ANALISIS PROKSIMAT
Nama Bahan:Ampas Bir
Di Susun Oleh :
Kelompok : 5
Kelas : D
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
(𝐵 − 𝐷)
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = 𝑋 100%
𝐶
Keterangan :
A. Berat cawan alumunium
B. Berat cawan + sampel
C. Berat sampel
D. Berat cawan + sampel kering oven
2.2.3 Prosedur
1. Mengeringkan cawan porselen ke dalam oven selama 1 jam pada suhu 100-
105⁰C.
2. Mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan menimbangnya, kemudian
mencatatnya sebagai A gram.
3. Memasukkan sejumlah sampel kering oven 2-5 gram ke dakam cawan, kemudian
mencatatnya sebagai B gram.
4. Memanaskan dengan hotplate atau pembakar Bunsen sampai tidak berasap lagi.
5. Memasukkan cawan porselen ke dalam tanur listrik dengan temperature 600-
700⁰C. Membakarnya selama 3-6 jam sampai bahan berubah warna menjadi abu
putih.
6. Mendinginkan cawan porselen yang berisi abu dalam eksikator selama 30 menit
dan menimbang beratnya. Kemudian mencatat berat cawan porselen dan abu
sebagai C gram.
7. Menghitung kadar abu yang terkandung pada bahan.
2.3.3 Prosedur
1. Menyiapkan kertas saring yang telah dikeringkan dalam oven (menggunakan
kertas saring bebas lemak)
2. Membuat selongsong penyaring yang dibuat dari kertas saring dan
menimbangnya (catat sebagai A gram). Memasukkan sampel sekitar 2-5 gram
dalam selongsong kemudian menimbang dan mencatat beratnya sebagai B gram.
Setelah itu dapat diketahui berat sampel yaitu C gram. (B gram – A gram)
3. Memasukan selongsong penyaring berisi sampel ke dalam alat soxhlet.
Memasukkan pelarut lemak (kloroform) sebanyak 100-200 ml ke dalam labu
didihnya. Lakukan ekstraksi dengan menyalakan pemanas hotplate dan
mengalirkan air pada kondensornya.
4. Ekstraksi dilakukan selama lebih kurang 6 jam. Setelah itu, mengambil
selongsong yang berisi sampel yang telah diekstraksi dan mengeringkannya
dalam oven selama 2 jam pada suhu 105⁰C dan memasukkannya ke dalam
eksikator selama 15 menit. Kemudian, menimbangnya. (catat sebagai D gram)
5. Mendestilasi kloroform yang terdapat dalam labu didih dan mendestilasinya
sehingga tertampung pada penampung soxhlet. Kloroform disimpan untuk
digunakan kembali.
b. Zat Kimia :
Asam sulfat pekat : untuk memisahkan sampel dari Nitrogen, merubah
senyawa kompleks menjadi sederhana
2.4.3 Prosedur
Destruksi
1. Menimbang contoh sampel kering oven sebanyak 1 gram (mencatatnya
sebagai A gram).
2. Memasukkan sampel ke dalam labu kjeldahl dengan hati – hati, kemudian
menambahkan 2 gram katalis campuran.
3. Menambahkan 20 ml Asam Sulfat pekat.
4. Memanaskan dalam nyala api kecil dalam lemari asam, bila sudah tidak
berbuih lagi, desttruski dilanjutkan dengan nyala api yang lebih besar.
5. Destruksi dianggap selesai jika larutan sudah berwarna hijau jernih,
kemudian dinginkan.
Destilasi
1. Menyiapkan dan memasang alat destilasi selengkapnya dengan hati – hati.
Jangan lupa batu didih, vaselin dan tali pengaman.
2. Memindahkan larutan hasil destruksi kedalam labu didih, kemudian
membilas dengan aquades sebanyak ± 50 ml.
3. Memasangkan erlenmeyer yang telah diisi dengan asam borax 5% sebanyak
15 ml untuk menangkap gas amoniak, dan telah diberi indikator campuran
sebanyak 2 tetes.
4. Membasakan larutan bahan dari destruksi dengan menambah 40-60 ml
NaOH 40% melalui corong samping. Tutup kran corong segera setelah
larutan tersebut masuk ke labu didih.
5. Menyalakan pemanas bunsen dan mengalirkan air kedalam pendingin tegak.
6. Melakukan destilasi sampai semua N dalam larutan dianggap telah
tertangkap oleh asam borax yang ditandai dengan menyusutnya larutan
dalam labuh didih sebayak 2/3 bagian (atau sekurang-kurangnya sudah
tertampung dalam erlenmeyer sebanyak 15 ml)
Titrasi
1. Mengambil Erlenmeyer yang berisi hasil sulingan dan membilas bagian yang
terendam dalam air suling.
2. Mentitrasi dengan HCl (yang sudah diketahui normalitasnya) dan
mencatatnya sebagai B.
3. Titrik titrasi tercapai ditandai dengan perubahan warna hijau ke abu-abu,
kemudian mencatat jumlah larutan HCl yang terpakai sebagai C ml.
(𝐶 − 𝐷 − 𝐴)
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑠𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 (%) = 100 𝑋 100%
𝐵𝑥 100−𝐿𝐾
Keterangan :
A = berat kertas saring
B = berat residu lemak
C = berat residu + cawan +kertas saring
D = berat cawan + abu
LK = kandungan lemak kasar
b. Zat Kimia :
H2SO4 1.25 %
NaOH 1.25%
Aseton
Aquades Panas
2.5.3 Prosedur
1. Menyiapkan kertas saring kering oven dengan diameter 4.5 cm dan mencatatnya
sebagai A gram.
2. Menyiapkan cawan porselen kering oven.
3. Memasukkan residu/sisa ekstraksi lemak ke dalam gelas piala khusus sebanyak 1
gram. (catat sebagai B gram)
4. Menambahkan H2SO4 1.25% sebanyak 100 ml kemudian memasangnya pada
alat pemanas khusus tepat dibawah kondensor (reflux)
5. Mengalirkan air dan menyalakan pemanas listrik tersebut.
6. Mendidihkannya selama 30 menit dihitung saat mulai mendidih.
7. Mengambil dan menyaring dengan menggunakan corong buchner yang telah
dipasang kertas saring. (kertas saring ini tidak perlu diketahui beratnya)
8. Melakukan penyaringan menggunakan pompa vakum kemudian cuci / bilas
dengan mempergunakan aquades panas sebanyak 100 ml.
9. Mengembalikan Residu yang terdapat dalam corong buchner kepada beaker glass
semula.
10. Menambahkan NaOH 1.25% sebanyak 100 ml kemudian memasang kembali
pada alat pemanas khusus seperti semula.
11. Melakukan langkah 6 dan 7, namun menggunakan kertas saring yang sudah
diketahui beratnya.
12. Membilas secara berturut – turut penyaringan ini dengan :
a. Air panas 100 ml
b.H2SO4 panas 0.3 N (1.25%) 50 ml
c. Air panas 100 ml
d.Aceton 50 ml
13. Memasukkan kertas saring dan isinya (residu) ke dalam cawan porselen dengan
menggunakan pinset
14. Mengeringkan dalam oven dengan suhu 100-105⁰C selama 1 jam.
15. Mendinginkannya dalam eksikator selama 15 menit kemudian menimbangnya
(catat sebagai C gram)
16. Memanaskan dalam hotplate sampai tidak berasap lagi kemudian
memasukkannya ke dalam tanur listrik dengan suhu 600 – 700⁰C selama 3 jam
sampai abunya berwarna putih. (Serat Kasar dibakar samapi habis)
17. Mendinginkan dalam eksikator selama 30 menit lalu menimbangnya (catat
sebagai D gram)
18. Mengukur kadar serat kasar yang terkandung dalam bahan makanan.
Lemak merupakan suatu senyawa ester yang terbentuk dari gliserol asam lemak
(asam karboksilat). secara umum lemak (Fat) dan minyak (oil) merupakan golongan
lipida yaitu senyawa organik yang terdapat dalam alam serta tak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik non-polar seperti suatu hidrokarbon atau dietileter.
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipid.
Satu sifat yang khas mencirikan golongan lipid (termasuk minyak dan lemak) adalah
daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter, benzen, kloroform) atau
sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air (Harper, 1980).
Adapun prinsip sokletasi ini adalah penyaringan yang berulang ulang sehingga
hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila
penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah
zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap
dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut, tapi tidak
melarutkan zat padat yang tidak diinginkan.
Namun, dalam metode analisis ini terdapat beberapa kelemahan yaitu ; tidak
hanya lemak yang dapat larut dalam pelarut lemak, tetapi terdapat pula komponen
senyawa organik lain yang bukan lemak larut dalam pelarut lemak ( mis : pigmen,
asam organik, klorofil, sterol, vitamin adek) sehingga terhitung sebagai komponen
fraksi lemak; dan lemak dengan bobot molekul besar serta kompleks (mis : fosfolipid,
lipoprotein) sulit larut dalam ether, sehingga bahan yang demikian (umumnya dari
hewani) harus didekstruksi dulu agar bisa larut (misalnya dengan HCL). Maka, akan
terdapat beberapa komponen yang termasuk ke dalam fraksi lemak kasar
diantaranya,lemak, minyak, malam (lilin), pigmen, asam organik, klorofil, sterol,
vitamin adek, curcumin, karoten.
3.5 Serat Kasar
Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry fiber)
dan serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada
kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan adanya serat, membantu
mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk disekresikan
keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah akan lebih lama
tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat
diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih
lamban.
Serat kasar sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan karena
angka ini merupakan indeks dan menentukan nilai gizi makanan tersebut. Selain itu,
kandungan serat kasar dapat digunakan untuk mengevaluasi suatu proses pengolahan,
misalnya proses penggilingan atau proses pemisahan antara kulit dan kotiledon,
dengan demikian persentase serat dapat dipakai untuk menentukan kemurniaan bahan
atau efisiensi suatu proses.
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dalam arti umum adalah sekelompok
karbohidrat yang kecernaannya tinggi, sedangkan dalam analisis proksimat yang
dimaksud Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen adalah sekelompok karbohidrat yang
mudah larut dengan perebusan menggunakan asam sulfat 1,25% atau 0,255 N dan
perebusan dengan menggunakan larutan NaOH 1,25% atau 0,313 N yang berurutan
masing-masing selama 30 menit. Walaupun demikian untuk penentuan kadar Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen hanya berdasarkan perhitungan 100%- (%air+%abu+%serat
kasar+%protein kasar+%lemak kasar). Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dipengaruhi
oleh kandungan nutient lainnya yaitu protein kasar, air, abu, lemak kasar dan serat
kasar (Kamal, 1998).
Dalam penjelasan lain, pada proses analisis penentuan kadar serat kasar ini
terdapat beberapa kelemahan yaitu, terdapat sebagian kecil senyawa organik yang
tergolong fraksi serat masih dapat larut dalam asam dan basa encer, sehingga
mengurangi nilai kandungan serat (mis : selulosa, hemiselulosa).
BAB IV
HASIL ANALISIS
Ampas bir juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu
untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm,
Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983). Di samping memiliki kandungan
zat gizi yang baik, ampas bir juga memiliki antinutrisi berupa asam fitat yang akan
mengganggu penyerapan mineral bervalensi 2 terutama mineral Ca, Zn, Co, Mg, dan
Cu, sehingga penggunaannya untuk unggas perlu hati-hati (Cullison, 1978).
2.2 Kelebihan
Grain bir, Makan Bir juga disebut, adalah produk-oleh/dari produksi bir yang
merupakan protein tingkat menengah (CP> 26%) feedstuff digunakan dalam pakan
hewan. Mereka adalah sumber yang sangat baik berkualitas tinggi by-pass protein
dan serat dicerna. Butir bir kering memiliki asam amino yang baik, mineral dan
vitamin B konten. Hal ini sangat cocok dan dapat digunakan dalam berbagai ransum.
butir bir kering adalah protein feedstuff tingkat menengah digunakan dalam pakan
hewan. Mereka adalah sumber yang sangat baik berkualitas tinggi by-pass protein
dan serat dicerna. Butir bir kering memiliki asam amino yang baik, mineral dan
vitamin B konten.
2.3 Kelemahan
Meskipun ampas bir merupakan salah satu pakan tambahan yang mempunyai
nilai gizi yang tinggi tapi penggunaan ampas bir yang berlebihan akan menyebabkan
pengaruh negative pada ternak. Biasanya penggunaan yang berlebihan akan
mengakibatkan ganguan pencernaan pada ternak ruminansia dan stress pada ternak
non ruminansia.
2.4 Peranan
Penggunaan ampas bir sangat baik digunakan sebagai ransum ternak sapi perah.
Di Jawa Barat ampas bir telah banyak dan sudah biasa digunakan oleh peternak
sebagai makanan ternak sapi potong untuk proses penggemukan. Di Taiwan ampas
tahu digunakan sebagai pakan sapi perah mencapai 2-5 kg per ekor per hari (Heng-
Chu, 2004), sedangkan di Jepang penggunaan ampas tahu untuk pakan ternak
terutama sapi dan babi dapat mencapai 70% (Amaha, et al., 1996).
Penelitian telah dilakukan pada domba oleh Pulungan, dkk., (1984), di mana
ternak percobaannya diberi ransum perlakuan (A) rumput lapangan (ad libitum), (B)
rumput lapangan (ad libitum) + ampas bir 1,25% BB, (C) rumput lapangan (ad
libitum) + ampas tahu 2,5% BB, (D) rumput lapangan (ad libitum) + ampas bir (ad
libitum). Hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa domba yang mendapat
rumput berkualitas rendah, ampas bir dapat diberikan sebagai ransum penggemukan
dan dapat diberikan secara tak terbatas.Knipscheer et al. (1983) melakukan penelitian
pada kambing dan menyimpulkan bahwa pemberian ampas tahu dapat memberikan
keuntungan dalam usaha peternakan kambing atau domba yang dipelihara secara
intensif.
Ampas tahu merupakan sumber protein yang mudah terdegradasi di dalam
rumen (Suryahadi, 1990) dengan laju degradasi sebesar 9,8% per jam dan rataan
kecepatan produksi N-amonia nettonya sebesar 0,677 mM per jam (Sutardi, 1983).
Penggunaan protein ampas tahu diharapkan akan lebih tinggi bila dilindungi dari
degradasi dalam rumen (Suryahadi, 1990).
Penelitian yang dilakukan Karimullan (1991) menunjukkan bahwa
perlindungan ampas tahu dengan tanin menurunkan kadar amonia cairan rumen, hal
ini berarti bahwa pemanfaatan protein ampas tahu dapat secara langsung digunakan
oleh induk semang tanpa mengalami degradasi oleh mikroba rumen (protein by pass).
Namun demikian perlindungan ini juga menyebabkan kadar VFA menurun dan
diikuti pula dengan penurunan bakteri dan protozoa rumen. Kemungkinan besar
karena pasokan nutrien ampas tahu, begitu pula dengan protozoa tidak cukup suplai
bakteri dan nutriennya bagi kebutuhan untuk pertumbuhannya akibat perlindungan
ampas tahu tersebut oleh tannin gambir.
Berdasarkan data tersebut, untuk menentukan kadar airnya daat dihitung dengan
menggunakan rumus tersebut ;
Perhitungan:
Kadar air (%) = (Cawan+Sampel) – (Cawan+Sampel setelah oven) x 100 %
Berat sampel
= 18,979 gr –10,717 gr x 100%
11,402 gr
= 72,46 %
Setelah melakukan pengovenan dari bahan ampas bir, didapatkan kandungan air yang
telah menguap sebesar 72,46%, hal ini menunjukkan bahwa kadar air dalam sampel
ini cukup tinggi dan akan didapatkan jumlah bahan kering bedasarkan perhitungan
berikut :
Bahan kering = 100% – kadar air
= 100% – 72.46%
= 27.54 %
Bila dibandingkan dengan acuan hasil penelitian pada pembahasan deskripsi dari
ampas bir diatas, kadar air yang didapat juga tergolong tinggi yaitu 86.7 % dengan
BK sebesar 13.3%. sedangkan hasil percobaan kami kadar air sebesar 72.46% dan
BK sebesar 27.54% terdapat perbedaan bahwa hasil kami ternyata lebih kecil kadar
airnya dan lebih besar Bknya, hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu dari pada proses penimbangan yang mungkin kurang akurat,
dari tata cara pengerjaan praktikan yang kurang teliti dan pengerjaan yang mungkin
kurang sesuai dengan prosedur yang akan menyebabkan perbedaan hasil.
Dari data-data tersebut kita dapat menghitung berapa kadar lemak kasar yang terdapat
dalam sampel tersebut dengan menggunakan rumus berikut :
Perhitungan :
Kadar lemak kasar (%) = Sebelum ekstraksi - Sesudah ekstraksi x 100 %
(Selongsong + sampel) - Selongsong
= 1,857 – 1,763 x100%
1,838 – 0,884
= 9,85 %
Hasil ekstraksi lemak dengan menggunakan pelarut lemak yaitu berupa
kloroform yaitu sebesar 9.85% sedangkan bila dibandingkan dengan acuan referensi
hasil penelitian Pulungan,dkk (1985) ialah sebesar 10.49% tidak terlalu jauh berbeda
dengan hasil yang kami dapatkan hal ini membuktikan juga bahwa kadar standar
lemak kasar kurang lebih sekitar 10% yang merupakan kadar gizi seimbang dalam
kandungan ampas bir yang cocok untuk dicerna oleh ternak, yang bila kekurangna
atau berlebih akan menggangu kesehatan dan pencernaan hewan ternak tersebut.
Dari data-data tersebut kita dapat menghitung berapa kadar protein kasar yang
terdapat dalam sampel tersebut dengan menggunakan rumus berikut :
Perhitungan :
Kadar protein kasar (%) = V HCl x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100 %
Berat Sampel
= 2,5 x 0,1502 x 0,014x 6,25 x 100 %
1,099
= 2,9 %
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa kadar protein kasar yang
diperoleh sebesar 2.9%. hasil ini lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil
referensi yaitu sebesar 21.0 %. Mungkin terdapat beberapa kesalahan atau kekeliruan
saat melakukan percobaan dimulai dari ketelitian, ketertiban praktikan saat
melakukan prosedur,konsentrasi, dan sebagainya yang mempengaruhi hasil dari
percobaan ini. Sebenarnya, sampel “Ampas bir” ini merupakan sumber protein yang
baik untuk ternak yang berguna untuk penggemukan ternak. Kadar protein yang
terkandung merupakan tingkat menengah yaitu sekitar 25%.
Berdasarkan data-data tersebut, kadar serat kasar dapat diketahui berdasarkan rumus
perhitungan berikut ini :
Perhitungan :
Kadar serat kasar (%) = Sebelum ditanur-Setelah ditanur-Berat Kertas Saring x 100%
Berat sampel x 100%
100% - %LK
= 22,445 – 22,136 – 0,257 x 100%
0,524 x 100 %
100% – 9,85 %
= 8.96 %
Dari hasil perhitungan dengan rumus tersebut didapatkan hasil kadar serat kasar
sebesar 8.96% yang didalamnya terdapat komponen fraksi serat kasar yaitu selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang berguna untuk pencernaan dan kebutuhan gizi ternak.
Namun, dari hasol percobaan kami terdapat kekeliruan jumlah persentase yang
didapatkan terlalu kecil padahal seharusnya kadar serat itu cukup tinggi dan bila
dibandingkan dengan hasil referensi kadar serat yang didapatkan itu sebesar 23.58%
hal ini terjadi akibat terdapat beberapa kesalahn saat melakukan praktikum
diantaranya, ketelitian, keakuratan, konsentrasi, prosedur dan perhitungan.
4.9Konversi Asfed
a. Air
Konversi = %As fed (air) x BK
100
= 72.46% x 27.54%
100%
= 19.95 %
b. Abu
Konversi = %As fed (abu) x BK
100
= 2.72% x 27.54%
100%
= 0.74 %
c. Protein Kasar
Konversi = %As fed (protein kasar) x BK
100
= 2.9% x 27.54%
100%
= 8.21 %
d. Lemak Kasar
Konversi = %As fed (lemak kasar) x BK
100
= 9.85% x 27.54%
100%
= 2.71 %
e. Serat Kasar
Konversi = %As fed (serat kasar) x BK
100
= 89.65% x 27.54%
100%
= 24.6 %
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis praktikum kali ini, kandungan yang telah dianalisis
dari suatu sampel “Ampas bir” didapatkan bahwa kandungan kadar air dalam kondisi
asfed sebesar 19,95%, kadar abu dalam kondisi asfed sebesar 0,74%, kadar [rotein
kasar dalam kondisi asfed sebesar 0,79%, kadar lemak kasar dalam kondisi asfed
seebesar 2,71%, kadar serta kasarnya dalam kondisi asfed sebesar 24,6%, dan kadar
BETN dalam kondisi asfed sebesar 51,21%.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak. 2013.
Panduan Praktikum Analisis Proksimat. Jatinangor. Unpad