Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

“PENYESUAIAN HEWAN POIKILOTERM PADA PISCES”


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisiologi Hewan

KELOMPOK 03
1. Alfina Kamilia NIM. 126208211003
2. Alvi Nur Hidayati NIM. 126208211006
3. Berlian Aprilaiani Anjarwati NIM. 126208211009
4. Hidayat Amroni NIM. 126208211015
5. Wildana Masluki NIM. 126208212051
6. Andini Marchellina Sari NIM. 126208212055
7. Rinda Devi Ardhianita NIM. 126208212056
8. Tiya Dini Khoirun Nikmah NIM. 126208213094

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Praktikum


Ikan atau pisces merupakan kelompok hewan yang mendominasi lingkungan perairan,
baik itu di laut, sungai, dan danau. Kehidupan ikan sangat bergantung pada kondisi
lingkungan sekitarnya, termasuk suhu air. Sebagai hewan poikiloterm, ikan memiliki
strategi penyesuaian yang unik untuk menjaga suhu tubuhnya agar tetap sesuai dengan
suhu air di sekitarnya. Organisme poikiloterm memiliki tingkat metabolisme yang dapat
berubah-ubah seiring perubahan suhu lingkungan. Pada suhu rendah, metabolisme akan
melambat, sementara pada suhu tinggi, metabolisme akan meningkat. Hal ini bertujuan
untuk menghemat energi saat suhu rendah dan meningkatkan aktivitas metabolicnya saat
suhu meningkat. Suhu mempengaruhi laju metabolisme pada hewan poikilotherm.
Semakin tinggi suhu, semakin cepat proses metabolisme, dan sebaliknya. Pada praktikum
ini, tujuan utamanya adalah untuk memahami mekanisme penyesuaian hewan
poikiloterm, khususnya pada ikan. Praktikum akan mencakup pengamatan terhadap
jumlah gerakan operculum terhadap perubahan suhu air. Selain itu, praktikum ini juga
bertujuan untuk mengetahui pengaruh perubahan suhu terhadap jumlah oksigen di
lingkungan.
Penelitian yang dilakukan oleh A’tourrohman (2019) menunjukkan bahwa Ikan mas
juga akan melakukan termoregulasi ketika berada pada suhu yang berbeda. Pada suhu
dingin 26ºC, gerakan operkulum ikan mas semakin rendah. Hal ini terjadi karena aktivitas
metabolisme dalam tubuh ikan lambat, maka respirasinya pun berjalan dengan lambat
karena kebutuhan O2 menurun. Sedangkan pada suhu tinggi 32-39ºC, gerakan operkulum
ikan akan semakin cepat dan tingkah laku ikan menjadi sangat agresif. 1 Penelitian lain
yang dilakukan oleh Fajar (2021) menunjukkan bahwa ikan pertama dengan suhu kontrol
28ºC gerakan renang dan bukaan operkulum normal, dan aktivitas makan lahap. Ikan mas
kedua dan ketiga dengan suhu 14ºC dan 17ºC gerakan renang dan bukaan operkulum
sangat lambat serta aktivitas nafsu makan berkurang drastis. Ikan mas keempat dan
kelima dengan suhu 33ºC dan 36ºC gerakan renang dan bukaan operkulum menjadi

1
Muhammad A’tourrohman, “TERMOREGULASI, RESPIRASI dan OSMOREGULASI Pada Ikan Mas (Cyprinus
carpio),” Praktikum Fisiologi Hewan (2019): 1–9.

1
cepat.2 Penelitian yang dilakukan A’tourrohman (2019) dan Fajar (2021) sama-sama
menggunakan Ikan Mas (Cyprinus carpio) sebagai objek penelitian. Sedangkan pada
praktikum ini, penelitian menggunakan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sebagai objek
penelitian. Metode praktikum melibatkan pengukuran gerakan membuka dan menutupnya
operculum yang diukur selama 1 menit pada suhu yang berbeda. Konsep penting yang
terkait dalam praktikum ini adalah tentang pengaruh perubahan suhu dan jumlah oksigen
terhadap kemampuan termoregulasi pada hewan poikiloterm khususnya ikan.

1.2 Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengaruh penurunan dan kenaikan suhu terhadap
jumlah oksigen di lingkungan.
2. Mahasiswa dapat menjelaskan penurunan dan peningkatan jumlah gerak operculum
terhadap oksigen lingkungan.

1.3 Manfaat Praktikum


Hasil praktikum ini dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana ikan sebagai
hewan poikiloterm beradaptasi terhadap suhu lingkungan. Pengetahuan ini dapat
diaplikasikan para peternak untuk memanajemen akuarium dan bubidaya ikan, demi
menciptakan lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan dan kesejahteraan ikan.

2
Muhammad Thoifur Ibnu Fajar, “PENGARUH PERUBAHAN SUHU TERHADAP TINGKAH LAKU IKAN MAS
(CYPRINUS CARPIO),” Cermin: Jurnal Penelitian 5, no. 1 (2021): 183–193.

2
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup dalam
kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air yang rendah,
sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan dari jenis lain tidak
dapat hidup. Ikan nila berasal dari Afrika bagian Timur. Ikan nila (Oreochromis niloticus)
pada awalnya dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica atau ikan dari golongan tilapia
yang tidak mengerami telurnya dan larva di dalam mulutnya.3
Klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus), menurut Saanin (1984), dalam
Setiawan, (2012) adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Bentuk dari ikan nila panjang dan ramping berwarna kemerahan atau kuning keputih-
putihan. Perbandingan antara panjang total dan tinggi badan 3 : 1. Ikan nila merah
memiliki rupa yang mirip dengan ikan mujair, tetapi ikan ini berpunggung lebih tinggi
dan lebih tebal, ciri khas lain adalah garis-garis kearah vertikal disepanjang tubuh yang
lebih jelas dibanding badan sirip ekor dan sirip punggung. Mata kelihatan menonjol dan
relatif besar dengan tepi bagian mata berwarna putih (Sumantadinata, 1999).
Ikan nila merah mempunyai mulut yang letaknya terminal, garis rusuk terputus
menjadi 2 bagian dan letaknya memanjang dari atas sirip dan dada, bentuk sisik stenoid,
sirip kaudal rata dan terdapat garis-garis tegak lurus. Mempunyai jumlah sisik pada gurat
sisi 34 buah. Sebagian besar tubuh ikan ditutupii oleh lapisan kulit dermis yang memiliki
3
Sri Lestari, “PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK DAUN TANAMAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii)
PADA PAKAN TERHADAP PROFIL DARAH (KADAR HEMATOKRIT, KADAR HEMOGLOBIN, TOTAL LEUKOSIT DAN
TOTAL ERITROSIT) IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG DIINFEKSI Streptococcus agalactiae” (Universitas
Muhammadiyah Gresik, 2018).

3
sisik. Sisik ini tersusun seperti genteng rumah, bagian muka sisik menutupi oleh sisik
yang lain (Santoso, 1996). Nila merah mempunyai 4 warna yang membalut sekujur tubuh,
antara lain oranye, pink/albino, albino berbercak-bercak merah dan hitam serta
oranye/albino bercak merah (Santoso, 1996).4
Jika dibedakan berdasarkan jenis kelaminnya, ikan nila jantan memiliki ukuran sisik
yang lebih besar dibandingkan dengan ikan nila betina. Alat kelamin nila jantan terletak
depan anus bentuknya berupa tonjolan agak runcing berfungsi sebagai saluran urine dan
saluran sperma. Jika perut ikan nila diurut, akan mengeluarkan cairan bening. Sementara
itu, alat kelamin nila betina juga terletak di depan anus, tetapi memiliki lubang genital
yang terpisah dengan lubang saluran urine. Bentuk dan rahang belakang ikan nila jantan
melebar dan berwarna biru muda. Sementara bentuk hidung dan rahang belakang nila
betina agak langcip dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan sirip ekor ikan nila
jantan berupa garis putus-putus, sedangkan pada nila betina tidak terputus dan
melingkar.5
Ikan nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada
(pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin).
Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah tetapi keras dan
tajam seperti duri. Sirip punggung memanjang dari bagian atas tutup insang hingga
bagian atas sirip ekor, dan berwarna hitam. Sirip dada ada sepasang dan tampak hitam.
Sirip perut berukuran kecil, sirip anus dan sirip ekor ada satu buah, sirip anus berbentuk
agak panjang, sedangkan sirip ekor berbentuk bulat. Bagian pinggir sirip punggung
berwarna abu-abu atau hitam (Suryani, 2006).6

2.2 Hewan Poikiloterm


Berdasarkan kemampuan mempertahankan suhu tubuhnya, hewan dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu poikiloterm dan homeoterm. Hewan poikiloterm
adalah hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah sesuai dengan suhu lingkungan di mana
dia hidup.7 Poikiloterm adalah organisme yang suhu internalnya sangat bervariasi. Ini
kebalikan dari homeoterm, yaitu organisme yang mempertahankan homeostatis

4
Martinus Andri, “Produksi Ikan Nila Merah (Orechromis niloticus) Jantan Menggunakan Madu Lebah Hutan”
(Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2013).
5
Evi Alfira, “PENGARUH LAMA PERENDAMAN PADA HORMON TIROKSIN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus),” Skripsi (2015): 1–42.
6
Nawni Sri Utami, “Penggunaan Bawang Putih Untuk Meningkatkan Imunitas Ikan Nila,” Jurnal Universitas
Muhammadyiyah Purwokerto, no. 2009 (2015): 6–23.
7
Sugiharto, Diktat Fisiologi Lingkungan Peternakan, 2021.

4
termal. Suhu internal poikilotermik biasanya bervariasi sesuai suhu lingkungan sekitar,
dan banyak ektotermik terestrial bersifat poikilotermik. Hewan poikilothermic mencakup
banyak spesies ikan, amfibi, dan reptil, serta burung dan mamalia yang menurunkan
metabolisme dan suhu tubuh sebagai bagian dari hibernasi atau mati suri. Beberapa
ektotermik juga bisa menjadi homeotermik. Misalnya, beberapa spesies ikan tropis
menghuni terumbu karang yang mempunyai suhu lingkungan stabil sehingga suhu
internalnya tetap konstan.8
Pada hewan poikiloterm (berdarahdingin) belum mempunyai pengatur suhutubuh,
sehingga suhu tubuhnya cenderungmengikuti temperatur lingkungan sekitar.Pada
lingkungan panas seekor katak akannaik suhu tubuhnya, dan pada suhulingkungan dingin
seekor katak suhutubuhnya akan turun (Team Teaching, 2014). Ikan termasuk hewan
yang bersifat poikiloterm, serta selalu membutuhkan air untuk hidupnya, karena ikan
merupakan hewan air yang mengalami kehidupan sejak lahir atau menetas dari telurnya
sampai akhir hidupnya di air. Selanjutnya dijelaskan bahwa air merupakan habitat ikan
yang erat kaitannya dengan pembentukan struktur tubuh ikan, proses pernafasan, cara
pergerakan, caramemperoleh makanan, reproduksi dansegala hal yang diperlukan bagi
ikan (Odum, 1996).

2.3 Thermoregulasi
Termoregulasi adalah proses yang terjadi pada hewan untuk mengatur suhu tubuhnya
supaya tetap konstan. Termoregulasi internal berkontribusi terhadap kemampuan hewan
untuk mempertahankan homeostasis dalam kisaran suhu tertentu. Ketika suhu internal
tubuh meningkat, proses fisiologis terpengaruh, seperti aktivitas enzim. Meskipun
aktivitas enzim awalnya meningkat seiring dengan suhu, enzim mulai mengalami
denaturasi dan kehilangan fungsinya pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 40-50 C untuk
mamalia). Ketika suhu internal tubuh menurun di bawah tingkat normal, terjadi
hipotermia dan proses fisiologis lainnya terpengaruh. Ada berbagai mekanisme
termoregulasi yang digunakan hewan untuk mengatur suhu internal tubuhnya.
Termoregulasi pada organisme berjalan sepanjang spektrum dari endotermi hingga
ektotermi. Hewan endoterm menghasilkan sebagian besar panasnya melalui proses
metabolisme, dan dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai “berdarah panas”. Hewan

8
Anonim, “Homeostasis-Thermoregulation,” LibreTexts Biology, diakses Desember 13, 2023,
https://bio.libretexts.org/Bookshelves/Introductory_and_General_Biology/Book%3A_General_Biology_(Bound
less)/33%3A_The_Animal_Body-_Basic_Form_and_Function/33.13%3A_Homeostasis_-_Thermoregulation.

5
ektotermik menggunakan sumber suhu eksternal untuk mengatur suhu tubuhnya. Hewan
ektotermik dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai “berdarah dingin” meskipun suhu
tubuh mereka sering kali berada dalam kisaran suhu yang sama dengan hewan berdarah
panas.
Pertukaran panas antara hewan dan lingkungannya dapat dilakukan melalui empat
mekanisme: radiasi, evaporasi, konveksi, dan konduksi. Radiasi adalah emisi gelombang
“panas” elektromagnetik. Panas terpancar dari matahari dan dari kulit kering dengan cara
yang sama. Saat mamalia berkeringat, penguapan menghilangkan panas dari permukaan
cairan. Arus konveksi udara menghilangkan panas dari permukaan kulit kering saat udara
melewatinya. Panas dapat dialirkan dari satu permukaan ke permukaan lainnya melalui
kontak langsung dengan permukaan tersebut, misalnya hewan yang bertumpu pada batu
yang hangat.9
Suhu merupakan salah satu faktor pendukung yang paling mumpuni di dalam segala
hal, suhu sangat berpengaruh bagi aktivitas manusia dan bahkan tubuh manusia sendiri
memerlukan suhu optimum untuk beraktifitas. Suhu tubuh adalah besaran yang
menyatakan panas atau dinginnya tubuh seseorang. Panas adalah energi termis yang
mengalir dari suatu benda ke benda lain atau dapat diartikan dari suhu yang tinggi ke
suhu yang rendah atau dapat juga merupakan ukuran suhu tubuh tanpa dan atau dengan
pengaruh lingkungan. Ada beberapa alasan mengapa suhu tubuh hewan harus
dipertahanan supaya tetap konstan. Pertama, perubahan suhu tubuh dapat mempengaruhi
konformasi protein dan enzim. Apabila aktivitas enzim terganggu, maka aktivitas sel
dalam tubuh pun akan terganggu. Dengan demikian, perubahan suhu tubuh akan
mempengaruhi kecepatan reaksi metabolism didalam sel. Kedua, perubahan suhu tubuh
berpengaruh terhadap energi kinetic yang dimiliki oleh setiap molekul zat sehingga
peningkatan suhu tubuh akan memberi peluang yang lebih besar kepada berbagai partikel
zat untuk saling bertumbukan.10

9
Ibid.
10
A’tourrohman, “TERMOREGULASI, RESPIRASI dan OSMOREGULASI Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio).”

6
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Fisiologi Hewan tentang Penyesuaian Hewan Poikiloterm pada Pisces ini
dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Desember 2023, pukul 08.00-12.00 WIB bertempat di
laboratorium biologi UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.

3.2 Bahan dan Alat


Pada praktikum ini digunakan alat yaitu akuarium, thermometer, ember plastic,
gayung, termos, timbangan, panci, kompor gas, tasbih digital (handcounter), dan
stopwatch. Bahan yang digunakan adalah Ikan Nila (Oreochromis niloticus), air, dan es
batu.

3.3 Tahapan Praktikum


Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, timbang ikan dengan
timbangan dan catat hasilnya. Masukkan air secukupnya ke dalam panci kemudian
didihkan. Siapkan akuarium yang berisi air, masukkan ikan ke dalamnya. Siapkan
stopwatch, thermometer, dan handcounter. Dalam mengukur termoregulasi pada ikan nila
dilakukan 3 perlakuan suhu. Perlakuan pertama, ikan dimasukkan pada akuarium dengan
air bersuhu normal 28C. Selama ikan berenang, dihitung pergerakkan operkulumnya
selama 1 menit dengan 3 kali ulangan. Perlakuan kedua, suhu air dinaikkan menjadi 31C,
lalu dihitung pergerakan operkulumnya selama 1 menit dengan 3 kali ulangan. Perlakuan
ketiga, suhu air diturunkan menjadi 23C, lalu dihitung pergerakan operkulumnya selama
1 menit dengan 3 kali ulangan. Semua data dicatat dalam tabel hasil pengamatan.
Pada praktikum ini 2 dari 8 anggota kelompok bertugas untuk melakukan praktikum
penyesuaian hewan poikiloterm pada pisces. Anggota yang bertugas adalah Alvi Nur
Hidayati dan Berlian Aprilaiani Anjarwati. Alvi Nur Hidayati bertugas melakukan
penghitungan gerak operkulum ikan dan melakukan pengamatan secara langsung.
Sedangkan Berlian Aprilaiani Anjarwati bertugas mengatur stopwatch, dokumentasi, dan
mencatat hasil pengamatan.
Pengukuran gerakan operkulum ikan dilakukan selama 1 menit dengan tiga kali
ulangan pada 3 suhu berbeda. Penghitungan gerakan operkulum menggunakan
handcounter, sedangkan suhu diukur menggunakan thermometer. Hasil praktikum dicatat
7
dalam tabel pengamatan yang terdiri dari tabel suhu normal, suhu panas, dan suhu dingin.
Hasil berupa angka dengan satuan suhu adalah celcius (ºC) dan satuan gerakan adalah
jumlah gerakan per menit. Data kemudian dianalisis dengan menghitung rata-rata setiap
perlakuan kemudian dibandingkan dan dibahas korelasinya dengan sistem termoregulasi
pada ikan. Analisis data dilakukan dengan menghitung rata-rata setiap perlakuan
menggunakan rumus berikut.
a. Rata-rata gerakan operkulum pada suhu normal.
n1 n2 n3
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅
3
Keterangan:
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ = rata-rata gerakan operkulum pada suhu normal
n1 = ulangan ke-1
n2 = ulangan ke-2
n3 = ulangan ke-3

b. Rata-rata gerakan operkulum ketika suhu dinaikkan.


p1 p2 p3
̅̅̅̅̅̅̅
3
Keterangan:
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ = rata-rata gerakan operkulum pada suhu normal
p1 = ulangan ke-1
p2 = ulangan ke-2
p3 = ulangan ke-3

c. Rata-rata gerakan operkulum ketika suhu diturunkan.


d1 d2 d3
̅̅̅̅̅̅̅̅
3
Keterangan:
̅̅̅̅̅̅̅̅̅̅ = rata-rata gerakan operkulum pada suhu normal
d1 = ulangan ke-1
d2 = ulangan ke-2
d3 = ulangan ke-3

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Dari pengamatan yang telah dilakukan, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1.1 Pengaruh Penurunan O dalam air.
Berat ikan 147 gram.
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Gerakan Operkulum Ketika Suhu Dinaikkan
Ulangan Suhu Normal Suhu Dinaikkan (Panas)
ke- Suhu Operkulum Suhu Operkulum
1 28ºC 86 kali/menit 31ºC 99 kali/menit
2 28ºC 91 kali/menit 31ºC 99 kali/menit
3 28ºC 88 kali/menit 31ºC 97 kali/menit
Rata-Rata 88,3 kali/menit Rata-Rata 98,3 kali/menit

A B

Gambar 4.1 Ikan dalam Akuarium (A) Suhu Normal (28ºC) (B) Suhu Panas (31ºC)
(Sumber: Dokumen Pribadi)

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh hasil bahwa rata-rata gerakan membuka dan
menutupnya operkulum ikan nila pada suhu normal (28ºC) sebesar 88,3 kali/menit.
Sedangkan ketika suhu dinaikkan menjadi 31ºC, rata-rata gerakan membuka dan
menutupnya operkulum ikan nila sebesar 98,3 kali/menit. Selisih rata-rata gerakan
operkulum antara suhu normal dan suhu panas adalah sebesar 10 gerakan. Rata-rata
gerakan operkulum pada suhu panas lebih besar dibanding ketika suhu normal.
4.1.2 Pengaruh Kenaikkan O dalam air.
Berat ikan 147 gram.

9
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Gerakan Operkulum Ketika Suhu Diturunkan
Ulangan Suhu Normal Suhu Dinaikkan (Panas)
ke- Suhu Operkulum Suhu Operkulum
1 28ºC 86 kali/menit 23ºC 72 kali/menit
2 28ºC 91 kali/menit 23ºC 72 kali/menit
3 28ºC 88 kali/menit 23ºC 71 kali/menit
71,67
Rata-Rata 88,3 kali/menit Rata-Rata
kali/menit

A B

Gambar 4.1 Ikan dalam Akuarium (A) Suhu Normal (28ºC) (B) Suhu Dingin (23ºC)
(Sumber: Dokumen Pribadi)

Berdasarkan tabel 4.2 diperoleh hasil bahwa rata-rata gerakan membuka dan
menutupnya operkulum ikan nila pada suhu normal (28ºC) sebesar 88,3 kali/menit.
Sedangkan ketika suhu diturunkan menjadi 23ºC, rata-rata gerakan membuka dan
menutupnya operkulum ikan nila sebesar 71,67 kali/menit. Selisih rata-rata gerakan
operkulum antara suhu normal dan suhu panas adalah sebesar ± 16 gerakan. Rata-rata
gerakan operkulum pada suhu normal lebih besar dibanding ketika suhu diturunkan.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil bahwa suhu lingkungan memengaruhi
metabolisme tubuh ikan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pergerakkan operkulumnya.
Pada suhu normal terlihat perubahan gerakan operkulum tiap menitnya yaitu 86, 91, dan
88. Pada percobaan ini, walaupun frekuensi gerakan operkulum berubah dari menit satu
ke menit kedua, tetapi perubahannya sangat sedikit maka dapat dikatakan konstan.
Apabila dikaitkan dengan aktivitas metabolisme dalam tubuh, maka ketika ikan berada
pada suhu normal aktivitas metabolisme ikan tersebut juga normal sehingga respirasinya
pun berjalan dengan baik. Selain itu, pada suhu normal molekul air bergerak secara

10
normal dan kandungan oksigen (O2 ) terlarut juga dalam keadaan normal (seimbang). Ikan
nila beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki kandungan oksigen (O2 ) yang cukup
sehingga respirasi ikan nila berjalan dengan normal pula ditandai dengan frekuensi
gerakan operkulum ikan tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Rizkiya, Dkk. (2018) yang menyatakan bahwa laju respirasi pada ikan juga menyesuaikan
buka tutup operkulumnya terhadap suhu lingkungannya.
Perlakuan kedua, suhu air dinaikkan menjadi 31ºC. Dalam hal ini gerakan operkulum
ikan semakin meningkat jumlahnya. Ketika suhu dinaikkan terlihat perubahan gerakan
operkulum tiap menitnya yaitu 99, 99, dan 97. Gerakan operkulum ikan nila dari menit
pertama ke menit kedua mengalami perubahan, tetapi hanya sedikit sehingga dapat
dianggap konstan. Gerakan operkulum yang lebih cepat dibandingkan dengan gerakan
operkulum pada suhu normal terjadi karena aktivitas metabolisme dalam tubuh ikan
meningkat, maka respirasinya pun berjalan dengan cepat karena kebutuhan oksigennya
meningkat. Selain itu pada suhu yang tinggi, gerakan molekul airnya cenderung lebih
cepat sehingga kandungan oksigen (O2 ) terlarutnya rendah. Hal tersebut akan membuat
ikan cenderung beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki kandungan oksigen (O2 )
rendah. Sehingga ikan nila akan berusaha untuk tetap memenuhi kebutuhan oksigen, yaitu
dengan bernapas lebih cepat ditandai dengan semakin cepatnya gerakan operkulum pada
ikan nila. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriah, Dkk. (2012),
yang menunjukkan bahwa semakin dinaikan suhunya, ikan semakin bergerak aktif dan
juga resperasinya cepat sehingga gerakan membuka dan menutupnya mulut ikan sangat
cepat. Pada saat suhu dinaikkan jumlah kandungan oksigen yang terlarut didalam air itu
sangat sedikit sehingga menyebabkan proses respirasi pada ikan berlangsung sangat cepat
dan pergerakkannya bersifat sangat aktif. 11
Pada perlakuan ketiga dengan suhu lebih rendah, yakni sebesar 23ºC. Gerakan
operkulum pada menit pertama 72 hingga pada menit ke 3 mencapai 71. Hal ini terjadi
karena aktivitas metabolisme dalam tubuh ikan lambat, maka respirasinya pun berjalan
dengan lambat karena kebutuhan O2 menurun. Selain itu pada suhu yang rendah, gerakan
molekul airnya lambat sehingga kandungan oksigen (O2 ) terlarutnya tinggi. Hal tersebut
akan membuat ikan cenderung beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki kandungan
oksigen (O2 ) terlarut tinggi. Sehingga dengan bernapas lambat pun, ikan nila tersebut
masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
11
Aida Fitriah et al., “Laporan Praktikum Penyesuaian Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan”
(2012).

11
dilakukan oleh Fitriah, Dkk. (2012), yang menunjukkan bahwa pada saat suhu
diturunkan, ikan semakin pasif, pergerakan tubuhnya sangat lambat, dan proses
respirasinya juga sangat lambat sehingga gerakan membuka dan menutupnya mulut ikan
sangat lambat. Pada saat suhu diturunkan jumlah kandungan oksigen yang terlarut dalam
air itu sangat tinggi sehingga menyebabkan proses respirasi pada ikan berlangsung sangat
lambat dan pergerakkan ikan pun sangat pasif.12

12
Ibid.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa ikan nila melakukan termoregulasi
sebagai akibat dari perubahan suhu lingkungan. Pada suhu dingin, gerakan operkulum
ikan nila semakin rendah. Hal ini terjadi karena aktivitas metabolisme dalam tubuh ikan
lambat, maka respirasinya pun berjalan dengan lambat karena kebutuhan O2 menurun.
Sedangkan pada suhu tinggi, gerakan operkulum ikan akan semakin cepat dan tingkah
laku ikan menjadi sangat agresif. Gerakan operkulum yang lebih cepat dibandingkan
dengan gerakan operkulum pada suhu normal terjadi karena aktivitas metabolisme dalam
tubuh ikan meningkat, maka respirasinya pun berjalan dengan cepat karena kebutuhan
oksigennya meningkat.

5.2 Saran
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disarankan untuk lebih teliti
dalam melihat gerakan operkulum ikan nila. Pastikan handcounter berfungsi normal dan
telah direset sebelum penghitungan selanjutnya. Hindari menuangkan air panas tepat pada
tubuh ikan, tuangkan secara perlahan di area yang jauh dari ikan. Pastikan untuk menjaga
keamanan diri sendiri dan sekitar saat melakukan praktikum ini. Sebagai upaya lanjutan,
penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk menyelidiki mekanisme termoregulasi yang
lebih rinci dan implikasinya terhadap kesehatan dan keseimbangan ekosistem akuatik.
Pemahaman mendalam tentang adaptasi hewan poikiloterm seperti ikan nila tidak hanya
memiliki nilai ilmiah, tetapi juga memiliki dampak penting dalam pengelolaan sumber
daya perairan dan pelestarian lingkungan hidup.

13
DAFTAR PUSTAKA

A’tourrohman, Muhammad. “TERMOREGULASI, RESPIRASI dan OSMOREGULASI


Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio).” Praktikum Fisiologi Hewan (2019): 1–9.
Alfira, Evi. “PENGARUH LAMA PERENDAMAN PADA HORMON TIROKSIN
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN
NILA (Oreochromis niloticus).” Skripsi (2015): 1–42.
Andri, Martinus. “Produksi Ikan Nila Merah (Orechromis niloticus) Jantan Menggunakan
Madu Lebah Hutan.” Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2013.
Anonim. “Homeostasis-Thermoregulation.” LibreTexts Biology. Diakses Desember 13, 2023.
https://bio.libretexts.org/Bookshelves/Introductory_and_General_Biology/Book%3A_G
eneral_Biology_(Boundless)/33%3A_The_Animal_Body-
_Basic_Form_and_Function/33.13%3A_Homeostasis_-_Thermoregulation.
Fajar, Muhammad Thoifur Ibnu. “PENGARUH PERUBAHAN SUHU TERHADAP
TINGKAH LAKU IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO).” Cermin: Jurnal Penelitian 5,
no. 1 (2021): 183–193.
Fitriah, Aida, Musliyadi, Qumillailah, dan Izkar Sobhah. “Laporan Praktikum Penyesuaian
Hewan Poikilotermik Terhadap Oksigen Lingkungan” (2012).
Lestari, Sri. “PENGARUH PENAMBAHAN SERBUK DAUN TANAMAN KAYU MANIS
(Cinnamomum burmannii) PADA PAKAN TERHADAP PROFIL DARAH (KADAR
HEMATOKRIT, KADAR HEMOGLOBIN, TOTAL LEUKOSIT DAN TOTAL
ERITROSIT) IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG DIINFEKSI Streptococcus
agalactiae.” Universitas Muhammadiyah Gresik, 2018.
Sugiharto. Diktat Fisiologi Lingkungan Peternakan, 2021.
Utami, Nawni Sri. “Penggunaan Bawang Putih Untuk Meningkatkan Imunitas Ikan Nila.”
Jurnal Universitas Muhammadyiyah Purwokerto, no. 2009 (2015): 6–23.

14

Anda mungkin juga menyukai