Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH PENGANTAR ILMU DAN INDUSTRI PETERNAKAN

Ternak Ruminansia Besar (Sapi)

DOSEN PENGAMPU : DESI RATNASARI, S.Pt.,M.Si

DISUSUN OLEH

KELAS D
1. Felin fadillah (12280121314)
2. Ismail sayuti (12280111670)
3. Khoirunnisadamanik (12280125748)
4. Mohammad azhar (1228011134)
5. M A yudistira S (12280113069)
6. Ramadhan sukoyo (12280115769)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah ‫ جل جالله‬karena berkat rahmat


dan hidayah-Nyalah kita masih dapat mencicipi lezatnya iman dan manisnya ilmu
pengetahuan serta ditempatkannya kita diatas agamanya yang lurus ini.
Shalawat dan salam tak lupa pula kita kirimkan kepada arwah baginda
alam Rasulullah ‫لم‬55‫ه وس‬55‫ صلى هللا علي‬dengan mengucapkan “Allahumma shalli ‘ala
Muhammad wa ‘ala ‘ali Muhammad”.
Adapun makalah ini berjudul “Ternak Ruminansia Besar (Sapi)” yang
Insya Allah sangat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada Ibu pembimbing yang telah membimbing
kami sehingga tersusunlah makalah ini.
Besar harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dalam menambah wawasan. Disisi lain kami juga menyadari dalam penulisan
makalah ini terdapat berbagai kekhilafan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan
demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Pekanbaru, 3 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
2.1 . Taksonomi...............................................................................................3
2.2 Perbedaan Sapi dan Kerbau Berdasarkan Taksonominya.........................7
2.3 Sebaran dan Populasi sapi di indonesia.....................................................8
2.5 Kebiasaan hidup sapi.................................................................................9
2.6 Kebutuhan Pakan dan Nutrisi sapi potong................................................9
2.7 Reproduksi sapi.......................................................................................11
2.8 Tata laksana Pemeliharaan sapi potong...................................................13
2.9 Sistem Penggemukan..............................................................................14
2.10 Perkandangan..........................................................................................15
2.11 Pakan sapi................................................................................................18
2.12 Sanitasi dan Pencegahan Penyakit..........................................................19
2.13 Jenis dan Karakteristik sapi iklim tropis dan sub tropis..........................20
BAB III..................................................................................................................26
A Kesimpulan.................................................................................................26
B.Saran............................................................................................................26
Daftar Pustaka.................................................................................................27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apa yang dimaksud ruminansia? Dilihat dari asalnya, kata “ruminansia”


berasal dari bahasa Yunani, yaitu kata ruminare yang berarti memamah kembali,
mengunyah makanan kembali. Ruminansia digunakan sebagai sebutan untuk
hewan yang mengunyah makananan hingga dua kali. Umumnya hewan tersebut
adalah pemakan tumbuhan. Pertama hewan tersebut mengunyah dan menelan
pakan, kemudian mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari
perutnya dan mengunyahnya lagi. Dilihat dari sistem pencernaannya, lambung
hewan-hewan ini tidak hanya memiliki satu ruang (monogastrik) tetapi lebih dari
satu ruang (poligastrik berperut banyak).
Ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) merupakan salah satu komoditas
ternak yang strategis, karena disamping dapat digunakan sebagai tenaga kerja
(pengolah tanah), juga dapat dijadikan sumber pendapatan/tabungan serta sebagai
sumber penghasil sumber protein hewani berupa daging. Daging sapi merupakan
salah satu sumber protein hewani yang sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi masyarakat.
Kunci keberhasilan dalam budidaya ternak terletak pada pakan, bibit dan
manajemen. Pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha peternakan, yaitu
mencapai 60–80%. Secara umum, pakan ruminansia terdiri dari konsentrat dan
hijauan. Kedudukan hijauan sangat penting bagi ternak, selain sebagai sumber
serat, hijuan sebagai bahan untuk ruminansia bagi ternak. Oleh karena itu,
persediaan hijauan untuk pakan ternak merupakan suatu keharusan bagi usaha
peternakan. Budidaya hijauan makanan ternak (HMT) harus direncakan dengan
baik, dimulai dari menyiapkan lahan, penanaman bibit dan perawatan hingga
tindakan pasca panen. Selain hal tersebut, kondisi musim sangat mempengaruhi
manajemen dan hasil budidaya. Manajemen dimusim penghujan tidak sama
dengan musim kemarau. Melalui budidaya hijauan pakan ternak yang baik

1
diharapkan kebutuhan pakan ternak tercukupi untuk menjamin kebutuhan nutrisi
ternak. Pakan merupakan salah satu bagian penting dalam menentukan kesuksesan
usaha peternakan. Ternak ruminansia memerlukan hijauan sebagai sumber serat
dan bahan untuk ruminasi.
Hijauan makanan ternak merupakan semua bahan yang berasal dari tanaman
dalam bentuk daun daunan. Kelompok hijauan makanan ternak meliputi famili
rumput (gramineae), leguminosa dan hijauan dari tumbuhan lain (seperti daun
waru, nangka, dll) serta limbah industri pertanian

B. Rumusan Masalah

1) Apa Itu Taksonomi?


2) Bagaimana Sebaran Populasi Ruminansia (SAPI)?
3) Bagaimana Kebiasaan Hidup Ruminansia (SAPI)?
4) Bagaimana Kebutuhan pakan dan Nutrisi Ruminansia (SAPI)?
5) Bagaimana Reproduksi Ruminansia (SAPI)?
6) Bagaimana Tujuan Produksi Ruminansia (SAPI)?
7) Bagaimana Tata Laksana Pemeliharaan Ruminansia (SAPI)?
8) Bagaimana Jenis dan Karakteristik sapi iklim tropis dan sub tropis

C. Tujuan Penulisan

1. Dapat memahami Apa Itu Taksonomi.


2. Dapat memahami tentang Bagaimana Sebaran Populasi Ruminansia (SAPI).
3. Dapat memahami tentang Bagaimana Kebiasaan Hidup Ruminansia (SAPI).
4. Dapat memahami tentang Bagaimana Kebutuhan pakan dan Nutrisi
Ruminansia (SAPI).
5. Dapat memahami tentang Bagaimana Reproduksi Ruminansia (SAPI).
6. Dapat memahami tentang Bagaimana Tujuan Produksi Ruminansia (SAPI).
7. Dapat memahami tentang Bagaimana Tata Laksana Pemeliharaan Ruminansia
(SAPI).
8. Dapat memahami tentang tentang Bagaimana Jenis dan Karakteristik sapi iklim
tropis dan sub tropis

2
3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 . Taksonomi

Dalam sismatika (taksonomia) hewan, Kedudukan sapi diklafikasikan sebagai


berikut (Setiadi dkk., 2012) :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Subkelas : Eutharia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Sub famili : Bovinae
Genus : Bos
Spesies : B. primigenius
Subspesies : B. p. taurus
B. p. indicus
B. p. javanicus
Sapi berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Amerika,
Australia, dan Selandia Baru yang saat ini merupakan gudang bangsa sapi potong
dan sapi perah jenis unggul, tetapi tidak terdapat turunan sapi asli. (Sudarmono 8
dan Sugeng, 2008).Sapi merupakan salah satu hewan piaraan, disetiap daerah atau
negara berbeda sejarah penjinakkannya di Mesir, India, Mesopotamia 8000 tahun
SM telah mengenal sapi piaraan. Akan tetapi, di daratan Eropa dan Cina baru
dikenal pada sekitar 6000 tahun SM. Hal ini disebabkan karena disetiap daerah
atau negara perkembangannya berbeda-beda. Pada umumnya bangsa sapi yang
tersebar di seluruh penjuru belahan dunia berasal dari bangsa sapi primitive yang
telah mengalami domestikasi (penjinakkan). Pada garis besarnya sapi dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Bos Taurus
Bos Taurus adalah bangsa sapi yang menurunkan bangsa-bangsa sapi potong
dan sapi perah di Eropa. Golongan ini akhirnya menyebar ke berbagai penjuru
dunia seperti Amerika, Australia dan Selandia Baru. Belakangan ini, sapi
keturunan Bos Taurus telah banyak dikembangkan di Indonesia, misalnya
Aberdeen Angus, Hereford, Shorthorn, Charolais, Simmental dan Limousin.

a. Sapi Aberdeen Angus

Sapi Aberdeen Angus merupakan sapi potong keturunan Bos Taurus yang berasal
daratan Scotlandia Utara. Sapi Aberdeen Angus memiliki karakteristik kulit
berwarna hitam, tidak bertanduk, tubuh rata, lebar dan dalam, seperto balok, padat
dengan urat daging yang baik. Berat badan betina dewasa mencapai 1600 pounds
sedang jantan dewasa 2000 pounds.
2. Bos Indicus
Bos Indicus (Zebu : sapi berpunuk) saat ini berkembang biak di India, dan
akhirnya sebagian menyebar ke berbagai negara, terlebih di daerah tropis seperti
Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Afrika, dan Amerika. Di Indonesia terdapat
sapi keturunan Zebu, yakni sapi Ongole dan Peranakan Ongole (PO), serta
Brahman. dll

a. Sapi Ongole dan Peranakan Ongole (PO)

Sapi Ongole merupakan sapi keturunan Bos Indicus yang berhasil


didomestikasi di India. Di Indonesia lebih popular dikenal sebagai sapi Sumba

4
Ongole. Persilangan sapi Ongole jantan dengan sapi betina Jawa menghasilkan
keturunan yang disebut sapi Peranakan Ongole (PO). Ciri-ciri sapi ini adalah
punuk yang besar dan kulit longgar dengan banyak lipatan di bawah leher dan
perut, telinga panjang serta menggantung adalah ciri khas sapi Ongole.
Warna bulu sapi Ongole umumnya putih kusam atau agak kehitam-hitaman
dan warna kulit kuning, di sekeliling mata, mempunyai gumba dan gelambir yang
besar menggelantung, saat mencapai umur dewasa yang jantan mempunyai berat
badan kurang dari 600 kg dan yang betina kurang dari 450 kg. Bobot hidup Sapi.
Peranakan Ongole (PO) bervariasi mulai 220 kg hingga mencapai sekitar
600 kg. Keunggulan Sapi Ongole ini antara lain : Tahan terhadap panas,
tahan terhadap ekto dan endoparasit; Pertumbuhan relatif cepat walau pun
adaptasi terhadap pakan kurang; Prosentase karkas dan kualitas daging baik. Jenis
sapi ini SUDAH diternakkan di DOMPI, dan menjadi salah satu primadona
utama,relatif paling banyak dicari di pasaran.
3. Bos Sondaicus

Golongan ini merupakan sumber asli bangsa-bangsa sapi di Indonesia. Sapi


yang sekarang ada di Indonesia merupakan keturunan Bos Sondaicus, yang
sekarang dikenal dengan nama Sapi Bali, Sapi Madura, Sapi Jawa, Sapi Sumatera
dan sapi lokal lainnya.
a. Sapi Bali

Sapi Bali adalah sapi keturunan Bos Sondaicus, yang merupakan hasil
domestikasi dari Banteng (Bibos Banteng) dan mengalami perkembangan pesat di

5
pulau Bali. Sapi Bali tergolong sapi yang cukup subur sehingga sebagai pilihan
ternak sapi bibit cukup potensial. Ciri-ciri sapi Bali pada usia pedet memiliki bulu
coklat muda/gelap, sedangkan yang betina dewasa berbulu merah/putih dan
tanduknya agak ke dalam dari kepala. Sedangkan sapi jantan mempunyai warna
bulu hitam dan tanduknya agak di bagian luar kepala. Berat badan rata-rata
mencapai 350 kg.
Hingga saat ini Sapi Bali masih hidup liar di Taman Nasional Bali Barat,
Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Ujung Kulon. Sapi asli Indonesia
ini sudah lama didomestikasi suku bangsa Bali di pulau Bali dan sekarang sudah
tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Kekhasan fisik dari Sapi Bali, berukuran sedang, dadanya dalam, tidak
berpunuk dan kaki-kakinya ramping. Kulitnya berwarna merah bata. Cermin
hidung, kuku dan bulu ujung ekornya berwarna hitam. Kaki di bawah persendian
karpal dan tarsal berwarna putih. Kulit berwarna putih juga ditemukan pada
bagian pantatnya dan pada paha bagian dalam kulit berwarna putih tersebut
berbentuk oval (white mirror). Pada punggungnya selalu ditemukan bulu hitam
membentuk garis (garis belut) memanjang dari gumba hingga pangkal ekor.
Sapi Bali jantan berwarna lebih gelap bila dibandingkan dengan sapi Bali
betina. Warna bulu sapi Bali jantan biasanya berubah dari merah bata menjadi
coklat tua atau hitam legam setelah sapi itu mencapai dewasa kelamin. Warna
hitam dapat berubah menjadi coklat tua .

2.2 Perbedaan Sapi dan Kerbau Berdasarkan Taksonominya

A. Sapi

6
Sapi yang memiliki nama binomial Bos taurus ini kadang juga disebut
sebagai lembu di beberapa daerah di Indonesia. Jadi lembu dapat dikatakan sama
dengan sapi, dan hanya merupakan istilah penyebutan lain bagi sapi.
Sapi dipelihara sebagai hewan ternak untuk dimanfaatkan terutama susu
dan dagingnya sebagai bahan pangan. Di sejumlah tempat, sapi juga biasa dipakai
untuk membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak.
Menariknya, sapi Bali yang paling banyak dimanfaatkan dagingnya di Indonesia,
meski memiliki nama sapi, sebenarnya bukan lah sapi melainkan seekor banteng.
Hal ini dikarenakan sapi Bali merupakan domestikasi dari banteng dan lebih
memiliki ciri seekor banteng dibanding dengan seekor sapi.

B. Kerbau

Meskipun kerbau berasal dari subfamilia yang sama dengan sapi, tapi
kerbau berasal dari genus yang berbeda. Jika sapi berasal dari genus Bos, maka
kerbau berasal dari genus Bubalus. Kerbau sendiri memiliki nama ilmiah Bubalus
bubalis. Kerbau dapat hidup dengan efisien dalam masa-masa kekurangan pakan,
yang menyebabkan hewan itu lebih tahan hidup jika dibandingkan dengan sapi.

Kerbau memiliki tanduk yang sangat besar, dengan ukuran rata-rata 1 m,


jauh lebih besar dibanding tanduk sapi. Kerbau juga dikenal sebagai hewan yang
sering menyerang walau tanpa diprovokasi. Ini menyebabkan kerbau masih
menjadi hewan yang bisa berbahaya bagi manusia. Bobot kerbau dewasa dapat
mencapai berat sekitar 300 kg hingga 600 kg. Kerbau liar dapat memiliki berat
yang lebih lagi, kerbau liar betina dapat mencapai berat hingga 800 kg dan kerbau
liar jantan dapat mencapai berat hingga 1200 kg. Berat rata-rata kerbau jantan
adalah 900 kg dan tinggi rata-rata di bagian pundak kerbau adalah 1,7 m.

7
2.3 Sebaran dan Populasi sapi di indonesia

Populasi Sapi Potong menurut Provinsi (Ekor), 2019-2021

PROVINSI 2019 2020 2021

ACEH 403 031 435 376 452 284


SUMATERA UTARA 872 411 899 571 927 711
SUMATERA BARAT 408 851 415 454 423 606
RIAU 198 296 204 433 208 522
JAMBI 159 470 158 824 160 261
SUMATERA SELATAN 291 666 301 436 313 185
BENGKULU 151 750 154 405 164 780
LAMPUNG 850 555 808 424 860 951
KEP. BANGKA BELITUNG 14 743 15 761 16 468
KEP. RIAU 26 270 27 858 28 494
DKI JAKARTA 2 396 1 721 1 805
JAWA BARAT 406 805 2.4 392 590 415 036

JAWA TENGAH 1 786 932 1 835 717 1 863 327


DI YOGYAKARTA 304 423 309 259 312 135
JAWA TIMUR 4 705 067 4 823 970 4 938 874
BANTEN 48 806 41 899 42 341
BALI 544 955 550 350 594 379
NUSA TENGGARA BARAT 1 234 640 1 285 746 1 336 324
NUSA TENGGARA TIMUR 1 087 761 1 176 317 1 248 930
KALIMANTAN BARAT 154 382 158 190 158 910
KALIMANTAN TENGAH 86 966 87 135 89 695
KALIMANTAN SELATAN 128 720 148 026 154 529
KALIMANTAN TIMUR 119 485 119 974 120 447
KALIMANTAN UTARA 22 776 22 375 22 722
SULAWESI UTARA 121 035 128 115 131 312
SULAWESI TENGAH 369 224 402 191 434 070
SULAWESI SELATAN 1 369 890 1 405 246 1 461 457
SULAWESI TENGGARA 330 594 361 568 390 903
GORONTALO 246 994 254 983 257 949
SULAWESI BARAT 109 510 113 380 115 199
MALUKU 107 231 110 781 110 808
MALUKU UTARA 101 860 110 805 111 105
PAPUA BARAT 55 497 61 415 63 513
PAPUA 107 033 117 098 121 678
INDONESIA 16 930 025 17 440 393 18 053 710
- Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan
- Populasi Sapi Potong Tahun 2011 hasil PSPK2011
- Populasi Sapi Potong Tahun 2013 hasil ST2013

8
2.4 Kebiasaaan hidup sapi

Mengetahui dan memahami naluri alami dan perilaku umum sapi menjadi
dasar penanganan sapi yang efektif dan minum stres. Oleh karena itu setiap orang
yang terlibat dalam penanganan sapi harus belajar dan memahami prinsip-prinsip
penanganan sapi minimum stres.
1. Tapi merupakan komponen, mereka merasa lebih aman jika dikerumuni dan
melihat satu sama lain.
2. Sepi Tenggarong saling mengikuti satu sama lain dan seekor sapi di depan
sebagai pemimpin akan membantu pergerakan mereka tetap mengalir.
3. Sepi suka dipindahkan dalam kawanan dan mereka tidak suka diasingkan.
Jangan mengisolasi sapi dari kawanan. Mereka menjadi stres dan tidak dapat
dikontrol
4. Tapi selalu memerlukan akses makanan dan air segar yang bersih untuk
memenuhi nutrisi.

2.5 Kebutuhan Pakan dan Nutrisi sapi potong

Pakan ternak adalah makanan atau asupan yang diberikan kepada hewan
ternak atau hewan peliharaan. Pakan ternak merupakan faktor yang sangat penting
dalam kegiatan budidaya di sektor peternakan. Oleh karena itu, pemilihan pakan
ternak yang tepat sangat menentukan keberhasilan dalam usaha ternak tersebut.
Demikian halnya dengan usaha ternak sapi, kualitas pakan yang diberikan
sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan usaha ternak tersebut. Kalaupun bibit
sapi yang digunakan berasal dari bibit unggul dan memiliki sifat genetis yang
baik, tetapi jika tidak diimbangi dengan pemberian pakan yang tepat dan
berkualitas, maka kelebihan yang dimiliki tidak akan memberikan nilai tambah
yang signifikan. Pemberian pakan yang tepat dan berkualitas dapat meningkatkan
potensi keunggulan genetis pada sapi yang dipelihara sehingga dapat
meningkatkan hasil produksi agar sesuai dengan target yang telah ditetapkan.
Pemberian pakan yang tepat dan berkualitas harus dilakukan secara
konsisten. Jika pemberiannya tidak dilakukan secara konsisten, maka akan
mengakibatkan pertumbuhan sapi tersebut terganggu. Hal ini sering terjadi
terutama di negara-negara tropis, seperti Indonesia, dimana pada umumnya pakan
ternak yang diberikan pada saat musim kemarau memiliki kualitas yang lebih
rendah dibanding dengan pakan ternak yang diberikan saat musim hujan. Dengan
demikian, pertumbuhan sapi peliharaan akan mengalami kurva naik turun, pada
saat musim kemarau pertumbuhan ternak akan mengalami penurunan, sementara
pada musim hujan pertumbuhan ternak akan meningkat dengan cepat, karean
pakan yang diberikan memenuhi persyaratan yang dibutuhkan.
Pada musim kemarau, biasanya terjadi penurunan energi, minaral, dan
protein yang terkandung dalam pakan hijauan akibat tanaman hijauan mengalami

9
kekurangan air, bahkan pada musim tersebut sering kali terjadi kekurangan
volume pemberian pakan akibat kelangkaan bahan pakan berupa hijauan. Dengan
demikian, pakan yang diberikan pada saat musim kemarau sering kali tidak
memenuhi syarat dan berkualitas rendah. Kondisi seperti ini mengakibatkan
pertumbuhan ternak menjadi terhambat, pada sapi dewasa akan mengalami
penurunan berat badan dan prosentase karkas yang rendah. Selain itu,
perkembangbiakan ternak juga akan mengalami penurunan karena terjadi
penurunan fertilasasi Oleh karena itu, peternak atau pembudidaya sapi harus
memberikan pakan yang memenuhi syarat bagi pertumbuhan sapi. Pakan yang
memenuhi syarat dan berkualitas adalah pakan yang mengandung protein,
karbohidrat, lemak, vitamin-vitamin, mineral, dan air. Pakan tersebut bisa
disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat.

Cara menghitung kebutuhan pakan sapi berdasarkan kebutuhan nutrisi yang


dibutuhkan oleh sapi. Secara garis besar kebutuhan pakan sapi adalah 3% dari
berat badan diperoleh dari sumber pakan kering maupun hijauan.

1. Kebutuhan Bahan Kering (BK) pakan sapi untuk setiap harinya :

Kebutuhan dengan PK (Protein Kasar) = 12 % dan TDN (Total Digestible


Nutrient) = 65 %

Kebutuhan BK (Bahan Kering) = 3% dari Bobot Badan sapi

Jika Bobot Badan sapi = 400 kg

Maka kebutuhan sapi = 3% x 400 kg = 12 kg BK

Jika imbangan Hijauan : Konsentrat = 60 : 40 maka,

H : 60 % x 12 kg BK  = 7,2 kg BK pakan kering

K : 40 % x 12 kg BK  = 4,8 kg BK Konsentrat

2. Kebutuhan Pakan Rumput atau Hijauan:

Bila kita memelihara sekitar 10 ekor sapi yang beratnya 400 kg, maka keperluan
pakan atau rumput per ekor sapi adalah 10% dari berat badan sapi atau 10% x 400
kg = 40 kg. Kebutuhan rumput untuk 10 ekor sapi = 40 kg x 10 ekor sapi = 400
kg.

Pakan hijauan tersebut harus dipenuhi setiap hari agar performa kebutuhan pakan
sapi bisa terpenuhi, jika kebutuhan pakannya kurang dari itu maka penambahan
bobot badan bisa menurun tidak sesuai dengan targetnya.

10
Seorang petani ternak mengetahui jumlah kebutuhan pakan ternaknya sangat besar
manfaatnya, anatara lain :

1. Menghemat biaya pemeliharaan akibat pemborosan pakan


2. Dapat mengestimasi biaya produksi
3. Efisien waktu dalam pemberian pakan
4. Kebutuhan hidup pokok ternak dan untuk produksi terpenuhi
5. Untuk mengetahui ketersediaan pakan

Setelah mengetahui jumlah kebutuhan pakan hijauan atau rumput, peternak harus
mempertimbangkan ketersediaan rumput lapangan atau hijauan yang ada dilokasi
kandang atau lahan Hijauan Makanan Ternak (HMT) yang ditanam khusus,
sehingga hijauan tersedia terus menerus jangan sampai kehabisan. Jika kondisi ini
tidak sesauai yang diharapkan maka kondisi ternak tidak akan maksimal sehingga
akan mempengaruhi harga jual ternak sapi.

Bila peternak sulit mendapatkan konsentrat, dapat membeli pakan ternak instan
yang sudah sesuai dengan kebutuhan ternak dan sudah banyak tersedia saat ini.

2.6 Reproduksi sapi

Reproduksi merupakan salah satu hal yang penting dalam manajemen


peternakan, dikarenakan suatu peternakan dianggap berhasil apabila memiliki
jumlah ternak yang banyak dengan produksi ternak yang terus meningkat. Salah
satu cara untuk meningkatkan populasi ternak adalah melalui manajemen
perkawinan yang baik. Salah satu metode perkawinan yang dapat digunakan
untuk meningkat produksi ternak adalah dengan metode Inseminasi Buatan (IB).
Inseminasi Buatan (IB) merupakan kegiatan memasukkan semen kedalam
alat kelamin ternak betina sehat dengan menggunakan alat inseminasi buatan
dengan tujuan agar ternak betina bunting. Inseminasi Buatan merupakan teknologi
reproduksi terapan dengan memanfaatkan bibit unggul untuk meningkatkan
kualitas ternak.
Banyak Faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan Inseminasi Buatan,
salah satunya adalah pendeteksian waktu estrus atau berahi yang tepat. Estrus atau
berahi merupakan kondisi dimana ternak betina sudah menunjukkan tanda-tanda
minta kawin. Kondisi Berahi pada ternak ruminansia biasanya mulai terjadi pada
saat ternak sudah dewasa. Usia dewasa ternak ruminansia berbeda-beda sesuai
dengan kondisi tubuh dan pakan yang diberikan kepada ternak.
Beberapa tanda yang bisa dijadikan pedoman oleh peternak untuk mengamati fase
estrus atau berahi pada sapi induk betina :
a. Gelisah, tidak tenang (biasanya menaiki sapi lain atau kandang);
b. Nafsu makan berkurang atau hilang;

11
c. Mau menerima pejantan untuk kopulasi;
d. Keluar lendir bening dan transparan yang banyak pada serviks dan mengalir
pada vagina;
e. Vagina dan vulva bengkak dan kemerah-merahan.
Pengetahuan tentang estrus atau berahi ini penting karena menyangkut ketepatan
waktu inseminasi buatan, maka penting bagi peternak untuk segera melapor ke
inseminator jika sudah melihat tanda-tanda estrus atau berahi pada ternaknya.
Pembangunan peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil ternak
yang sekaligus meningkatkan pendapatan peternak, menciptakan lapangan
pekerjaan serta meningkatkan populasi dan mutu genetik ternak. Berdasarkan dan
mengacu pada visi pembangunan peternakan, maka telah digariskan Misi
Pembangunan Peternakan yaitu :
1) memfasilitasi penyediaan pangan asal ternak yang cukup baik secara kuantitas
maupun kualitasnya.
2) memberdayakan sumberdaya manusia peternakan agar dapat menghasilkan
produk yang berdaya saing tinggi.
3) menciptakan peluang ekonomi untuk meningkatkan pendapatan peternakan.
4) membantu menciptakan lapangan kerja di bidang agribisnis peternakan dan
5) melestarikan serta memanfaatkan sumber-daya alam pendukung peternakan.
-Sementara itu tujuan khusus pembangunan peternakan tersebut adalah
1) meningkatkan kuantitas dan kualitas bibit ternak,
2) mengembangkan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas
dan produksi ternak,
3) meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan hewan,
4) meningkatkan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH (aman, sehat,
utuh dan halal) dan
5) meningkatkan pelayanan prima pada masyarakat peternakan.

2.7 Tata laksana Pemeliharaan sapi potong

Tatalaksana pemeliharaan sapi potong meliputi pemilihan bakalan sapi


potong, sistem penggemukan, kandang, pakan, pemberian pakan serta minum,
sanitasi dan pencegahan penyakit serta tenaga kerja.
Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai
penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun

12
ciri-ciri sapi pedaging adalah seperti berikut: tubuh besar, berbentuk persegi
empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan, laju
pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi (Santosa,
1995). Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara
ntuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan
kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi
bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh
pertambahan badan ideal untuk dipotong.
Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi 3, yaitu sistem
pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua
aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif
adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan
disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif.
Sementara sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh pakan
disediakan oleh peternak (Susilorini, 2008). Kriteria pemilihan sapi potong yang
baik adalah : sapi dengan jenis kelamin jantan atau jantan kastrasi, umur
sebaiknya 1,5-2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur,
sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi panjang, dada lebar dan dalam,
temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari
keturunan genetik yang baik (Ngadiyono, 2007).

2.8 Sistem Penggemukan

Program penggemukan merupakan suatu program yang menonjol


kekhususannya dalam industri daging(beef). Tujuan penggemukan adalah untuk
memperbaiki kualitas karkas/daging (Susilorini, 2008). Berbagai cara
penggemukan yang telah lama muncul dan berkembang di berbagai negara maju
dan sampai saat ini masih dilaksanakan oleh peternak adalah dry lot fattering,
pasture fattering dan sistem kereman (Sugeng, 1998).
Pasture fattening ialah cara penggemukan yang dilakukan dengan jalan
menggembalakan di padang rumput (pasture) yang luas. Penggemukan secara ini

13
hanya dapat dilakukan di daerah yang mempunyai padang rumput yang luas dan
rumput yang berkualitas baik tiap areal ditemtukan daya tampungnya dan lamanya
Dapat digembalai (carrying capacity) sehingga tidak terjadi overgrazing
(Sostroamidjojo, 1997). Dijelaskan lebih lanjut oleh Rianto dan purbowati (2010)
yang menyatakan bahwa sistem pemeliharaan pasture fattening labih murah
dibanding drylot fattening karena biaya pakan dan tenaga kerja yang dibutuhkan
tidak terlalu banyak namun waktu yang dibutuhkan oleh sapi untuk mencapai
bobot badan yang diinginkan lebih lama.
Drylot fattening adalah cara penggemukan yang dilakukan dengan jalan
mengutamakan pemberian pakan dengan mempergunakan biji-bijian seperti
jagung, kacang-kacangan, gandum, dan sebagainya (Sostroamidjojo, 1997).
Rianto dan purbowati (2010) menambahkan bahwa pada sistem drylot fattening,
sapi yang digemukkan ditempatkan dalam kandang sepanjang waktu. Pakan
hijauan dan konsentrat diberikan kepada sapi di dalam kandang. di Jawa Tengah
terdapat metode penggemukan yang disebut kereman, metode ini sebenarnya
merupakan bentuk dari metode drylot fattening.
Sistem penggemukan yang ketiga adalah kombinasi dari pasture fattening
dan drylot fattening. Penggemukan sistem ini dilakukan dengan dua cara yaitu
pada musim penghujan saat hijauan berlimpah, sapi digembalakan di padang
rumput.  Sementara pada musim kemarau, sapi dikandangkan dan dipelihara
sacara drylot fattening (Rianto dan purbowati, 2010).

Keberhasilan usaha ternak sapi potong ini antara lain juga sangat tergantung dari
bakalan yang memenuhi syarat. Berbagai kriteria yang pada umumnya digunakan
untuk memilih sapi bakalan adalah sebagai berikut : umur sapi, bangsa sapi, jenis
kelamin, ukuran kerangka, bobot lahir, faktor genetis, kesehatan (Sugeng dan
Sudarmono, 2008).

2.9 Perkandangan

Kondisi Pembiakan di Indonesia


• 95% berupa subsistem usaha tani yang menjadikan ternak sebagai tabungan,
kepemilikan rata-rata < 5 ekor. Mayoritas pemeliharaan ternak model intensif
(dikandangkan) yang mengandalkan input pakan cut & carry, >50% ada di Jawa

14
• 2% kepemilikan ternak nasional merupakan usaha penggemukan (feedlot),
hampir tidak ada investasi pembiakan berskala besar, terutama yang mandiri
(tidak didukung usaha lainnya)
• Usaha pembiakan di Indonesia dianggap tidak efisien dan rugi.
a. Model Pembiakan Sapi

• Sistem Intensif
o Sistem pembiakan dengan cara dikandangkan terus-menerus
o Menggunakan sapronak secara intensif
o Ketersediaan lahan yang terbatas
o Ternak dipelihara di dalam kandang yang terbatas
o Kehidupan ternak sangat tergantung campur tangan peternak
o Biaya tinggi, hasil tinggi
• Sistem Semi-intensif
o Kombinasi antara dikandangkan dan digembalakan
o Biasa dilakukan oleh peternak kecil
o Pagi-sore digembalakan, malam dikandangkan
o Penggembalaan secara terbatas/ditambat di lahan atau kebun
• Sistem ekstensif
o Pemeliharaan sapi dengan basis padang penggembalaan (ranching systems)
o Biaya modal tinggi (lahan), tenaga kerja rendah
o Produktivitas rendah
o Biaya untuk menghasilkan pedet cukup rendah

b. Sistem Perkandangan

Kandang ternak yang baik harus berjarak sekitar 10-20 m dari rumah atau sumber
air (Deptan, 2001). Ukuran kandang untuk jantan dewasa yaitu (1,5x2) m/ekor
atau (2,5x2) m/ekor, sapi betina dewasa (1,8x2) m/ekor, dan anak sapi (1,5x1)
m/ekor.
Arah kandang sedapat mungkin bagi bangunan kandang tunggal dibangun
menghadap ke timur dan kandang ganda membujur ke arah utara selatan, sehingga

15
memungkinkan sinar matahari pagi bisa masuk ke dalam ruangan atau lantai
kandang secara leluasa (Sugeng dan Sudarmono, 2008).
1. Fungsi kandang

• Memberikan kenyamanan bagi ternak


• Melindungi ternak dari gangguan yang tidak diinginkan
• Memudahkan pengelolaan
2. Macam Kandang Menurut Penggunaannya
• Kandang kawin
• Kandang induk bunting, beranak, dan laktasi • Kandang pejantan • Kandang
sapihan
• Kandang karantina
3. Atap Kandang
• Tinggi atap disesuaikan dengan:
• Bahan yang akan dipakai
• Iklim setempat
• Tinggi badan ternak dan pekerja
Bahan atap: genting, seng, asbes, rumbia, ijuk, sirap, dsb
4. Lantai Kandang
a. Panggung
b. Tanpa Panggung • Basah • Kering - Litter - Non Litter

Drainase/lorong kandang

16
Tempat Pakan sapi
• Mudah dijangkau ternak dan pekerja
• Mampu menampung pakan
• Tidak bisa digerakkan oleh ternak

2.10 Pakan sapi

Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor ternak yang
mampu menyajikan hara atau nutrien yang penting untuk perawatan tubuh,
pertumbuhan, penggemukan, reproduksi serta lakasi (Blakely dan Bade, 1994).
Sugeng dan Sudarmono (2008) dengan adanya pakan, tubuh hewan akan mampu
bertahan hidup dan kesehatan terjamin. Maksud pemberian pakan kepada ternak
sapi adalah untuk perawatan tubuh atau kebutuhan pokok hidup dan keperluan
berproduksi.
Pakan hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun
tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga

17
(Sugeng, 1998). Menurut Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya
diberikan dalam keadaan segar. Pemberian pakan yang baik diberikan dengan
perbandingan 60 : 40 (dalam bahan kering ransum), apabila hijauan yang
diberikan berkualitas rendah perbandingan itu dapat menjadi 55 : 45 dan hijauan
yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi
64 : 36 (Siregar 2008).
Konsentrat adalah pakan yang berkonsentrasi tinggi dengan kadar SK yang
relatif rendah dan mudah dicerna (Sugeng dan Sudarmono, 2008). Menurut
Darmono (1999) konsentrat adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar
kurang dari 18%, berasal dari biji- bijian, hasil produk ikutan pertanian atau dari
pabrik dan umbi- umbian. Fungsi konsentrat adalah meningkatkan dan
memperkaya nilai gizi pada pakan lain yang nilai gizinya rendah (Sugeng, 1998).
Kebutuhan zat pakan sapi tergantung dari berat, fase pertumbuhan atau
reproduksi dan laju pertumbuhan (Rianto dan purbowati, 2010). Ditmbahkan oleh
Blakely dan Blade (1994) yang menyatakan bahwa semua jenis ternak pada
dasarnya membutuhkan 6 nutrien esensial yang terdiri dari air, protein,
karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin.
Bobot badan mempunyai hubungan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi,
hubungan tersebut adalah setiap pertambahan bobot badan per 100 kg konsumsi
bahan kering ternak bertambah 1,07kg (Tillman et al., 1998).
Sapi potong yang dipelihara dengan bobot badan 350kg dengan PBBH 0,75kg
membutuhkan TDN sebesar 4,8kg. Kebutuhan mineral Ca dan P untuk ternak
yang dipelihara dengan bobot badan 300kg dan PBBH 0,75kg adalah 23g Ca dan
P 18g P (Kearl, 1982).

18
Pakan kosentrat

2.11 Sanitasi dan Pencegahan Penyakit

Manajemen sanitasi adalah suatu proses yang meliputi perencanaan,


pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan yag dilakukan untuk mencapai
tujuan yang direncanakan, yaitu menjaga kesehatan melalui kebersihan agar
ternak bebas dari suatu inveksi penyakit (Sugeng, 1998). Sanitasi dilakukan
terhadap ternak, kandang, lingkugan, kandang, perlengkapan dan peralatan
kandang serta peternak (Murtidjo, 1990).
Menurut Astiti (2010) prinsip sanitasi yaitu bersih secara fisik, kimiawi, dan
mikrobiologi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam sanitasi adalah: ruang dan
alat yang disanitasi, monitoring program sanitasi, harga bahan yang digunakan,
ketrampulan pekerja dan sifat bahan/produk dimana kegiatan akan dilakukan.
Ditambahkan Prihatman (2000) bahwa pengendalian penyakit sapi yang paling
baik menjaga kesehatan sapi  dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan
untuk menjaga kesehatan sapi adalah: Menjaga kebersihan kandang beserta
peralatannya, termasuk memandikan sapi, Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi
sehat dan segera dilakukan pengobatan, Mengusakan lantai kandang selalu
kering,  Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai
petunjuk.
Tindak pencegahan penyakit pada ternak sapi potong adalah sebagai
berikut: hindari kontak dengan ternak sakit, kandang selalu bersih, isolasi sapi
yang diduga sakit agar tidak menular ke sapi lain, mengadakan tes kesehatan

19
terutama penyakit Brucellosis dan Tubercollosis, desinfeksi kandang dan
peralatan dan vaksinasi teratur. Beberapa penyakit ternak yang sering menyerang
sapi seperti : Antrax, ngorok, keluron dan lain-lain. Untuk pencegahan penyakit
dapat dilakukan vaksinasi secara teratur (Syukur, 2010).

2.12 Jenis dan Karakteristik sapi iklim tropis dan sub tropis

Beberapa bangsa sapi potong subtropis yang sudah dikenal sebagai bibit sapi
potong di kalangan masyarakat peternakan Indonesia adalah : 1) Sapi Shorthorn
2) Sapi Hereford 3) Sapi Charolais 4) Sapi Aberdeen Angus 5) Sapi Simmental 6)
Sapi Limousin
Bangsa sapi potong tropis yang dikenal sebagai bibit sapi potong di masyarakat
peternakan Indonesia adalah : 1) Sapi Bali, 2) Sapi Madura, 3) Sapi Aceh, 4) Sapi
Ongole, 5) sapi Peranakan Ongole, 6) Sapi Brahman.
Bangsa-bangsa sapi di dunia ini bisa dikelompokkan dalam dua kelompok besar
berdasarkan daerah asal dan persebarannya, yaitu Bangsa Sapi Potong Tropis dan
Sub Tropis. Sapi apa saja yang termasuk dalam bangsa sapi potong tropis dan
jenis sapi apa saja yang masuk bangsa sapi potong sub tropis? Berikut ini uraian
selengkapnya mengenai bangsa-bangsa sapi didunia.
Sapi adalah hewan ternak anggota suku Bovidae dan anaksuku Bovinae. Sapi
yang telah dikebiri dan biasanya digunakan untuk membajak sawah dinamakan
Lembu. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai
pangan manusia.
Adapun ciri-ciri dari bangsa sapi tropis sebagai berikut :
a. Pada umumnya sapi memiliki ponok.
b. Pada bagian ujung telinga meruncing.

20
c. Kepalanya longgar dan tipis, kurang lebih 5-6 mm.
d. Timbunan lemak terdapat di bawah maupun dalam kulitnya dan otot-ototnya
rendah.
e. Garis punggung pada bagian tengah berbentuk cekung.
f. Bahunya pendek, halus, dan rata.
g. Kakinya panjang sehingga gerakannya lincah.
h. Pertumbuhannya lambat sehingga pada umur 5 tahun baru bisa dicapai berat
maksimal.
i. Bentuk tubuh sempit dan kecil serta berat timbangan sekitar 250-650 kg.
j. Ambingnya kecil sehingga produksi susu rendah.
k. Tahan terhadap suhu tinggi dan kehausan.
Bangsa sapi tropis memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda dengan sapi subtropis
hal tersebut disebabkan karena adanya pengaruh genetik. Adapun ciri-ciri dari
bangsa sapi subtropis adalah sebagai berikut :
a. Sapi subtropis tidak memiliki punduk.
b. Ujung telinga berbentuk tumpul atau bulat.
c. Kepala pendek dan berdahi lebar.
d. Kulit tebal yang rata-ratanya 7-8 mm.
e. Garis punggung lurus dan rata.
f.Tulang pinggang lebar dan menonjol keluar, serta rongga dada berkembang
baik.
g. Memiliki bulu panjang dan kasar.
h. Kaki pendek sehingga gerakannya lambat.
i. Sapi ini cepat tumbuh dewasa kerena umur 4 tahun bisa dicapai pertumbuhan
maksimal.
j. Tidak tahan terhadap suhu tinggi, relatif banyak minum, dan kotorannya basah.
k. Sapi dewasa bisa mencapai 800-900 kg.
Di Indonesia terdapat beberapa jenis sapi dari bangsa tropis, beberapa jenis sapi
tropis yang sudah cukup populer dan banyak berkembang biak di indonesia adalah
sebagai berikut :

21
1. Sapi Bali

Sapi bali merupakan keturunan dari sapi liar yang disebut banteng (Bos Bibos
atau Bos sondaicus) yang telah mengalami proses penjinakkan (Domestikasi)
berabad-abad lamanya. Sapi Bali termasuk tipe sapi pedaging dan pekerja. Sapi
Bali memiliki bentuk tubuh menyerupai banteng, tetapi ukuran tubuh lebih kecil
akibat proses domestikasi, dadanya dalam, dan badannya padat. warna tubuh pada
masih pedet sawo matang atau merah bata. Akan tetapi, setelah dewasa warna
pada bulu berubah menjadi kehitaman. Tanduk pada jantan tumbuh 11 ke bagian
luar kepala, sedangkan pada betina tumbuh kebagian dalam kepala. Tinggi sapi
dewasa mencapai 130 cm dan berat rata-rata sapi jantan 450 kg, sedangkan pada
betina beratnya mencapai 300-400 kg (Santoso, 2006).

2. Sapi Madura

Sapi Madura merupakan hasil persilanngan antara Bos sondaicus dan Bos
indicus. Daerah atau lokasi penyebaran terutama di pulau Madura dan Jawa
Timur. Sapi ini termasuk sapi pedaging dan pekerja, sapi Madura memiliki warna
merah bata baik pada jantan maupun pada yang betina. Sapi jantan memiliki
tanduk yang pendek dan beragam lebih kurang 15-20 cm, sedangkan pada yang
betina tanduk lebih kecil dan pendek lebih kurang 10 cm. Panjang badan mirip
sapi Bali tetapi berponok kecil, dengan tinggi badan kira-kira 118 cm. berat sapi
jantan sekitar 300-450 kg sedangkan yang betina 200-300 kg (Santoso, 2006).

22
Sapi madura
3. Sapi Ongole

Bangsa sapi ini berasal dari India (Madras) yang beriklim tropis dan bercurah
hujan rendah. Sapi ongole ini di Eropa disebut zebu, sedangkan di Jawa sapi ini
disebut sapi benggala. Sapi ini termasuk tipe sapi pedaging dan pekerja, sapi
ongole memiliki tubuh besar dan panjang, ponoknya besar, leher pendek, dan kaki
panjang. Warna putih, tetapi yang jantan pada leher dan ponok sampai kepala
berwarna putih keabu-abuan, sedangkan lututnya hitam. Ukuran kepala panjang
dan ukuran telinga sedang. Tanduk pendek dan tumpul yang pada bagian pangkal
berukuran besar, tumbuh ke arah luar belakang. Berat sapi jantan sekitar 550 kg,
sedangkan yang betina sekitar 350 kg (Awaluddin dan Panjaitan, 2010).

4. Sapi American Brahman

12 Bangsa sapi yang awalnya berkembang biak di Amerika Serikat ini


sekarang telah tersebar luas baik di daerah tropis maupun subtropics, yakni di
Australia dan juga di Indonesia. Sapi ini termasuk tipe sapi pedaging yang baik di
daerah tropis, walaupun di daerahnya kurang subur, tetapi sapi ini tumbuh cepat
kerena pakannya sederhana. Sapi ini memiliki ukuran tubuh yang besar dan
panjang dengan kedalaman tubuh sedang. Bagian punggung lurus, kaki panjang
sampai sedang. Memiliki warna abu-abu muda tetapi adapula yang berwarna
merah atau hitam. Warna pada jantan lebih gelap dari pada betina, ukuran tanduk
sedang lebar dan besar. Kulit longgar, halus, dan lemas dengan ketebalan
sedang.Ukuran ponok pada jantan besar, sedangkan pada betina kecil. Sapi ini
tahan terhadap panas dan tahan terhadap gigitan nyamuk atau caplak (Sudarmono
danSugeng,2008)

23
Sapi subtropics di Indonesia sebagai beikut:
1. sapi Simental

Sapi Simental adalah bangsa Bos Taurus, Sapi Simental namanya berasal
dari daerah di mana ternak pertama kali dibiakkan yaitu Lembah Simme yang
terletak di Oberland Berner di Swiss. Sementara itu di Jerman dan Austria
Sapi Simental dikenal dengan nama Fleckvieh, dan di Perancis sebagai Pie
Rouge (Talib dan Siregar, 1999).
Menurut Talib dan Siregar (1999) sapi Simental termasuk sapi tipe
pedaging dan tipe perah, terkadang juga dimanfaatkan tenaganya dalam dunia
pertanian. Ciri-ciri sapi simental warna kulit bervariasi dari coklat, kuning
keemasan, putih, dimana warna merata seluruh tubuh., kepala berwarna putih
pada bagian atasnya, mayoritas memiliki pigmen di sekitar mata, gunanya
untuk membantu mengurangi masalah mata apabila terkena sinar matahari,
memiliki tanduk, kaki berwarna puih, dan dada berwarna putih. Bobot
pejantan dewasa mampu mencapai berat badan 1150 kg sedang betina dewasa
800 kg.
Pendugaan umur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melihat
lingkar tanduk dan keadaan atau susunan giginya. Cara pendugaan umur
dengan melihat lingkar tanduk adalah dengan menghitung jumlah lingkar
tanduk ditambah 2 (Abidin, 2004).

24
sapi simental

25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat mengetahui hal yang mendasar dipeternakan ruminansia besar dari 8
point tersebut.
1. Taksonomia
2. Sebaran sapi di Indonesia
3. Kebiasaan hidup
4. Kebutuhan pakan dan Nutrisi sapi
5. Dapat Mengetahui Reprduksi sapi
6. Tujuan Produksi sapi
7. Tata laksana Pemeliharaan
8. Jenis dan Karakteristik sapi iklim tropis dan sub tropis.

B. Saran
Karena pengetahuan teknis beternak sapi potong sudah baik Dinas Pertanian
setempat hendaknya lebih menggiatkan lagi program penyuluhan kepada peternak
tentang cara pemeliharaan yang lebih baik dan benar sehingga produktivitas
ternak sapi potong dapat ditingkatkan lagi.
1. Untuk Dinas Peternakan
a. Diharapkan memberi bantuan bibit sapi yang unggul terutama sapi jantan
terutama diUIN SUSKA sebagai bahan praktek mahasiswa.
b. Memberikan teknik penyuluhan dan pelatihan kepada anak muda yang
menari.
c. dan menyiapkan pemasaran untuk para peternak.
2. Untuk Peternak
a. lebih memperhatikan kandungan nutrisinya pada pakan ternak
b. memperluas wawasan dengan mengikuti pelatihan dan penyuluhan tentang
cara beternak sapi yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. PT Agro Media Pustaka. Jakarta.


Astiti, L.G.S., 2010. Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Pada Ternak
Sapi. BPTP NTB, Nusa Tenggara Barat. Akses melalui
http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/pu/psds/Penyakit.pdf pada 20 Januari 2011.
Blakely, J. and D.H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada university
Press.Yogyakarta (Diterjeahkan oleh B. Srigandono)
Darmono. 1999. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius, Yogyakarta
Departemen Pertanian. 2001. Penggemukan Sapi Potong Sistem Kereman. Jakarta. Akses
melalui http://www.deptan.go.id pada 20 Januari 2011.
Kearl, L. C. 1982. Nutrien Requirements of Ruminants in Developing Countries.
International Feedstuffs Institute Utah Agricultural Experiment Station Utah State
University. Logan
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1990. Beternak sapi Potong. Cetakan Ke-1. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Ngadiyono, N. 2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta
Prihatman, K. 2000. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas.
Akses melalui http://www.ristek.go.id 14 Januari 2012.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar
               Swadaya. Jakarta
Sosroamidjojo, A. 1997. Ternak Potong dan Kerja. CV. Yasaguna, Jakarta.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.


Sudarmono, A. S. dan B. Sugeng. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Syukur. D. A., 2010. Beternak Sapi Potong. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Bandar Lampung.

27

Anda mungkin juga menyukai