Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air III

PENGARUH PADAT TEBAR TERHADAP PROSES FISIOLOGIS


IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Izam Azis Pratama


4443220078
III B
Kelompok 3

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perikanan budidaya merupakan salah satu bagian penting dari
pengembangan sektor perikanan di Indonesia, memberikan kontribusi ke tingkat
nasional, penciptaan lapangan pekerjaan, ketahanan pangan dan pendapatan negara.
Saat ini sektor perikanan memberikan pengaruh yang besar terhadap pembangunan
ekonomian di daerah pedesaan. Menurut Dahuri (2014), nilai ekonomi dari sektor
kelautan dan perikanan mencapai 1,2 triliun dolar pertahun, dengan potensi lapangan
pekerjaan lebih dari 50 juta orang. Perkiraan dari total jumlah lahan yang ada di
Indonesia untuk budidaya ikan adalah sebesar 1,22 juta hektar dengan potensi
produksi ikan sekitar 10 juta ton per tahun.
Menurut Zakiyah (2014), Budidaya perikanan erat kaitannya dengan
produksi ikan. Aktivitas budidaya ikan dilakukan di lahan pertanian maupun kolam
tambak. Namun untuk memenuhi kenaikan kebutuhan konsumsi ikan, maka sistem
budidaya dilakukan dengan metode semi intensif maupun intensif. Dimana biasanya
di Indonesia sistem ini biasanya dilakukan dengan tidak memperhatikan kondisi
lingkungan dan masyarakat sekitar.
Budidaya intensif telah banyak diterapkan beberapa tahun terakhir. Kegiatan
budidaya secara intensif dilakukan dengan padat tebar yang tinggi dan penggunaan
pakan yang berprotein tinggi (Wijaya et al. 2014). Padat tebar yang tinggi adalah
metode pemeliharaan pada budidaya ikan dengan menebar ikan ke kolam budidaya
dengan jumlah ikan yang sangat banyak, sehingga kebutuhan oksigen terlarut, pakan
yang diberikan dan sisa pakan maupun feses yang dihasilkan sangat tinggi.

1.2. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah mendeskripsikan pengaruh perbedaan
padat tebar terhadap proses fisiologis ikan (respirasi).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Khairuman & Khairul (2013), menyatakan bahwa awalnya ikan nila
dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica, tetapi dalam perkembangannya para
pakar perikanan telah memutuskan untuk merubah nama tersebut menjadi
Oreochromis niloticus atau Oreochromis sp. Nama niloticus menunjukkan tempat nila
berasal, yakni sungai Nil di Benua Afrika. Klasifikasi ikan nila menurut Khairuman
& Khairul (2013) adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Acanthopterigii
Family : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Menurut Mutia dan Razak (2018), morfologi ikan nila yaitu berbentuk pipih
(compressed). Posisi mulut terletak di ujung hidung (Terminal) dan dapat
disembulkan. Ciri khas ikan nila terdapat garis-garis vertikal berwarna hitam pada
sirip ekor, punggung dan dubur. Pada rahang terdapat bercak kehitaman. Sisik ikan
nila adalah tipe stenoid. Ikan nila memiliki jari-jari dorsal yang keras begitupun
bagian analnya.
Menurut Ikramuddin et al. (2023), budidaya ikan nila menjadi salah satu
budidaya ikan air tawar yang sangat berkembang. Budidaya nila berkembang pesat
dikarenakan teknologi budidaya yang relatif mudah dikuasai masyarakat,
pemasarannya relatif mudah dan modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah serta
dapat dibudidayakan di lahan sempit dengan padat tebar yang tinggi. Beberapa tahun
terakhir budidaya ikan nila telah banyak dikembangkan secara intensif.

2.2. Respon Fisiologis


Peningkatan padat tebar akan memberikan peningkatan stres pada ikan
sehingga akan mengganggu proses fisiologis ikan. Diduga karena stress yang
diakibatkan oleh kompetisi perebutan pakan. Kompetisi pakan mengakibatkan
peluang penyebaran pakan menjadi tidak merata. Akibat lanjut dari proses tersebut
adalah penurunan nafsu makan ikan yang akan berdampak kepada penurunan
pemanfaatan makanan dan pertumbuhan (Raharjo et al. 2016). Pertumbuhan dapat
diartikan sebagai perubahan ukuran baik pertumbuhan panjang, berat, volume dalam
waktu tertentu (Riana et al. 2021).
Selain itu pertumbuhan panjang ikan menurun seiring dengan tingginya
padat tebar ikan, sehingga dapat terjadi variasi ukuran. Ketika ikan dalam kondisi
stres cenderung tidak mau makan sehingga pasokan energi di dalam tubuh akan
digunakan untuk mengembalikan kondisi homeostasis. Padat tebar yang tinggi dapat
menurunkan nilai oksigen terlarut akibat tingginya kebutuhan oksigen karena
respirasi.
Kepadatan ikan terlalu tinggi dapat menurunkan ketersediaan pakan dan
oksigen untuk setiap individu sedangkan akumulasi bahan buangan metabolik ikan
akan semakin tinggi, sehingga peningkatan kadar amoniak akibat sisa metabolisme
dan sisa pakan yang terdekomposisi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mile et al.
(2023), bahwa wadah yang lebih banyak jumlah ikannya menyebabkan meningkatnya
penumpukan sisa-sisa makanan dan kotoran ikan dalam perairan yang menghasilkan
amoniak dibandingkan dengan wadah yang jumlah ikannya sedikit. Peningkatan
metabolisme dipengaruhi oleh padat tebar yang tinggi, sehingga menjadi suatu respon
fisiologis ikan. Selain itu akibat proses respirasi yang tinggi pada ikan akibat padat
tebar yang tinggi menyebabkan peningkatan karbondioksida yang mengakibatkan
menurunnya pH air diikuti dengan menurunnya suhu optimum kolam untuk
pertumbuhan.
2.3. Padat tebar
Padat tebar pada budidaya perikanan memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan dan produksi ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Padat
tebar yang sesuai serta diimbangi dengan pemberian pakan yang cukup akan memiliki
pengaruh yang baik terhadap pemeliharaan dan pertumbuhan ikan, sebaliknya jika
padat tebar yang dilakukan tidak sesuai serta tidak diimbangi dengan pemberian
pakan yang cukup maka hanya cukup untuk pemeliharaan dan pertumbuhan ikan
akan menurun.
Padat penebaran merupakan aspek budidaya yang perlu diketahui kareana
menentukan laju pertumbuhan, rasio konservasi pakan dan kelangsungan hidup yang
mengarah pada tingkat produksi (Karlyssa et al. 2014). Menurut Mile et al. (2023),
Peningkatan padat penebaran yang tinggi akan mengganggu proses fisiologi dan
tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Sedangkan jika terlalu rendah pemanfaatan
ruang tidak maksimum dan produksi menurun. Menurut Yaningsih (2018), padat
penebaran dalam suatu kegiatan budidaya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
lainnya yaitu ukuran benih, jenis ikan, sistem budidaya yang dilakukan, namun
biasanya semakin rendah kepadatan ikan dalam budidaya maka akan mempengaruhi
pertumbuhan begitu juga sebaliknya.
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh makanan, ruang dan aktifitas fisik
(Sihite et al. 2020). Kepadatan yang lebih rendah akan memberikan pertumbuhan
yang lebih baik karena kompetisi pakan yang lebih rendah akan memberi peluang
untuk memperoleh energi lebih banyak yang akan dimanfaatkan untuk pertumbuhan
(Islami et al. 2013). Dikarenakan adanya ruang gerak yang cukup luas, sehingga ikan
mudah cepat tumbuh. Adanya kompetisi ruang gerak dan pakan akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan ikan (Sihite et al. 2020).
BAB III
METODOLOGI

3.1. Waktu Dan Tempat


Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Pengaruh Padat Tebar Terhadap
Proses Fisiologis Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dilaksanakan pada hari Senin
tanggal 2 Oktober 2023 pukul 09:45 WIB di Laboratorium Budidaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sultan ageng Tirtayasa.

3.2. Alat Dan Bahan


Pada praktikum kali ini alat yang digunakan meliputi: akuarium, stopwatch,
termometer, timbangan analitik, teko ukur, ph meter, label, pulpen atau spidol. Pada
praktikum kali ini bahan yang digunakan adalah 30 ekor benih ikan nila
(Oreochromis niloticus) ukuran 5-7 cm dan air tawar 15 liter.

3.3. Prosedur Kerja


Siapkan 3 unit akuarium dan bersihkan akuarium. Masukkan 5 liter air pada
setiap akuarium. Timbang bobot awal semua ikan tiap unit akuarium. Akuarium
pertama diisi 5 ekor ikan nila, akuarium kedua diisi 10 ekor ikan nila dan akuarium
ketiga diisi 15 ekor ikan nila. Dilakukan pengukuran pH dan suhu air tiap akuarium
selama 5 menit pengamatan. Selain itu dilakukan pengamatan tingkah laku pada ikan
yang terjadi. Pengamatan dilakukan dari menit ke-0 sampai dengan menit ke-15.
Setelah pengamatan selesai timbang bobot akhir semua ikan tiap unit akuarium.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan kegiatan praktikum tentang Pengaruh Padat Tebar Terhadap


Proses Fisiologis Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang telah dilakukan, maka dapat
diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut:

Tabel 1. Tingkah laku ikan pada perlakuan 5 ekor, 10 ekor dan 15 ekor ikan

No Waktu Padat tebar Suhu (℃) pH Respon (Tingkah laku)


5 ekor/5 liter 30 6,52 Pasif
1 Menit ke 0 10 ekor/5 liter 30 6,52 Sedikit aktif
15 ekor/5 liter 30 6,51 Aktif
5 ekor/5 liter 29 6,48 Pasif
2 Menit ke 5 10 ekor/5 liter 30 6,51 Pasif
15 ekor/5 liter 30 6,50 Aktif
5 ekor/5 liter 30 6,51 Pasif
3 Menit ke 10 10 ekor/5 liter 29 6,51 Sedikit aktif
15 ekor/5 liter 29 6,50 Aktif
5 ekor/5 liter 29 6,51 Pasif
4 Menit ke 15 10 ekor/5 liter 29 6,52 Sedikit aktif
15 ekor/5 liter 29 6,49 Aktif

Pada hasil pengukuran suhu air selama pemeliharaan benih ikan nila didapatkan hasil
suhu berkisar 29-30℃. Suhu ini sangat sesuai untuk kelangsungan hidup ikan nila.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Effendi et al. (2015), bahwa suhu 25-32℃ layak
untuk pertumbuhan ikan. Suhu dapat berpengaruh tehadap jumlah oksigen terlarut
dalam air, pertumbuhan ikan, tingkah laku dan kesehatan ikan karena suhu
merupakan faktor eksternal yang berhubungan dengan lingkungan sperti kualitas dan
kuantitas perairan (Ramadhani 2017). Menurut Riana et al. (2021), pertumbuhan ikan
nila biasanya akan terganggu jika suhu habitatnya lebih rendah 14℃ atau pada suhu
tinggi 38℃. Ikan nila akan mengalami kematian pada suhu terendah 6℃ dan suhu
tertinggi 42℃.
Pada pengamatan padat tebar benih ikan nila yang dilakukan. Didapatkan
hasil pengukuran pH air setiap 5 menit berkisar 6,48-6,52. pH yang didapatkan
merupakan pH yang optimum bagi pertumbuhan ikan nila. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Riana et al. (2021), bahwa nilai pH air antara 5-11 dapat ditoleransi oleh
ikan nila, tetapi pH optimal untuk perkembangbiakan dan pertumbuhan ikan nila
adalah 7-8.
Pada pengamatan padat tebar benih ikan nila, diamati tingkah laku atau
respon yang terjadi. Pada menit ke 5 mau menit ke 10 terjadi pengeluaran feses pada
benih ikan nila di semua akuarium. Hal ini terjadi karena proses adaptasi ikan
terhadap lingkungan perairan. Pada menit ke-0 tingkah laku pada akuarium ke-1:
pasif dan akuarium ke-2: sedikit aktif, sedangkan akuarium ke-3: aktif. Pada menit
ke-5 tingkah laku pada akuarium ke-1: pasif dan akuarium ke-2: pasif, sedangkan
akuarium ke-3: aktif. Pada menit ini terjadi pengeluaran feses secara bersamaan. Pada
menit ke-10 tingkah laku pada akuarium ke-1: pasif dan akuarium ke-2: sedikit aktif,
sedangkan akuarium ke-3: aktif. Pada menit ke-15 tingkah laku pada akuarium ke-1:
pasif dan akuarium ke-2: sedikit aktif, sedangkan akuarium ke-3: aktif.
Pada pengamatan tingkah laku benih ikan nila. terjadi perbedaan respon
selama 15 menit pengamatan. Pada akuarium ke-1 ikan cenderung tidak aktif hal ini
disebabkan karena jumlah ikan pada akuarium ke-1 hanya berjumlah 5 ekor yang
menyebabkan interaksi pada pada tiap benih ikan nila dengan ikan nila yang lain
tidak terjadi. Pada akuarium ke-2 yang berjumlah 10 ekor benih ikan nila pergerakan
ikan cenderung sedikit aktif atau bisa dikatakan normal. Pada akuarium ke-3
didapatkan hasil repon yang diberikan yaitu aktif. Dibandingkan akuarium ke-1 dan
ke-2, akuarium ke-3 cenderung aktif pergerakannya. Hal ini disebakan karena jumlah
ikan pada akuarium ke-3 adalah 15 ekor, sehingga terjadi interaksi pada tiap benih
ikan nila dengan ikan nila yang lain yang menyebabkan pergerakannya aktif. Dapat
disimpulkan bahwa jumlah ikan yang dipelihara pada tiap kolam mempengaruhi
tingkah laku pada sekelompok ikan yang dipelihara, baik ikan itu memberikan respon
pasif, normal maupun aktif. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mile et al. (2023),
bahwa peningkatan padat penebaran yang tinggi akan mengganggu proses fisiologi
dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak.
Tingkah laku ikan merupakan pergerakan ikan dan respon ikan terhadap
keadaan yang ada pada lingkungannya, dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan
yang terjadi pada perairan dan kebiasaan ikan (Chairunnisa et al. 2018). Studi
mengenai tingkah laku organisme sangat diperlukan untuk mengetahui pengaruh atau
respon dari perlakuan yang diberikan, Sehingga perlakuan yang kita berikan
memberikan pengaruh nyata atau tidak terhadap organisme yang diamati. Menurut
Cahirunnisa et al. (2018), studi tingkah laku ikan umumnya digunakan sebagai
informasi dasar untuk berbagai macam penelitian di bidang perikanan.

Survival Rate (%)


120

100
100 100 100
80

60
Survival Rate (%)
40

20

0
Akuarium 1 Akuarium 2 Akuarium 3

Gambar 1. Hubungan Perlakuan dan SR

Data kelangsungan hidup (Survival Rate) dihitung dengan menggunakan


rumus menurut Effendi (2002), dalam (Arifin 2016) yaitu :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑘𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑡𝑖
𝑆𝑅 = × 100 %
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑘𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝

Menurut Mile et al. (2023), kelangsungan hidup ikan merupakan presentase dari
jumlah ikan yang hidup dari jumlah ikan yang dipelihara dalam satu wadah.
Kelangsungan hidup ditunjukan oleh mortalitas (kematian). Tingkat kelangsungan
hidup yang rendah terjadi karena adanya peningkatan mortalitas.
Perlu suatu upaya yang dilakukan sebagai peningkatan dari kelangsungan
hidup yaitu dengan pengaturan padat tebar, kualitas air dan ketersediaan pakan sesuai
dengan kebutuhan ikan (Mile et al. 2023). Padat tebar yang baik akan memberikan
pertumbuhan yang optimal dan kelangsungan hidup yang maksimal. Berbagai macam
faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan diantaranya kepadatan dan
kualitas air.
Hasil perhitungan tingkat kelangsungan hidup pada tiap akuarium
menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup benih ikan nila pada pengamatan
yang dilakukan bernilai 100%. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat ikan yang mati
selama pengamatan yang dilakukan. Perhitungan SR dihitung pada tiap perlakuan
yang dimana perbandingan jumlah ikan setelah pengamatan dengan jumlah ikan awal.
Dapat disimpulkan bahwa perlakuan perbedaan padat tebar yang diberikan
memberikan pengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan. Hal ini dikuatkan
dengan pernyataan Riana et al. (2021), bahwa secara langsung padat tebar
mempengaruhi kelangsungan hidup pertumbuhan, tingkah laku, kualitas air dan
pemberian pakan.
Perubahan Bobot Relatif (%)
50
45
40 44.7
35
30
25 Perubahan Bobot Relatif
20 (%)
15 20.4
10
5 0.8
0
Akuarium 1 Akuarium 2 Akuarium 3

Gambar 2. Hubungan Perlakuan dan Perubahan Bobot Relatif

Perubahan bobot ikan menjadi salah satu parameter ikan yang berada dalam
kondisi mendapatkan tekanan lingkungan. Perubahan bobot relatif ikan dihitung
dengan rumus :

𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙 − 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟


𝑃𝑒𝑟𝑢𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑅𝑒𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 =
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙

Perlakuan yang diberikan pada setiap unit percobaan memberikan pengaruh terhadap
keadaan bobot ikan setiap unit percobaan. Beberapa unit percobaan memiliki hasil
pengukuran yang berbeda terhadap bobot awal dengan bobot akhir akibat 3 perlakuan
yang diberikan. Artinya perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang nyata
terhadap perubahan bobot relatif ikan nila.
Pada perlakuan dengan perbedaan padat tebar yang diberikan pada setiap
akuarium memberikan pengaruh terhadap proses fisiologis ikan yang berhubungan
dengan perubahan bobot. Hal ini dikuatkan dengan pernyataan Sihite et al. (2016),
bahwa Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh makanan, ruang dan aktifitas fisik,
sehingga terjadi perubahan bobot di awal dengan di akhir.
Perubahan bobot pada benih ikan nila yang diamati menjadi parameter
utama yang dapat dilihat dengan jelas terhadap pengaruh perbedaan padat tebar yang
diberikan. Hubungan perlakuan dan perubahan bobot relatif menjadi suatu ukuran
yang dapat dengan jelas diamati bagi seorang penguji yang melakukan pengujian
mengenai pengaruh perbedaan padat tebar terhadap benih ikan nila yang diamati.
Karena bobot pada ikan dipengaruhi oleh jumlah ikan yang ditebar pada satu kolam
pemeliharaan. Jika pada tebar yang diberikan terus meningkat sedangkan makanan
yang diberikan tidak mencukupi maka produksi ikan yang dibudidaya dapat menurun,
sehingga dapat terjadi variasi bobot maupun ukuran.
BAB V
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Padat penebaran ikan pada budidaya perikanan dalam skala pemeliharaan
maupun intensif mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan. Padat
penebaran merupakan aspek budidaya yang perlu diketahui karena menentukan laju
pertumbuhan, rasio konservasi pakan dan kelangsungan hidup yang mengarah pada
tingkat produksi. Peningkatan padat penebaran yang tinggi akan mengganggu proses
fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak, sedangkan jika terlalu rendah
pemanfaatan ruang tidak maksimum dan produksi menurun. Padat tebar yang sesuai
serta diimbangi dengan pemberian pakan yang cukup akan memiliki pengaruh yang
baik terhadap pemeliharaan, pertumbuhan ikan dan peningkatan produksi.

4.2. Saran
Dalam melakukan praktikum ini diperlukan persiapan yang baik.
Pengamatan yang dilakukan harus penuh dengan ketelitian dan kesabaran agar
didapatkan hasil yang maksimal. Ketelitian diperlukan agar meminimalisir terjadinya
kegagalan serta kerja sama tim perlu dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Chairunnisa S, Setiawan N, Irkham, Ekawati K, Anwar A, Fitri ADP. 2018. Studi


Tingkah Laku Ikan Terhadap Prototype Auto-Lion (Skala Laboratorium).
Jurnal Marine Fisheries. 9(1): 53-61. DOI: 10.29244/jmf.9.1.53-62.

Dahuri R. 2014. Menakar Nilai Sektor Perikanan dan Bioteknologi. Récupéré Sur
Jurnal Maritim.

Ikramuddin, Mariyudi, Matriadi F, Chalirafi, Akhyar C, Roni M, Ahyar J. 2023.


Pembinaan Teknis Budi Daya Ikan Lele Dumbo Dengan Metode Intensif
Untuk Meningkatkan Pendapatan Masyarakat. Jurnal Pengabdian
Kreativitas. 2(1): 24-31. DOI: 10.29103/jpek.v1i1.8264.

Islami MM. 2013. Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Bivalvia. Jurnal Oseana.
28(2): 1-10.

Karlyssa, F., Irwanmay & Rusdi L. 2014. Pengaruh padat penebaran terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila gesit (Oreochromis
niloticus). 76-85.

Mile NA, Mulis, Suherman SP. 2023. Pengaruh Padat Tebar Berbeda Terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas (Cyprinus carpio)
yang Diberi Em-4 Pada Pakan. Journal of Fisheries Agribusiness. 1(1): 16-
24. DOI: doi.org/10.56190/jfa.v1i1.10.

Riana M, Isma MF, Syahril M. 2021. Pengaruh Perbedaan Padat Tebar Terhadap
Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). Jurnal Ilmiah Samudra Akuatika. 5(2): 60-65.

Wijaya O, Rahardja BS, Prayogo. 2014. Pengaruh Padat Tebar Ikan Lele Terhadap
Laju Pertumbuhan dan Survival Rate Pada Sistem Akuaponik. Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan. 6(1): 55-58. DOI: 10.20473/jipk.v6i1.11382.

Yaningsih N. 2018. Pengaruh Padat Tebar Terhadap Pertumbuhan dan Kelulusan


Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus) dengan Teknologi
Bioflok Pada Air Rawa Gambut. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Kelautan.
Universitas Riau.

Zakiyah DM. 2014. Pengembangan Perikanan Budidaya: Efektivitas Program


Minapolitan dalam Pengelolaan Perikanan Budidaya Berkelanjutan di
Kabupaten Gresik. Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota. 10(4): 453-465.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

Gambar 1. Penimbangan Gambar 2. Pengisian 5 liter


bobot awal dan bobot akhir air tawar
benih ikan nila

Gambar 3. Pengukuran suhu Gambar 4. Pengukuran pH

Gambar 5. Kalibrasi alat Gambar 6. Pengamatan


tingkah laku benih ikan nila

Anda mungkin juga menyukai