Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL

PERAN ADAPTASI EKOLOGI PADA KELANGSUNGAN HIDUP SPESIES


INVERTEBRATA DI EKOSISTEM PERAIRAN
Proposal ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Hatchery
Dosen Pengampuh:
Prof. DR. Ir. Hasim M.Si

Oleh:

Fatria Siti Maharani Darise (1111422016)

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2024

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Atas karunia-
Nya berupa nikmat iman dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan Proposal
yang berjudul “Teknik pembenihan ikan nilem menggunakan teknik bioflok” dibuat
untuk memenuhi tugas tepat pada waktunya. Tidak lupa sholawat serta salam
tercurahkan kepada baginda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang syafaatnya
kami nantikan kelak.
Proposal ini disusun tidak hanya semata-mata untuk memenuhi tugas mata
kuliah yang diberikan oleh dosen, tetapi kami berharap Proposal ini nantinya dapat
bermanfaat untuk kami sendiri selaku penulis, maupun orang lain yang membaca
Proposal ini.
Proposal ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal
mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal ini tentu
tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami
sebagai penyusun Proposal ini memohon kritik, saran, dan pesan dari semua yang
membaca Proposal ini, terutama dosen mata kuliah Akuakultur yang kami harapkan
sebagai bahan koreksi untuk kami kedepannya.

Gorontalo, 5 Maret 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................................. 2

1.3 Manfaat ............................................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3

2.1 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) ....................................................................... 3

2.2 Teknik Pembenihan Ikan Nilem.......................................................................... 7

2.3 Teknik Bioflok .................................................................................................. 10

2.4 Kualitas Air ....................................................................................................... 12

2.5 Sintasan dan Pertumbuhan Ikan Nilem ............................................................. 14

4.6 Hama dan Penyakit ........................................................................................... 15

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 17

2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 17

2.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................................. 17

2.4 Prosedur............................................................................................................. 17

2.5 Analisis Data ..................................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 21

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lengkung insang pada ikan nilem berupa tulang rawan yang sedikit membulat
dan merupakan tempat melekatnya filament-filamen insang. Arteri branchialis dan
arteri epibranchialis terdapat pada lengkung insang dibagian basal pada kedua filamen
insang pada bagian basalnya. Tapis insang berupa sepasang deretan batang-batang
rawan yang pendek dan sedikit bergerigi, melekat pada bagian depan dari lengkung
insang. Ikan nilem memiliki gelembung renang untuk menjaga keseimbangan di dalam
air. Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk hewan herbivora, yang diketahui hidup
dan menyebar di bagian perairan Asia Tenggara, seperti Siam-Thailand, Tonkin,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Nilem merupakan ikan
budidaya yang memang diternakkan untuk konsumsi, terutama di Pulau Jawa. Namun
kini, ikan nilem juga diintroduksi ke beberapa danau yang ada di daerah Sulawesi
(Hastutin & Riviani, 2020).
Ikan Nilem memiliki tubuh yang berukuran sedang, dan memiliki panjang total
sampai 260 mm. Tinggi badannya yang pada awal sirip dorsal berukuran 3-3, cm, dan
berbanding lurus dengan panjang standarnya yang tanpa sirip dan ekor. Panjang
kepalanya berukuran 4,1-4,5 cm yang berbanding dengan panjang standar.
Moncongnya berbentuk agak membulat tumpul dengan bibir yang agak berlipat dan
dapat disembulkan keluar. Sungut ikan ini berbentuk maksilar-dua tulang yang
membentuk rahang, yang kurang lebih ukurannya sepanjang diameter mata, serta
ditambah dengan sungut rostralnya lebih pendek. Ikan Nilem memeakan berbagai jenis
fitoplankton yang tergolong ke dalam suku-suku bacillariophyceae, Chlorophyceae,
Cyanophyceae, dan Desmidiaceae (Saparinto & Susiana, 2024).
Ikan nilem merupakan salah satu ikan lokal perairan tawar yang berpotensi
untuk dikembangkan dalam perikanan budidaya (Adela dkk. 2020). Permintaan ikan
nilem dibutuhkan pasar dalam pembuatan saus, baby fish, olahan stick hingga kegiatan

1
ekspor ). Permasalahan budidaya ikan nilem yaitu pertumbuhan yang relatif lambat,
waktu yang terbatas, eksploitasi dan masuknya. Hal ini menyebabkan ketersedia
populasi ikan nilem yang berkualitas juga menurun (Koeshendrajana dkk., 2020).
Upaya yang dapat mengatasi penurunan populasi ikan nilem yaitu dengan
menggunakan sistem budidaya ramah lingkungan seperti teknologi bioflok dapat
diaplikasikan sebagai pakan alternatif bagi larva ikan mas. Teknologi bioflok adalah
sistem budidaya efisien karena nutrien dapat terus diproduksi dan digunakan kembali
serta dapat meningkatkan kualitas air. Bioflok merupakan komunitas mikroba yang
terdiri atas bakteria, protozoa dan zooplankton yang berkumpul menjadi suatu
gumpalan (flok) dan dapat dimanfaatkan sebagai pakan alami bagi ikan nilem.
Mikroorganisme dalam bioflok memiliki dua peran penting yaitu dapat
menjaga kualitas air, dengan mengubah kandungan nitrogen menjadi protein bakteri
dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi sehingga dapat mengurangi konversi
biaya pakan. Bioflok yang didominasi oleh bakteri dan mikroalga hijau memiliki
kandungan protein 38 dan 42%. Bioflok mengandung sejumlah asam amino
methionine, vitamin, mineral dan enzim yang dapat membantu proses pencernaan
pakan bagi ikan nilem. Pemberian bioflok sebagai pakan diharapkan dapat
meningkatkan kelangsungan hidup ikan nilem (Shiddiq, 2022).
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui efektifitas penggunaan teknik
metode bioflok di terapkan pada budidaya ikan Nilem.
1.3 Manfaat
Penelitian diharapakan dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan
mengetahui efektifitas penggunaan teknik metode bioflok di terapkan pada budidaya
ikan Nilem.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)

Menurut Saanin (1968) dalam (Tamba dkk., 2021), klasifikasi ikan nilem
adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus hasselti

Gambar 1. Ikan Nilem


Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia
yang hidup di sungai dan rawa-rawa. Ciri-ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan
mas. Ciri-cirinya yaitu pada sudut-sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut- sungut
peraba. Sirip punggung disokong oleh tiga jari-jari keras dan 5-18 jari-jari lunak. Sirip

3
ekor berjagak dua, bentuknya simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari- jari keras dan
5 jari-jari lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari-jari keras dan 13-15 jari-jari lunak.
Jumlah sisik gurat sisi ada 33-36 keping, bentuk tubuh ikan nilem agak memenjang dan
piph, ujung mulut runcingdengan moncong (rostral) terlipat, serta bintim hitam besar
pada ekornya merupakan ciri utamaikan nilem. Ikan ini termasuk kelompok omnivora,
makanannya berupa ganggang penempelyang disebut epifition dan perifition.
2.2.2 Habitat Ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Ikan Nilem merupakan ikan sungai yang lincah umumnya ditemukan diperairan
mengalir atau agak tergenang serta kaya akan oksigen terlarut. Ikan Nilem ini banyak
tersebar luas di wilayah Asia seperti Indonesia, Malaysia, serta Thailand dan secara
umum dibudidayakan (Marta dkk., 2024).
Ikan Nilem ini umumnya dipelihara di daerah tropis dengan ketinggian 150
sampai 1000 meter dari permukaan laut. Tetapi ketinggian optimum ialah 800 meter,
sedang suhu optimum pertumbuhannya adalah 18C sampai 28C. Habitat ikan nilem di
alam hidup pada perairan yang ditumbuhi pakan alami dari kelompok peryphyton
seperti cyanophyceae, cholophyceae yang merupakan makanan penting invertebrate,
berudu, dan ikan (Marta dkk., 2024).
2.2.3 Kebiasaan Makan Ikan Nilem
Ikan Nilem merupakan ikan herbivora yang makanannya berupa detritus dan
jasad penempel peryphyton seperti ganggang air, cyanobacteria, mikroba heterotrofik,
dan detritus yang melekat dan terendam pada permukaan air. Jenis ikan nilem ini sudah
menjadi herbivore sejak menjadi larva hingga benih(Putriani & Jati, 2023).

Pada stadia larva dan benih, ikan Cyprinidae memakan fitoplankton dan
zooplankton atau jenis alga ber-sel satu seperti diatom dan ganggang yang termasuk ke
dalam kelas Cyanophyceae dan Chlorophyceae benih ikan Cyprinidae seperti ikan
nilem memakan fitoplankton dan zooplankton yang tergolong kedalam kelas
Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Desmidiaceae dan Cyanophyceae (Putriani & Jati,
2023).

4
5
2.2.4 Reproduksi ikan Nilem (Osteochilus hasselti)
Ikan melakukan fertilisasi secara eksternal. Telur dan sperma dilepaskan ke
dalam air di sekitarnya dan fertilisasi terjadi di luar tubuh. Fertilisasi ini merupakan
fertilisasi yang primitive.
Ikan jantan terdapat sepasang testis yang panjang. Mereka terletak ventral dari
ren. Ujung caudal mulai dari vas deferens yang bermuara ke dalam sinus urogenital.
Ikan betina terdapat sepasang ovaria yang panjang. Ovaria ini mempunyai rongga yang
ke caudal melanjutkan diri ke oviduk, yang bermuara ke dalamsinus urogenitalis.
Reproduksi pada ikan dikontrol oleh kelenjar pituitary yaitu kelenjarhipotalamus,
hipofisis-gonad, hal tersebut di pengaruhi oleh adanya pengaruh dari lingkungan yaitu
temperature, cahaya, cuaca yang diterima oleh reseptor dan kemudian diteruskan ke
system saraf kemudian hipotalamus melepaskan hormon gonad yang merangsang
kelenjar hipofisa serta mengontrol perkembangan dan kematangan gonad dalam
pemijahan. Ovarium terdapat dalam hewan betina yang ditambatkan oleh mesentrium
khusus pada dinding tubuh (mesovarium). Ovarium selain sebagai gonad, juga sebagai
kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon estrogen dan progesterone. Testis
terdapat pada hewan jantan. Letak testis pada vertebrata rendah tersimpan dalam
rongga perut dengan ditambatkan ke dinding tubuh oleh mesentrium khusus
(mesorchium) (Hayati, 2020).
Testis pada vertebrata tingkat tinggi terletak di luar rongga perut, tersimpan
dalam bangunan khusus yang disebut skrotum. Testis selain sebagai gonad juga sebagai
kelenjar endokrin yang menghasilkan hormone testosterone. Menurut, pada system
reproduksi ikan nilem ovarium tersusun dari jaringan ikat fibrosa sebagai membrane
basalis yang di sebelah dalamnya terdapat banyak sarang- sarang telur yang berisi
jaringan sel gamet primordial (oogoria atau oosit) dan dibagikan tengahnya berisi
jaringan ikat stroma. Umumnya setiap individu mempunyai sepasang ovarium yang
secara simetris berada pada sisi kanan dan kiri tubuh. Oogonia atau oosit terkandung
di dalam sarang telur dan masing-masing terbungkus oleh selapis sel granulose disebut
sel folikel (Hayati, 2020). .

6
Testis sebagai organ kelamin jantan berupa organ jumlahnya sepasang dan
dilengkapi dengan saluran spermatozoa dan organ asesoria. Saluran testis pada
vertebratatinggi dan rendah berhubungan langsung dengan testisnya. Sel-sel yang
berkembang menjadi gamet berada di bagian medulla sehingga gamet-gamet yang
diproduksi akan terkumpul di dalam lumen tubulus dan kemudian disalurkan ke
saluran-saluran dari tubulus atau testis yang kemudian bergabung menjadi epididimis.
Ikan nilem jantan dan ikan nilem betinadapat dibedakan setelah ikan ikan masak
kelamin. Permukaan luar operculum (tutup insang) ikan jantan apabila diraba terasa
kasar sedangkan ikan betina terasa halus. Ikan jantan apabila diurut perutnya dari
operculum ke papilla gerital maka akan keluar cairan seperti santan (milk) sedangkan
ikan betina tidak. Perut ikan jantan langsing sedangkan ikan betina membuncit dan
lunak. Ikan betina biasanya lebih jinak dari pada ikan jantan (Hayati, 2020). .
2.2.5 Kualitas Air
Ikan nilem merupakan komoditas air tawar yang cukup populer. Ikan ini sangat
baik untuk dikembangkan menjadi ikan konsumsi baby fish yang banyak diminati
masyarakat. Upaya budidaya nilem yang lebih ekonomis perlu dilakukan dengan
budidaya intensif pada tahap pembenihan sampai dengan ukuran 5 g/ekor. Ikan Nilem
termasuk kelas Osteichthyes, Ordo Cypriniformes, dan famili Cyprinidae. Bentuk
tubuh ikan nilem memanjang dan pipih, terdapat dua pasang sungut peraba pada kedua
sudut mulutnya serta bibir tertutup oleh lipatan kulit. Warna perut kemerahan dan
warna punggung coklat kehijauan. Warna sirip caudal, sirip anal dan sirip ventral
(Saepuloh dkk., 2021).

2.2 Teknik Pembenihan Ikan Nilem


4.2.1 Seleksi Induk
Seleksi induk adalah kegiatan penting pada kegiatan budidaya utamanya pada
pembenihan. Pemilihan kualitas induk sangat menentukan keberhasilan pembenihan
secara keseluruhan. Kegiatan seleksi induk harus dilaksanakan dengan cermat dan
akurat sesuai dengan kriteria yang telah ada. Induk betina yang telah matang gonad

7
dapat diketahui dengan ciri-ciri yaitu menembak, halus, dan membesar ke arah anus.
Induk jantan yang matang gonad memiliki ciri-ciri yaitu keluarnya cairan putih kental
apabila dilakukan stripping pada bagian perut di dekat lubang genital. Ciri-ciri untuk
induk ikan nilem yaitu jantan dan betina berumur 6 bulan, bobot induk betina 200 gram
dan induk jantan 150 gram, dan panjang total indukan mencapai 21 cm dengan panjang
standar 17 (Saepuloh dkk., 2021).

4.2.2 Pemijahan
Suatu proses bertemunya sel telur yang dikeluarkan oleh ikan betina dan sel
sperma oleh ikan jantan merupakan pemijahan. Pemijahan induk ikan air tawar yang
sudah dewasa bertujuan untuk pembuahan telur yang dikeluarkan induk betina dan
dibuahi oleh spermatozoa yang dikeluarkan oleh induk jantan (Murtidjo, 2001).
Perlakuan dari sistem induksi pemijahan yaitu pemijahan secara alami, pemijahan
secara semi buatan, pemijahan secara buatan dan tiga kombinasi sistem pemijahan
yang disertai induksi pemijahan ikan nilem (Masturi, 2015). Penelitian yang dilakukan
Putri dkk., (2015) menyebutkan tipe pemijahan ikan nilem dapat di lihat dari sebaran
nilai tengah diameter telur dan proporsi TKG pada ikan. Tipe pemijahan dari ikan nilem
adalah total spawner apabila dilihat dari sebaran nilai tengah diameter telur. Waktu
pemijahan ikan nilem yaitu sepanjang tahun, tetapi menurut Hedianto dan
Purnamaningtyas (2011) puncak pemijahan ikan nilem saat musim penghujan
(Saepuloh dkk., 2021).
4.2.2.1 Pemijahan Alami
Pemijahan tanpa melibatkan bantuan dari manusia pada saat proses pemijahan
yang dilakukan dengan cara menyeleksi indukan terlebih dahulu yang sudah matang
gonad dengan perbandingan jantan dan betina 1:1, kemudian induk jantan dan induk
betina diletakkan kedalam kolam khusus pemijahan dan didalam kolam tersebut sudah
dimasukkan alat kakaban (ijuk yang diapit oleh bambu) guna menempelnya telur
setelah proses pemijahan, kemudian proses pemijahan memerlukan waktu 1 x 24
jam(Saepuloh dkk., 2021)

8
.
4.2.2.2 Pemijahan Semi Buatan
Pemijahan semi buatan merupakan suatu proses dalam melakukan percepatan
pematangan gonad pada ikan dengan bantuan rangsangan hormon akan tetapi proses
ovulasinya dibiarkan terjadi secara alami di perairan (Gusrina dkk., 2014). Salah satu
hormon sintesis yang bekerja dalam mempercepat proses pemijahan ikan karena
mengandung anti dopamin dan GnRH adalah hormon ovaprim Dengan adanya
kandungan tersebut, maka proses ovulasi akan lebih cepat. Selain itu, hormon ovaprim
dapat mempercepat waktu laten induk, meminimalisir tingkat kematian, serta
mendapatkan telur ikan dengan kualitas yang lebih baik Keberhasilan suatu usaha
pemijahan ikan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kematangan ikan yang akan
dipijahkan, fekunditas, hatching rate, survival rate serta makanan yang diberikan
selama pemeliharaan dan kondisi lingkungan (Saepuloh dkk., 2021).
4.2.3 Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva ikan bertujuan untuk menyediakan kuantitas serta kualitas
larva yang baik. Teknik pemeliharaan larva yang baik akan mempengaruhi kehidupan
larva untuk berkembang. Tahap krisis dalam budidaya yaitu saat pemeliharaan larva
karena mortalitas larva ikan sangat tinggi. Tahap kritis pada larva yaitu ketika masa
transisi kuning telur (yolk) yang dimiliki oleh larva dan mulai memerlukan pakan alami
(Marta dkk., 2024).. Larva memiliki dua fase dalam perkembangannya, yaitu Pro-larva
(memiliki kuning telur) dan Post-larva (kuning telur telah habis). Saat fase Pro-larva
memiliki tubuh yang transparan dengan yolk sac, mulut serta rahang, tumbuh sirip dada
dan sirip ekor namun organ-organ belum sempurna. Sedangkan fase post-larva ditandai
dengan penyempurnaan bentuk organ-organ hingga morfologi hampir sama dengan
induknya. Pada fase ini larva berenang aktif dan kuning telur (yolk) akan habis dalam
kurun waktu 5-6 hari setelah menetas dan memerlukan makanan dari luar kuning telur.
4.2.4 Pemanenan Benih
Pemeliharaan larva ikan nilem sebelum dilakukan pemanenan yaitu pendederan.
Proses pendederan pada unit kolam terhubung dengan kolam penetasan atau

9
pembenihan. Tujuan dari pendederan yaitu agar benih dapat beradaptasi dengan
lingkungan sebelum ditebar ke kolam pembesaran. Benih yang siap dipanen memiliki
ciri-ciri ukuran tubuh 5-8 cm dan berat 8-10 gram/ekor. Pemanenan benih dilakukan
pada pagi atau sore hari (Marta dkk., 2024).
2.3 Teknik Bioflok
Bioflok merupakan sekumpulan bakteri mikroorganisme. Budidaya ikan lele
teknik bioflok adalah teknik budidaya melalui menyeimbangkan karbon dan nitrogen
dalam sistem budidaya untuk mengontrol kualitas air (Apriyani, 2017:5). Pada kolam
tempat pembudidayaan ikan lele teknik bioflok, sangat penting diperhatikan pemberian
pakan dan penambahan bakteri probiotik sebagai kontrol kualitas air kolam budidaya
ikan diantaranya seperti suhu dan pH (Hastuti dan Subandiyono, 2014). Azim dan
Little (2008) mengemukakan bahwa perlakukan teknologi bioflok pada pemeliharaan
ikan membuat kualitas air di wadah pemeliharaan tidak stabil, salah satunya dan
perubahan nilai pH (Tamba dkk., 2021).
Bioflok merupakan sekumpulan berbagai jenis mikroorganisme (bakteri
pembentuk flok, bakteri filamen, fungi), partikel-partikel tersuspensi, berbagai koloid
dan polimer organik, berbagai kation dan sel-sel mati (de Schryver et al., 2008).
Menurut Avnimelech (2009), dalam teknik bioflok bakteri berperan sangat dominan
sebagai organisme heterotrof yang menghasilkan polyhydroxy alkanat sebagai
pembentuk ikatan bioflok. Pembentukan bioflok oleh bakteri terutama bakteri
heterotrof secara umum bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan nutrien,
menghindari stress lingkungan dan predasi (Tamba dkk., 2021).
Teknologi bioflok dalam budidaya perairan yaitu memanfaatkan nitrogen
anorganik dalam kolam budidaya menjadi nitrogen organik yang tidak bersifat toksik.
Teknik bioflok dalam budidaya perairan menekankan pada pertumbuhan bakteri pada
kolam untuk menggantikan komunitas autotrofik yang di dominasi oleh fitoplankton.
Bioflok mengandung protein bakteri dan polyhydroxybutyrate yang dapat
meningkatkan pertumbuhan ikan. Pada umumnya, bakteri memiliki ukuran kurang dari

10
5 mikron. Ukuran bakteri yang sangat kecil ini tidak dapat dimanfaatkan oleh ikan.
Namun bakteri dalam bentuk bioflok dapat dimanfaatkan ikan sebagai pakan karena
ukurannya mampu mencapai 0,5 mm hingga 2 mm (Tamba dkk., 2021)
Penerapan teknik bioflok pada budidaya ikan lele memberikan pengaruh yang
lebih baik terhadap pertumbuhan benih ikan lele dibandingkan pembudidayaan dengan
teknik kovensional (Abulias, 2014:16-21). Tabel 2.3 menggambarkan perbedaan hasil
antara budidaya ikan lele teknik bioflok dibandingkan teknik konvensional. Selain
pertumbuhan benih, manfaat penggunaan teknik bioflok apabila diaplikasikan dengan
tepat adalah meminimalisir pergantian air atau bahkan tidak ada pergantian air kolam
dalam sistem budidaya sehingga teknik ini ramah lingkungan. Penggunaan bioflok
pada kolam budidaya ikan lele berkisar 5-10 ml/m3

Gambar 2. Perbedaan hasil antara budidaya ikan lele teknik bioflok dibandingkan
teknik konvensional

11
2.4 Kualitas Air
Kelangsungan hidup dan pertumbuhan Ikan Nilem sangat dipengaruhi oleh
kualitas air. Parameter kualitas air yang diukur selama penelitian adalah suhu, pH dan
DO. Data hasil pengamatan kualitas air pada media dapat dilihat pada

Gambar 3. Hasil pengukuran kualitas air pada beberapa perlakuan.

Kualitas air yang baik mampu menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup
ikan. Suhu mempengaruhi aktifitas ikan seperti pernapasan dan reproduksi. Suhu air sangat
berkaitan erat dengan oksigen terlarut dan konsumsi oksigen hewan air. Suhu air media
selama penelitian berlangsung masih berada dalam kisaran optimum untuk kehidupan ikan
Nilem (Osteochilus vittatus). Kualitas air adalah faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan pada ikan, karena air adalah media atau habitat yang paling
penting untuk kehidupan ikan tersebut (Sa'adah dkk., 2023).
Derajat keasaman pH pada suatu perairan menunjukkan keseimbangan antara
basa dan asam dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam
air (Patang, 205). Hasil pengukuran pH berdasarkan Tabel 2. Diketahui nilai rata-rata
pH dalam setiap perlakuan pada penelitian ini berkisar antara 8,35 - 8,42. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa pH wadah pemeliharaan termasuk dalam keadaan normal. Nilai
pH yang sesuai untuk Kisaran pH ini merupakan kondisi yang baik untuk habitat dan
pertumbuhan Ikan Nilem. Menurut (Arianto et al., 2018), bahwa pH optimum untuk

12
perairan berkisr antara 6,5-9. pH air sangat memengaruhi organisme air, baik tumbuhan
maupun hewan yang hidup di dalamnya. pH air dapat digunakan untuk menyatakan
baik buruknya kondisi suatu perairan sebagai lingkungan hidup. pH air yang dapat
menjadikan ikan dapat tumbuh secara optimal yaitu berkisar antara 6,5 – 9,0 (Sa'adah
dkk., 2023).
Data pengukuran rerata suhu pada masing- masing perlakuan dalam kisaran
suhu antara 28,1°C hingga 28,3°C , kisaran suhu tersebut termasuk dalam kategori
normal atau dalam keadaan baik. Menurut (Khairuman, 2007), ikan dapat tumbuh
dengan baik pada kisaran suhu 20°C hingga 30 °C. Pengaruh suhu dan konsentrasi
oksigen tersebut dapat menyebabkan stres bahkan kematian pada ikan. Perubahan suhu
melebihi 3 - 4 °C akan menyebabkan perubahan metabolisme yang mengakibatkan
kejutan suhu, meningkatkan toksinitas kontaminan yang terlarut, menurunkan DO dan
kematian pada ikan (Effendi, 2003). Perubahan suhu secara drastis dapat menyebabkan
kematian ikan karena terjadi perubahan daya angkut darah. Suhu sangat berkaitan erat
dengan oksigen terlarut dan konsumsi oksigen oleh ikan (Sa'adah dkk., 2023).
Menurut (Latuconsina, 2020), suhu memengaruhi aktivitas metabolisme ikan,
karena penyebaran ikan di perairan tawar maupun lautan dibatasi oleh suhu perairan.
Suhu perairan dapat memengaruhi kehidupan biota air secara tidak langsung, yaitu
melalui pengaruhnya terhadap kelarutan oksigen terlarut. Semakin tinggi suhu air,
maka menyeabkan semakin rendah daya larut oksigen terlarut dalam perairan
begitupun sebaliknya. Pengaruh suhu secara tidak langsung adalah memengaruhi
metabolisme, daya larut gas-gas dan berbagai reaksi kimia perairan. Nilai rata- rata
oksigen terlarut pada masing-masing perlakuan berkisar antara 6,56 -6,70 mg/L. Nilai
tersebut masih dapat ditoleransi untuk air media Ikan Nilem. Menurut (Effendi, 2003),
perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan perikanan sebaiknya memiliki
kandungan oksigen terlarut tidak kurang dari 5 mg/L. Jika oksigen terlarut tidak
seimbang maka akan menyebabkan stress pada ikan karena otak tidak dapat mensuplai
oksigen yang cukup, serta kematian akibat kekurangan oksigen (anoxia) disebabkan
jaringan tubuh tidak dapat mengikat oksigen yang terlarut dalam darah (Dahril et al,

13
2017). Sedangkan menurut (Pramleonita et al., 2018), nilai kadar oksigen terlarut yang
baik untuk perairan ikan adalah melebihi 3 mg/L. Hal yang sama dijelaskan (Cahyono,
2000), oksigen sangat diperlukan untuk pernapasan dan metabolisme ikan dan jasad
renik dalam air. Kandungan oksigen terlarut dalam air yang cocok untuk kehidupan
dan pertumbuhan ikan minimal 5 ppm (Sa'adah dkk., 2023).
2.5 Sintasan dan Pertumbuhan Ikan Nilem
Data hasil kelulusan hidup adalah perbandingan jumlah ikan uji yang hidup
pada akhir penelitian dengan ikan uji di awal pnelitian pada satu periode dalam satu
populasi
Gambar 3. Kisaran dan rerata kelulusan hidup (Sintasan)

Keterangan :
K = Probotik 0ml/kg pakan (kontrol)
A = Probiotik 5 ml/kg
B = Probiotik 10 ml/kg
C = Probiotik 15 ml/kg
D = Probiotik 20 ml/kg
Nilai rerata kelulusan hidup Ikan Nilem yang menunjukkan bahwa rerata
kelulusan hidup Ikan Nilem tertinggi pada perlakuan D (20 ml/kg) dengan nilai rerata
95,5%, Sedangkan nilai rerata terendah pada perlakuan K (0 ml/kg) dengan nilai rerata
62,2%. Berdasarkan hasil pengamatan hampir keseluruhan kematian ikan diakibatkan
stress. Hal ini diduga karena pada ikan yang mengalami gangguan fisiologis (stress)

14
terjadi penurunan nafsu makan secara drastis dan berakibat sulit beraktivitas seperti
berenang dan bernafas karena kuranganya asupan nutrisi yang masuk kedalam tubuh
sehingga energi yang digunakan menjadi sedikit (Subandiyono et al., 2010).
Perbedaan pertumbuhan antar perlakuan pada penelitian ini disebabkan oleh
faktor-faktor yang berhubungan dengan proses pertumbuhan ikan yaitu metabolisme,
penggunaan energi metabolisme, hormon pertumbuhan dan mitosis (Boeuf et al, 2001).
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran, panjang atau berat dalam suatu waktu
(Effendie, 1997). Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor genetik, hormon dan
lingkungan. Pertumbuhan terjadi karena adanya penambahan jaringan dari pembelahan
sel secara mitosis yang terjadi karena adanya input energi dan protein yang berasal dari
pakan. Adanya peningkatan laju pertumbuhan spesifik pada ikan nilem yang diberi
pakan dengan penambahan probiotik diduga disebabkan oleh adanya peranan bakteri
yang terkandung dalam probiotik dikonsumsi lebih efisien sehingga meningkatkan
kecernaan dalam pakan dan membantu proses penyerapan makanan yang pada
akhirnya meningkatkan laju pertumbuhan (bobot dan panjang) Ikan Nilem. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Mansyur et al., 2008), yang mengatakan bahwa
penambahan probiotik yang optimal dapat memperbaiki mutu pakan sehingga
meningkatkan kecernaan pakan yang akhirnya meningkatkan pertumbuhan (Sa'adah
dkk., 2023).

2.6 Hama dan Penyakit


Penyakit adalah suatu ketidaknormalan pada struktur atau fungsi tubuh yang
ditujukan dengan segala spesifik dan non spesifik. Penyakit terbagi menjadi dua jenis
yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi. Penyakit infeksi dapat berasal dari
virus, bakteri, parasit dan lain-lain, sedangkan penyakit non infeksi berasal dari
lingkungan media pemeliharaan) (Hastutin & Riviani, 2020).
Pada budidaya ikan nilem, penurunan produksi ikan nilem dapat disebabkan
oleh adanya mortalitas ikan akibat infeksi parasit oleh protozoa, platyhelminthes,
krustacea, fungi, bakteri atau virus. Jenis parasit yang menginfeksi benih ikan nilem

15
belum banyak diketahui. Adapun parasit yang sering menginfeksi benih ikan budidaya
air tawar antara lain Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., Argulus spp., Trichodina spp.,
Ichtyophthirius multifiliis dan Lernea cyprinaceae (Hastutin & Riviani, 2020).
Frekuensi kejadian (insidensi atau prevalensi) parasit Dactylogyrus sp.,
Gyrodactylus sp., Lernea cyprinaceae, dan Argulus spp. Pada benih ikan dapat
mencapai nilai sebesar 80%, sedangkan insidensi parasit Trichodina spp. Dan
Ichtyophthirius multifiliis dapat mencapai 100% (Mulyana 1989; Mulyana 1999).
Parasit Ichtyophthirius multifiliis telah menyebabkan tingkat kematian sebesar 100%
pada benih ikan mas dan ikan jambal siam (Mulyana 1989; Mulyana 1999). Infeksi
parasit‐parasit ini dapat pula menyebabkan penyakit pada benih ikan nilem sehingga
menimbulkan kematian dan menurunkan pertumbuhan (Sa'adah dkk., 2023).
Menurut Hijriati (205), yang menyatakan bahwa tindakan pencegahan
sebenarnya merupakan tujuan utama dalam rencana pengendalian penyakit. Tindakan
ini meliputi, mempertahankan kualitas air tetap baik, mengurangi kemungkinan
penanganan yang kasar, pemberian pakan yang cukup, baik mutu, ukuran maupun
jumlahnya, dan mencegah menyebarnya organisme penyebab penyakit dari bak
pemeliharaan yang satu ke bak pemeliharaan yang lain (Sa'adah dkk., 2023).

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 Bulan, bertempat di Jl. Madura No.08,
Paguyaman, Kec. Kota Tengah, Kabupaten Gorontalo.
2.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: bak plastik
berdiameter 45 cm dengan tinggi 25 cm sebanyak 5 unit, bak fiber volume 1000 liter 1
buah, blower, termometer, DO meter, pH meter, timbangan digital, scoop net, alat tulis,
ember plastik, penggaris, kertas label. Sedangkan bahan yang digunakan adalah benih
ikan lele berumur 3 hari 500 ekor, air tawar, molase , cacing sutra dan biakan bakteri
Bacillus sp.
2.4 Prosedur
2.4.1 Pembuatan Pakan Bioflok
Tahap pembuatan bioflok dengan rasio C:N 20:1,bak fiber berukuran 1000 liter
diisi air, ditambahkan 0,5 kilogram pakan yg telah halus dengan protein 28%
selanjutnya 0,4 kilogram molase dimasukkan dan diaerasi menggunakan blower hingga
homogen. Biakan bakteri Bacillus sp. dimasukkan ke dalam bak fiber. Proses
terbentuknya bioflok selama 15 hari. Setelah terbentuk bioflok dapat diberikan kepada
larva ikan lele dumbo sebagai pakan utama.
2.4.2 Pelaksanan Percobaan
a. Persiapan Wadah
Wadah pemelihaaraan menggunakan bak berdiameter 45 cm dengan tinggi 20 cm
sebanyak 5 unit. Sebelum digunakan bak dibersihkan dan direndam air selama 24 jam
untuk menghilangkan bau. Bak pemeliharaan di beri label sesuai dengan rancangan
penempatan penelitian dan selanjutnya diisi air dengan ketinggian 15 cm bervolume 20
liter.

b. Persiapan ikan uji

17
Benih ikan lele yang akan digunakan berumur 3 hari sebanyak 500 ekor. Benih
yang digunakan dalam kondisi sehat dan diambil dari induk yang sama hal ini untuk
menghindari perbedaan laju pertumbuhan. Sebelum dimasukan ke dalam bak
pemeliharaan, benih terlebih dahulu ditimbang untuk mengetahui berat awal (Wo)
kemudian benih diaklimatisasi selanjutnya dilepaskan di bak pemeliharaan.
c. Pemeliharaan Ikan Uji
Pemeliharaan ikan uji dilakukan selama 21 hari. Benih yang berumur 3 hari
dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan dengan kepadatan 100 ekor/wadah atau 5
ekor/liter. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Unisa (2000) yang menyatakan bahwa
efisiensi pakan terbaik pada penebaran benih lele dumbo yaitu dengan padat tebar 5
ekor/liter. Pemberian pakan dilakukan 3 kali sehari dengan metode adlibitum.
Sampling pertumbuhan dilakukan pada akhir penelitian.
d. Pengukuran kualitas air
Pengumpulan data kualitas air meliputi suhu, DO, pH, dan ammonia.
Pengamatan suhu, dilakukan setiap hari. Pengamatan DO dan pH dilakukan setiap 3
hari. sedang Amoniak diukur pada awal, pertengahan dan akhir waktu penelitian. Suhu
di ukur dengan menggunakan thermometer, DO di ukur menggunakan DO meter, pH
di ukur menggunakan pH. Data yang di dapat akan di buat grafik dan tabel.

2.4.3 Pengambilan Data


a. Pertumbuhan Biomassa Mutlak
Pertumbuhan biomassa mutlak adalah selisih antara berat basah pada akhir
penelitian dengan berat basah pada awal penelitian (Effendie, 1997) Dalam (Hastuti &
Rivianic 2020). Berikut merupakan rumus pertumbuhan biomassa mutlak.:

18
Keterangan:
W = pertumbuhan biomassa mutlak
Wt = biomassa ikan uji pada akhir pemeliharaan
Wo = biomassa ikan uji pada awal pemeliharaan

b. Laju Pertumbuhan Harian (LPH)


Laju pertumbuhan harian dihitung dengan menggunakan rumus (Purnomo,
2005) Dalam (Hastuti & Rivianic 2020).

Keterangan :
LPH : Laju pertumbuhan harian (g/hari)
Wt : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-t (g)
Wo : Bobot rata-rata ikan pada hari ke-0 (g)
t : Waktu pemeliharaan (hari)

19
c. Kelangsungan Hidup ( Survival Rate)
Kelangsungan hidup adalah tingkat perbandingan jumlah ikan yang hidup dari
awal hingga akhir penelitian. Kelangsungan hidup dapat dihitung dengan rumus
(Effendi, 1997) Dalam (Hastuti & Rivianic 2020):

Keterangan :
SR : Kelangsungan hidup (%)
Nt : Jumlah ikan akhir (ekor)
No : Jumlah ikan awal (ekor)

2.5 Analisis Data


Data yang diperoleh (pertumbuhan biomassa mutlak, laju pertumbuhanharian
dan kelangsungan hidup) dianalisis menggunakan uji ANOVA denganselang
kepercayaan 95%. Uji lanjut menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)dengan
selang kepercayaan 95%. Data penelitian berupa populasi Daphnia sp. selama
pemeliharaan. Data populasi Daphnia sp. diuji normalitas dan diuji homogenitas terlebih
dahulu menggunakan uji kolmogrov dan uji Levene. Data yang berdistribusi normal dan
homogen selanjutnya diuji menggunakan uji ANOVA untuk mengetahui perbedaan setiap
perlakuan. Perlakuan yang berbeda selanjutnya diuji menggunakan uji lanjut Beda Nyata
Terkecil (BNT) dengan selang kepercayaan 95 % untuk mengetahui perbedaan antar
perlakuan dan untuk data kualitas air dianalisis secara deskriptif Dalam (Hastuti &
Rivianic 2020).

20
DAFTAR PUSTAKA
Hastuti, D. W. B., & Riviani, R. (2020). Efektifitas Penggunaan Jenis Ekstender dan
Dosis Madu Berbeda Terhadap Motilitas dan Viabilitas Sperma Ikan Nilem
(Osteochilus vittatus) Setelah Penyimpanan. Jurnal Airaha, 9(02), 122-129.

Hayati, A. (2020). Biologi Reproduksi Ikan. Airlangga University Press.

Koeshendrajana, S., Apriliani, T., Firdaus, M., Nasution, Z., & Nurfiarin, A. (2020).
Penebaran ikan bandeng di Waduk Jatiluhur: analisis dampak dan kebijakan
pengembangan. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan
Perikanan, 1(1), 1-17.

Marta, S., Nofrizal, N., & Jhonnerie, R. (2024). Kecepatan Renang Ikan Paweh
(Osteochilus hasselti) dalam Tangki Berarus (Flume Tank) dan Berenang Bebas
(Free Swimming). South East Asian Aquaculture, 1(2), 57-63.

Putriani, R. B., & Jati, C. W. (2023). ARTICLE REVIEW: KAJIAN BIOLOGI IKAN
NILEM (Osteochilus vittatus) DI BEBERAPA PERAIRAN
INDONESIA. JA'FAR (Journal Fisheries and Aquatic Research), 1(2), 30-36.

Sa'adah, F., Lisminingsih, R. D., & Latuconsina, H. (2023). Hubungan Parameter


Kualitas Air dengan Sintasan dan Pertumbuhan Ikan Nilem (Osteochilus
vittatus). Jurnal Riset Perikanan dan Kelautan, 5(1), 22-32.

Saepuloh, D., Sundari, R. S., & Fitriadi, B. W. (2021). Nilai Tambah Baby Fish Ikan
Were Menyusul Baby Fish Ikan Nilem sebagai Produk Pangan
Fungsional. Jurnal Agrinika: Jurnal Agroteknologi dan Agribisnis, 5(1), 39-50 .

Saparinto, C., & Susiana, R. (2024). Panduan Lengkap Budi Daya Ikan dan Sayuran
dengan Sistem Akuaponik. Penerbit Andi.

Shiddiq Robbani, A. (2022). PENGARUH TINGKAT PEMBERIAN PAKAN


BERBEDA TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN IKAN NILEM

21
(Osteochilus hasselti) YANG DIPELIHARA PADA SISTEM BIOFLOK
RASIO C/N 20 (Doctoral dissertation, Universitas Djuanda Bogor).

Tamba, A., Batubara, J. P., & Limbong, B. I. (2021). IDENTIFIKASI IKAN DI


BAGIAN HILIR SUNGAI ASAHAN. RAMBATE, 1(1), 107-114.

22

Anda mungkin juga menyukai