Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN AIR

Kelompok : 6

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN

KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2023
LEMBAR PENANGGUNGJAWAB

PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR

TOPIK 2

“PENGARUH PERUBAHAN SUHU DINGIN MEDIA AIR

TERHADAP MEMBUKA & MENUTUP OPERCULUM IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)”

Kelompok: 6

Asisten: Silvia Sulistyaningsih

Anggota Kelompok:

Nama NIM Pembagian Pengerjaan

Putri Farikhatul Qulub H 225080107111041 1.2, 1.3, 3

Septian Dwi Kurniawan 225080107111043 1.1, 2, 3

Puja Sivira Rahayu 225080107111045 Lampiran, Formating

Shella Inova Br Bangun 225080107111047 4.1, 4.2

Shaik Falhanlal 225080107111049 1.4, 1.5, Daftar Pustaka

Fajar Haqiqi 225080107111051 Dokumentasi

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Praktikum Koordinator Praktikum

Ekwan Nofa Wiratno. S,Si. M,Si Silvia Sulistyaningsih


NIP 198911132019031008 NIM 205080100111045
Tanggal : 24 Mei 2023 Tanggal : 24 Mei 2023
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Muchilisin (2017), proses pernapasan ikan diatur oleh rongga

mulut dan operkulum, ada dua fase proses pernapasan yaitu fase inspirasi terjadi

saat tutup insang mengembang dan celah insang menutup, sehingga tekanan

udara dalam rongga mulut lebih kecil dari pada tekanan udara di air; mulut terbuka

sehingga terjadi aliran air masuk dalam rongga mulut dari luar (difusi). Ekspirasi

terjadi setelah air masuk kedalam mulut, operkulum kembali ke kedudukan

semula, kemudian celah mulut menutup sehingga rongga faring menyempit, diikuti

oleh membukanya celah insang. Air dalam mulut mengalir melalui celah insang

sehingga menyentuh lembaran filamen insang. Menurut Erika, et al. (2018),

kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis berkisar 28-32°C oleh

sebab itu suhu perairan Indonesia sesuai untuk kehidupan ikan air tawar. Suhu

berpengaruh terhadap kualitas air, peningkatan suhu akan mempengaruhi

sintasan (kelulushidupan), pertumbuhan dan keberhasilan proses reproduksi.

Suhu menentukan daya kompetisi satu jenis ikan, resistensi terhadap penyakit,

predator dan parasit yang terdapat di sekitarnya. Perubahan suhu air akan

mempengaruhi metabolisme ikan. Ikan mempunyai sifat yang dapat mengadaptasi

perubahan suhu lingkungan, dan ikan air tawar mempunyai daya toleransi yang

besar terhadap perubahan suhu.

Suhu tubuh ikan cendrung mengikuti perubahan suhu lingkungan

(Poikilotermal). Peningkatan suhu akan menyebabkan peningkatan kecepatan

metabolisme, respirasi dan tingkat konsumsi oksigen pada ikan. Suhu lingkungan

yang tinggi akan menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut dalam air menurun

dan konsumsi oksigen oleh ikan meningkat. Bila suhu naik atau turun maka laju
metabolismenya juga berubah demikian pula dengan kebutuhan energinya.

Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan proses respirasi. Dalam hal

ini, energi untuk respirasi merupakan energi yang termasuk dalam nilai

metabolisme basal sehingga bisa disimpulkan bahwa kenaikan suhu akan

meyebabkan kenaikan metabolisme basal (Putra, 2015). Pada suhu rendah, ikan

akan kehilangan nafsu makan dan menjadi lebih rentan terhadap

penyakit. Sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka ikan akan mengalami stress

pernapasan dan bahkan dapat menyebabkan kerusakan insang permanen

(Yanuar, 2017).

Ikan Nila (Oreocrhomis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan tawar

yang memiliki prospek pengembangan yang baik karena digemari oleh

masyarakat secara luas. Hal ini dikarenakan ikan nila memiliki keunggulan antara

lain mudah dikembangbiakkan dan kelangsungan hidup tinggi, pertumbuhan relatif

cepat dengan ukuran badan relatif besar, serta tahan terhadap perubahan kondisi

lingkungan. Ikan Nila memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan dapat mencapai

bobot tubuh yang jauh lebih besar dengan tingkat produktivitas yang cukup tinggi.

Faktor lain yang memegang peranan penting atas prospek ikan Nila adalah rasa

dagingnya yang khas, warna dagingnya yang putih bersih dan tidak berduri

dengan kandungan gizi yang cukup tinggi, sehingga sering dijadikan sebagai

sumber protein yang murah dan mudah didapat, serta memiliki harga jual yang

terjangkau oleh masyarakat (Novianti et al., 2022).

Dengan demikian di dalam praktikum ini kita akan mengamati pengaruh

suhu dingin terhadap tingkah laku ikan. Tingkah laku yang diamati adalah

pergerakan ikan dan laju pernapasan ikan pada tiap suhu yang berbeda.

Pergerakan ikan dan laju pernapasan ikan tersebut tidak lepas dari

metabolismenya. Pergerakan, laju pernapasan dan sistem metabolisme ikan


selalu berbanding lurus. Saat suhu rendah metabolisme melambat, otomatis

pergerakan dan laju pernapasan ikan juga akan melambat.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat pada praktikum ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh perubahan suhu dingin media air terhadap membuka

dan menutupnya operculum ikan nila yang diamati?

2. Apa saja faktor yang mempengaruhi perbedaan reaksi buka tutup

opeculum pada masing-masing ikan nila?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari dilaksanakannya praktikum Fisiologi Hewan Air pada

kali ini adalah :

1. Untuk mengetahui mengetahui apa pengaruh perubahan suhu dingin

media air terhadap membuka dan menutupnya operculum ikan nila yang

diamati

2. Memahami faktor apa saja yang mempengaruhi perbedaan reaksi buka

tutup opeculum pada masing-masing ikan nila

1.4 Kegunaan

Berdasarkan tujuan praktikum yang hendak dicapai, maka praktikum ini

diharapkan memiliki kegunaan ataupun manfaat dalam pendidikan baik secara

langsung maupun tidak langsung. Adapun kegunaan dari praktikum ini sebagai

berikut:
1. Bagi praktikan, dapat menjadi sumber referensi guna menambah ilmu

mengenai kesehatan ikan dalam keadaan suhu dingin. Selain itu, dapat

juga sebagai referensi pada penelitian-penelitian lain.

2. Bagi pembaca, dapat menambah sumber informasi mengenai perlakuan

guna menjaga kesehatan pada ikan, terutama para pelaku budidaya ikan

hias maupun ikan konsumsi.

3. Bagi laboratorium, praktikum ini dapat dijadikan bahan evaluasi dalam

pelaksanaan praktikum selanjutnya dan diharapkan mampu memperlancar

kegiatan praktikum di laboratorium.

4. Bagi mahasiswa, praktikum ini diharapkan dapat menyadarkan pentingnya

mengetahui kondisi ikan apakah ikan dapat bertahan dalam suhu dingin

atau tidak terhadap membuka dan menutupnya operculum serta dapat

menyesuaikan suhu ketika kalian memiliki peliharaan ikan.

1.5 Tempat dan Waktu

Praktiku, ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 20 Mei 2023, pukul

07.30 – 12.00 WIB secara luring. Praktikum ini bertempat di Laboratorium

Perikanan Air Tawar Sumber Pasir. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

Gambar 1. Oreochromis niloticus (GBIF, 2023)

Ikan nila saat ini dibagi menjadi tiga kelompok taksonomi utama, sebagian

besar berdasarkan karakteristik reproduksi. Semuanya adalah pembangun sarang

dan pemijah substrat, kecuali di: Tilapia spp. menjaga telur yang sedang

berkembang dan benih di dalam sarang, Oreochromis spp. betina mengerami telur

dan benih secara oral, dan Sarotherodon spp. jantan dan/atau betina mengerami

telur dan benih secara oral. Nila adalah istilah umum yang digunakan untuk

menyebut sekelompok ikan konsumsi yang penting secara komersial. Ikan nila

termasuk dalam famili Cichlidae yang dapat dibedakan dari famili ikan bertulang

lainnya. Ikan nila termasuk dalam Kelas Actinopterygii, Ordo Perciformes, famili

Cichlidae, dan genus Oreochromis (Chavan & Yakupitiyage, 2012).

2.2 Ikan Nila

Secara umum karakteristik ikan Nila (Oreochromis niloticus) yaitu memiliki

bentuk tubuh yang agak memanjang dan pipih, memiliki garis vertikal berwarna
gelap sebanyak 6 buah pada sirip bagian ekor, pada bagian tubuh memiliki garis

vertikal yang berjumlah 10 buah, dan pada ekor terdapat 8 buah garis melintang

yang ujungnya berwarna kehitam-hitaman. Mata agak menonjol dan pinggirannya

berwarna hijau kebiru-biruan, letak mulut terminal, posisi sirip perut terhadap sirip

dada adalah thoric, sedangkan linea lateralis terputus menjadi dua bagian,

letaknya memanjang di atas sirip dada, jumlah sisik pada garis rusuk berjumlah 34

buah, memiliki 17 jari-jari keras pada sirip punggung, pada sirip perut terdapat 6

buah jari-jari lemah, sirip dada 15 jari-jari lemah, sirip dubur 3 jari-jari keras dan 10

jari-jari lemah dan bentuk ekornya berpinggiran tegak (Cahyanti & Awalina, 2022).

2.3 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam kegiatan budidaya

perikanan. Semakin tinggi suhu air semakin aktif pula metabolisme ikan, begitu

pula sebaliknya. Kondisi suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan

ikan. Pada suhu rendah, ikan akan kehilangan nafsu makan dan menjadi lebih

rentan terhadap penyakit. Sebaliknya jika suhu terlalu tinggi maka ikan akan

mengalami stress pernapasan dan bahkan dapat menyebabkan kerusakan insang

permanen. Lingkungan tumbuh yang paling ideal untuk ikan nila adalah perairan

tawar yang memiliki suhu antara 14-38°C atau suhu optimal 25-30°C. Keadaan

suhu rendah (kurang dari 14°C) ataupun suhu terlalu tinggi (di atas 30°C)

menyebabkan pertumbuhan ikan akan terganggu. Suhu amat rendah 6°C atau

suhu terlalu tinggi 42°C dapat mematikan ikan nila (Yanuar, 2017).

2.4 Metabolisme

Metabolisme adalah semua reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh

makhluk hidup, terdiri atas anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah


proses sintesis senyawa kimia kecil menjadi besar menjadi molekul yang lebih

besar, misalnya asam amino menjadi protein, sedangkan katabolisme adalah

proses penguraian molekul besar menjadi molekul kecil, misalnya glikogen

menjadi glukosa. Selain itu, proses anabolisme adalah suatu proses yang

membutuhkan energi, sedangkan katabolisme melepaskan energi. Meskipun

anabolisme dan katabolisme saling bertentangan, namun keduanya tidak dapat

dipisahkan karena seringkali hasil dari anabolisme merupakan senyawa pemula

untuk proses katabolisme (Putra, 2015).


3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum Fisiologi Hewan Air kali ini kami melakukan uji coba untuk

mengetahui pengaruh perubahan suhu dingin pada media air terhadap gerakan

membuka dan menutup pada ikan nila dengan melakukan tiga kali percobaan

menggunakan tiga perlakuan yang berbeda. Perlakuan pertama ikan diletakkan

pada air dengan suhu kamar yang normal, pada perlakuan ini kelompok 6

mendapat suhu kamar 29°C untuk ikan pertama adalah dan 30°C untuk ikan

kedua. Pada perlakuan kedua, suhu diturunkan menggunakan es batu sampai

turun 3°C sehingga pada percobaan pertama suhu menjadi 26°C dan di percobaan

kedua suhu menjadi 27°C. Selanjutnya pada perlakuan ketiga suhu kembali

diturunkan 6°C menjadi 23°C untuk percobaan pertama dan 24°C untuk

percobaan kedua. Dibawah ini adalah grafik dan tabel hasil percobaaan dari

kelompok 6 beserta kelompok 2 sebagai data pembanding yang kami gunakan.

Grafik 1. Hasil Pengamatan Jumlah Bukaan Operculum Ikan Nila oleh Kelas M02
Ikan ke Perlakuan Rata-rata Berat
Ikan

I II III

1 91 84 73 82,6 67g

2 61 53 48 54 122g

3 58 75 53 62 82g

4 77 54 46 59 72g

Tabel 1. Hasil Pengamatan Jumlah Bukaan Operculum Ikan Nila oleh Kelas M02

Suhu lingkungan ikan yang semakin rendah dapat membuat ikan menjadi

stres yang selanjutnya akan menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini karena

tubuh ikan tidak dapat lagi mentoleransi kondisi lingkungan sekitar. Suhu

lingkungan yang rendah menyebabkan terjadinya pembekuan darah sehingga

oksigen tidak dapat dialirkan ke otak ikan dan menyebabkan kematian. Suhu

rendah juga dapat menenangkan ikan dan mampu mengurangi aktivitas ikan serta

mengurangi laju konsumsi oksigen oleh ikan. Semakin rendah suhu membuat ikan

semakin lama juga untuk sadar karena pada suhu rendah dapat memengaruhi

gerakan operkulum ikan menjadi semakin lambat dan aktivitas metabolisme ikan

menurun, sehingga kebutuhan oksigen menurun pula (Nugraha et al., 2022). Laju

metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang

dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena

oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen dalam jumlah yang diketahui

untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya juga. Akan tetapi, laju

metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen.


Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain

temperatur, spesies hewan, ukuran badan, dan aktivitas (Putra, 2015).

Berdasarkan hasil yang didapatkan terjadi penurunan frekuensi membuka

dan menutup operculum pada ikan 1 dan ikan 2 seiring dengan penurunan suhu

air pada ulangan 1,2, dan 3. Ikan 1 (91, 84. 73) dengan rata-rata 82,6 kali/menit

dan ikan 2 (61, 53, 48) dengan rata-rata 54 kali/menit, kedua ikan dalam keadaan

pasif saat dimasukkan kedalam air dingin dan gerakannya melambat, hampir tidak

bergerak sama sekali. Mengacu pada literatur di atas, dapat disimpulkan bahwa

suhu dingin pada air memperlambat sistem metabolisme pada ikan. Melambatnya

sistem metabolisme pada ikan otomatis mengurangi aktivitas penyerapan oksigen

oleh ikan sehingga gerakan operculum akan melambat. Diamnya ikan pada saat

percobaan adalah salah satu dampak dari turunnya aktivitas metabolisme akibat

dari suhu rendah tersebut. Perbedaan frekuensi operkulum pada ikan 1 dan 2

dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Perbedaan ukuran menjadi salah satu

faktor, dimana ikan 2 (122g) memiliki ukuran lebih besar daripada ikan 1 (67g).

Ikan yang memiliki ukuran lebih besar cenderung metabolismenya lebih lambat

berbanding terbalik dengan ikan yang lebih kecil, sehingga hal tersebut

mempengaruhi pengambilan oksigen dalam air walaupun diberi perlakuan yang

sama pada saat penelitian. Selain itu berdasarkan data pembanding dari kelompok

2 yang dimana pada ikan 1 (82g) saat dilakukan perlakuan kedua dan ketiga

dimana suhu kamar diturunkan 3°C dan 6°C, ikan tersebut mengalami percepatan

dalam buka tutup opeculum yang dimana berdasarkan literatur diatas seharusnya

ikan lebih pasif jika berada di suhu rendah karena melambatnya metabolisme. Hal

ini terjadi mungkin disebabkan oleh faktor berat/ukuran, usia, ataupun human error

saat menghitung jumlah buka tutup operculum pada ikan nila yang diamati oleh

kelompok 2. Perbedaan ukuran juga menentukan rata-rata frekuensi bukaan


operculum pada ikan. Ikan 1 (67g, 82,6 kali/menit), ikan 2 (122g, 54 kali/menit),

ikan 3 (82g, 62 bukaan/menit), ikan 4 (72g, 59 bukaan/menit), berdasarkan hasil

diatas ikan yang berukuran lebih besar maka metabolismnya lebih lambat

dibandingkan dengan ikan yang lebih kecil karena ikan yang lebih kecil

memanfaatkan energi metabolismenya untuk bertumbuh. Menurut Wangini, et al.

(2019), ikan muda yang sedang tumbuh lebih banyak menggunakan energi

persatuan berat badannya dibandingkan ikan dewasa, karena energi dibutuhkan

tidak saja aktifitas dan pemeliharaan tetapi juga untuk pertumbuhan sehingga

metabolismenya lebih cepat.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah penurunan suhu berbanding lurus

dengan metabolisme, respirasi, dan karbondioksida dalam air, tetapi berbanding

terbalik dengan DO. Saat suhu turun, metabolisme dan sistem respirasi akan

melambat sehingga gerakan operkulum ikan akan semakin berkurang.

Melambatnya sistem respirasi otomatis menaikkan kadar DO dan menurunkan

kadar karbondioksida dalam air. Ikan akan banyak diam sebagai respon terhadap

penurunan suhu lingkungan yang mendadak jika suhu turun melebihi batas

toleransi ikan, maka ikan akan mengalami stress dan akhirnya mati. Faktor lain

yang mempengaruhi kecepatan metabolisme ikan adalah usia dan ukuran ikan.
4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan pada praktikum Fisiologi Hewan Air 2023

materi pengaruh perubahan suhu dingin media air terhadap membuka dan

menutup operkulum Ikan Nila yang telah dilaksanakan yaitu perubahan suhu

dingin media air terhadap membuka dan menutup operkulum Ikan Nila dengan

nilai tertinggi dari perlakuan terhadap ikan I (67g , 82,6 kali/menit), kemudian ikan

III (82g,62 kali/menit), ikan IV (72g, 59 kali/menit), dan Ikan II (122g, 54 kali/menit).

Hasil dari data tersebut disimpulkan bahwa suhu dingin akan berpengaruh

terhadap membuka menutup operkulum Ikan Nila menjadi lebih lambat. Faktor

yang mempengaruhi yaitu apabila suhu rendah menyebabkan metabolisme Ikan

Nila juga rendah namun kandungan CO2 nya tinggi, sehingga berpengaruh

terhadap membuka menutup operkulum Ikan Nila menjadi lebih lambat dan

mempengaruhi laju pertumbuhan ikan. Perbedaan ukuran juga menjadi faktor

yang berpengaruh dimana ikan yang lebih besar metabolismenya cenderung lebih

lambat dari pada ikan yang lebih kecil.

4.2 Saran

Pelaksanaan praktikum Fisiologi Hewan Air 2023 sudah berjalan dengan

baik dan kakak asisten menyampaikan materi dengan jelas ramah dan juga

membantu
DAFTAR PUSTAKA

Cahyanti, Y., & Awalina, I. (2022). Studi Literatur: Pengaruh suhu terhadap Ikan

Nila (Oreochromis niloticus). Panthera: Jurnal Ilmiah Pendidikan Sains dan

Terapan, 2(4), 224-235.

Chavan, B. R., & Yakupitiyage, A. An overview of Nile tilapia (Oreochromis

niloticus) and low cost feed formulation technique for its culture.

Erika, R., Kurniawan, K., & Umroh, U. (2018). Keanekaragaman ikan di perairan

sungai linggang, kabupaten belitung timur. Akuatik: Jurnal Sumberdaya

Perairan, 12(2), 17-25.

Muchilisin, Z. A. (2017). Pengantar iktiologi. Syiah Kuala University Press.

Novianti, N., Umar, N. A., & Budi, S. (2022). Pengaruh berbagai konsentrasi

anggur laut Caulerfa lentillirea pada pakan terhadap pertumbuhan ikan nila.

Journal of Aquaculture and Environment, 4(2), 45-49.

Nugraha, R., Suwandi, R., Monica, F. A., & Pertiwi, R. M. (2022). Perubahan suhu

media air berpengaruh terhadap survival rate dan glukosa darah ikan mas

(Cyprinus Carpio). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 25(2),

322-330.

Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758) in GBIF Secretariat (2022). GBIF

Backbone Taxonomy. Checklist dataset https://doi.org/10.15468/39omei

accesed via GBIF.org on 2023-05-22

Putra, A. N. (2015). Metabolisme basal pada ikan. Jurnal Perikanan dan Kelautan,

5(2), 57-65.
Putra, A. N. (2015). Laju metabolisme pada ikan nila berdasarkan pengukuran

tingkat konsumsi oksigen. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 5(1), 13-18.

Wangni, G. P., Prayogo, S., & Sumantriyadi, S. (2019). Kelangsungan hidup dan

pertumbuhan benih ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus) pada suhu

media pemeliharaan yang berbeda. Jurnal Ilmu-ilmu Perikanan dan

Budidaya Perairan, 14(2).

Yanuar, V. (2017). Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap laju

pertumbuhan benih ikan nila (Oreochiomis niloticus) dan kualitas air di

akuarium pemeliharaan. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 42(2), 91-99.


LAMPIRAN

Dokumentasi Praktikum dan Langkah Kerja

1. Siapkan dua buah wadah plastik sebagai tempat ikan yang belum diamati

dan yang akan diamati.

2. Ambil 2 ekor benih ikan nila dari kolam, lalu masukkan ke dalam salah satu

wadah plastik yang diberi air.

3. Timbang berat ikan menggunakan timbangan.

4. Isi wadah berikutnya dengan air secukupnya (± 1/2 volumenya), lalu ukur

suhunya dengan termometer dan catat hasilnya.


5. PengamatAN dilakukan dengan 3 perlakuan yaitu :

- T1 = untuk suhu kamar (± 28-30˚C)

- T2 = untuk suhu 3 ˚C dibawah suhu kamar

- T3 = untuk suhu 6 ˚C di bawah suhu kamar

6. Masukkan satu persatu ikan uji ke dalam wadah plastik yang sudah

diketahui suhunya (perakuan a) kemudian hitung banyaknya membuka &

menutup operculum ikan tersebut selama satu menit dengan

menggunakan hand counter dan stop watch sebagai penunjuk waktu dan

diulang sebanyak tiga kali untuk masing –masing ikan. Data yang diperoleh

dicatat pada kertas lembar kerja yang telah tersedia.

7. Setelah selesai dengan ikan uji pertama dilanjutkan dengan ikan uji kedua.

Ikan yang telah diamati dimasukkan ke dalam wadah plastik lain yang

sudah disediakan.
8. Setelah selesai dengan perlakuan a, dilanjutkan dengan perlakuan b

dengan mengatur suhu air pada wadah plastik agar sesuai dengan suhu

yang diinginkan dengan cara menambah es batu. Usahakan saat

pengamatan berlangsung suhu air turun pada kisaran toleransi ± 3˚C.

Pengamatan selanjutnya sama seperti pada point 6.

9. Setelah selesai dengan perlakuan b, dilanjutkan dengan perlakuan c

dengan mengatur suhu air pada wadah plastik agar sesuai dengan suhu

yang diinginkan dengan cara menambah es batu. Usahakan pada saat

pengamatan berlangsung suhu air turun pada kisaran toleransi ± 6˚C.

Pengamatan selanjutnya sama seperti pada point 6.

Anda mungkin juga menyukai