Anda di halaman 1dari 15

KESEHATAN KUDA

Disusun Oleh :
Ahmad Indra Saputra 021221
Siti Maftuhah 021221
Tassaufia Sudarta Bachtiar 021221123

Dosen Pengampu :
Dr.drh. Maya Purwanti, M.S
drh. Aulia Miftakhurrohman
drh. Debby Fadhilah P,Msi

PRODI KESEHATAN HEWAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK PEMBANGUNAN PERTANIAN
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih
jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-
hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bogor, 24 September 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

Contents
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1. Latar Belakang..............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................6
1.3. Tujuan Penulisan.........................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................6
PEMBAHASAN.....................................................................................................6
2.1. Parasit Internal (cacing) dan Uji Resistensi Obat Cacing..............................6
Jenis Parasit Internal yang Ditemukan pada Kuda...............................................7
Uji Resistensi Obat Cacing..................................................................................9
2.2. Gigi Kuda dan Perawatannya....................................................................9
Gigi Kuda.............................................................................................................9
Perawatan Gigi Kuda.........................................................................................10
2.3. Reproduksi dan Teknik Perkawaninan........................................................12
2.4. Kolik dan Nasogastric Intubation................................................................12
Kolik Spasmodik................................................................................................13
Kolik Timpani....................................................................................................13
Kolik Obstruktif.................................................................................................14
Kolik Konstipasi................................................................................................14
Pencegahan........................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) merupakan salah satu jenis ternak

yang memiliki lambung tunggal. Kuda memiliki banyak manfaat ekonomis dan

selama ribuan tahun digunakan manusia sebagai alat transportasi dan simbol status

sosial kebudayaan tertentu serta hewan kesayangan. Selain itu kuda juga di

manfaatkan untuk sandang dan pangan bagi manusia (Prakkasi,2006).

Kuda dapat diklasifikasikan menjadi kuda tipe ringan, tipe berat maupun kuda poni

dengan ukuran, bentuk tubuh dan kegunaan yang berbeda. Kuda tipe ringan

mempunyai tinggi 1,45-1,70 m saat berdiri, bobot badan 450-700 kg dan sering

digunakan sebagai kuda tunggang, kuda tarik atau kuda pacu. Kuda tipe ringan

secara umum lebih aktif dan lebih cepat dibanding kuda tipe berat. Kuda Tipe berat

mempunyai tinggi 1,45-1,75 m saat berdiri, dengan bobot badan lebih dari 700 kg

dan biasa digunakan sebagai kuda pekerja. Kuda poni memiliki tinggi kurang dari

pada 1,45 m jika berdiri dengan bobot badan 250-450 kg, beberapa kuda berukuran

kecil biasanya juga terbentuk dari keturunan kuda tipe ringan (Ensminger, 1962).

mengalami penurunan populasi kuda, karena terjadi mekanisasi dalam bidang

transportasi dan pertanian. Kemudian populasi kuda mengalami kenaikan setelah

terjadi peningkatan kegiatan olahraga dan rekreasi menggunakan kuda, salah

satunya adalah pacuan kuda (Cunha, 1991).

Kuda merupakan salah satu spesies modern mamalia dari genus Equus. Hewan ini

sejak lama menjadi salah satu ternak penting secara ekonomis, kuda dianggap

sebagai hewan ternak yang telah banyak mengubah kehidupan manusia. Kuda

memang memegang peranan penting dalam pengangkutan orang dan barang

4
selama ribuan tahun. Seiring dengan perkembangan zaman, pemanfaatan kuda

tidak hanya sebatas sebagai pengangkut ataupun penarik. Hewan yang satu ini

mulai diminati dalam beberapa bidang olahraga, diantaranya pacuan kuda,

ketangkasan berkuda, dan polo. Olahraga berkuda semakin berkembang di

Indonesia membuat prospek peternakan kuda di Indonesia semakin cerah.

Penghasilan penduduk Indonesia yang semakin meningkat, adanya kesadaran

bahwa ternak kuda adalah salah satu hewan yang bisa menghibur sekaligus dapat

membuka kesempatan kerja bagi orang lain, juga turut mempengaruhi

pengembangan ternak kuda di Indonesia (Maswari dan Rahman 2014).

1.2 Rumusan Masalah


1. Parasit internal (cacing) dan uji resistensi obat cacing
2. Gigi kuda dan perawatannya
3. Reproduksi dan teknik perkawinan
4. Kolik dan nasogastric intubation
5. Perawatan luka dan bandage
6. Rute pemberian obat dan pemasangan terapi cairan

1.3. Tujuan Penulisan


1. Penulis mempelajari pemahaman materi mengenai kuda

2. Penulis mengetahui praktik yang dilakukan pada kuda

3. Sebagai pemenuhan tugas yang diberikan

BAB II

PEMBAHASAN

5
2.1. Parasit Internal (cacing) dan Uji Resistensi Obat Cacing
Parasit internal atau cacing adalah masalah umum bagi banyak pemilik kuda. Parasit
tersebut dapat menyebabkan peradangan, disfungsi kekebalan tubuh dan penyakit
gastrointestinal. Dalam hubungan mengenai parasit, parasit dapat hidup didalam atau
diluar organisme lain (inang), tinggal dan reproduksi, sekaligus menyebabkan
kerugian atau kerusakan pada inangnya.

Semua kuda rentan terhadap parasit dan infeksi dapat menyebabkab sejumlah
konseskuensi kesehatan yang negatif. Tanda-tanda parasit internal kuda termasuk
penurunan berat badan, kolik, kualitas bulu yang buruk, dan lesu. Tingkat infeksi
parasit pada masing-masing kuda akan bergantung pada berbagai faktor. Hal ini
mencakup kondisi pemberian pakan dan penggembalaan, pengelolaan padang rumput
dan pembasmian cacing (Sokol, 2015)

Semua hewan penggembala rentan terhadap parasit usus. Faktor genetik dan
lingkungan mempengaruhi hewan dalam mengembangkan penyakit. Parasit usus dapat
ditularkan dari kuda ke kuda melalui jalur fecal-oral. Parasit dewasa berkembangbiak
disaluran pencernaan dan telurnya dikeluarkan melalui kotoran dan mencemari
lingkungan sekitar. Kuda lain yang sedang merumput di area tersebut akan menelan
telur atau larvanya dan parasit tersebut akan berkembang menjadi tahap kehidupan
dewasa secara internal di dalam inangnya (Bangga, 1998)

Gambar 1 Letak parasit internal kuda

6
Jenis Parasit Internal yang Ditemukan pada Kuda

1. Strongyles Besar (Strongylus vulgaris)

Secara historis, Strongylus besar dianggap seabagai parasit internal paling


berbahaya bagi kuda. Bagian dari siklus hidup mereka melibatkan migrasi
melalui ateri mesentrika, suplai darah utama ke usus. Hal ini mengakibatkan
kerusakan yang signifikan dan gangguan aliran darah ke usus yang terkena
dampak yang disebut “arteris verminosa”. Dalam kasus yang parah kuda akan
mati karena komplikasi kolik (Tyden, 2019)

2. Cacing Gelang (Parascaris equorum)

Cacing gelang dikenal sebagai ascarids dapat tumbuh hingga panjang 50 cm


dan sangat berbahaya bagi anak kuda dan kuda muda. Setelah tertelan larva
cacing gelang berpindah melalui dinding usus ke hati dan kemudian ke paru-
paru dimana mereka membatu. Larva berkemang menjadi dewasa di usus.
Kuda yang terinfeksi dengan jumlah cacing gelang yang tinggi dapat
mengalami batuk atau keluarnya cairan dari hidung saat larva bergerak ke
paru-paru. Dan dapat terlihat dengan penurunan berat badan, perut buncit dan
diare. Dalam kasus yang parah parasit dewasa dapat menyumbat usus kecil
sehingga menyebabkan kolik (Cribb, 2006)

3. Cacing Pita (Anoplocephala perfoliata)

Cacing pita adalah spesies parasit internal yang besar dan berpotensi bahaya
yang panjangnya dapat mencapai 20 cm. Mereka idtularkan melalui inang
perantara yaitu tungau orbatid. Tungau ini ditemukan di rumput, hijauan yang
dipanen dan bahkan biji-bijian. Ketika tungau tertelan oleh kuda, larva cacing
pita berkembang menjadi cacing pita dewasa. Dalam waktu 6-10 mimggu,
betina melepaskan proglotid, atau wadah telur untuk dikeluarkan melalui
kotorsn. Cacing pita berdiam diantara usus besar dan usus kecil dimana mereka
dapat menganggu mortalitas GI dan menyebabkan kolik (Bangga, 1998)

7
4. Cacing Kremi (Strongyloides westeri)

Infeksi cacing ini dapat menyebabkan anak kuda keterlambatan tumbuh, lesu,
diare dan anemia. Namun, sebagian besar kuda mengembangkan kekebalan
alami terhadap cacing kremi pada usia 6 bulan. Penularan dapat terjadi melalui
susu, oleh karena ita pemberian obat cacing pada kuda betina selama
kehamilan dapat membantu mengurangi penularan cacing kremi ke anak kuda
(Bangga, 1998)

Uji Resistensi Obat Cacing


Tingkat resistensi terhadap anthelmintik telah diuji coba pada cacing kecil dan
cacing gelang. Kekuatan cacing kecil memiliki resistensi yang luas terhadap
benzimidazol, resistensi sedang terhadap pirimidin dan indikasi awal resistensi
terhadap lakton makrosiklik. Ascaris mempunyai resistensi yang luas terhadap
laton makrosiklik dan indikasi awal resistensi terhadap benzimidazol dan pirimidin
(Gokbulut, 2018)

2.2. Gigi Kuda dan Perawatannya

Gambar 2 Posisi gigi kuda

Perawatan gigi kuda secara rutin adalah aspek perawatan pencegahan yang sering
diabaikan karena dapat nerdampak signifikan terhadap kesejahteraan dan kinerja
kuda. Kuda memiliki gigi khusus yang disesuaikan dengan penggembalaan terus

8
menerus. Berbeda dengan gigi manusia, gigi kuda tumbuh sepanjang hidupnya dan
dapat menjadi tidak seimbang jika tidak dirusak secara merata.

Gigi Kuda
Kuda dewasa mempunyai gigi hypsodont. Gigi ini umum terjadi pada mamalia
yang mengikis enamel karena memakan bahan abrasif, seperti hijauan kasar.
Enamel gigi memanjang melewati garis gusi dan terus memanjang sepanjang
hidupnya (Sahara ,2014)

1. Gigi Sulung

Kuda mendapatkan dua set gigi selama hidupnya. Kuda muda memiliki gigi
susu sementara. Anak kuda yang baru lahir memiliki gigi seri sulung pertama
atau tidak saat lahir. Gigi susu mereka tumbuh pada usia sekitar 8 bulan.

Gigi dewasa mulai menggantikan gigi sulung saat kuda berumur 2,5 tahun.
Kebanyakan kuda memiliki satu set gigi permanen yang lengkap pada usia 5
tahun (Ramzan, 2010). Benjolan pada rahang kuda muda berusia antara 2 dan 4
tahun selama proses ini. Benjolan ini merupakan gigi impaksi yang biasa
tumbuh dengan sendirinya.

2. Gigi seri

Gigi seri merupakan gigi bermata sempit yang terlihat di bagian depan mulut
yang digunakan untuk mengenggam dan merobek makanan. Kuda memiliki
enam gigi seri bawah dan enam gigi seri atas (Hongo, 2003)

3. Gigi pipi

Gigi pipi merupakan gigi geraham depan dan geraham belakang mulut yang
melakukan sebagian besar untuk mengunyah, menggiling makanan dan
mencari makan untuk mempersiapkan untuk dicerna. Kuda memiliki 24 gigi
pipi dengan 6 gigi bawah dan 6 gigi atas disetiap sisinya (Carmalt, 2008)

4. Gigi serigala

Gigi serigala berukuran kecil, gigi sisa biasanya ditemukan tepat di depan gigi
pertama pipi atas. Gigi ini tumbuh pada kuda muda antara 6 dan 18 bulan
(Easly, 1998)

9
Perawatan Gigi Kuda
Beberapa kuda dengan masalah gigi menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan.
Namun banyak kuda beradaptasi dengan rasa sakit dan tidak menunjukkan gejala
yang nyata. Pemeriksaan gigi kuda secara rutin adalah satu-satunya cara untuk
memahami sepenuhnya apa yang terjadi pada mulut kuda (Easly, 1998)

Gambar 3 Gigi kuda sebelum dikikis

Gambar 4 Gigi kuda sesudah dikikis

Tanda – tanda kuda memerlukan pemeriksaan gigi :

1. Menjatuhan pakan atau gumpalan jerami


2. Perubahan nafsu makan
3. Makan dengan kepala miring atau kesatu sisi

10
4. Air liur berlebih
5. Penurunan berat badan
6. Pembengkakan wajah yang asimetris atau nyeri
7. Keluarnya cairan dari hidung satu sisi

2.3. Reproduksi dan Teknik Perkawaninan


2.4. Kolik dan Nasogastric Intubation
Kolik adalah tanda klinis penyakit tetapi sebenarnya bukan penyakit itu sendiri. Kolik

didefinisikan sebagai sakit perut dan dapat berasal dari organ perut mana pun, bukan

hanya saluran pencernaan. Ketidaknyamanan perut akibat penyakit hati atau ginjal

terkadang menyebabkan tanda-tanda kolik. (Denotta dan Amanda 2009). Kejadian

pemicu kolik mungkin tidak terdefinisi dengan baik pada sebagian besar kasus kolik.

Selain itu, penyebabnya mungkin memiliki banyak aspek. Terlepas dari penyebab

awal dari kolik, gangguan fisiologi dan fungsi usus menyebabkan perubahan pada

motilitas usus, distensi gas pada usus, perubahan suplai darah dan drainase darah,

edema, dan kerusakan fisik pada permukaan bagian dalam usus, yang secara normal

membantu memediasi penyerapan air dan elemenelemen nutrisi (Bentz 2004).

Gejala Kolik

Gejala kolik yang paling umum terlihat diantaranya anoreksia, berkeringat, gelisah,

sering melihat ke abdomen, menendang atau menggigit abdomen, berputarputar di

dalam kandang, menggaruk-garukan kaki, cenderung ingin tidur, dan berguling

(Ferrarro 2008). Gejala klinis yang muncul bersifat umum dan biasanya tidak bisa

dibedakan antara kolik semu dan kolik sejati. Selain mengidentifikasi sejarah penyakit

dan melakukan pemeriksaan fisik. Kuda yang terkena kolik biasanya ditandai dengan

gelisah, tidak mau makan, suhu tubuh meningkat, dan saat kondisi sudah sangat parah

kuda akan mengguling-gulingkan tubuhnya karena kesakitan. Usus terhalang atau

terjepit, dan menimbulkan rasa sakit, sedangkan kuda sangat sensitif (Tristanti et al

2021).

11
Patogenesis Kolik

Kolik juga terkait dengan bahan makanan, infeksi parasit, penyakit gigi, dan akses ke

air. Ada beberapa jenis kolik, masing-masing dengan berbagai penyebab yang

berbeda, di bawah ini adalah yang paling banyak sering terlihat kolik pada kuda

(Welfare Departement 2006).

Kolik Impaksi

Impaksi dapat terjadi pada berbagai tempat di dalam saluran pencernaan. Jenis kolik

ini disebabkan karena pakan kering tanpa rendaman pellet yang diberikan bersamaan

atau pembengkakkan yang menyebabkan penyumbatan pada saluran pencernaan.

Kuda dengan impaksi kolik biasanya mengalami nyeri yang berkepanjangan dengan

suara usus yang terdengar keras. Faktor risiko umum lainnya untuk impaksi usus

termasuk kualitas jerami yang buruk, menelan pasir yang berlebihan, dan masalah gigi

apa pun yang mencegah kuda mengunyah pakan dengan benar. Kolik impaksi

disebabkan oleh massa padat dari bahan pakan yang dicerna yang menyebabkan

penyumbatan di usus. Kuda yang tidak minum cukup air dan mengalami dehidrasi

selama masa panas lingkungan yang tinggi, perjalanan, stres, atau aktivitas fisik

berisiko lebih tinggi terkena impaksi kolik

Kolik Spasmodik
Kolik spasmodik merupakan jenis kolik yang paling umum dari kolik yang

didiagnosis pada kuda. Hal ini sering dikaitkan dengan stress. Serangan nyeri yang

disebabkan oleh kejang dinding usus mungkin dialami dengan suara keras yang

terdengar pada usus. Penyebab kolik spasmodik karena pemberian pakan yang kasar

yang sulit dicerna, pergantian pakan yang dilakukan mendadak, pemberian bekatul

yang berasal dari beras ketan, kuda yang dipekerjakan terusmenerus dan kurang

istirahat.

12
Kolik Timpani
Kolik kembung juga dikenal sebagai kolik. Timpani atau free-gas bloat disebabkan

karena akumulasi gas yang berlebihan dalam usus besar. Nada tinggi suara usus

umumnya terkait dengan jenis kolik. Kolik kembung disebabkan oleh bahan makanan

fermentasi dalam saluran pencernaan. Umumnya terjadi pada kuda yang memakan

pakan fermentasi dalam jumlah besar.

Kolik Obstruktif
Obstruksi dan tekanan mekanis pada usus berpotensi menyebabkan kejadian yang

serius pada kolik. Hal ini berbeda dengan penyumbatan yang disebabkan oleh massa

makanan (impaksi) atau bahan asing seperti pasir pada intestine. Obstruksi yang keras

akan menganggu aliran darah dan biasanya usus menjadi tidak normal atau sering

disebut sebagai twisted gut.

Kolik Konstipasi
Kolik yang ditandai dengan rasa sakit perut dengan derajat sedang, anoreksia, depresi

serta adanya konstipasi. Kebanyakan terjadi karena kurang bermutunya kualitas

pakan, kurangnya jumlah air yang diminum, kelelahan setelah pengangkutan, keadaan

gigi yang tidak baik, hingga pakan yang tidak dikunyah dengan sempurna, setelah

sakit ataupun operasi, setelah pengobatan cacing, dan pada anak-anak kuda yang baru

saja dilahirkan karena retensi tahi gagak (mukoneum). Gejala yang ditimbulkan dari

kolik konstipasi yaitu, penderita nampak lesu, nafsu makan sangat menurun atau

hilang sama sekali, pulsus mengalami peningkatan dalam frekuensi dan kekuatannya

menurun.

Pencegahan
Kolik Pengelolaan yang baik dan perawatan kesehatan rutin tentu dapat membantu

mengurangi kejadian kolik pada kuda atau kawanan mana pun. Penetapan rutinitas

yang ditetapkan, olahraga teratur dan/atau kehadiran, dan pakan hijauan berkualitas

tinggi adalah semua langkah pengelolaan yang penting. Setiap pakan konsentrat

13
idealnya harus dibagi menjadi dua atau tiga pemberian pakan, dan pakan berbasis biji-

bijian harus dibatasi jika memungkinkan. Kuda harus menjalani perawatan gigi

tahunan, dan kuda yang lebih tua mungkin memerlukan evaluasi gigi setiap 6 bulan,

pemeriksaan feses rutin dan pemberian obat cacing untuk cacing pita juga penting

untuk kesehatan ternak yang baik, membagi pakan menjadi makanan kecil yang sering

sepanjang hari, dan menambahkan alfalfa atau jerami kacang ke dalam makanan. Biji-

bijian dan konsentrat berkarbohidrat tinggi harus dihindari atau diminimalkan jika

memungkinkan (Denotta dan Amanda 2009).

14
15

Anda mungkin juga menyukai