Anda di halaman 1dari 44

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air

MENENTUKAN LAJU PERNAPASAN (RESPIRASI) PADA


IKAN LELE (Clarias gariepinus)

Oleh :

Bina Kristian Waruwu


190302054
V/ B

LABORATORIUM FISIOLOGI HEWAN AIR


PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYAPERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Menentukan Laju Pernapasan (Respirasi) pada Ikan Lele


(Clarias gariepinus)
Tanggal Praktikum : 25 Maret 2021
Nama : Bina Kristian Waruwu
NIM : 190302054
Kelompok/ Grup : V/ B
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Diketahui oleh, Diperiksa oleh,


Asisten Koordinator Asisten Korektor

Jihan Safira Ulfa Mhd Rizky Ramadhan


NIM.170302005 NIM.170302048
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum fisiologi hewan air
yang berjudul “Menentukan Laju Pernapasan (Respirasi) pada Ikan Lele
(Clarias gariepinus)” ini dengan sebaik mungkin.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Eri Yusni, M. Sc., Ibu
Desrita, S.Pi., M.Si., dan Ibu Vindy Rilani Manurung, S.Pi., MP. selaku dosen
penanggung jawab laboratorium fisiologi hewan air. Dan kepada asisten
laboratorium fisiologi hewan air yang telah membimbing penulis dalam
menyelesaikan laporan praktikum ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang
membangun perkembangan laporan ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih.

Nias, Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................. 1
Tujuan Praktikum ........................................................................................ 3
Manfaat Praktikum ...................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ....................................................... 4
Pengaruh Detergen Terhadap Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ....... 6
Pernafasan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) ..................................... 8

METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat ....................................................................................... 9
Alat dan Bahan ............................................................................................ 9
Prosedur Praktikum ..................................................................................... 9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil ............................................................................................................. 10
Pembahasan ................................................................................................. 10
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan .................................................................................................. 12
Saran ............................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA

ii
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Fisiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari segala proses yang
berlangsung dalam tubuh makhluk hidup, baik organism bersel tunggal maupun
bersel banyak, termasuk interaksi antar sel, jaringan, organ serta semua
komunikasi interseluler, baik energetik maupun metabolik. Pada ilmu ini juga
dibahas faktor-faktor fisik dan kimia yang mempengaruhi makhluk hidup, yang
terkait dengan awal mula kehidupan, perkembangan serta kelangsungan hidup.
Fisiologi ikan mempelajari tentang fungsi, mekanisme, dan cara kerja dari organ,
jaringan dan sel-sel organisme ikan. Ada beberapa sistem anatomi fisiologi pada
tubuh ikan, yaitu sistem sirkulasi, sistem ekskresi, sistem sekresi, sistem
pencernaan (Purnamasari dan Santi, 2017).
Ikan sebagai salah satu organisme yang menjadi kajian ekologi, sehingga
harus dijaga kelestariannya. Sebagai langkah awal diperlukan kegiatan identifikasi
terhadap organisme tersebut. Identifikasi adalah menempatkan atau
memberikan identitas suatu individu melalui prosedur deduktif ke dalam suatu
takson dengan menggunakan kunci determinasi. Kunci determinasi adalah
kunci jawaban yang digunakan untuk menetapkan identitas suatu individu.
Kegiatan identifikasi bertujuan untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomi
yang sangat bervariasi dan memasukkannya ke dalam suatu takson. Selain itu
untuk mengetahui nama suatu individu atau spesies dengan cara mengamati
beberapa karakter atau ciri morfologi spesies tersebut dengan
membandingkan ciri-ciri yang ada sesuai dengan kunci determinasi
(Fitrah et al., 2016).
Ikan termasuk hewan bertulang belakang, berdarah dingin, berinsang
dan hidup di perairan. Diantara hewan bertulang belakang (vertebrata), ikan
merupakan kelompok terbesar dengan jumlah jenis terbanyak yaitu 42,6%
dari jumlah vertebrata yang sudah dikenal. Kelompok ikan ini mempunyai
keanekaragaman yang cukup tinggi baik dalam bentuk, ukuran, perilaku maupun
habitatnya. Tubuh ikan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : kepala, badan dan
ekor. Batas kepala mulai dari moncong sampai bagian belakang tutup
2

insang, batas mulai dari belakang tutup insang sampai dubur, sedangkan batas
ekor mulai dari dubur sampai ujung sirip ekor (Nursyahra, 2012).
Ikan merupakan salah satu sumber bahan pangan hewani yang
mempunyai kelebihan antara lain memiliki kandungan asam amino esensial
yang lengkap, kandungan asam-asam lemak tidak jenuh yang sangat
dibutuhkan, kandungan vitamin dan mineral yang cukup serta daya cernanya
yang tinggi. Kualitas produk hasil perikanan identik dengan kesegaran. Mutu
ikan harus dapat dipertahankan apabila ditangani dengan hati-hati, bersih dan
disimpan pada ruangan dingin dan cepat. Proses perubahan fisik, kimia, dan
organoleptik berlangsung dengan cepat setelah ikan mati. Banyak faktor yang
menentukan kecepatan penurunan kesegaran ikan, diantaranya suhu
penyimpanan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah 0°C setelah ikan mati dapat
memperpanjang masa rigor mortis, menurunkan kegiatan enzimatis, bakterial,
kimiawi dan perubahan fisik ikan (Wibowo et al., 2014).
Di Indonesia lele merupakan jenis ikan yang cukup populer. Lele yang
berada di Indonesia bermacam-macam jenisnya. Terutama jenis lele yang biasa
dikonsumsi seperti lele Afrika, Dumbo, dan Lokal. Lele Afrika
(Clarias gariepinus) merupakan jenis ikan lele yang berasal dari Afrika yang
diimpor ke Indonesia untuk dikawin silangkan dengan lele Lokal dan dinamakan
lele Dumbo. Ikan lele Dumbo memiliki tubuh yang lebih besar 6-8 kali panjang
standar dibandingkan lele Lokal dan memiliki gen pertumbuhan yang lebih cepat.
Ukuran kepala 3-3,5 kali lebih besar. Kepala agak persegi panjang dan lancip ke
garis dorsal. Moncongnya yang bulat melebar. Berwarna abu ungu kemerahan dan
bercorak marble (Pujiastuti, 2015).
Ikan lele (Clarias gariepinus) menjadi salah satu komoditi hasil perikanan
yang sangat digemari dan merupakan salah satu ikan yang banyak dikonsumsi
masyarakat. Ikan lele digemari semua lapisan masyarakat sebagai protein hewani
alternatif yang harganya murah, mudah untuk diolah, bergizi tinggi dan rasanya
enak. Komoditi ini membuat ikan lele memiliki prospek yang sangat menjanjikan,
baik dari segi permintaan maupun harga jualnya. Untuk mengatasi permasalahan
akibat serangan agen patogenik pada ikan, para petani maupun pengusaha ikan
3

banyak menggunakan berbagai bahanbahan kimia maupun antibiotika dalam


pengendalian penyakit tersebut (Wardhani et al., 2017).
Demikian pula pada kegiatan budidaya lele (Clarias gariepinus), tidak
terlepas dari kendala adanya infeksi penyakit, salah satunya penyakit yang
disebakan oleh bakteri. Faktor penyebab timbulnya penyakit bakteri tidak hanya
dapat terjadi akibat bakteri, melainkan dapat pula dipicu dengan terjadinya
menurunnya kualitas air pada media budidaya. Dalam mengatasi/mengendalikan
penyakit bakteri pada ikan, untuk meneliti agensia penyebab penyakit dalam
rangka memperoleh kepastian penyebab dan terapi yang tepat (Resty et al., 2013).
Oksigen merupakan unsur organik terlarut dalam perairan yang berperan
sebagai faktor pembatas penting dalam pertumbuhan dan metabolisme ikan.
Perairan yang sedikit oksigen terlarut tidak baik mempengaruhi laju metabolisme
ikan. Oksigen diperlukan ikan dalam proses metabolisme aerobik. Oksigen
merupakan gas terpenting untuk respirasi dan metabolisme yang terjadi dalam
tubuh ikan. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air akan berkurang karena oksigen
digunakan untuk pernapasan ikan dan organisme lain serta untuk reaksi kimia
pada bahan organik (kotoran ikan, sisa pakan dan hewan mati) (Rukka, 2012).

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum dan penulisan laporan ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian detergen terhadap ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus)
2. Untuk mengetahui proses respirasi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)

Manfaat Praktikum
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari tentang menentukan laju pernapasan (respirasi) pada ikan lele
(Clarias gariepinus) serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan
dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti agenda praktikum selanjutnya.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)


Ikan Lele dumbo merupakan salah satu ikan lele unggul yang
budidayanya pernah mengalami perkembangan pesat di Indonesia. Secara umum,
ikan lele dumbo dipercaya sebagai ikan lele hibrida hasil hibridisasi antara spesies
ikan lele Afrika Clarias gariepinus dengan spesies ikan lele Taiwan C. fuscus.
Tetapi, secara morfologis tampaknya ikan lele dumbo tidak berbeda dari strain-
strain ikan lele Afrika C. gariepinus yang berikutnya diintroduksi ke Indonesia,
sehingga para praktisi perikanan juga menduga bahwa ikan lele dumbo
sebenarnya merupakan spesies ikan lele Afrika C. gariepinus. Dengan demikian,
identitas ikan lele dumbo tetaplah belum jelas. Ikan lele dumbo bukanlah ikan lele
hibrida hasil hibridisasi antara ikan lele C. gariepinus dengan C. fuscus, tetapi
tampaknya lebih merupakan spesies ikan lele Afrika C. gariepinus
(Iswanto, 2013).
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) dikenal sebagai ikan berkumis
atau catfish. Tubuh ikan lele ini berlendir dan tidak bersisik serta memiliki mulut
yang relatif lebar yakni ¼ dari panjang total tubuhnya. Ciri khas dari lele adalah
adanya empat pasang sungut yang terletak di sekitar mulutnya. Keempat pasang
sungut tersebut terdiri dari dua pasang sungut maxiral atau rahang atas dan dua
pasang sungut mandibula atau rahang bawah (Wulandari et al., 2017).
Lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki bentuk badan yang
memanjang tanpa sisik sama sekali dan licin, dengan bagian kepala gepeng dan
panjang hampir seperempat dari panjang tubuhnya, batok kepala umumnya keras
dan meruncing ke belakang, memiliki mulut yang lebar (sesuai dengan besar
tubuhnya). Lele dumbo juga memiliki cirri yang khas yaitu memiliki sungut yang
berada di sekitar mulut yang berjumlah 8 buah atau 4 pasang sungut yang terdiri
dari 2 buah sungut nasal, 2 buah sungut mandibular luar, 2 buah sungut
mandibular dalam, 2 buah sungut maxilar. Selain memiliki 4 pasang sungut, lele
dumbo memiliki 5 buah sirip yang terdiri dari sirip berpasangan yang meliputi
sirip dada, sirip perut, dan sirip dubur sedangkan sirip tunggal meliputi sirip
punggung dan sirip ekor. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) memiliki alat
5

penapasan tambahan yang disebut aborescent organ. Aborescent organ terletak di


bagian kepala di dalam rongga yang dibentuk oleh dua pelat tulang kepala. Alat
pernapasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun
yang penuh kapiler darah (Pujiastuti, 2015).
Seperti lele pada umumnya, ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
memiliki kulit yang licin, berlendir, dan tidak memiliki sisik sama sekali. Jika
terkena sinar matahari, warna tubuhnya otomatis menjadi loreng seperti mozaik
hitam putih. Mulut ikan lele dumbo relatif lebar, yaitu sekitar ¼ dari panjang total
tubuhnya. Tanda spesifik lainnya dari ikan lele dumbo adalah adanya kumis di
sekitar mulut sebanyak 8 buah yang berfungsi sebagai alat peraba. Kumis
berfungsi sebagai alat peraba saat bargerak atau mencari makan. Badan ikan lele
dumbo berbentuk memanjang dengan kepala pipih dibawah (depresed). Ikan lele
dumbo memiliki tiga buah sirip tunggal yaitu, sirip punggung, sirip ekor dan sirip
dubur. Selain itu, ikan lele dumbo juga memiliki dua buah sirip yang berpasangan
untuk alat bantu berenang, yaitu sirip dada dan sirip perut. Ikan lele dumbo
mempunyai senjata yang sangat ampuh dan berbisa berupa sepasang patil yang
terletak di depan sirip dada (Pratiwi, 2016).
Ikan lele bersifat nokturnal atau mencari makan pada malam hari. Pada
siang hari, ikan ini memilih berdiam diri dan berlindung di tempat yang gelap.
Ikan lele temasuk ikan omnivora cenderung carnivora. Di alam bebas, makanan
alami ikan lele terdiri dari jasad-jasad renik seperti zooplankton dan fitoplankton,
anak ikan dan sisa bahan organik yang masih segar. Ikan lele juga dapat
menyesuaikan diri untuk memakan pakan buatan. Ikan lele adalah ikan yang
hidup di air tawar dan bersifat nokturnal, artinya ia aktif pada malam hari atau
lebih menyukai tempat yang gelap. Siang hari yang cerah, ikan lele lebih suka
berdiam di lubang-lubang atau tempat yang tenang dan aliran air yang tidak
terlalu deras (Wardhani, 2014).
Ikan lele dumbo memiliki patil tidak tajam dan giginya tumpul. Sungut
ikan lele dumbo relatif panjang dan tampak lebih kuat dari pada lele lokal. Kulit
dadanya terletak bercak-bercak kelabu seperti jamur kulit pada manusia (panu).
Kepala dan punggungnya berwarna gelap kehitam-hitaman atau kecoklat-
coklatan. Ikan lele dumbo memiliki alat pernapaasan tambahan yang disebut
6

arborescent organ terletak di bagian kepala. Alat pernapasan ini berwarna


kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon rimbun yang penuh kapiler-kapiler
darah. Mulutnya terdapat di bagian ujung moncong dan dihiasi oleh empat pasang
sungut, yaitu 1 pasang hidung, 1 pasang maksila (berfungsi sebagai tentakel), dan
dua pasang sungut mandibula. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala
bagian belakang (Pratiwi, 2016).

Pengaruh Detergen Terhadap Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)


Detergen merupakan gabungan dari berbagai senyawa dimana komponen
utama dari gabungan tersebut adalah surface active agents atau surfaktan zat aktif
yang menyebabkan turunya permukaan tegangan permukaan cairan, khususnya
air. Apabila sumber air tempat kehidupan akuatik tercemar, maka siklus makanan
dalam air terganggu dan ekosistem air/kehidupan akuatik akan terganggu pula.
Surfaktan deterjen yang paling sering digunakan adalah LAS atau Linier
Alkilbenzen Sulfonat. LAS adalah sebuah alkil aril sulfonat yang mempunyai
struktur rantai lurus tanpa cabang, sebuah cincin benzen dan sebuah sulfonat. LAS
merupakan konversi dari Aliklbenzen sulfonat atau ABS, dimana LAS lebih
mudah terdegradasi dalam air dan merupakan deterjen ’lunak’. Limbah deterjen
merupakan salah satu pencemar yang bisa membahayakan kehidupan organisme
di perairan, karena menyebabkan suplai oksigen dari udara sangat lambat akibat
busanya yang menutupi permukaan air (Sahetapy dan Borut, 2018).
Struktur jaringan insang yang tersusun atas epitel tipis selapis, dan secara
langsung berhubungan dengan zat toksik di lingkungan, mengakibatkan organ
tersebut mudah mengalami kerusakan. Oleh karena itu, perubahan histopatologi
pada jaringan insang ikan dapat dijadikan sebagai parameter penting untuk
mengetahui perubahan yang diterjadi akibat masuknya bahan pencemar pada
tubuh ikan (Widayati et al., 2011).
Pengaruh zat toksik terhadap ikan menyebabkan morfologi insang
berubah dan menyebabkan kematian dalam periode panjang. Selain itu, zat toksik
dapat merusak fungsi respirasi dari insang sehingga proses metabolisme dalam
tubuh terganggu. Deterjen yang bereaksi dengan air akan menimbulkan busa pada
bagian permukaan air sehingga secara langsung menghambat proses difusi udara
bebas ke dalam media air dalam akuarium. Hal ini berdampak pada menipisnya
7

persediaan oksigen terlarut dalam air sehingga ikan mas kesulitan bernapas dan
berdampak terhadap peningkatan frekuensi bukaan operkulum. Pengaruh zat
toksik terhadap ikan menyebabkan morfologi insang berubah dan menyebabkan
kematian dalam periode panjang. Selain itu, zat toksik dapat merusak fungsi
respirasi dari insang sehingga proses metabolisme dalam tubuh terganggu.
Deterjen yang bereaksi dengan air akan menimbulkan busa pada bagian
permukaan air sehingga secara langsung menghambat proses difusi udara bebas
ke dalam media air dalam akuarium (Sahetapy dan Borut, 2018).
Kerusakan insang seperti edema, hiperplasia dan fusi lamela sekunder
menyebabkan berkurangnya efisiensi insang dalam menyerap oksigen dalam
perairan. Jumlah molekul oksigen yang sedikit dalam perairan ditambah dengan
penyerapan oksigen yang rendah oleh insang akan membuat proses metabolisme
ikan terganggu. Dengan demikian, ikan tidak mampu mensintesis senyawa-
senyawa atau zat-zat yang dibutuhkan termasuk sintesis eritrosit normal.
Walaupun sistesis eritrosit masih berjalan, akan tetapi eritrosit yang dihasilkan
menjadi abnormal atau prematur yang berakibat pada penurunan kemampuan
eritrosit untuk memfiksasi oksigen menjadi rendah (Saputra et al, 2013).
Degenerasi insang tingkat 1 berupa edema pada lamella dan
menunjukkan telah terjadinya kontaminasi namun belum terjadi pencemaran.
Degenerasi 2 berupa hiperplasia dan degenerasi 3 berupa terjadinya fusi lamela
merupakan indikator pencemaran ringan. Air yang masuk ke celah insang
mengandung pencemar yang bersifat toksik akan langsung mengenai insang dan
mempengaruhi sel-sel penyusun insang. Masuknya pencemaran ke dalam insang
secara terus menerus akan menyebabkan ikan sulit untuk bernapas, warna insang
menjadi pucat akibat peluruhan mukus. Bila oksigen telah berdifusi dalam darah
insang, oksigen ditranspor oleh hemoglobin ke kapiler jaringan untuk digunakan
oleh sel. Hemoglobin di dalam sel darah merah memungkinkan darah mengangkut
oksigen 30-100 kali dibandingkan oksigen terlarut dalam darah
(Putra et al., 2014).

Pernafasan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)


Ikan bernapas dengan Insang (branchia) yang terdapat di sisi kanan dan
kiri kepala. Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan
8

selalu lembap. Bagian terluar dari insang berhubungan dengan air, sedangkan
bagian dalam berhubungan erat dengan kapilerkapiler darah. Tiap lembaran
insang terdiri dari sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan
tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak
kapiler sehingga memungkinkan Oksigen berdifusi masuk dan Karbondioksida
berdifusi keluar (Putra, 2014).
Ikan lele memiliki organ insang tambahan (arborescent) berwarna merah
segar serta memungkinkan dapat mengambil oksigen langsung dari udara,
sehingga dapat hidup dalam air yang kandungan oksigennya sedikit. Bukaan
operkulum atau proses ram jet ventilation ikan lele merupakan proses penting
dalam respirasi ikan. Hal ini karena ikan menelan air dengan mulutnya dan
menekannya melewati insang kemudian keluar melalui lubang di bawah
operkulum. Ikan lele akan menggerakkan operkulum lebih cepat ketika
mengalami stress dan akan lebih sering muncul ke permukaan air sebagai upaya
untuk mendapatkan udara. Indikator penting dalam proses respirasi pada ikan lele
adalah laju kecepatan ram jet ventilation dan anatomi insang karena kedua
indikator ini sangat berhubungan erat. Proses ram jet ventilation proses penting
pada respirasi sedangkan anatomi insang berkaitan dengan gambaran anatomi
organ insang ikan lele dalam proses respirasi (Putra et al., 2014).
Kandungan oksigen dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu maka
konsumsi oksigen oleh organisme semakin meningkat. Kandungan oksigen
terlarut pada media budidaya juga ikut menurun. Peningkatan suhu sebesar 1oC
akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Proses respirasi tumbuhan dan
hewan dapat menyebabkan hilangnya oksigen di perairan, selain itu juga dapat
disebabkan oleh pemanfaatan oksigen oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan
organik. Dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik dapat
mengurangi kadar oksigen terlarut hingga mencapai nol (anaerob). Jumlah
oksigen yang diperlukan bakteri dalam penguraian bahan organik di dasar
perairan tergantung dari konsentrasi dan banyaknya bahan organik yang terdapat
pada dasar perairan (Primaningtyas et al, 2015).
9

METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat


Praktikum fisiologi hewan air dilakukan pada hari Kamis tanggal
25 Maret 2021 dan pada pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai, dilakukan di
rumah pratikan masing-masing.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu aquarium/ ember/ toples,
timbangan, sendok pengaduk, handphone, pisau/gunting, nampan/baskom dan
stopwatch. Bahan yang digunakan adalah ikan lele (Clarias gariepinus) sebagai
objek pengamatan, air dan detergen bubuk.

Prosedur Praktikum
Adapun prosedur praktikum fisiologi hewan air yang berlangsung antara
lain :
1. Isi air ke dalam wadah .
2. Masukkan ikan lele ke dalam akuarium dan amati pergerakannya selama 10
menit. Catat apakah ikan aktif bergerak atau tidak.
3. Setelah 10 menit, angkat dan pindahkan ikan lele ke nampan/baskom yang
tidak berisi air lalu hitung berapa banyak pergerakan/buka tutup operculum
selama 1 menit.
4. Setelah selesai dihitung, masukkan kembali ikan lele ke dalam wadah atau
ember yang berisi air. Amati kembali pergerakannya selama 10 menit dan
videokan proses pengamatan ini.
5. Setelah 10 menit, angkat kembali ikan lele dan letakkan ke atas nampan/ke
dalam baskom.
6. Hitung dan catat pergerakan operculum selama 1 menit .
7. Setelah selesai, bedah ikan lele untuk melihat morfologi insang.
8 Dokumentasikan bentuk dan warna insang ikan sebagai hasil praktikum.
10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tutup Perculum ikan
Buka tutup operculum Buka tutup operculum
Perlakuan selama 1 menit pada selama 1 menit pada Warna Insang
10 menit pertama 10 menit pertama
Ikan Kontrol 25 22 Merah (Segar)
Detergen 10 gr 6 0 Merah Tua
Detergen 20 gr 4 0 Merah Tua
Detergen 30 gr 2 0 Merah Tua
Detergen 10 gr (i) 6 0 Merah Tua

Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pemberian detergen ke
dalam ember sebesar 30 gram membuat insang ikan lele (Clarias gariepinus)
berdarah pada menit ke 3 serta membuat ikan menjadi lemas. Hal ini sesuai
dengan Inayah (2016) yang menyatakan bahwa Ikan yang terpapar detergen akan
mengalami gangguan pada organnya, terutama insang. Insang akan membengkak,
berdarah dan mengeluarkan lendir. Dan pada akhirnya ikan mati. Konsentrasi
larutan detergen lebih tinggi dari sitoplasma sehingga partikel detergen berdifusi
dari larutan ke sel-sel pada insang ikan dan insang pun akhirnya membengkak,
kemudian mengalami plasmolisis (pecahnya sel) sehingga ikan akan
mengeluarkan lendir. Setelah itu ikan akan kehilangan organ untuk bernafas pada
akhirnya ikan lemas dan mati.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan ikan kontrol yang
diberikan detergen sebesar 10 gram memiliki insang yang berwarna lebih gelap
atau merah tua kehitaman dibandingan dengan ikan kontrol yang tida diberikan
detergen. Hal ini sesuai dengan Fisesa (2017) yang menyatakan bahwa insang
merupakan organ respirasi yang mengalami kontak dengan bahan pencemar,
kontak tersebut terjadi pada saat inspirasi. Pada waktu air mengalir melalui
branchia, filamen branchialis merentang. sehingga air dan zat pencemar langsung
bersentuhan dengan lamela, masuk dalam pembuluh darah dan selanjutnya dapat
merusak jaringan tubuh lain yang dilalui. Kerusakan insang yang terinfeksi
11

toksisitas alami dapat dilihat dengan perubahan warna seperti memar menghitam.
merah pucat semua tingkat kerusakan tergantung banyak dosis yang digunakan.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan penambahan beberapa
gram detergen ke dalam air membuat air tersebut tercemar dan mengurangi
oksigen terlarut di dalam air sehingga ikan lele sulit untuk melakukan respirasi
dan membuat insangnya mengalami gangguan dan kerusakan yang cukup parah.
Hal ini sesuai dengan Wulansari dan Ardiansyah (2011) yang menyatakan bahwa
keberadaan deterjen dalam suatu badan air dapat merusak insang dan organ
pernapasan ikan. Kerusakan insang dan organ pernapasan ikan ini menyebabkan
toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigen terlarut rendah menjadi
menurun. Keberadaan busa-busa di permukaan air diduga menyebabkan
menurunnya oksigen terlarut dalam air tidak bisa bertambah karena hubungan
dengan udara bebas tertutup. Dengan demikian organisme dalam badan air akan
mati bukan karena keracunan namun karena kombinasi kerusakan organ
pernapasan dan kekurangan oksigen.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada ikan kontrol,
diketahui bahwa lele mampu bertahan tanpa media air. Hal ini sesuai dengan
Pratiwi et al. (2017) yang menyatakan bahwa Ikan lele memiliki alat bantu
pernafasan yaitu labirin. Organ labirin bernama divertikula yang terletak di bagian
atas insang yang memungkinkan menyerap oksigen dari udara sehingga mampu
hidup di tempat yang kekurangan air. Ikan yang memiliki alat bantu pernapasan
mampu memanfaatkan oksigen yang ada di atmosfer sebagai sumber gas
pernapasan, sehingga ikan gabus mampu mempertahankan hidupnya lebih dari 8
jam tanpa air.
Pada saat praktikum ikan lele memilki alat pernafasan tambahan
sepasang yang berbentuk seperti pohon rimbun dan berada di sekitar insang ikan.
Hal ini sesuai dengan Anggrailiyana (2017) yang menyatakan bahwa Ikan lele
(Clarias gariepinus) memiliki organ pemapasan tambahan yaitu arborescent. Alat
pernafasan lele berupa insang berukuran kecil, sehingga lele sangkuriang sering
mengambil oksigen di permukaan. Arborescent terletak di rongga insang bagian
atas. Alat pernafasan ini berwarna kemerahan dan berbentuk seperti tajuk pohon
rimbun yang penuh dengan kapiler-kapiler darah.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Kesimpulan dari laporan praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Pengaruh pemberian detergen terhadap ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
yaitu membuat ikan lele dumbo kekurangan oksigen. Karena deterjen yang
terlarut dalam air membuat kandungan O2 dalam air menurun, keberadaan busa
di permukaan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dengan air terbatas
sehingga menurunkan O2 yang terlarut dalam air.
2. Proses respirasi pada ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yaitu dengan
membukanya mulut, sehingga terdapat sedikit tekanan negatif dalam rongga
mulut maupun rongga insang. Begitu mulut ditutup, tekanan dalam rongga
mulut meningkat (menjadi positif), air didorong masuk rongga insang dan
selanjutnya mendorong operkulum sehingga air keluar rongga insang.

Saran
Saran untuk praktikum fisiologi hewan air ini adalah kiranya dalam
pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan lebih serius agar
pelaksanaan praktikum berjalan dengan lancar dan hasil yang diperoleh sesuai
dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Fitrah, S. S., Dewiyanti, I., dan Rizwan, T. 2016. Identifikasi Jenis Ikan di
Perairan Laguna Gampoeng Pulot Kecamatan Leupung Aceh Besar.
Doctoraldissertation, Syiah Kuala University.
Iswanto B. 2013. Menelusuri Identitas Ikan Lele Dumbo. Jurnal Media
Akuakultur. 8 (2).
Purnamasari, R. dan D. R. Santi. 2017. Fisiologi Hewan. Penerbit Program Studi
Arsitektur UIN Sunan Ampel. Surabaya.
Pratiwi K. I. 2016. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Tepung Daun Talas
(Colocasia esculenta) dalam Pakan terhadap Berat Ikan Lele Dumbo
(Clarias glariepinus). [Skripsi]. Universitas Pasundan, Bandung.
Pujiastuti N. 2015. Identifikasi dan Prevalensi Ektoparasit pada Ikan Konsumsi di
Balai Benih Ikan Siwarak. [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang,
Semarang.
Putra, D. A., dan Pribadi, T. A. 2014. Ramjet Ventilation, Perubahan Struktur
Morfologi dan Gambaran Mikroanatomi Insang Ikan Lele Akibat
Paparan Limbah Cair Pewarna Batik. Life Science. 3(1).
Resty A., Sarjito, dan Prayitno S. B. Identifikasi dan Uji Postulat Koch Agensia
Penyebab Penyakit Bakteri pada Ikan Lele (Clarias gariepinus) yang
Berasal dari Demak. Journal of Aquaculture Management and
Technology. 2 (2) : 10-19.
Sahetapy, J. M., dan Borut, R. R. 2018. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Deterjen
Bubuk Terhadap Frekuensi Bukaan Operkulum dan Kelangsungan Hidup
Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan.
14(1) :35-40.
Saputra, H. M., Marusin, N., dan Santoso, P. 2013. Struktur Histologis Insang dan
Kadar Hemoglobin Ikan Asang (Osteochilus hasseltii CV) di Danau
Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi UNAND. 2(2).
Wardhani A. K., Sudarno, dan Kusdarwati R. 2017. Gambaran Histopatologi
Kulit dan Insang Benih Ikan Lele (Clarias sp.) yang Terinfeksi
Saprolegnia sp. dan yang telah Diobati dengan Ekstrak Daun Sirih
(Piper Betle L.). Journal of Aquaculture and Fish Health. 7 (1).
Wardhani A. K. 2014. Gambaran Histopatologi Kulit dan Insang Benih Ikan Lele
(Clarias sp.) yang Terinfeksi Saprolegnia sp. dan yang telah Diobati
dengan Ekstrak Daun Sirih (Piper Betle L.). [Skripsi]. Universitas
Airlanga, Surabaya.
Wibowo, Y., Darmanto, dan Anggo, A. D. 2014. Pengaruh Cara Kematian dan
Tahapan Penurunan Kesegaran Ikan Terhadap Kualitas Pasta Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan. 3(3).
Wulandari C., Harahap F. A., dan Gultom T. 2017. Pengaruh Pemberian Hormon
“Ovaprim” dengan “Wova-FH” terhadap Daya Tetas Telur Induk Ikan
Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) di Balai Benih Ikan Kabupaten
Samosir. Jurnal Biologi. Universitas Negeri Medan, Medan.

Anda mungkin juga menyukai