Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN AIR

Kelompok : 2

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2023
LEMBAR PENANGGUNGJAWAB

PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR

TOPIK 2

“PENGARUH PERUBAHAN SUHU DINGIN MEDIA AIR


TERHADAP MEMBUKA & MENUTUP OPERCULUM BENIH IKAN
NILA”

Kelompok: 2
Asisten: Zane Clara Nurmalia

Anggota Kelompok:

Wahyuni Amirotul Hasanah 225080101111041 3, formating

Farid Arman Santoso 225080107111001 2.1, 2.2, 2.3, 2.4

Biananda Nur Pushilat 225080107111003 1.1, 1.2, 1.3, 1.4, 1.5

Ahmad Diaz Nanda Ikrama 225080107111005 4.1, 4.2, lampiran

Adyasmara Yulian W.W. 225080107111007 3, formating

Menyetujui,
Dosen Pembimbing Praktikum Koordinator Praktikum

Ekwan Nofa Wiratno. S,Si. M,Si Silvia Sulistyaningsih


NIP 198911132019031008 NIM 205080100111045
Tanggal : 24 Mei 2023 Tanggal : 24 Mei 2023
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu jenis ikan budidaya

air tawar yang penting di Indonesia. Ikan nila diperkenalkan ke Indonesia oleh

Balai Peneliti Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969

(Jalaluddin, 2014). Ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki toleransi yang tinggi

terhadap perubahan lingkungan hidupnya, sehingga dapat dipelihara di dataran

rendah yang berair payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang

rendah, serta tahan terhadap kekurangan oksigen terlarut di air. Perubahan ikan

nila yang semula aktif bergerak menjadi lebih pasif berkorelasi dengan tingginya

suhu air, semakin tinggi suhu air maka akan semakin cepat terjadi perubahan

perilaku ikan nila. Suhu dingin akan mempengaruhi suhu pada badan air serta

darah ikan, semakin dingin suhu dara maka tingkat viskositas darah mengental

dan akan mengakibatkan aliran darah yang lebih lambat. penurunan suhu

berdampak pada penurunan konsumsi oksigen dan menurunnya produk

metabolisme yang bersifat racun. Perilaku pada ikan nila di suhu rendah seperti

pergerakan pasif, menurunnya refleks, dan gerakan operculum lebih cepat.

Perubahan suhu pun terkadang dapat menyebabkan stress pada ikan. Menurut

Mulyanti (2018) hasil pengamatan tingkat stress ikan menunjukkan bahwa rata-

rata frekuensi bukaan operculum ikan cenderung akan mengalami peningkatan.

Ikan menggerakan operculum dengan lebih cepat sebagai bentuk respons

fisiologis untuk mempertahankan konsentrasi oksigen di dalam tubuhnya.


Menurut Azwar et al. (2016), Suhu air merupakan faktor penting yang

berkontribusi terhadap perilaku dan kelangsungan hidup ikan serta salah satu dari

faktor pembatas abiotik atau faktor lingkungan yang membatasi persyaratan

mahluk hidup untuk melangsungkan kehidupan di berbagai habitat sesuai kisaran

toleransi yang dimiliki setiap mahluk hidup. Ikan merupakan kelompok vertebrata

yang tergolong hewan ektotermi dengan perubahan suhu tubuh bergantung pada

suhu lingkungan sekitarnya (Ratnasari, 2019). Perbedaan suhu lingkungan

diberbagai macam tempat menyebabkan ikan beradaptasi dengan kisaran

toleransi suhu yang beragam. Kisaran toleransi suhu ikan umumnya dapat

hidup normal dengan suhu 20-30°C. Suhu dibawah 20°C dan diatas 30°C

menyebabkan perubahan perilaku ikan.

Ikan nila (Oreochromis niloticus) memiliki toleransi yang tinggi terhadap

perubahan lingkungan. Perubahan ikan nila yang semula aktif bergerak menjadi

lebih pasif karena disebabkan oleh suhu rendah. Faktor yang mempengaruhi suhu

air yaitu musim, Lattitude dan Altitude, waktu, tutupan awan, dan kedalaman. Suhu

memiliki hubungannya dengan oksigen yaitu jika suhu turun, metabolisme turun,

dan CO2 turun maka DO naik. Begitu pula sebaliknya jika suhu naik, metabolisme

naik, dan CO2 naik maka DO akan turun.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka praktikan merumuskan

rumusan-rumusan masalah yang akan dibahas diantaranya:

1. Bagaimana pengaruh suhu dingin terhadap membuka dan

menutup operculum pada ikan nila?

2. Bagaimana metabolisme ikan terhadap suhu dingin?


1.3 Tujuan

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah, maka

praktikan memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap membuka

dan menutup operculum pada ikan nila.

2. Untuk mengetahui bagaimana metabolisme ikan terhadap suhu dingin.

1.4 Kegunaan

Kegunaan dilakukannya Praktikum Fisiologi Hewan Air yaitu untuk

mengetahui pengaruh perubahan suhu dingin media air terhadap membuka dan

menutup operculum ikan nila yang merepresentasikan laju pernafasan/respirasi

ikan nila, serta untuk menambah wawasan kepada praktikan.

1.5 Tempat dan Waktu

Praktikum Fisologi Hewan Air dilaksanakan secara luring pada Sabtu, 20 Mei

2023 Pukul 06.30 di Laboratorium UPT Perikanan Air Tawar Sumberpasir

Universitas Brawijaya.
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi

(Sumber: kkp.go.id)

Menurut (ITIS) Integrated Taxonomic Information System (2023), klasifikasi

pada ikan nila sebagai berikut:

- Kingdom : Animalia

- Subkingdom : Bilateria

- Phylum : Chordata

- Subphylum : Vertebrata

- Class : Teleostei

- Ordo : Perciformes

- Subordo : Labroidei

- Family : Cichlidae

- Genus : Oreochromis

- Species : Oreochromis niloticus


2.2 Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap

respirasi pada ikan karena perubahannya mempengaruhi kadar oksigen terlarut

(DO) pada perairan. Menurut Azwar (2016) menyatakan bahwa suhu perairan

merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengaturan seluruh proses

kehidupan dan penyebaran organisme, dan merupakan proses metabolisme

terjadi hanya dalam kisaran tertentu. Peningkatan suhu dapat mempengaruhi

peningkatan laju respirasi yang dapat dilihat dari perubahan pergerakan

operkulum ikan. Suhu diatas kisaran normal dapat membuat enzim yang terdapat

pada tubuh ikan bekerja lebih cepat menyebabkan gerakan bukaan operkulum

membuka dengan cepat untuk membantu insang dalam pengambilan oksigen

yang terlarut dalam air. Suhu lingkungan pada ikan yang semakin rendah dapat

membuat ikan menjadi stress dan selanjutnya ikan dapat menyebabkan kematian.

Suhu pada lingkungan yang rendah dapat menyebabkan terjadinya pembekuan

darah sehingga oksigen tidak dapat dialirkan ke otak ikan dan menyebabkan

kematian.

Menurut Nasution, et al. (2023), Penurunan suhu menyebabkan

peningkatan kadar oksigen terlarut sehingga ikan nila tidak membutuhkan

frekuensi bukaan operkulum yang tinggi untuk memperoleh oksigen bahkan

umumnya mengalami penurunan. Selain itu, suhu dingin juga akan tetap

berpengaruh terhadap metabolismenya. Pada metabolisme biasanya disebabkan

oleh penurunan laju reaksi kimia yang pada akhirnya akan berakibat pada

penurunan aktivitas enzim dan proses biokimia. Suhu yang dingin akan membuat

enzim dalam tubuh makhluk hidup ataupun pada ikan yang termasuk hewan

berdarah dingin akan sangat dipengaruhi oleh lingkungan sehingga bila suhu

lingkungan turun akan memperlambat laju aktivitas enzim, metabolisme dan


gerakan operkulum. Hal tersebut yang menjadikan ikan mengalami perlambatan

laju metabolisme dan gerakan ikan.

2.3 Ikan Nila

Menurut Nofisulastri (2013), Bentuk tubuh secara signifikan bilateral simetris,

yaitu jika ikan dibelah bagian tengahnya maka akan terbagi menjadi dua bagian

yang sama antara sisi kanan dan kiri, bentuk tubuhnya pipih dan perut membesar.

Mulut ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai posisi terminal dan dapat

disembulkan, tidak memiliki sungut serta memiliki linea lateralis lengkap terputus.

Ikan nila mempunyai sirip punggung, sirip ekor, dan sirip perut yang masing-

masing mempunyai jari-jari keras yang tajam seperti duri. Sirip punggung

mempunyai lima belas jari-jari keras dan sepuluh jari-jari lunak, sedangkan sirip

ekor mempunyai dua jari-jari keras dan enam jari-jari lunak. Sirip punggung

berwarna hitam dan sirip dada menghitam, pada sirip ekor terdapat enam buah

jari-jari tegak.

Menurut Cahyanti & Awalina (2022), Suhu juga mempengaruhi beberapa

aktivitas fisik dari ikan nila (Oreochromis niloticus). Beberapa aktivitas fisik yang

dipengaruhi antara lain, kecepatan renang, respon terhadap pemberian pakan,

dan tingkat kestressan pada ikan. Pada suhu rendah ikan berenang dengan

kecepatan lambat, lalu pada suhu tinggi, ikan tidak berenang dengan kecepatan 0

cm/s atau tidak ada gerakan. Selain itu, penurunan atau peningkatan suhu ini juga

berdampak pada respon ikan terhadap pakan yang diberikan, yakni ikan tidak

merespon pada suhu rendah dan pada suhu. Hal ini karena pada suhu rendah dan

suhu tinggi menyebabkan tingkat kestressan pada ikan meningkat sehingga laju

metabolisme pada ikan juga rendah.


2.4 Metabolisme

Menurut Yanuar (2017), Semakin tinggi suhu air semakin aktif pula

metabolisme ikan, begitu pula sebaliknya, kondisi suhu sangat berpengaruh

terhadap kehidupan ikan. Pada suhu rendah, ikan akan kehilangan nafsu makan

dan menjadi lebih rentan terhadap penyakit. Suhu media mempengaruhi laju

metabolisme, pada saat suhu media meningkat, laju metabolisme akan meningkat

hingga batas optimum dan kembali menurun di atas suhu optimum. Dalam proses

metabolisme terdapat sisa pembakaran berupa NH3 dan CO2 apabila laju

metabolisme berjalan cepat, maka sisa pembakaran berupa NH3 dan CO2 akan

semakin tinggi, dan apabila CO2 meningkat pH air akan menurun. Metabolisme

ikan akan terpengaruh oleh suhu di lingkungannya.

Menurut Ridwantara et al. (2019), Lambat dan cepatnya gerak buka-tutup

operkulum sebanding dengan metabolisme ikan. Semakin besar perbedaan

tekanan osmosis antara tubuh dan lingkungan, semakin banyak energi

metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya

adaptasi. salinitas yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi pertumbuhan antar

perlakuan akibat efek salinitas yang mempengaruhi metabolisme terhadap

perubahan fungsi pada sel klorid epitel insang dan aktivitas Na+K+- ATPase

.Pengaruh tersebut menyerap energi yang seharusnya untuk pertumbuhan dan

digunakan sebagai sumber energi pada perubahan proses metabolisme tersebut.

(Dahril et al., 2017). Hal tersebut yang menjadikan metabolisme ikan nila mengikuti

suhu dari lingkungannya.


3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ikan Suhu Perlakuan

Kamar°C Kamar -3°C Kamar -6°C

Ikan I 26°C 23°C 20°C

Ikan II 28°C 25°C 22°C

Tabel 1. Suhu pada perlakuan I, II, dan III Kelompok 2.

Ikan Berat Perlakuan Rata-rata

I II III

Ikan I 82 58 kali 75 kali 53 kali 62 kali


gram

Ikan II 72 77 kali 54 kali 46 kali 59 kali


gram

Tabel 2. Banyaknya bukaan operkulum ikan nila Kelompok 2.


Ikan Suhu Perlakuan

Kamar°C Kamar -3°C Kamar -6°C

Ikan I 29°C 26°C 23°C

Ikan II 30°C 27°C 24°C

Tabel 3. Suhu pada perlakuan I, II, dan III Kelompok 6.

Ikan Berat Perlakuan Rata-rata

I II III

Ikan I 67 91 kali 84 kali 73 kali 82,6 kali


gram

Ikan II 122 61 kali 53 kali 48 kali 54 kali


gram

Tabel 4. Banyaknya bukaan operkulum ikan nila Kelompok 6.


Berdasarkan data hasil pengamatan kelompok 2 dari praktikum Fisiologi

Hewan Air yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil pengukuran suhu

terhadap aktivitas operkulum yang dimana membutuhkan waktu satu menit dalam

pengamatannya. Pada praktikum yang dilakukan terdapat tiga kali pengulangan

pada dua ikan nila yang digunakan. Pada ikan yang pertama memiliki berat 82

gram yang dimana pengulangan I diperoleh data suhu kamar 26oC dengan jumlah

aktivitas operkulum sebanyak 58 kali. Pada pengulangan II diperoleh data suhu

3oC di bawah suhu kamar yaitu 23oC dengan jumlah aktivitas operkulum sebanyak

75 kali dan jumlah aktivitas operkulum sebanyak 53 kali pada pengulangan III

dengan suhu 6oC di bawah suhu kamar yaitu 20oC. Ketiga pengulangan tersebut

diperoleh rata-rata bukaan operkulum ikan nila yang pertama sebanyak 62 kali per

menit.

Pada ikan yang kedua memiliki berat 72 gram yang dimana pengulangan I

diperoleh data jumlah aktivitas operkulum sebanyak 77 kali dengan suhu kamar

28oC. Pengulangan II dengan suhu 3oC di bawah suhu kamar yaitu 25oC

mendapatkan jumlah bukaan operkulum sebanyak 54 kali. Aktivitas operkulum

sebanyak 46 kali pada pengulangan III dengan suhu 6oC di bawah suhu kamar

yaitu 22oC. Pada ikan kedua memperoleh rata-rata aktivitas operkulum sebanyak

59 kali per menit. Hasil rata-rata bukaan operkulum bertujuan untuk memantau

kondisi kesehatan pada ikan.

Berdasarkan pada kelompok 6, ikan yang pertama memiliki berat 67 gram.

Pada perlakuan I dengan suhu kamar 29oC memperoleh hasil data bukaan

operculum sebanyak 91 kali. Pada perlakuan II diperoleh data bukaan operculum

sebanyak 84 kali dengan suhu 3oC di bawah suhu kamar yaitu 26oC. Pada

perlakuan III diperoleh data bukaan operculum sebanyak 73 kali dengan suhu 6oC

di bawah suhu kamar yaitu 23oC. Ikan kedua kelompok 6 memiliki berat 122 gram

dimana pada perlakuan I diperoleh data bukaaan operkulum sebanyak 61 kali


dengan suhu kamar 30oC. Pada perlakuan II dengan suhu 3oC di bawah suhu

kamar yaitu 27oC diperoleh data bukaan operkulum sebanyak 53 kali. Pada

perlakuan III diperoleh data bukaan operkulum sebanyak 48 kali dengan suhu 6oC

di bawah suhu kamar yaitu 24oC.

Berdasarkan hasil rata-rata bukaan operkulum kelompok 2 pada ikan

pertama adalah 62 kali per menit. Ikan kedua diperoleh 59 kali per menit,

sedangkan pada kelompok 6 pada ikan pertama diperoleh rata-rata 83 kali per

menit dan ikan kedua dengan rata-rata 54 kali per menit. Pada topik 2 dilakukan

pengujian suhu dingin pada ikan nila. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil

data kelompok 2 dan 6 adalah pengujian suhu dingin pada ikan nila dapat

mempengaruhi pergerakan operkulum ikan, dengan gerakan buka-tutup

operkulum menjadi lebih lambat. Pada suhu dingin, laju metabolisme juga akan

semakin menurun dan menyebabkan nafsu makan ikan juga menurun.

Suhu merupakan salah satu komponen penting di dalam air yaitu sebagai

controlling factor yang akan menentukan densitas air, kejenuhan air, mempercepat

reaksi kimia, dan mempengaruhi jumlah oksigen terlarut di dalam air. Selain itu,

suhu juga mempengaruhi enzim pencernaan dan hormon pertumbuhan. Suhu

lingkungan yang rendah menyebabkan degenerasi sel darah merah sehingga

proses respirasi terganggu, laju metabolisme turun, ikan menjadi pasif dan tidak

mau berenang (Fajar, 2021). Proses respirasi ikan saat suhu rendah akan terlihat

saat gerak buka-tutup operkulum ikan semakin lambat.

Hasil data pergerakan operkulum pada ikan tidak selalu turun, melainkan

ada beberapa interval juga dapat berubah-ubah. Beberapa faktor yang dapat

menjadi penyebab terjadinya kesalahan tersebut untuk yang pertama adalah

perbedaan massa ikan nila pada buka tutup operkulum. Pada perbedaan ini

diperkuat pernyataan dimana semakin besar massa ikan maka semakin besar

bukaan operculum yang ikan lakukan. Buka-tutup pada operculum tentunya


berkaitan dengan kebutuhan oksigen dalam mendukung metabolisme ikan. Oleh

karena itu, ikan yang memiliki massa yang lebih besar akan lebih sering membuka

operkulumnya dan kegiatan tersebut akan meningkatkan dan memaksimalkan

aliran air melalui insang.

Faktor yang kedua adalah volume air di setiap pengulangan. Volume air

yang tidak konstan akan mempengaruhi tekanan parsial dalam air sehingga

kelarutan oksigen juga mendapatkan hasil yang tidak konstan. Dengan volume air

yang konstan, oksigen terlarut dapat tersedia dalam jumlah yang memadai,

memungkinkan ikan nila untuk bernapas dengan baik tanpa perlu membuka

operkulum secara ekstensif. Faktor yang ketiga adalah perbedaan tingkat toleransi

pada setiap individu ikan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ezrad et al. (2018)

bahwa pengaruh kualitas lingkungan terhadap kelimpahan ikan selalu berbeda-

beda tergantung pada jenis ikan, karena setiap ikan memiliki adaptasi dan

toleransi yang berbeda terhadap habitatnya.

Faktor keempat adalah stress pada ikan nila. Stres pada ikan nila dapat

mempengaruhi buka tutup operkulum mereka. Setiap ikan mengalami tingkat

stress yang berbeda, jika bukaan operkulum cenderung lebih lebar maka tingkat

frekuensinya akan lebih tinggi daripada kondisi ikan yang tidak stres. Hal ini juga

akan berpengaruh pada gerakan amplitude ikan yang semakin berkurang. Salah

satu faktor yang dapat menjadi penyebabnya yaitu perubahan lingkungan yang

drastis. Faktor kelima adalah kesalahan pada praktikan atau human error. Dalam

melakukan pengukuran, manusia berpotensi untuk melakukan kesalahan kerja

(human error) karena manusia memiliki keterbatasan yang dapat menyebabkan

hasil pengukuran tidak memenuhi spesifikasi atau dengan kata lain cacat data

(Masitoh et al., 2013).


Suhu rendah akan mengakibatkan laju metabolisme ikan menjadi lambat

dan menyebabkan nafsu makan ikan menjadi menurun dan akhirnya ikan akan

mengalami pertumbuhan yang lambat (Ridwantara, 2019). Dalam praktikum

Fisiologi Hewan Air yang dilakukan dengan menggunakan ikan nila, terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi buka tutup operkulum ikan nila. Faktor-faktor

tersebut antara lain perbedaan massa ikan nila, volume air yang digunakan, tingkat

toleransi individu ikan, stress pada ikan, dan kemungkinan adanya kesalahan

manusia dalam pengukuran. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa massa ikan

nila memiliki hubungan dengan buka tutup operkulum, di mana semakin besar

massa ikan nila, semakin besar pula bukaan operkulum yang dilakukan. Volume

air yang konstan dan cukup penting dalam menjaga keseimbangan oksigen dan

kualitas air yang dapat mempengaruhi aktivitas operkulum. Tingkat toleransi

individu ikan juga berperan dalam pola buka tutup operkulum. Stres pada ikan nila

dapat meningkatkan frekuensi dan amplitudo gerakan operkulum. Selain itu,

kemungkinan adanya kesalahan manusia dalam pengukuran juga perlu

diperhatikan. Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut perlu dipertimbangkan dalam

analisis hasil pengamatan praktikum Fisiologi Hewan Air yang dilakukan pada ikan

nila.
4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan di Laboratorium UPT Perikanan

Air Tawar Sumberpasir, dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua ikan nila yang

berbeda dan ada tiga perlakuan dalam topik ini dengan mengamati banyaknya

buka dan tutup operkulum ikan tersebut dalam waktu satu menit setiap

perlakuannya.

1. Pada ikan pertama di perlakuan pertama dengan suhu air 26°C didapatkan

hasil sebanyak 58 kali buka dan tutup operkulum. Pada perlakuan kedua

dengan suhu air dikurangi 3°C sehingga menjadi 23°C dan didapatkan

hasil sebanyak 75 kali buka dan tutup operkulum. Dan perlakuan terakhir

di ikan pertama dengan suhu dikurangi 6°C sehingga menjadi 20°C dan

didapatkan hasil 53 kali buka dan tutup operkulum. Rata-rata yang didapat

dari tiga perlakuan pada ikan pertama adalah 62.

2. Berikutnya pada ikan kedua di perlakuan pertama dengan suhu 28°C dan

didapatkan hasil sebanyak 77 kali buka dan tutup operkulum. Pada

perlakuan kedua dengan suhu dikurangi 3°C sehingga menjadi 25°C dan

didapatkan hasil sebanyak 54 kali buka dan tutup operkulum. Diperlakukan

terakhir dengan suhu dikurangi 6°C sehingga menjadi 22°C dan

didapatkan hasil sebanyak 46 kali buka dan tutup operkulum. Rata-rata

yang didapat dari tiga perlakuan pada ikan kedua adalah 59.
Data-data tersebut memperlihatkan bahwa ketika suhu turun maka

metabolisme juga turun sehingga sistem kerja operkulum juga melambat, namun

pada ikan pertama terjadi ketidaksesuaian dengan teori yang disebabkan karena

ukuran ikan, volume air, perbedaan toleransi setiap individu, stres pada ikan dan

human error.

4.2 Saran

Saran untuk praktikum Fisiologi Hewan Air tahun 2023 untuk praktikum

selanjutnya agar dipersiapkan lebih baik lagi. Penyampaian materi juga agar lebih

jelas sehingga praktikan dapat lebih mudah untuk mengerti. Selain itu, fasilitas

seperti peralatan praktikum lebih diperbanyak lagi agar lebih efisien. Karena

fasilitas praktikum yang lengkap dapat memperlancar jalannya praktikum. Apabila

tahun depan praktikum masih berjalan secara offline harapannya berjalan lebih

baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Aliza, D., Winaruddin, dan Sipahutar, L. W. (2013). Efek Peningkatan Suhu Air
Terhadap Perubahan Perilaku, Patologi Anatomi, dan Histopatologi Insang
Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Medika Veterinaria, 7(2), 142-145.
Azwar, M., Emiyarti., dan Yusnaini. (2016). Critical Thermal dari Ikan Zebrasoma
scopas yang Berasal dari Perairan Pulau Hoga Kabupaten Wakatobi.
Jurnal Sapa Laut, 1(2), 60-66.
Cahyanti, Y., & Awalina, I. (2022). Studi Literatur: Pengaruh Suhu terhadap Ikan
Nila (Oreochromis niloticus). Panthera: Jurnal Ilmiah Pendidikan Sains dan
Terapan, 2(4), 224-235.
Erzad, A. F., Hutabarat, S., & Muskananfola, M. R. (2018). Distribusi dan
Kelimpahan Larva Ikan di Kawasan Perairan Pantai Dukuh Bedono
Kecamatan Sayung Kabupaten Demak (Distribution and Abundance of
Fish Larvae in Coastal Waters of Bedono Village, Sayung, Demak
Regency). Management of Aquatic Resources Journal, 6(4), 339-347.
Fajar, M. T. I. (2021). Pengaruh Perubahan Suhu Terhadap Tingkah Laku Ikan
Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Penelitian, 5(1), 183-193.
Fathulrohman, Y. N. I., dan Saepulloh, A. (2019). Alat Monitoring Suhu Dan
Kelembaban Menggunakan Arduino Uno. Jurnal Manajemen dan Teknik
Informatika, 2(1), 161-171.
Gambar Oreochromis niloticus. Diambil dari kkp.go.id.
http://bppisukamandi.kkp.go.id/komoditas/produk-rilis/ikan-nila-srikandi/.
Diakses pada tanggal 22 Mei 2023 Pukul 10.50 WIB.
Jalaluddin. (2014). Pengaruh Salinitas terhadap Fekunditas, Daya Tetas Telur dan
Benih Ikan Nila Salin (Oreochromis niloticus Linn.). Jurnal Manajemen
Perikanan dan Kelautan, 1(2), 17-32.
Koniyo, Y. (2020). Analisis kualitas air pada lokasi budidaya ikan air tawar di
Kecamatan Suwawa Tengah. Jurnal Technopreneur (JTech), 8(1), 52-58.
Lestari, T. P., dan Dewantoro, E. (2018). Pengaruh Suhu Media Pemeliharaan
Terhadap Laju Pemangsaan dan Pertumbuhan Larva Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus). Jurnal Ruaya, 6(1), 14-22.
Masitoh, S., Yadi, Y. H., dan Mariawati, A. S. (2013). Analisa Tingkat Keadaan
Operator Inside Welding dengan Metode Human Error Assessment and
Reduction Technique. Jurnal Teknik Industri, 1(3), 245-250.
Mulyanti, Y., Boesono, H., dan Sardiyatmo. (2018). Analisis survival rate tawes
(Barbonymus gonionotus) terhadap perbedaan salinitas sebagai alternatif
umpan hidup pada penangkapan cakalang. Journal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology, 7(1), 11-19.
Nasution, Nasution, D. Y., Hasibuan, N. W., Nasution, R. M., dan Ramadhani, F.
(2023). Pengaruh Perubahan Suhu Panas Media Air terhadap Membuka
dan Menutup Operkulum Pada Ikan Mas. Journal Scientific Of Mandalika.
4(2), 1-5.
Nofisulastri, N. (2013). Identifikasi Tipologi Biogenetik Protein Darah Ikan Nila di
Pasar Tradisional Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Bioscientist: Jurnal Ilmiah Biologi, 1(2), 95-101.
Klasifikasi Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758). Diambil dari Integrated
Taxonomic Information System (ITIS)
https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&sear
ch_value=553310&print_version=PRT&source=to_print#null. Diakses
pada tanggal 21 Mei 2023 Pukul 22.36
Pramleonita, M., Yuliani, N., Arizal, R., & Wardoyo, S. E. (2018). Parameter fisika
dan kimia air kolam ikan nila hitam (Oreochromis niloticus). Jurnal Sains
Natural, 8(1), 24-34.
Prariska, D., Tanbiyaskur, T., dan Azhar, M. H. (2017). Uji Toksisitas Ekstrak Akar
Tuba (Derris elleptica) Pada Ikan Nila Merah (Oreochromis sp). Jurnal
Ilmu-Ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan, 12(1), 41-48.
Ratnasari, D. (2019). Identifikasi Jenis Ikan Air Tawar di Pasar Masuka Si
ntang Kalimantan Barat. Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 3(2), 82-
87.
Rerung, R. R. (Ed.). (2022). Buku Ajar: Dasar-Dasar Akuakultur (Budidaya
Perikanan). Media Sains Indonesia.
Ridwantara, D., Buwono, B. I., Handaka, A. A., Lili, W., dan Bangkit, I. (2019). Uji
Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Mas Mantap (Cyprinus
carpio) Pada Rentang Suhu yang Berbeda. Jurnal Perikanan dan Kelautan,
10(46), 46-54.
Santoso, H. (2018). Kajian Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) dalam
Habitat Air Tawar dan Air Payau. Jurnal Ilmiah Biosaintropis (Bioscience-
Tropic), 3(3), 10-17.
Suryaningrum, T. D., Setiabudi, E., dan Erlina, M. D. (2017). Pengaruh Penurunan
Suhu Bertahap Terhadap Aktivitas Dan Sintasan Lobster Hitam (Panulirue
penicullatus) Selama Transportasi Sistem Kering. Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia, 3(2), 63-70.
Taufik, I., Azwar, Z. I., dan Sutrisno, S. (2016). Pengaruh Perbedaan Suhu Air
pada Pemeliharaan Benih Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) dengan
Sistem Resirkulasi. Jurnal Riset Akuakultur, 4(3), 319-325.
Yanuar, V. (2017). Pengaruh pemberian jenis pakan yang berbeda terhadap laju
pertumbuhan benih ikan nila (Oreochiomis niloticus) dan kualitas air di
akuarium pemeliharaan. Ziraa'ah Majalah Ilmiah Pertanian, 42(2), 91-99.
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengambilan dua ekor Ikan sebagai objek praktikum

Gambar 2. Penimbangan ikan


Gambar 3. Menyiapkan dua wadah yang berbeda

Gambar 4. Mengukur suhu dengan thermometer


Gambar 5. Memasukkan satu persatu ikan uji ke dalam wadah

Gambar 6. Perlakuan pertama


Gambar 7. Perlakuan kedua suhu dikurangi 3°C

Gambar 8. Perlakuan ketiga suhu dikurangi 6°C

Anda mungkin juga menyukai