gandum yang yang dimasak. Ditinjau dari komposisi
kimianya ampas bir dapat digunakan sebagai sumber protein. Korossi (1982)
menyatakan bahwa ampas bir lebih tinggi kualitasnya dibandingkan dengan ampas
tahu. Sedangkan Pulungan, dkk. (1985) melaporkan bahwa ampas bir mengandung
NDF, ADF yang rendah sedangkan presentase protein tinggi yang menunjukkan
ampas bir berkualitas tinggi, tetapi mengandung bahan kering rendah. Komposisi zat
gizi ampas bir dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Komposisi Zat-zat Makanan Ampas bir
Bahan BK Prk SK LK NDF ADF Abu Ca P Eb
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) (Kkal)
Ampas 13.3 21.0 23.58 10.49 51.93 25.63 2.96 0.53 0.24 4730
Bir

Ampas bir juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu
untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm,
Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983). Di samping memiliki kandungan
zat gizi yang baik, ampas bir juga memiliki antinutrisi berupa asam fitat yang akan
mengganggu penyerapan mineral bervalensi 2 terutama mineral Ca, Zn, Co, Mg, dan
Cu, sehingga penggunaannya untuk unggas perlu hati-hati (Cullison, 1978).

2.2 Kelebihan
Grain bir, Makan Bir juga disebut, adalah produk-oleh/dari produksi bir yang
merupakan protein tingkat menengah (CP> 26%) feedstuff digunakan dalam pakan
hewan. Mereka adalah sumber yang sangat baik berkualitas tinggi by-pass protein
dan serat dicerna. Butir bir kering memiliki asam amino yang baik, mineral dan
vitamin B konten. Hal ini sangat cocok dan dapat digunakan dalam berbagai ransum.
butir bir kering adalah protein feedstuff tingkat menengah digunakan dalam pakan
hewan. Mereka adalah sumber yang sangat baik berkualitas tinggi by-pass protein
dan serat dicerna. Butir bir kering memiliki asam amino yang baik, mineral dan
vitamin B konten.

2.3 Kelemahan
Meskipun ampas bir merupakan salah satu pakan tambahan yang mempunyai
nilai gizi yang tinggi tapi penggunaan ampas bir yang berlebihan akan menyebabkan
pengaruh negative pada ternak. Biasanya penggunaan yang berlebihan akan
mengakibatkan ganguan pencernaan pada ternak ruminansia dan stress pada ternak
non ruminansia.

2.4 Peranan
Penggunaan ampas bir sangat baik digunakan sebagai ransum ternak sapi perah.
Di Jawa Barat ampas bir telah banyak dan sudah biasa digunakan oleh peternak
sebagai makanan ternak sapi potong untuk proses penggemukan. Di Taiwan ampas
tahu digunakan sebagai pakan sapi perah mencapai 2-5 kg per ekor per hari (Heng-
Chu, 2004), sedangkan di Jepang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak
terutama sapi dan babi dapat mencapai 70% (Amaha, et al., 1996).
Penelitian telah dilakukan pada domba oleh Pulungan, dkk., (1984), di mana
ternak percobaannya diberi ransum perlakuan (A) rumput lapangan (ad libitum), (B)
rumput lapangan (ad libitum) + ampas bir 1,25% BB, (C) rumput lapangan (ad
libitum) + ampas tahu 2,5% BB, (D) rumput lapangan (ad libitum) + ampas bir (ad
libitum). Hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa domba yang mendapat
rumput berkualitas rendah, ampas bir dapat diberikan sebagai ransum penggemukan
dan dapat diberikan secara tak terbatas.Knipscheer et al. (1983) melakukan penelitian
pada kambing dan menyimpulkan bahwa pemberian ampas tahu dapat memberikan
keuntungan dalam usaha peternakan kambing atau domba yang dipelihara secara
intensif.
Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam
rumen (Suryahadi, 1990) dengan laju degradasi sebesar 9,8% per jam dan rataan
kecepatan produksi N-amonia nettonya sebesar 0,677 mM per jam (Sutardi, 1983).
Penggunaan protein ampas tahu diharapkan akan lebih tinggi bila dilindungi dari
degradasi dalam rumen (Suryahadi, 1990).
Penelitian yang dilakukan Karimullan (1991) menunjukkan bahwa
perlindungan ampas tahu dengan tanin menurunkan kadar amonia cairan rumen, hal
ini berarti bahwa pemanfaatan protein ampas tahu dapat secara langsung digunakan
oleh induk semang tanpa mengalami degradasi oleh mikroba rumen (protein by pass).
Namun demikian perlindungan ini juga menyebabkan kadar VFA menurun dan
diikuti pula dengan penurunan bakteri dan protozoa rumen. Kemungkinan besar
karena pasokan nutrien ampas tahu, begitu pula dengan protozoa tidak cukup suplai
bakteri dan nutriennya bagi kebutuhan untuk pertumbuhannya akibat perlindungan
ampas tahu tersebut oleh tannin gambir.

4.2. Perhitungan kadar air


Untuk perhitungan kadar air terdapat beberapa hal yang diketahui yaitu ;
a. Berat cawan alumunium = 7,577 gram
b. Berat cawan + Sampel = 18,979 gram
c. Berat sampel = 11,402 gram
c. Berat cawan + Sampel setelah dioven = 10,717 gram

Berdasarkan data tersebut, untuk menentukan kadar airnya daat dihitung dengan
menggunakan rumus tersebut ;
Perhitungan:
Kadar air (%) = (Cawan+Sampel) – (Cawan+Sampel setelah oven) x 100 %
Berat sampel
= 18,979 gr –10,717 gr x 100%
11,402 gr
= 72,46 %
Setelah melakukan pengovenan dari bahan ampas bir, didapatkan kandungan air yang
telah menguap sebesar 72,46%, hal ini menunjukkan bahwa kadar air dalam sampel
ini cukup tinggi dan akan didapatkan jumlah bahan kering bedasarkan perhitungan
berikut :
Bahan kering = 100% – kadar air
= 100% – 72.46%
= 27.54 %
Bila dibandingkan dengan acuan hasil penelitian pada pembahasan deskripsi dari
ampas bir diatas, kadar air yang didapat juga tergolong tinggi yaitu 86.7 % dengan
BK sebesar 13.3%. sedangkan hasil percobaan kami kadar air sebesar 72.46% dan
BK sebesar 27.54% terdapat perbedaan bahwa hasil kami ternyata lebih kecil kadar
airnya dan lebih besar Bknya, hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu dari pada proses penimbangan yang mungkin kurang akurat,
dari tata cara pengerjaan praktikan yang kurang teliti dan pengerjaan yang mungkin
kurang sesuai dengan prosedur yang akan menyebabkan perbedaan hasil.

4.3. Perhitungan kadar abu


Untuk perhitungan kadar abu terdapat beberapa hal yang telah diketahui ;
a. Berat Crusible = 19,428 gram
b. Crusibel + Sampel sebelum ditanur = 20,2 gram
c. Berat sampel = 0,772 gram
d. Crusibel + Abu = 19,449 gram
e. Berat abu = 0,021 gram
Dari data-data tersebut kita dapat menghitung berapa kadar abu yang terdapat dalam
sampel tersebut dengan menggunakan rumus berikut :
Perhitungan :
Kadar abu (%) = (Crusible + Sampel setelah ditanur) – (Berat Crusibel) x100%
Berat sampel

= 19,449 gr – 19,428 gr x 100%


0,772 gr
= 2,72 %
Berdasarkan hasil perhitungan di dapatkan hasil kadar abunya sebesar 2.72% yang
didalamnya sudah terapat kandungan mineral. Bila dibandingkan dengan referensi
hasil penelitian Pulungan,dkk (1985) hasil yang kami dapatkan cukup sesuai dan ini
membuktikan bahwa kadar abu ini memang relatif sekitar 2-3% yang merupakan nilai
keseimbangan dalam total kandungan gizi yang terkandung dalam sampel ampas bir.

4.4. Perhitungan kadar lemak kasar


Untuk perhitungan kadar abu terdapat beberapa hal yang telah diketahui, yaitu ;
a. Berat selongsong = 0,884 gram
b. Berat selongsong + Sampel = 1,838 gram
c. Berat sampel = 0,954 gram
d. Berat selongsong + Sampel + Hekter Sebelum Ekstraksi = 1,857 gram
e. Berat selongsong + Sampel + Hekter Sesudah Ekstraksi = 1,763 gram

Dari data-data tersebut kita dapat menghitung berapa kadar lemak kasar yang terdapat
dalam sampel tersebut dengan menggunakan rumus berikut :
Perhitungan :
Kadar lemak kasar (%) = Sebelum ekstraksi - Sesudah ekstraksi x 100 %
(Selongsong + sampel) - Selongsong
= 1,857 – 1,763 x100%
1,838 – 0,884
= 9,85 %
Hasil ekstraksi lemak dengan menggunakan pelarut lemak yaitu berupa
kloroform yaitu sebesar 9.85% sedangkan bila dibandingkan dengan acuan referensi
hasil penelitian Pulungan,dkk (1985) ialah sebesar 10.49% tidak terlalu jauh berbeda
dengan hasil yang kami dapatkan hal ini membuktikan juga bahwa kadar standar
lemak kasar kurang lebih sekitar 10% yang merupakan kadar gizi seimbang dalam
kandungan ampas bir yang cocok untuk dicerna oleh ternak, yang bila kekurangna
atau berlebih akan menggangu kesehatan dan pencernaan hewan ternak tersebut.

4.5. Perhitungan protein kasar


Untuk perhitungan kadar protein kasar didapatkan beberapa hal yang telah diketahui;
a. Berat sampel = 1,099 gram
b. Normalitas HCl = 0,1502
c. Volume HCl = 2,5 ml

Dari data-data tersebut kita dapat menghitung berapa kadar protein kasar yang
terdapat dalam sampel tersebut dengan menggunakan rumus berikut :
Perhitungan :
Kadar protein kasar (%) = V HCl x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100 %
Berat Sampel
= 2,5 x 0,1502 x 0,014x 6,25 x 100 %
1,099
= 2,9 %
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa kadar protein kasar yang
diperoleh sebesar 2.9%. hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil
referensi yaitu sebesar 21.0 %. Mungkin terdapat beberapa kesalahan atau kekeliruan
saat melakukan percobaan dimulai dari ketelitian, ketertiban praktikan saat
melakukan prosedur,konsentrasi, dan sebagainya yang mempengaruhi hasil dari
percobaan ini. Sebenarnya, sampel “Ampas bir” ini merupakan sumber protein yang
baik untuk ternak yang berguna untuk penggemukan ternak. Kadar protein yang
terkandung merupakan tingkat menengah yaitu sekitar 25%.

4.6. Perhitungan Serat Kasar


Untuk menghitung kadar serat kasar dalam suatu sampel terdapat beberapa data yang
telah diketahui sebagai berikut :

a. Berat Sampel = 0,524 gram


b. Berat Kertas Saring = 0,257 gram
c. Sebelum ditanur = 22,445 gram
d. Setelah ditanur = 22,136 gram

Berdasarkan data-data tersebut, kadar serat kasar dapat diketahui berdasarkan rumus
perhitungan berikut ini :
Perhitungan :
Kadar serat kasar (%) = Sebelum ditanur-Setelah ditanur-Berat Kertas Saring x 100%
Berat sampel x 100%
100% - %LK
= 22,445 – 22,136 – 0,257 x 100%
0,524 x 100 %
100% – 9,85 %
= 8.96 %
Dari hasil perhitungan dengan rumus tersebut didapatkan hasil kadar serat kasar
sebesar 8.96% yang didalamnya terdapat komponen fraksi serat kasar yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang berguna untuk pencernaan dan kebutuhan gizi ternak.
Namun, dari hasol percobaan kami terdapat kekeliruan jumlah persentase yang
didapatkan terlalu kecil padahal seharusnya kadar serat itu cukup tinggi dan bila
dibandingkan dengan hasil referensi kadar serat yang didapatkan itu sebesar 23.58%
hal ini terjadi akibat terdapat beberapa kesalahn saat melakukan praktikum
diantaranya, ketelitian, keakuratan, konsentrasi, prosedur dan perhitungan.

4.7. Perhitungan energi bruto


Dalam analisis penentuan energi bruto terdapat beberapa hal yang telah diketahui
yaitu :
a. Berat Sampel = 0,796 gram
b. T2 = 25,75⁰C
c. T1 = 24,17⁰C
dari data-data tersebut akan mendapatkan hasil energi bruto dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Perhitungan :
Energi Bruto (cal/g) = T2 (⁰C) – T1 (⁰C) x 2417
Sampel (gr)
= 25,75⁰C - 24,17 ⁰C x 2417
0,796
= 4.79 cal/g
= 4790 Kkal
Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan energi bruto dalam sampel
ampas bir dengan menggunakan Bomb kalorimeter ini didapatkan hasil energi bruto
tersebut sebesar 4.79 cal/gr atau setara dengan 4790 Kkal. Hal ini menunjukkan
bahwa nutrient energi yang terkandung dalam sampel intu cukup baik yang berguna
sebagai bahan bakar bagi pengendalian suhu tubuh ternak, pergerakan dan
penggunaan bahan makanan. Dan bila dibandingkan dengan hasil referensi adalah
sebesar 4730 kkal dan bahwa hasil kelompok kami cukup setara, tidak terjadi
perbedaan yang terlalu signifikan.

4.8. Penghitungan BETN


% BETN = 100 – ( % air + % abu + % protein kasar+ % lemak kasar + % serat kasar)
% BETN = 100 – (72,46% + 2,72% + 2.9% + 9,85% + 8.99%)
= 100 – 96,83%)
= 3,17 %

4.9Konversi Asfed
a. Air
Konversi = %As fed (air) x BK
100
= 72.46% x 27.54%
100%
= 19.95 %
b. Abu
Konversi = %As fed (abu) x BK
100
= 2.72% x 27.54%
100%
= 0.74 %

c. Protein Kasar
Konversi = %As fed (protein kasar) x BK
100
= 2.9% x 27.54%
100%
= 8.21 %

d. Lemak Kasar
Konversi = %As fed (lemak kasar) x BK
100
= 9.85% x 27.54%
100%
= 2.71 %
e. Serat Kasar
Konversi = %As fed (serat kasar) x BK
100
= 89.65% x 27.54%
100%
= 24.6 %

4.10 Tabel Lengkap Hasil Analisis


Kandungan Nutrient As fed 100% Bahan Kering
(%) (%)
Air 19.95 72.46
Bahan Kering (BK) 80.05 27.54
Bahan Organik (BO) 79.31 24.82
Bahan Anorganik (BaO) 0.74 2.72
Bahan Organik Tanpa Nitrogen 78.52 21.92
(BOTN)
Protein Kasar (PK) 0.79 2.9
Lemak Kasar (LK) 2.71 9.85
Karbohidrat (KH) 75.81 12.07
Serat Kasar (SK) 24.6 8.9
Bahan Ekstrak tanpa N (BETN) 51.21 3.17

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis praktikum kali ini, kandungan yang telah dianalisis
dari suatu sampel “Ampas bir” didapatkan bahwa kandungan kadar air dalam kondisi
asfed sebesar 19,95%, kadar abu dalam kondisi asfed sebesar 0,74%, kadar [rotein
kasar dalam kondisi asfed sebesar 0,79%, kadar lemak kasar dalam kondisi asfed
seebesar 2,71%, kadar serta kasarnya dalam kondisi asfed sebesar 24,6%, dan kadar
BETN dalam kondisi asfed sebesar 51,21%.
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama.
Deno. 2010.http://denosan.com/2010/11/20/bomb-kalorimeter/ (di akses.tanggal
2November 2013)
Harper.1980. Petunjuk Praktikum Kimia Organik : Ekstraksi dan Identifikasi Lemak/
Minyak
Hermayanti, Yeni, Eli Gusti. 2006. Modul Analisis Proksimat. Padang : SMAK

Kamal,M.1998.Nutrisi Ternak I. Rangkuman Lab.Makanan Ternak,Jurusan Nutrisi


dan Makanan Ternak.Fakultas Peternakan,UGM: Yogyakarta.
Piliang, W.G. dan S. Djojosoebagio, Al Haj. 2002. Fisiologi Nutrisi. Vol. I. Edisi Ke-
4. IPB Press, Bogor.

Sudarmadji,Slamet,Haryono dan B.Suhadi.1996.Analisis Bahan Makanan dan


Pertanian.Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.UGM.Liberty,Yogyakarta.

Tim Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak. 2013.
Panduan Praktikum Analisis Proksimat. Jatinangor. Unpad

Winarno FG. 1984. Kimia Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai