Anda di halaman 1dari 23

ILMU PETERNAKAN

“SAPI PERAH”

OLEH:

Grace Sophia J.M 1209005031


Ni Made Ayu Sintya Paramita 1209005032
Josia Samuel 1209005033
Edo Leonardo 1209005034
Franky L.H.R. Andung 1209005035
A.A Sri Kumala Dewi 1209005036

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2013

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan paper ini dapat
diselesaikan dengan tepat waktu.
Paper ini penulis susun sebagai tugas dari mata kuliah Ilmu Peternakan,
yang berjudul “Sapi Perah”. Melalui penulisan paper ini, diharapkan mahasiswa
mampu memahami sejarah, asal usul, dan jenis-jenis sapi perah pada umumnya
serta perbedaan spesifik pada khususnya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing mata kuliah
Ilmu Peternakan yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya
terselesaikannya tugas paper ini.
Demikianlah tugas ini penulis susun semoga bermanfaat, dan dapat
memenuhi tugas mata kuliah ilmu peternakan.

Denpasar, 20 Maret 2013

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ................................................................................................... 2

BAB II ASAL USUL SAPI PERAH ................................................................ 3


2.1 Sapi yang Berasal dari Daerah Sub Tropis (Bos taurus) ......................... 4
2.2 Sapi yang Berasal dari Daerah Tropis (Bos indicus) .............................. 9

BAB III MANAGEMEN SAPI PERAH ......................................................... 13

BAB IV PRODUKSI SAPI PERAH ................................................................ 15

BAB V PENANGANAN PRODUKSI SAPI PERAH .................................... 16

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 18


6.1 Simpulan ................................................................................................ 18
6.2 Saran ...................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 20

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sapi Ayrshire ..................................................................................... 5

Gambar 2. Sapi Brown Swiss ............................................................................. 6

Gambar 3. Sapi Guernsey ................................................................................... 7

Gambar 4. Sapi Jersey ......................................................................................... 8

Gambar 5. Sapi Holstein-Friesien ....................................................................... 9

Gambar 6. Sapi Sahiwal ...................................................................................... 10

Gambar 7. Sapi Red Sindhi ................................................................................. 10

Gambar 8. Sapi Gir ............................................................................................. 11

Gambar 9. Tabel komposisi susu sapi perah

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak bangsa sapi yang dikembangkan untuk tujuan ganda (susu dan
daging) atau bahkan untuk tujuan yang lebih luas lagi yaitu susu, daging, dan
tenaga. Beberapa bangsa masih memperlihatkan perbedaan sedangkan yang
lainnya telah diseleksi untuk sifat-sifat ternak daging atau ternak perah saja
(Blakely,1991). Sapi perah adalah hewan ternak yang berasal dari family
Bovidae seperti bison, banteng dan kerbau. Sapi perah memiliki banyak manfaat
yaitu menghasilkan air susu, daging, tenaga untuk bekerja, biogas, dan berbagai
kebutuhan lainnya. Sapi didomestikasikan sejak 400 tahun SM, dan diperkirakan
berasal dari Asia tengah yang kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh
Asia. Selain jenis sapi persilangan, ada pula jenis sapi asli seperti red shindi,
australian milking zebu, brown swiss dan lainnya. Persilangan antar sapi perah
dilakukan untuk mendapatkan sapi perah yang memiliki kualitas bagus.
Persilangan ini dilakukan pada sapi lokal dengan sapi Friesian Holstein di Grati
untuk memperoleh sapi perah yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

Salah satu hewan ternak penghasil protein yang sangat penting adalah sapi
perah. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan
susu, dan 85% kebutuhan kulit. Sapi perah merupakan penghasil air susu yang
kaya akan protein yang merupakan sumber gizi yang penting untuk bayi, anak
dalam masa pertumbuhan serta lanjut usia. Protein dalam air susu sangat penting
untuk menunjang pertumbuhan kecerdasan dan daya tahan tubuh. Selain
bermanfaat bagi tubuh, sapi perah juga berperan besar dalam menunjang
perekonomi dan kelestarian ekosistem. Sapi perah bisa dijadikan komoditas
bisnis, selain itu bahan bakar dari fesesnya dapat menjadi solusi untuk
pencemaran udara.

5
Dilihat dari segi ekonomi pula, peternak sapi perah sebenarnya mempunyai
peluang usaha yang sangat besar dikarenakan kebutuhanan permintaan
masyarakat terhadap susu mulai meningkat dan bertambah, sedangkan populasi
sapi perah yang tidak seimbang dengan permintaan tersebut. Hal itu menyebabkan
kebutuhan susu tidak dapat terpenuhi. Artinya prospek usaha ternak sapi perah
cukup baik dan menjanjikan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul
sebagai berikut :
1.2.1 Bagaimana asal usul perkembangan sapi perah dan ragam jenis sapi
perah di dunia?
1.2.2 Bagaimana managemen sapi perah?
1.2.3 Bagaimana produktivitas dan penanganan produksi sapi perah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1.3.1 Untuk dapat memahami sejarah asal usul dari sapi perah.
1.3.2 Untuk dapat mengetahui jenis-jenis sapi perah, seperti spesies, ciri
morfologi, ras, dan prilaku.
1.3.3 Untuk dapat memahami managemen perkembangan sapi perah.
1.3.4 Untuk dapat memahami aspek-aspek produktivitas sapi perah bagi
manusia
1.3.5 Untuk dapat mengidentifikasi penanganan produktivitas sapi perah.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1.4.1 Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas
Udayana, khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih
mengenai sapi perah.
1.4.2 Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk
mengerjakan tugas yang berhubungan dengan sapi perah.

6
BAB II
ASAL USUL SAPI PERAH

Domestikasi sapi dan penggunaan susunya untuk konsumsi manusia di Asia


dan Afrika Timur Laut sudah dimulai sejak 8.000-6.000 SM. Sebelum sapi
dijinakkan mungkin dengan jalan diburu oleh orang-orang primitif. Telah
bertahun-tahun sapi digunakan sebagai ternak beban dan sebagai sumber
makanan, untuk upacara agama, upacara korban. Susu sapi dan produknya telah
digunakan sebagai makanan, bahan upacara-upacara korban, kosmetik dan obat-
obatan. Orang-orang India menternakkan sapi sekitar 2.000 SM, menteganya
digunakan sebagai bahan makanan dan sebagai bahan persembahan pada
Tuhannya. Mentega diubah menjadi Ghee (butter oil). Di India sapi dianggap
sebagai hewan suci. Catatan dari Mesir pada tahun 300 SM menunjukkan bahwa
susu, mentega dan keju telah digunakan secara meluas. Sapi diperah dari samping,
tidak dari belakang seperti orang-orang Somalia, namun demikian kedua bangsa
tersebut memerah sapinya dengan menempatkan pedetnya di depan sapi yang
sedang di perah. Perkembangan yang besar dalam peternakan sapi perah mulai
tahun Masehi sampai pertengahan 1850-an terjadi di Eropa. Bangsa-bangsa sapi
perah yang penting di Amerika Serikat, Eropa dan Australia aslinya berasal dari
Eropa.
Sapi perah di Indonesia ada pada usaha di bidang persusuan di masa lampau
di Indonesia dimulai sejak jaman penjajahan Belanda, berdasarkan atas
kepentingan orang-orang Eropa terutama pegawai pemerintah Hindia Belanda
yang membutuhkan susu segar. Pemerintah Belanda yang di negerinya
mempunyai populasi sapi perah Fries Holland (FH), mendatangkan sapi FH ke
Indonesia. Karena pada dasarnya hanya bertujuan untuk memenuhi permintaan
susu segar bagi para karyawan Belanda, dan belum ada usaha pengelolaan susu,
maka perkembangan peternakan sapi perah pada masa tersebut sangat lambat.
Seperti telah diketahui bahwa susu adalah merupakan produk ternak yang
cepat/mudah menjadi rusak apabila tanpa pengolahan. Pemuliabiakan sapi perah

7
di Indonesia telah dimulai sejak kontrolir van Andel yang bertugas di Kawedanan
Tengger, Pasuruhan pada tahun 1891 - 1893, atas anjuran dokter hewan Bosma
mengimport sapi pejantan Fries Holland dari negeri Belanda. Disamping itu telah
diimport pula sapi perah Shorthorn, Ayrshire dan Jersey dari Australia. Sapi-sapi
tersebut telah dikawin-silangkan dengan sapi lokal yaitu sapi Jawa dan Madura.
Perkawinan sapi tersebut dengan sapi Jawa (lokal) merupakan landasan
terbentuknya sapi Grati. Kontrolir Shipper yang didampingi dokter hewan
Penning mengadakan grading-up sapi-sapi lokal dengan menggunakan sapi jantan
FH yang didatangkan dari negeri Belanda sebanyak 7 ekor. Bersamaan dengan
waktu itu dilakukan pengebirian sapi-sapi jantan lokal di daerah Salatiga, Boyolali
dan sekitarnya. Sejak tahun 1990 di Lembang dan Cisarua (Bandung) telah
terdapat perusahaan peternakan sapi perah yang memelihara sapi perah bangsa FH
murni.
Sapi perah adalah sapi yang khusus dipelihara untuk diambil susunya. Ada
beragam jenis sapi perah yang unggul yang biasa diternakkan, sapi perah
dibedakan menjadi dua menurut asalnya, yaitu sapi yang berasal dari daerah sub
tropis (Bos taurus) dan tropis (Bos indicus) (Blakely and Blade, 1991).

2.1 Sapi yang Berasal dari Daerah Sub Tropis (Bos taurus)

a. Ayrshire merupakan bangsa sapi yang dikembangkan di daerah Ayr, yaitu


di daerah bagian barat Skotlandia. Wilayah tersebut dingin dan lembab,
padang rumput relative tidak banyak tersedia. Dengan demikian maka
ternak terseleksi secara alamiah akan ketahanan dan kesanggupannya
untuk merumput (Blakely,1991).

8
Gambar 1.1 Sapi Ayrshire
Pola warna bangsa sapi Ayrshire bervariasi dari merah dan putih sampai
warna mahagoni dan putih. Bangsa sapi ini lebih bersifat gugup atau
terkejut bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa yang lain. Para peternak
dahulu nampak masih berhati-hati dalam usaha mereka dalam melakukan
seleksi kearah tipe yang bagus. Hasil itu masih nampak dalam gaya
penampilan, simetri, perlekatan ambing yang nampak, disamping
kehalusan dan kebersihannya sebagai tipe perah. Sapi Ayrshire hanya
termasuk dalam peringkat sedang dari sudut daging serta pedet yang
dilahirkan. Rata-rata bobot badan sapi betina dewasa 1250 pound dan sapi
jantan mencapai 1600-2300 pound. Produksi susu menurut DHIA
(1965/1966) rata-rata 10312 pound dengan kadar lemak 4%
(Prihadi,1997).

b. Brown Swiss merupakan jenis sapi yang dikembangkan dilereng-lereng


pegunungan di Swiss. Sapi ini merumput di kaki-kaki gunung pada saat
musim semi sampai lereng yang paling tinggi saat musim panas. Keadaan
alam seperti itu melahirkan hewan-hewan yang tangguh akan kemampuan
merumput yang bagus. Ukuran badannya yang besar serta lemak badannya
yang berwarna putih menjadikannya sapi yang disukai untuk produksi
daging (Blakely,1991).

9
Gambar 1.2 Sapi Brown Swiss
Warna sapi Brown Swiss bervariasi mulai dari coklat muda sampai coklat
gelap, serta tercatat sebagai sapi yang mudah dikendalikan dengan
kecenderungan bersifat acuh. Sapi Brown Swiss dikembangkan untuk
tujuan produksi keju dan daging, serta produksi susunya dalam jumlah
besar dengan kandungan bahan padat dan lemak yang relative tinggi.
Bobot badan sapi betina dewasa 1200-1400 pound, sedang sapi jantan
Brown Swiss 1600-2400 pound. Produksi susu rata-rata mencapai 10860
pound dengan kadar lemak 4,1% dan warna lemak susunya agak putih
(Blakely,1991).

c. Guernsey merupakan jenis sapi yang dikembangkan di pulau Guernsey di


Inggris. Pulau tersebut terkenal dengan padang rumputnya yang bagus,
sehingga pada awal-awal seleksinya, sifat-sifat kemampuan merumput
bukan hal penting yang terlalu diperhatikan. Sapi perah Guernsey
berwarna coklat muda dengan totol-totol putih yang nampak jelas. Sapi
tersebut sangat jinak, tetapi karena lemak badannya yang berwarna
kekuningan serta ukuran badan yang kecil menyebabkan tidak disukai
untuk produksi susu dengan warna kuning yang mencerminkan kadar
karoten yang cukup tinggi (karoten adalah pembentuk atau prekusor
vitamin A). disamping itu, kadar lemak susu serta kadar bahan padat susu
yang tinggi. Bobot badan rata-rata sapi betina dewasa 1100 pound dengan
kisaran antar 800-1300 pound. Sedangkan bobot sapi jantan dewasa dapat

10
mencapai 1700 pound. Produksi susu sapi Guernsey menurut DHIA
(1965/1966) rata-rata 9179 pound dengan kadar lemaknya 4,7%
(Prihadi,1997).

Gambar 1.3 Sapi Guernsey

d. Sapi Jersey dikembangkan di pulau Jersey di Inggris yang terletak hanya


sekitar 22 mil dari pulau Guernsey. Seperti halnya pulau Guernsey, pulau
Jersey juga mempunyai padang rumput yang bagus sehingga seleksi ke
arah kemampuan merumput tidak menjadi perhatian pokok. Pulau itu hasil
utamanya adalah mentega, dengan demikian sapi Jersey dikembangkan
untuk tujuan produksi lemak susu yang banyak, sifat yang sampai kini pun
masih menjadi perhatian. Dalam masa perkembangan bangsa ini, hanya
sapi-sapi yang bagus sajalah yang tetap dipelihara sehingga sapi Jersey ini
masih terkenal karena keseragamannya (Blakely,1991).

11
Gambar 1.4 Sapi Jersey
Susu yang berasal dari sapi yang berwarna coklat ini, warnanya kuning
karena kandungankarotennya tinggi serta persentase lemak dan bahan
padatnya juag tinggi. Seperti halnya sapi Guernsey, sapi Jersey tidak
disukai untuk tujuan produksi daging serta pedet yang akan dipotong.
Bobot sapi betina dewasa antara 800-1100 pound. Produksi susu sapi
Jersey tidak begitu tinggi, menurut standar DHIA (1965/1966) rata-rata
produksi sapi Jersey 8319 pound/tahun, tetapi kadar lemaknya sangat
tinggi rata-rata 5,2% (Prihadi,1997).

e. Bangsa sapi Holstein-Friesien adalah bangsa sapi perah yang paling


menonjol di Amerika Serikat, jumlahnya cukup banyak, meliputi antara 80
sampai 90% dari seluruh sapi perah yang ada. Asalnya adalah Negeri
Belanda yaitu di propinsi Nort Holand dan West Friesland, kedua daerah
yang memiliki padang rumput yang bagus. Bangsa sapi ini pada awalnya
juga tidak diseleksi kearah kemampuan atau ketangguhannya merumput.
Produksi susunya banyak dan dimanfaatkan untuk pembuatan keju
sehingga seleksi kearah jumlah produksi susu sangat dipentingkan
(Blakely,1991).

12
Gambar 1.5 Sapi Holstein-Friesien

Sapi yang berwarna hitam dan putih (ada juga Holstein yang berwarna
merah dan putih) sangat menonjol karena banyaknya jumlah produksi susu
namun kadar lemaknya rendah. Sifat seperti ini nampaknya lebih cocok
dengan kondisi pemasaran pada saat sekarang. Ukuran badan, kecepatan
pertumbuhan serta karkasnya yang bagus menyebabkan sapi ini sangat
disukai pula untuk tujuan produksi daging serta pedet untuk dipotong.
Standar bobot badan sapi betina dewasa 1250 pound, pada umumnya sapi
tersebut mencapai bobot 1300-1600 pound. Standar bobot badan pejantan
1800 pound dan pada umumnya sapi pejantan tersebut mencapai diatas 1
ton. Produksi susu bias mencapai 126874 pound dalam satu masa laktasi,
tetapi kadar lemak susunya relative rendah, yaitu antara 3,5%-3,7%.
Warna lemaknya kuning dengan butiran-butiran (globuli) lemaknya kecil,
sehingga baik untuk dikonsumsi susu segar (Blakely,1991).
2.2 Bangsa Sapi Perah Daerah Tropis (Bos indicus)
a. Bangsa sapi Sahiwal berasal dari daerah Punyab, distrik montgo mery,
Pakistan, daerah antara 29°5’ -30°2’ LU. Sapi perah Sahiwal mempunyai
warna kelabu kemerah-merahan atau kebanyakan merah warna sawo atau
coklat. Sapi betina bobot badannya mencapai 450 kg sedangkan yang

13
jantan 500-600 kg. sapi ini tahan hidup di daerah asalnya dan dapat
berkembang di daerah-daerah yang curah hujannya tidak begitu tinggi.
Produksi susu paling tinggi yaitu antara 2500-3000 kg/tahun dengan kadar
lemaknya 4,5%. Menurut Ware (1941) berdasarkan catatan sapi perah
Sahiwal yang terbaik dari 289 ekor dapat memproduksi antara 6000-13000
pound (2722-5897 liter) dengan kadar lemak 3,7% (Blakely,1991).

Gambar 1.6 Sapi Sahiwal

b. Bangsa sapi Red Sindhi berasal dari daerah distrik Karachi, Hyderabad
dan Kohistan. Sapi Red Sindhi berwarna merah tua dan tubuhnya lebih
kecil bila dibandingkan dengan sapi Sahiwal, sapi betina dewasa rata-rata
bobot badannya 300-350 kg, sedangkan jantannya 450-500 kg. produksi
susu Red Sindhi rata-rata 2000 kg/tahun, tetapi ada yang mencapai
produksi susu 3000 kg/tahu dengan kadar lemaknya sekitar 4,9%
(Blakely,1991).

Gambar 1.7 Sapi Red Sindhi

14
c. Bangsa sapi Gir berasal dari daerah semenanjung Kathiawar dekat
Bombay di India Barat dengan curah hujan 20-25 inchi atau 50,8-63,5 cm.
Daerah ini terletak antara 20°5’ - 22°6’ LU. Pada musim panas
temperature udara mencapai 98°F (36,7°C) dan musim dingin temperatu
udara sampai 60°F (15,5°C) (Prihadi,1997).

Gambar 1.8 Sapi Gir

Warna sapi Gir pada umumnya putih dengan sedikit bercak-bercak coklat
atau hitam, tetapi ada juga yang kuning kemerahan. Sapi ini tahan untuk
bekerja baik di sawah maupun di tegal. Ukuran bobot sapi betina dewasa
sekitar 400 kg, sedangkan sapi jantan dewasa sekitar 600 kg. produksi susu
rata-rata 2000 liter/tahun dengan kadar lemak 4,5-5% (Blakely,1991).

2.3 Bangsa sapi perah di Indonesia

Bangsa sapi perah di Indonesia dapat dikatakan tidak ada. Sapi perah di
Indonesia berasal dari sapi impor dan hasil dari persilangan sapi impor dengan
sapi local. Pada tahun 1955 di Indonesia terdapat sekitar 200.000 ekor sapi perah
dan hampir seluruhnya merupakan sapi FH dan keturunannya (Prihadi,1997).
Produksi susu sapi FH di Indonesia tidak setinggi di tempat asalnya. Hal ini
banyak dipengaruhi oleh factor antara lain iklim, kualitas pakan, seleksi yang
kurang ketat, manajemen dan mungkin juga sapi yang dikirim ke Indonesia

15
kualitas genetiknya tidak sebaik yang diternakkan dinegeri asalnya. Sapi FH
murni yang ada di Indonesia rata-rata produksi susunya sekitar 10 liter per hari
dengan calving interval 12-15 bulan dan lama laktasi kurang lebih 10 bulan atau
produksi susu rata-rata 2500-3000 liter per laktasi (Prihadi,1997).
Hasil persilangan antara sapi lokal dengan sapi FH sering disebut sapi PFH
(Peranakan Friesian Holstein). Sapi ini banyak dipelihara rakyat terutama di
daerah Boyolali, Solo, Ungaran, Semarang, dan Jogjakarta. Juga dapat dijumpai
didaerah Pujon, Batu, Malang,dan sekitarnya. Warna sapi PFH seperti sapi FH
tetapi sering dijumpai warna yang menyimpang misalnya warna bulu kipas ekor
hitam, kuku berwarna hitam dan bentuk tubuhnya masih memperlihatkan bentuk
sapi lokal, kadang-kadang masih terlihat adanya gumba yang meninggi
(Prihadi,1997).

16
BAB III
MANAGEMEN SAPI PERAH

Sanitasi serta tindakan preventif pada pemeliharaan dengan intensif sapi-


sapi dikandangkan hingga peternak gampang mengawasinya, sesaat pemeliharaan
dengan ekstensif pengawasannya sukar dikerjakan dikarenakan sapi-sapi yang
dipelihara dilewatkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara didalam naungan
(ruangan) mempunyai konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) serta produksi
susunya 11% semakin banyak dari pada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera
diobati dikarenakan serta bibit yang menyambut beranak dikering kandangkan
sepanjang 1-2 bulan.

Perawatan ternak ternak dengan dimandikan 2 hari sekali. Semua sapi induk
dimandikan tiap-tiap hari sesudah kandang dibersihkan serta sebelum saat
pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang
diletakkan pada penampungan spesial hingga bisa diolah jadi pupuk. Sesudah
kandang dibersihkan, baiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang
biasan6ya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (1 minggu sekali tilam
tersebut mesti dibongkar). Penimbangan dikerjakan sejak sapi pedet sampai umur
dewasa. sapi pedet ditimbang 1 minggu sekali sesaat sapi dewasa ditimbang tiap-
tiap bln. atau 3 bln. sekali. sapi yang baru disapih ditimbang 1 bulan sekali. sapi
dewasa bisa ditimbang dengan lakukan taksiran pengukuran menurut lingkar serta
lebar dada, panjang badan serta tinggi pundak.

Pemberian pakan pada sapi bisa dikerjakan dengan 3 langkah, yakni : a)


sistem penggembalaan (pasture fattening); b) kereman (dry lot fattening); c)
gabungan langkah pertama serta ke-2. Pakan yang didapatkan berbentuk hijauan
serta konsentrat. hijauan yang berbentuk jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro,
alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. hijauan diberikan siang
hari sesudah pemerahan sejumlah 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berbentuk rumput
untuk sapi dewasa biasanya diberikan sejumlah 10% dari bobot badan (bb) serta

17
pakan tambahan sejumlah 1-2% dari bb. Sapi yang tengah menyusui (laktasi)
membutuhkan makanan tambahan sebesar 25% hijauan serta konsentrat didalam
ransumnya. Hijauan yang berbentuk rumput fresh baiknya ditambah dengan type
kacang-kacangan (legum). Sumber karbohidrat berbentuk dedak halus atau
bekatul, ampas tahu, gaplek, serta bungkil kelapa dan mineral (sebagai penguat)
yang berbentuk garam dapur, kapur, dan lain-lain. pemberian pakan konsentrat
baiknya diberikan saat pagi hari serta sore hari sebelum saat sapi diperah sejumlah
1-2 kg/ekor/hari. Tidak hanya makanan, sapi juga diberi air minum sejumlah 10%
dari berat badan/hari. Pemeliharaan utama merupakan pemberian pakan yang
cukup serta berkwalitas, dan melindungi kebersihan kandang serta kesehatan
ternak yang dipelihara. Pemberian pakan dengan kereman digabungkan dengan
penggembalaan di awal musim kemarau, tiap-tiap hari sapi digembalakan. Di
musim hujan sapi dikandangkan serta pakan diberikan menurut jatah.
Penggembalaan mempunyai tujuan juga untuk berikan peluang bergerak pada sapi
manfaat memperkuat kakinya.

Pemeliharaan kandang kotoran ditimbun di area lain supaya alami sistem


fermentasi (+ 1-2 minggu) serta beralih jadi pupuk kandang yang telah masak
serta baik. Kandang sapi tidak bisa tertutup rapat (agak terbuka) supaya sirkulasi
hawa didalamnya jalan lancar. Air minum yang bersih wajib ada setiap waktu.
Area pakan serta minum baiknya dibikin di luar kandang namun tetap dibawah
atap. Area pakan dibikin agak lebih tinggi supaya pakan yang didapatkan tidak
diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sesaat area air minum baiknya
dibikin permanen berbentuk bak semen serta sedikit lebih tinggi dari pada
permukaan lantai. Siapkan juga peralatan untuk memandikan sapi.

18
BAB IV

PRODUKSI SAPI PERAH

Ternak perah adalah ternak yang dapat memproduksi susu melebihi


kebutuhan anaknya dan dapat mempertahankan produksi susu sampai jangka
waktu tertentu walaupun anaknya sudah disapih atau lepas susu. Produksi susu
yang tinggi pada induk sedang laktasi selama bulan pertama berpengaruh terhadap
bobot tubuh induk dan dapat mengakibatkan penurunan bobot tubuh selama bulan
pertama setelah melahirkan (berkisar antara 15-16 %).(Darmadja, 1980)

Produktivitas susu sapi perah memiliki kadar protein yang tinggi


dibandingkan dengan susu domba dan memiliki kadar laktosa yang lebih tinggi
dibandingkan dengan susu domba, kambing dan kerbau. Namun dalam jenis sapi
perah, susu sapi Jersey yang mengandung protein dan lemak yang paling tinggi
dibandingkan susu sapi jesis lainnya.

Jenis Bahan Protein Lemak Laktosa Mineral


kering
FriesHolland 12.20 3.10 3.50 4.90 0.70
Ayrshire 13.10 3.60 4.10 4.70 0.70
BrownSwiss 13.30 3.60 4.00 5.00 0.70
Guernsey 14.40 3.80 5.00 4.90 0.70
Jersey 15.00 3.90 5.50 4.90 0.70
Zebu 13.30 3.40 4.20 5.00 0.80
Gambar 1.9 Tabel komposisi susu sapi perah
Sapi perah memiliki hasil produksi yang berupa daging, susu hingga tenaga
yang membantu manusia. Susu sapi sebagai hasil produksi terbesar sapi perah
mempunyai manfaat yang sangat baik untuk tubuh dan dapat dibuat berbagai
olahan produk makanan. Produk makanan yang diolah melalui bahan baku susu
sapi diantaranya adalah keju, yogurt, susu pasteurisasi, mentega, dodol susu, es
krim, kerupuk susu, permen susu, keju, susu kental manis, dan susu bubuk.

19
BAB V
PENANGANAN PRODUKSI SUSU SAPI

Produksi susu di Indonesia masih sangat rendah. Di Jawa Timur saja, susu
sapi perah yang dihasilkan hanya sebesar 6-10 liter per ekor sapi per hari, padahal
idealnya menghasilkan 15-20 liter per ekor sapi per hari. Sementara itu, konsumsi
susu di Indonesia juga sangat rendah bila dibandingkan negara dikawasan
ASEAN, yaitu hanya 5,6 liter per kapita per tahun. Padahal susu sapi merupakan
bahan pangan yang sangat berharga karena memiliki kandungan nutrien esensial
yang tinggi, dan menurut penelitian, dengan mengkonsumsi susu, resiko terkena
penyakit degenaratif menjadi rendah. Rendahnya konsumsi protein hewani
berdampak pada tingkat kualitas hidup dan daya saing bangsa. Rendahnya
produksi susu disebabkan oleh beberapa faktor penentu dalam usaha peternakan
yaitu pemuliaan dan reproduksi, penyediaan dan pemberian pakan, pemeliharaan
ternak, penyediaan sarana dan prasarana, serta pencegahan penyakit dan
pengobatan. Ditinjau dari produksi susu yang tinggi dan kondisi pakan yang
buruk, maka hipofungsi ovarium mungkin adalah penyebab utama kegagalan
reproduksi pada sapi perah. Manajemen pakan memiliki proporsi sebesar tujuh
puluh persen dalam produktivitas susu, dan sisanya adalah breeding dan
manajemen kandang. Dalam rangka meningkatkan efisiensi manajamen
pemeliharaan ternak khususnya pemberian pakan, perlu dilakukan strategi
pemberian pakan yang meliputi penyediaan bahan pakan, penyusunan ransum,
penyajian pakan dan peran kelembagaan yang terkait. Penyediaan bahan pakan
sapi perah harus mempertimbangkan faktor palatabilitas, nilai nutrisi, ketersediaan
dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, serta harga terjangkau. Sapi perah
hendaknya diberi dua kelompok pakan yaitu pakan hijauan dan pakan konsentrat.
Pakan hijauan merupakan pakan utama ruminansia karena melalui fermentasi di
dalam rumen oleh mikroba, serta dapat menyediakan energi untuk memenuhi
kebutuhan hidup pokok. Sementara pakan konsentrat adalah campuran bahan
pakan yang kaya energi dan protein, yang berguna untuk meningkatkan kuantitas

20
dan kualitas susu sapi perah laktasi. Penyusunan ransum bagi sapi perah haruslah
seimbang dalam arti ransum yang diberikan harus sesuai dengan jumlah dan
proporsi semua kebutuhan nutrian sapi perah dalam keadaan layak 24 jam. Salah
satu strategi yang dapat dilakukan adalah memperhatikan tingkat degaradasi
pakan di dalam rumen. Dalam hal penyajian pakan pada sapi perah, beberapa
strategi yang dilakukan diantaranya adalah pemberian pakan cara hijauan dan
konsentrat secara bersamaan, menghindari penggilingan pakan hijauan yang
terlalu halus, dan frekuensi pemberian pakan yang sering. Strategi terakhir dalam
manajemen pakan ternak adalah peningkatan peran kelembagaan. Strategi ini
melibatkan banyak stakeholder seperti KUD, pihak swasta, pemerintah, perguruan
tinggi dan balai penelitian terkait yang melakukan dukungan terhadap perbaikan
manajemen pemberian pakan sapi perah rakyat. Beberapa kegiatan yang
diselenggarakan di antaranya meningkatkan pembinaan kepada peternak,
mengupayakan harga susu yang layak, memfasilitasi pemberian kredit lunak, dan
menciptakan peralatan teknologi tepat guna bagi peningkatan produksi susu.

21
DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J. dan D.H. Bade., 1985. The Science of Animel Husbandry. Four
Edition. Prenticeall, Inc. A Division of Simon and Schuster, Engzlewood Cliffs,
Newjersey 07632. USA.

Buckle, K.A., R. A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton., 1987. Ilmu Pangan.
Penerbit Univrsitas Indoneesia. Jakarta.

Hafez, E.S.E., 2000. Anatomy of Male Reproduction. “In Reproduction in Farm


Animals”. Hafez ( 7 th ed.). Lippincott William & Wilkins. A Wolter Kluwer
Company.

Hadiwiyoto, S., 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit
Liberty. Yogyakarta.

Sudono, A., 1983. Produksi Sapi Perah. Departemen Ilmu Produksi Ternak.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Oltner, R and LE Edqvist,1981. Progesterone in defatted milk; Its relation to


insemination and pregnancy in normally cows as.

Frandson RD. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4 Yogyakarta Gadjah
Mada University Press.

Hafez, E.S.E. edition. 1974. Reproduction in Farm Animals. Third Lea and
Febiger, Philadelphia, USA.

Hafez, E.S.E. edition. 1980. Reproduction in Farm Animals. Fourth Lea and
Febiger, Philadelphia, USA.

22
Partodihardjo, S. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.

Hancock, J . 1954. The Direct Influence of Climate on Milk Production . J.Dairy


Sci. Abstract. 16 : 89.

King, J.O.L. 1978. Dair y Cattle. Dalam The Care and Management of Farm
Animals. 2nd Ed. Bailliere Tindall, London..

McCullough, M .E. 1973. Optimum Feeding of Dairy Animals for Meat and Milk.
2nd Ed . The University of Georgia Press, Athens.

Oka Pemayun, Tjok Gde.2009.Buletin Veteriner Udayana. Induksi Esterus


dengan PMSG dan GN-RH pada Sapi Perah Anestrus Postpartum. Vol.1 No.2.
:83-87

Oka Pemayun, Tjok Gde. 2010. Kadar Progesteron akibat Pemberian PMSG dan
GN-RH pada Sapi Perah yang Mengalami Anestrus Postpartum. Vol. 2 No.2. :85-
91

23

Anda mungkin juga menyukai