Anda di halaman 1dari 28

Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air I

RESPON ORGANISME AQUATIK TERHADAP PENGARUH


SUHU PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

RIVA REGINA NABILAH

4443200048

III C

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN FAKULTAS


PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan nila adalah salah satu jenis ikan air tawar dengan laju pertumbuhan
yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya. Jika tingkat
produktivitas ikan tinggi, ikan nila dapat mencapai bobot tubuh yang jauh lebih
besar. Oleh karena itu, ikan nila merupakan termasuk kedalam jenis ikan yang
populer di kalangan masyarakat (Aliyas et al. 2016).

Arifin (2016), menambahkan bahwa ikan ini banyak dikembangkan dan


dibudidayakan oleh petani pembesar di Indonesia karena memiliki bentuk yang
hampir menyerupai ikan kakap merah, dan rasa dagingnya pun tidak jauh berbeda
dengan ikan kakap merah. Ikan ini juga sering dijadikan ikan hias karena memiliki
warna yang menarik. Ikan nila merah (Oreochromis sp.) menjadi salah satu
komoditas peluang ekspor dan mulai merambah pasaran luar negeri khususnya
Singapura dan Jepang. Nila merah juga dapat tumbuh cepat di perairan payau, tak
kalah dengan kerabatnya yang dibudidayakan di perairan tawar. Ikan nila merah
yang saat ini banyak dikembangkan di Indonesia merupakan ikan nila tetrahibri
yang merupakan hasil persilangan empat spesies yang berbeda dari genus
Oreochromis, yaitu Oreochromis mossambicus (Mujair), Oreochromis niloticus
(ikan nila), Oreochromis hornorum, dan Oreochromis aureus.

Hasim et al. (2015), menambahkan bahwa Ikan nila mempunyai nilai


ekonomis yang tinggi dan nilai gizi yang tinggi pula. Habitat ikan nila adalah air
tawar, seperti sungai, danau, waduk dan rawa-rawa, tetapi karena toleransinya
yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di
air payau dan laut. Salinitas yang cocok untuk nila adalah 0–35 ppt (part per
thousand), namun salinitas yang memungkinkan nila tumbuh optimal adalah 0–30
ppt. Ikan nila masih dapat hidup pada salinitas 31–35 ppt, tetapi pertumbuhannya
lambat. Salinitas sendiri merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi laju pertumbuhan dan konsumsi pakan
1.2 Tujuan

Praktikum respon organisme akuatik terhadap variabel lingkungan


bertujuan untuk mendeskripsikan respon organisme akuatik terhadap perubahan
suhu dan menentukan kisaran toleransi organisme akuatik terhadap perubahan
suhu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengaruh Suhu Terhadap Organisme Akuatik


Shinta et al. (2016), menyatakan bahwa kenaikan suhu akan
mengakibatkan penurunan jumlah oksigen terlarut di dalam air. Kenaikan suhu
akan meningkatkan kecepatan reaksi kimia dan dapat menyebabkan ikan dan biota
air lainnya mengalami kematian apabila suhu melampaui batas suhu tertentu.
Kisaran suhu yang baik untuk pertumbuhan dan daya hidup ikan nila adalah 28°C-
32°C. Apabila perubahan suhu dibawah 28°C atau diatas 32°C maka dapat
menyebabkan ikan mengalami stress yang biasanya diikuti menurunnya daya
cerna. Neviaty (2015), menyatakan bahwa suhu tinggi memang dapat mematikan
ikan, apabila ikan tidak mati di suhu tinggi, maka dapat menyebabkan gangguan
status kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stress yang ditandai tubuh lemah,
kurus, dan tingkah laku abnormal. Sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan
menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogem akibat melemahnya
sistem imun. Pada dasarnya suhu rendah memungkikan air mengandung oksigen
lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan stress pernafasan pada ikan berupa
penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan
pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.

Wahyurini (2012), menyatakan bahwa ikan adalah binatang yang bersifat


poikilothermik (suhu tubuh sangat dipengaruhi suhu massa air sekitarnya). Suhu
badannya sama atau ± 0,5°C dari suhu air. Sehingga metaboliknya berkorelasi
dengan suhu air. Itulah sebabnya suhu akan mengontrol laju metabolik dan tingkat
kelarutan gas.

Aliza (2013), menyatakan bahwa kepekaan ikan terhadap perubahan suhu


lingkungan, dikarenakan ikan merupakan hewan poikilotermal, sehingga suhu
lingkungan dapat berpengaruh langsung pada perubahan fisiologis ikan.
Perubahan fisiologis ikan dapat diamati melalui perhitungan frekuensi gerakan
mulut dan sirip ikan. Gerakan mulut ikan merupakan respon dari fisiologis
ikan dalam proses
respirasi dan proses pencernaan. Dalam waktu yang konstan, gerakan mulut ikan
akan berbanding lurus dengan gerakan ikan.

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan air tawar dari luar
Indonesia, ikan nila ini berasal dari Afrika, bagian Timur di sungai Nil, danau

Tangayika, dan Kenya lalu dibawa ke Eropa, Amerika, Negara Timur


Tengah dan Asia.

Adapun klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) (Lukman et al. 2014).

yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Perciformes

Familia : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus


Secara morfologi ikan nila menurut Lukman et al. (2014), yaitu lebar
badan ikan nila umumnya sepertiga dari panjang badannya. Bentuk tubuhnya
memanjang dan ramping, sisik ikan nila relatif besar, matanya menonjol dan besar
dengan tepi berwarna putih. Ikan nila mempunyai lima buah sirip yang berada di
punggung, dada, perut, anus, dan ekor. Pada sirip dubur (anal fin) memiliki 3 jari-
jari keras dan 9-11 jari-jari sirip lemah. Sirip ekornya (caudal fin) memiliki 2 jari-
jari lemah mengeras dan 16-18 jari-jari sirip lemah. Sirip punggung (dorsal fin)
memiliki 17 jari-jari sirip keras dan 13 jari-jari sirip lemah. Sementara sirip
dadanya (pectoral fin) memiliki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah.
Sirip perut (ventral fin) memilki 1 jari-jari sirip keras dan 5 jari-jari sirip lemah.

Ikan nila memiliki sisik cycloid yang menutupi seluruh tubuhnya. Nila
jantan mempunyai bentuk tubuh membulat dan agak pendek dibandingkan dengan
nila betina. Warna ikan nila jantan umumnya lebih cerah dibandingkan dengan
betina. Pada bagian anus ikan nila jantan terdapat alat kelamin yang memanjang
dan terlihat cerah. Alat kelamin ini semakin cerah ketika telah dewasa atau
matang gonad dan siap membuahi telur. Sementara itu, warna sisik ikan nila
betina sedikit kusam dan bentuk tubuh agak memanjang. Pada bagian anus ikan
nila betina terdapat dua tonjolan membulat. Satu merupakan saluran keluarnya
telur dan yang satunya lagi saluran pembuangan kotoran. Ikan nila mencapai masa
dewasa pada umur 4 sampai 5 bulan. Induk betina bertelur 1.000 sampai 2.000
butir. Setelah telur dibuahi oleh induk, telur akan dierami dimulut induk betina
hingga menjadi larva (Lukman et al. 2014).

2.3 Suhu
Neviaty (2015), menyatakan bahwa suhu merupakan parameter
oseoanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan
dan sumber hayati laut. Hampir semua populasi ikan yang hidup dilaut
mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya. Dengan mengetahui suhu
optimum dari suatu species ikan, maka kita dapat menduga keberadaan kelompok
ikan, yang dapat digunakan untuk tujuan perikanan seperti penangkapan ikan.
Selain itu, sebagian
besar biota laut juga memiliki sifat poikilometrik (suhu tubuh dipengaruhi
lingkungan), sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting
dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.

Meilinda et al. (2018), menyatakan jika suhu semakin tinggi dalam suatu
perairan, maka kelarutan oksigen akan semakin rendah, dan daya racun semakin
tinggi. Kenaikan suhu air kolam ikan nila pada siang hari dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan, cuaca, dan angin. Intensitas cahaya matahari yang masuk ke
dalam permukaan dapat menyebabkan terjadinya perubahan suhu pada pagi dan
siang hari.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Fisiologi Hewan Air tentang Respon Organisme Akuatik
Terhadap Variabel Lingkungan (suhu) Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
dilaksanakan pada hari Minggu Tanggal 19 September 2021 pukul 10.00 WIB di
Laboraturium Budidaya Perikanan Program Studi Ilmu Perikanan Fakultas
Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan

Pada praktikum kali ini alat yang digunakan, yaitu Akuarium cukup air 10
liter sebanyak 3 buah, Batu Aerasi sebanyak 3 buah, Keran Aerasi sebanyak 3
buah, Selang menyesuaikan, Saringan ikan sebanyak 1 buah, Es Batu secukupnya,
Kamera sebanyak 1 buah, Lap atau tissue secukupnya, Bak dan Ember sebanyak 3
buah tiap kelompok, DO meter sebanyak 1 buah, pH sebanyak 1 buah,
Termometer sebanyak 1 buah, Kertas label sebanyak 1 pak, dan Timbangan
analitik dengan ketelitian 0,0001 gram sebanyak 1 buah.

Pada praktikum kali ini bahan yang digunakan meliputi : Kelompok 3


yaitu Ikan Nila dengan panjang 5-7 cm sebanyak 29 ekor.

3.3 Metode Percobaan

Metode percobaan yang digunakan yaitu metode rancangan acak lengkap


merupakan rangcangan percobaan jika kondisi unit percobaan yang digunakan
relative homogen. Jika variable luar tidak diketahui, atau bila berpengaruh
variable ini sengaja tidak terkontrol terhadap variasi subjek adalah sangat kecil.
Metode percobaan praktikum menggunakan 3 perlakuan meliputi normal,
dingin, panas
dengan pemberian ikan di setiap perlakuan berbeda banyak jumlah ikan. Di
akuarium pertama, kedua, dan ketiga diisi dengan masing-masing 5 ikan di setiap
sekat perakuarium.

Tabel 1 . Hasil Pengamatan Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

ULANGAN
PERLAKUAN 1 2 TOTAL
Dingin 4 3 7
Panas 0 0 0
Normal 0 0 0
Keterangan : 1. : Ulangan ke-1

2. : Ulangan ke-2

Dingin, Panas dan Normal : Perlakuan ke 1, 2 dan 3

3.4 Metode Analisa

Data yang dianalisis secara statistik dengan ANOVA untuk mengetahui


ada tidaknya perbedaan dari perlakuan yang diberikan. Data yang diperoleh
dianalisis ragam menggunakan Rancangan Acak Lengkap.

Tabel 2. ANOVA Ms. Excel

Anova: Single Factor

SUMMARY
Su Averag Varian
Groups Count m E ce
Row 1 2 0 0 0
Row 2 2 7 3,5 0,5
Row 3 2 0 0 0
ANOVA
Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Between 16,3333 8,16666 0,00511 9,55209
Groups 3 2 7 49 9 4
Within 0,16666
Groups 0,5 3 7

16,8333
Total 3 5

Tabel 3. ANOVA manual

F F
SK DB JK KTP
Hitung Tabel
Perlakuan 2 0,167 0,083 0,010 9,55
Galat 3 24,833 8.277
Total 5 25
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan kegiatan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat


diperoleh hasil sebagai berikut :

Grafik Perlakuan Hubungan dengan SR


(Ulangan 1)
250%
200%
150%
100%
50%
0%
1 2 3 4 5 6

kontrol dingin hangat


Grafik 1. Hubungan Perlakuan dan SR ulangan 1

Grafik Perlakuan Hubungan dengan SR


(Ulangan 2)
300%
250%
200%
150%
100%
50%
0%
1 2 3 4 5 6

kontrol dingin hangat


Grafik 2. Hubungan Perlakuan dan SR ulangan 2

Pada grafik 1 dan 2 ini merupakan gambaran hubungan atau keterkaitan


anatara perlakuan dan SR ( Survival Rate ) pada ualang satu maupun ulangan dua.
Garis yang vertical menggambarakan nilai SR. Pada grafik nilai SR dimulai dari
0%-100%. Sedangankan yang horizontal merupakan nilai waktu tiap 5 menit.
Selain itu pada grafik pula ada tiga taraf perlakuan. Pertama ialah
pertakuan control dengan ditandai warna biru. Warna orange melambangkan
perlakuan suhu rendah dan warna abu-abu menunjakan traf perlakuan suhu tinggi.
Jika dilihat dari gambar grafik hubungan perlakuan dan SR ulangan 1
menggambarkan bahwa tiap 5 menit, pada suhu control, dan suhu tinggi tingkat
bertahan hidup ikan Nila sangat kuat. Dimana ikan 100% masih bertahan kedua
perlakuan dan waktu tersebut. Akan tetapi pada perlakuan suhu rendah tingkat
bertahan hidup ikan menurun di waktu ke 5 atau menit terakhir pengamatan. Nilai
SR dimenit terakir atau ke 6 pada perlakuan suhu rendah ditunjukan dengan nilai
20%-40%.

Berikut adalah grafik terkait Hubungan perlakuan dan bobot relatif :


Grafik 3. Hubungan perlakuan dan bobot relatif ulangan 1

Grafik hubungan perlakuan dan bobot relatif


(ulangan 2)
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
1 2 3 4 5 6

kontrol dingin hangat

Grafik 4. Hubungan perlakuan dan bobot relatif ulangan 2

Grafik ini merupakan gambaran hubungan atau keterkaitan anatara


perlakuan dan bobot relatif pada ulangan satu maupun ulangan dua. Garis yang
vertical menunjukkan nilai bobot relatif. Pada grafik nilai bobot relatif ulangan 1
dimulai dari 0-3, pada grafik nilai bobot relatif ulangan 2 dimulai dari 0-0,3.
Sedangankan yang horizontal merupakan nilai waktu tiap 5 menit.
Selain itu pada grafik pula ada tiga taraf perlakuan. Pertama ialah
pertakuan control dengan ditandai warna biru. Warna orange melambangkan
perlakuan suhu rendah dan warna abu-abu menunjukan taraf perlakuan suhu
tinggi.
Dengan melihat gambar grafik tersebut didapatkan bahwa nilai bobot
relatif diulangan pertama baik dari perlakuan control, rendah, dan tinggi serta
dengan waktu per 5 menit didapatkan bahwa nilainya adalah tetap. Dengan
gambaran garis lurus melintang.
Berikut adalah grafik terkait Hubungan perlakuan dan laju kematian ikan :

Grafik hubungan perlakuan dengan laju kematian ikan


(ulangan 1)
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6

kontrol dingin hangat


Grafik 5. Hubungan perlakuan dan laju kematian ikan ulangan 1

Grafik hubungan perlakuan dengan laju kematian ikan


(ulangan 2)
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6

kontrol dingin hangat


Grafik 6. Hubungan perlakuan dan laju kematian ikan ulangan 2

Pada grafik ini merupakan gambaran hubungan atau keterkaitan anatara


hubungan perlakuan dan laju kematian ikan pada ulangan satu maupun ulangan
dua.
Pada grafik ada tiga taraf perlakuan. Pertama ialah pertakuan kontrol dengan
ditandai warna biru. Warna orange melambangkan perlakuan suhu rendah dan
warna abu-abu menunjakan traf perlakuan suhu tinggi.
Terlihat pada grafik ulangan 1 pada waktu ke-5 itu terjadi saat pukul 12.19
WIB sebanyak 4 ekor ikan mengalami kematian pada perlakuan suhu rendah dan
terlihat pula pada grafik ulangan dua pada waktu ke-6 itu terjadi saat pukul 12.24
WIB sebanyak 3 ekor ikan mengalami kematian.

Berikut adalah grafik terkait Hubungan waktu dan laju kematian ikan :

Grafik hubungan waktu dengan laju kematian ikan (ulangan


1)
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
1 2 3 4 5 6

kontrol dingin hangat

Grafik 7. Hubungan waktu dan laju kematian ikan Ulangan 1

Grafik hubungan waktu dengan laju kematian


ikan (ulangan 2)
0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
1 2 3 4 5 6

kontrol dingin hangat

Grafik 8. Hubungan waktu dan laju kematian ikan Ulangan 2


Pada grafik ini merupakan gambaran hubungan atau keterkaitan anatara
hubungan waktu dan laju kematian ikan pada ulangan satu maupun ulangan dua.
Pada grafik ada tiga taraf perlakuan. Pertama ialah pertakuan kontrol dengan
ditandai warna biru. Warna orange melambangkan perlakuan suhu rendah dan
warna abu-abu menunjakan traf perlakuan suhu tinggi. Terlihat pada grafik
ulangan 1 pada waktu ke-5 itu terjadi saat pukul 12.19 WIB sebanyak 4 ekor ikan
mengalami kematian pada perlakuan suhu rendah dan terlihat pula pada grafik
ulangan dua pada waktu ke-6 itu terjadi saat pukul 12.24 WIB sebanyak 3 ekor
ikan mengalami kematian

Tabel 4. Tingkah Laku dan pergerakan operculum pada pengulangan ke-1

Gerakan
Waktu Respon (
Suhu DO Operkulu
(5meni Tingkah
No. Perlakuan (°C) (mg/ pH m dalam 1
t) Laku )
) Menit
Suhu
1 13.46 30 5,7 8,17 Aktif 151
normal
Suhu
2 13.51 30 6,7 8,21 Aktif 153
normal
Suhu
3 13.56 30 7,7 8,12 Aktif 154
normal
Suhu
4 14.01 30 7,3 8,21 Aktif 182
normal
Suhu 14.06 30 7,1 8,21 Aktif 170
5
Normal
Suhu 14.11 30 7,3 8,13 Aktif 124
6
normal
Penurunan
7 11.59 25 20 8,67 Pasif 138
suhu
Penurunan
8 12.04 20 13,4 8,7 Pasif 104
suhu
Penurunan
9 12.09 18 6,4 8,9 Pasif 110
suhu
Penurunan
10 12.14 14 6,4 8,6 Diam 48
suhu
Penurunan 12.19 13 6,3 8,53 Diam 43
11
suhu
Penurunan 12.24 10 6,2 8,45 Diam 18
12
suhu
13 Peningkat
12.37 30 8,4 9 Aktif 160
an suhu
14 Peningkat
12.42 45 8,3 8,09 Aktif 163
an suhu
15 Peningkat
12.47 35 6,5 8,26 Aktif 157
an suhu
16 Peningkat
13.00 35 5,7 8,26 Aktif 165
an suhu
17 Peningkat 13.05 35 6,1 8,63 Aktif 156

an suhu
18 Peningkat 13.10 35 5,8 8,82 Aktif 163

an suhu
Tabel 5. Tingkah Laku dan pergerakan Operculum pada Pengulangan
ke 2
Gerakan
Waktu Respon (
Suhu DO Operkulu
(5 Tingkah
No. Perlakuan (°C) ( mg/ pH m dalam 1
menit ) Laku )
L) Menit
Suhu
1 13.46 30 5,8 8 Aktif 162
normal
Suhu
2 13.51 30 6,8 8,2 Aktif 174
normal 2
Suhu
3 13.56 30 7,1 8,1 Aktif 162
normal 0
Suhu
4 14.01 30 7 8,2 Aktif 133
normal 1
Suhu 14.06 30 5,5 8,1 Aktif 162
5
Normal 4
Suhu 14.11 30 7,1 8,0 Aktif 175
6
normal 8
Penurunan
7 11.59 25 14,6 8,6 Aktif 106
suhu 6
Penurunan
8 12.04 20 10,5 8,8 Aktif 104
suhu 9
Penurunan
9 12.09 17 7,5 8,7 Pasif 83
suhu
Penurunan
10 12.14 15 6,5 8,5 Pasif 61
suhu
Penurunan 12.19 13 6,3 8,8 Diam 43
11
suhu 5
Penurunan 12.24 10 6,3 8,3 Diam 16
12
suhu 8
13 Peningkat
12.37 30 7,5 9,1 Aktif 106
an suhu 0
14 Peningkat
12.42 45 7,4 9,1 Aktif 110
an suhu 0
15 Peningkat
12.47 35 6,5 8,2 Aktif 126
an suhu 4
16 Peningkat
13.00 35 5,7 8,2 Aktif 110
an suhu 4
17 Peningkat 13.05 35 6,1 8,6 Aktif 120

an suhu 3
18 Peningkat 13.10 35 5,8 8,8 Aktif 136

an suhu 2

Berdasarkan hasil tabel diatas menjelaskan bahwa tingkah laku


ikan nila (Oreochromis niloticus) setiap jamnya memiliki tingkah laku
yang berbeda-beda. Pada ulangan pertama di setiap perlakuan Suhu dapat
mempengaruhi laju kematian ikan nila. Data hasil pengukuran suhu yang
dilakukan pengamatan didapatkan nilai rata-rata suhu air yaitu pada
perlakuan terkontrol ulangan 1 dan 2 sebesar 30°C, pada perlakuan dingin
ulangan 1 dan 2 yaitu pada 16,6°C, pada perlakuan hangat ulangan 1 dan 2
sebesar 35,5°C.
Pada setiap perlakuan dan setiap ulangan di atas, dapat dikatakan
pH air dari hasil pengamatan tersebut rata-rata adalah 8. Menurut Kordi
dan Tancung (2007), menyatakan bahwa dalam budidaya pada pH 5 masih
dapat ditolerir oleh ikan tapi pertumbuhan ikan akan terhambat. Namun
ikan dapat mengalami pertumbuhan yang optimal pada pH 6,5-9,0. Selama
penelitian nilai pH pada perlakuan berkisar antar 6,6 - 7,4 nilai ini masih
dapat ditolerir oleh ikan Nila (Gunadi et. al.,2016)
Pada setiap perlakuan dan setiap ulangan berdasarkan hasil tabel di
atas bahwa selama pengamatan didapatkan DO atau oksigen terlarut dalam
air itu menunjukkan rata-rata 6 mg/l.Perlakuan ikan saat pengamatan pada
perlakuan suhu rendah bias terlihat bahwa gerakan ikan mulai melambat
dan juga pasif di dasar perairan, gerakan operculum pun semakin dingin
semakin melemah. Berbanding terbalik dengan perlakuan suhu hangat,
pada perlakuan suhu hangat ikan terlihat sangat aktif bergerak dan gerakan
operculum pun cenderung lebih cepat
Menurut Kelabora (2010) suhu air yang tinggi dapat
mengakibatkan sebagian besar energi yang tersimpan dalam tubuh ikan
digunakan untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan yang kurang
mendukung, sehingga dapat merusak sistem metabolisme atau pertukaran
zat. Oleh sebab itu, ketika suhu dibawah optimum maupun diatas optimum
pertumbuhan ikan termasuk lambat, disebabkan oleh konsumsi pakan yang
relatif rendah.
Menurut Affandi dan Tang (2017) peningkatan suhu air pada batas
tertentu dapat merangsang proses metabolisme ikan dan meningkatkan laju
konsumsi pakan sehingga mempercepat pertumbuhan Kelulushidupan ikan
sangat bergantung pada daya adaptasi ikan terhadap makanan, lingkungan,
status kesahatan ikan padat tebar, dan kualitas air yang cukup mendukung
pertumbuhan
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum dapat disimpulkan bahwa Faktor penting
yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan selain pakan
adalah kualitas air terutama suhu. Karena suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan nafsu makan ikan. Suhu dapat mempengaruhi aktivitas penting ikan seperti
pernapasan, pertumbuhan dan reproduksi. Suhu yang tinggi dapat mengurangi
oksigen terlarut dan mempengaruhi selera makan ikan (Kelabora, 2010).
Perubahan suhu yang tidak stabil mempengaruhi aktivitas ikan. Meskipun ikan
dapat beraklimatisasi pada suhu yang relatif tinggi, tetapi pada suatu derajat
tertentu kenaikan suhu dapat menyebabkan kematian ikan. Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dapat hidup pada suhu keadaan normal. Pada suhu <20°C
ikan nila mengalami kematian pada waktu ke 5 dan 6. Dan pada suhu >40°C ikan
nila tidak akan bertahan hidup dengan lama.

5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum kali ini tim praktikan harus lebih teliti lagi dan
dan paham terkait prosedur pengerjaan pada saat praktikum agar tidak bingung
saat membuat laporan praktiku
DAFTAR PUSTAKA

Affandi , R. dan U.M. Tang. 2017. Fisiologi Hewan Air. Intimedia Malang.
213 hlm
Aliyas, A., Ndobe, S., dan Ya’al, Z.R. 2016. Pertumbuhan dan kelangsungan
hidup ikan nila (Oreochromis sp.) yang dipelihara pada media bersalinitas.
Jurnal Sains dan Teknologi Tadulako, 5(1):19-27
Arifin, M.Y. 2016 . Pertumbuhan dan Survival Rate Ikan Nila (Oreochromis Sp)
Strain Merah dan Strain Hitam Yang Dipelihara Pada Media
Bersalinitas. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi. Vol 16(1): 159-
166.
Gunadi, B., lamanto dan A. Robisalmi. 2016. Analisis Pertumbuhan Benih Ikan
Srikandi (Oreochromis aureus x niloticus) pada Pemeliharaan di Kolam
Tembok dan Kolam Tanah di Air Tawar. Balai Penelitian Pemuliaan Ikan
Hasim,. Tuiyo, R., dan Rahim, T. 2015. Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap
Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah
(Oreochromis Niloticus) di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo. Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 3(1).
Kelabora, D.M. 2010.Pengaruh Suhu terhadap Kelangsungan Hidup dan
Pertumbuhan Larva Ikan Mas (Cyprinus carpio). Jurnal Berkala
Perikanan Terubuk. 38(1): 71 – 81
Lukman., Mulyana., Mumpuni, F.S. 2014 . Efektivitas Pemberian Akar Tuba
(Derris elliptica) Terhadap Lama Waktu Kematian Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). Jurnal Pertanian. Vol 5(1): 22-31.
Prayudi, R. D., Rusliadi, R., dan Syafriadiman, S. 2015. Effect of Different Salinity
on Growth and Survival Rate of Nile Tilapia (Oreochromis Niloticus)
(Doctoral dissertation, Riau University).
Singh, R. (2011). Hybrid membrane system for water purification. Nevada:
Technology books.
Sobirin, M., Soegianto, A., dan Irawan, B. 2014. Pengaruh Beberapa Salinitas
terhadap Osmoregulasi Ikan Nila (Oreochormis niloticus). Jurnal
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 46.
Yulan, A., dan Gemaputri, A. A. 2013. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan
Nila Gift (Oreochromis Niloticus) pada Salinitas yang Berbeda. Jurnal
Perikanan Universitas Gadjah Mada, 15(2), 78-82.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi

(Gambar 1. Pengamatan respon Ikan)

(Gambar 2. Pengamatan Operkulum Ikan)

(Gambar 3. Pengukuran Bobot Ikan)


(Gambar 4. Pengukuran suhu)

(Gambar 5. Pengukuran pH air)

(Gambar 6. Pengukuran DO (Oksigen Terlarut))


Lampiran 2. Hasil Perhitungan Anova Manual

F- F-
SK DB JK KTP Hitung Tabel
Perlakuan 2 0.167 0.083 0.01 9.55
Galat 3 24.833 8.277
Total 5 25

T=3r=2
DBP = t-1
= 3-1
=2
DBS = t(r-1)
= 3(2-1)
=3
DBS = t(r-1)
= 3(2-1)
=3
DBT = t.r-1
= 3.2-1
=5
(7) 49
FK = (𝑌..)2 = 2= = 8.166
𝑡×𝑟 6 6

JKT = ∑ 𝑌𝑖 𝐽2 - FK
= (0)2 + (0)2 + (4)2 + (3)2 + (0)2 + (0)2 = 25

JKP = Σ𝒀𝒊
𝒓
+3
= 42 2 − 8.166 = 0.167
3

JKG = JKT - JKP


= 25-0.167=24.833

KTS = 𝐽𝐾𝑆
𝐷𝐵𝑆
= 24.833
= 8.277
3

KTP = 𝐽𝐾𝑃
𝐷𝐵𝑃
= 0.167 = 0.083
2

F-hitung = 𝐾𝑇𝑃
𝐾𝑇𝑆
= 0.083 = 0.010
8.277
F-tabel = 9.55

Anda mungkin juga menyukai