Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Hajar (2011), pemanfaatan tingkah laku ikan dalam teknologi
penangkapan merupakan fundamental pengetahuan yang harus dimiliki dalam
melahirkan konsep, strategi, desain, metode, dan teknologi penangkapan ikan
untuk memperoleh hasil dan target tangkapan yang optimal dan berkelanjutan.
Pendekatan tingkah laku ikan (fish behaviour approach) memberikan
pemahaman dan pengetahuan terhadap respon ekologis (Behavioural ecology),
tempat hidup (habitat/niche), pola hidup (life style), gerombolan ikan (schooling
fish), strategi dan cara makan (feeding strategy and behavior), respon terhadap
alat tangkap (fish behaviour in fishing gear), dan respon terhadap perubahan
lingkungan (life in a fluctuating environment). Pengukuran karakteristik daerah
penangkapan ikan, meliputi suhu, salinitas, kecepatan dan arah arus, pasang
surut, tinggi & panjang gelombang, warna perairan, substrat dasar, kedalaman
perairan, dan tipologi kelandaian dasar laut. Kecepatan dan arah arus akan
memberikan indikasi terhadap pola pergerakan dan alur migrasi ikan, sementara
keterkaitan suhu, salinitas, kedalaman perairan, kontur dasar, dan warna
perairan memberikan informasi perairan optimum terhadap ikan-ikan target
tangkapan yang dikehendaki.
Stres yaitu suatu keadaan saat suatu hewan tidak mampu mengatur kondisi
fisiologi yang normal karena berbagai faktor merugikan yang mempengaruhi
kondisi kesehatannya. Sehingga stres didefinisikan sebagai pengaruh segala
bentuk perubahan atau tantangan lingkungan yang mendorong homeostatic atau
proses-proses penyeimbang lainnya melebihi batas kemampuan normal segala
tingkatan organisasi biologis, spesies, populasi atau ekosistem (Ech dan Hanzen,
1978 dalam Irianto, 2005).
Beberapa faktor penyebab stres, misalnya meningkatnya suhu air dan
salinitas, bisa menyebabkan meningkatnya metabolism ikan. Faktor lain,
misalnya transportasi, dapat menyebabkan tekanan pada sistem kekebalan
menghasilkan berbagai penyebab meningkatnya penyakit dan kematian pada
biota. Oleh karena itu membutuhkan pencegahan yang berbeda (Kordi, 2009).

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 1


1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari diadakannya praktikum Tingkah Laku Ikan tentang Respon
terhadap Perubahan Suhu untuk mengetahui respon ikan terhadap berbagai
lingkungan yang ekstrim.
Tujuan dari diadakannya praktikum Tingkah Laku Ikan tentang Respon
terhadap Perubahan Suhu yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui dan
menjelaskan bagaimana respon ikan terhadap perubhana lingkungan
sekelilingnya.

1.3 Waktu dan Tempat


Praktikum Tingkah Laku Ikan tentang Respon terhadap Perubahan Suhu
dilaksanakan pada hari Senin, 7 Mei 2012 pukul 13.00 – 14.30 WIB di
Laboratorium Alat dan Teknik Penangkapan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 2


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan


Menurut Cholik et al (2005), klasifikasi ikan nila yaitu :
Phylum :Chordata
Kelas : Perciformes
Ordo :Chiclidae
Genus :Oreochromis
Spesies : Oreochomis niloticus
Ciri-ciri umum ikan nila dibandingkan dengan mujair, ikan ini penampilannya lebih
cerah, berwarna keabu-abuan dan dapat mencapai ukuran lebih besar.

Gambar 3. Ikan nila (Oreochromis niloticus), (Yunias, 2011)

Menurut Saanin (1984) dalam Anhar et al (2008), secara morfologi ikan nila
(Oreochromis niloticus) memiliki bentuk tubuh simetris bilateral, panjang dan
ramping dengan perbandingan antara panjang total dengan tinggi 3:1, mulut
terminal. Ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai lima buah sirip, yaitu sirip
punggung (dorsal fin). Sirip dada (pectoral fin), sirip perut (ventral fin). Sirip anus
(anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungmemanjang mulai dari bagian
atas tutup insang sampai bagian atas sirip ekor, sirip dada, dan sirip perut
masing masing ada sepasang dengan ukuran kecil, sirip anus hanya sebuah
dengan bentuk agak panjang, sementara sirip ekornya pun hanya ada satu buah
dengan bentuk agak panjang, sementara sirip ekornya pun hanya ada satu buah
dengan bentuk membulat (DPVAC dengan D panjang dan P pendek, posisi V
terhadap P adalah abdomen, sirip C tegak), LL lengkap tidak terputus.
Menurut Amri dan Khairuman (2003) dalam Setyo (2006), ikan nila tergolong
ikan pemakan segala (omnivora), sehingga bisa mengkonsumsi makanan,

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 3


berupa hewan dan tumbuhan, larva ikan nila makanannya adalah zooplankton
seperti Rotifera sp, Daphnia sp, serta alga atau lumut yang menempel pada
benda-benda dari habitat hidupnya.

2.2 Tingkah Laku Umum dan Tingkah Laku Khusus


Menurut Irianto (2005), ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan
kisarn tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi
pakan dan resistensi terhadap penyakit. Kisaran toleransi suhu antara spesies
ikan satu dengan lainnya berbeda, misalnya pada ikan salmonid suhu terendah
yang dapat menyebabkan kematian berada tepat di atas titik beku suhu tinggi
tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status
kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stress yang ditandai dengan tubuh
lemah, kurus dan tingkah laku abnormal. Suhu rendah, menyebabkan stres
pernafasan pada ikan berupa menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung
sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan
oksigen.
Menurut Hajar (2011), data pendukung pengamatan tingkah laku target
tangkapan dilakukan secara spesifik melalui observasi visual sederhana pada
bagian kantong alat tangkap dengan menggunakan peralatan standar selam
dasar dengan penekanan pada pendeskripsian bentuk gerombolan ikan
(schooling tim), kecenderungan arah rengan (swimming direction trend),
assonasi dan interaksi prey predator serta tingkah laku spesifik saat proses
harrling berlangsung.
Menurut Fitri (2011), pergerakan dari respon renang ikan saat mendekati
umpan yaitu dimulai dengan gerak maju menuju sekat transparan. Kemudian
bergerak ke atas dan ke bawah secara berulang-ulang. Respon ikan dapat dilihat
dari tanda-tanda gerakan tubuh ikan yakni sirip, kepala dan mulut.

2.3 Sistem Syaraf dan Sistem Endokrin


Menurut Fujaya (2006), sistem komunikasi ini selain dilakukan oleh jaringan
sistem saraf, juga dilakukan oleh sistem endokrin, atau bahkan sistem saraf
bersama-sama dengan sistem endokrin mengontrol aktivitas organ atau jaringan
tubuh. Banyak kelenjar endokrin, melalui hormon mempengaruhi sistem saraf.
Sebaliknya, organ endokrin sering dirangsang atau dihambat oleh produk-produk
sistem saraf. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh dengan cepat, seperti
kontraksi otot, peristiwa visceral yang berubah dengan cepat, dan bahkan

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 4


kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin. Sedangkan, sistem endokrin,
terutama mengatur fungsi metabolik tubuh pada jalur lambat. Kelompok kerja
sistem saraf terbagi menjadi dua, yaitu daraf pusat dan saraf otonom.
Menurut Taufik dan Eni (2011), sistem endokrin dan sistem saraf
mempengaruhi mekanisme osmoregulasi. Selain itu, kedua sistem ini juga
berperan sebagai integrasi dan mengkoordinasikan semua proses biologis. Salah
satunya adalah pengaturan tekanan osmotik yang berlangsung dalam tubuh
organisme. Proses osmoregulasi tersebut juga dipengaruhi oleh interaksi anatara
saraf dan sistem endokrin.
Menurut Agustina dan Tyas (2011), endokrin tugasnya adalah mengatur
hormon-hormon lain sehingga akan terpelihara keseimbangan tubuh
(homeastatis). Selain itu juga hormon yang mempengaruhi aktifitas organ dan
aktivitas metabolisme.

2.4 Kecepatan Renang Ikan


Pengaruh cahaya dan stratifikasi suhu secara horizontal maupun vertikal
menentukan perilaku distribusi kecepatan renang ikan. Secara horizontal
distribusi kecepatan renang ikan hampir tepat mengikuti stratifikasi suhu
horizontal, yaitu konsentrasi ikan dengan kecepatan renang yang lebih tinggi dan
cenderung menempati isotherm suhu yang lebih tinggi pula dan sebaliknya.
Sementara pengaruh salinitas dan tekanan air juga diperkirakan mempengaruhi
aktivitas renang ikan. Satu faktor yang juga berpengaruh terhadap aktivitas
renang ikan adalah noise kapal. Ikan akan melakukan gerakan menghindar
dengan cepat ke arah samping atau kebawah bila terditeksi adanya kapal yang
mendekat (Hidayat, 2000).
Menurut Salim (2004), Pola sebaran suhu, salinitas dan arus secara
horizontal dan vertikal berpengaruh terhadap pola setara kecepatan dan arah
renang ikan. Dimana ikan menyebar diseluruh kolam perairan dengan kecepatan
yang beragam.
Menurut MSC (2007), Ikan yang ditangkap dengan racun sianida memiliki
tanda-tanda fisik ikan nampak loyo (kecepatan renang menurun drastis).
Keadaan ini tejadi umumnya pada saat-saat awal setelah terjadinya paparan.
Apabila ikan tesebut dapat sembuh dari kondisi keracunannya, maka kecepatan
renangnya akan meningkat dari waktu ke waktu. Namun demikian, kecepatan
renang tersebut tidak akan menyamai kecepatan renang ikan seukuran dan
sejenis dalam keadaan normal .

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 5


2.5 Stress Ikan
2.5.1 Pengertian Stress pada Ikan
Menurut Tauhid et.al,(2010), Ikan memiliki derajat toleransi terhadap
perubahan suhu dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi
pertumbuhan, konversi pakan, dan resistensi terhada penyakit (Irianto,2005).
Ikan akan mengalami stress jika terpapar pada suhu diluar kisaran dan toleransi.
Kisaran toleransi suhu antara spesies satu dengan spesies yang lainnya
berbedda-beda.seperti pernyataan Irianto (2005), bahwa suhu tinggi tidak selalu
berakibat mematikan pada ikan, tetapi dapat menyebabkan gangguan status
kesehatan untuk jangka panjang, misalnya stress yang ditandai dengan tubuh
lemah, kurus dan tingkah laku abnormal.
Stres yang terjadi pada ikan barkaitan dengan timbulnya penyakit pada ikan
tersebut. Stres merupakan suatu rangsangan yang menaikkan batas
keseimbangan psikologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya. Biasanya stres
pada ikan diakibatkan perubahan lingkungan akibat beberapa hal atau perlakuan
misalnya akibat pengangkutan transportasi ikan-ikan yang dimasukkan kedalam
jarring apung dilaut dari tempat pengangkutan yang biasanya mengalami shock,
berhenti makan dan mengalami pelemahan daya tahan terhadap penyakit
(Tarwiyah,2011).
Stres yaitu suatu keadaan saat suatu hewan tidak mampu mengatur kondisi
fisiologi yang normal karena berbagai faktor merugikan yang mempengaruhi
kondisi kesehatannya. Sehingga, stress didefinisikan sebagai ppengaruh segala
bentuk perubahan suhu atau tantangan lingkungan yang medorong homeostatik
atau proses-ptoses penyeimbang lainnya melebihi batas kemampuan normal
segala tingkatan organisasi biologis, spesies populasi atau ekosistem (Esch dan
Hansen 1978 dalam Irianto 2005).

2.5.2 Penyebab Stress pada Ikan


Semua perubahan suhu pada lingkungan dianggap sebagai penyebab stress
bagi ikan dan untuk itu diperlukan adanya adaptasi dari ikan. Beberapa faktor
stres, misalnya meningkatnya suhu air dan salinitas, bisa menyebabnya
meningkatnya metabolisme ikan. Faktor lain misalnya transportasi, dapat
menyababkan tekanan pada system kekebalan dan menghasilkan berbagai
macam penyebab meningkatnya penyakit dan kematian pada ikan (Kordi,2004).

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 6


Menurut Kordi (2010), ikan akan stres apabila terjadi perubahan kualitas air
atau keracunan gas-gas beracun dalam air seperti H 2S atau amonia. Keracunan
ikan dapat disebabkan oleh pakan yang dimakannya mengandung bahan
beracun, kadaluarsa atau meningkatnya gas-gas beracun seperti H 2S atau
amonia. Selain itu, keracunan juga disebabkan air kolam tercemar oleh limbah
beracun. Faktor iklim variasinya sedikit, seperti penurunan suhu karena hujan
yang terus-menerus atau meningkatnya suhu karena kemarau berkepanjangan.
Suhu yang mengalami perubahan besar mencapai 5⁰C membahayakan ikan,
misalnya stres atau mudah terserang penyakit.
Menurut Irianto (2005), suatu stimulus yang menyebabkan timbulnya
keadaan stres disebut sebagai stressor atau faktor stress. Sejumlah contoh
keadaan yang dapat berberan sebagai stressor ditunjukkan sebagai berikut :
Macam Stressor Masalah
Stressor Kimiawi 1. Kualitas air buruk : oksigen terlarut rendah, pH tidak
sesuai
2. Polusi : akibat penggunaan bahan kimiawi pada
kegiatan akuakultur, polutan dan luar.
3. Komposisi pakan
4. Senyawa nitrogen dan sisa metabolisme (akumulasi
amonia dan nitrit)
Stressor Fisik 1. Suhu lebih tinggi atau lebih rendah dari normal
2. Cahaya berlebih atau kurang
3. Suara
4. Gas-gas terlarut
Stressor fisik 1. Densitas populasi terlalu tinggi
2. Multikultur : ada spesies-spesiesyang agresif,
persaingan tempat.
3. Mikroba : Kehadiran mikroba patogenik dan non
patogenik
4. Parasit : internal dan eksternal
Stressor 1. Penanganan
prosedural 2. Pengiriman dan tansportasi
3. Penanganan penyakit

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 7


2.5.3 Efek stress pada Ikan
Menurut Sudarmo (1992) dalam Rudiyanti dan Astri (2009), menyatakan ikan
yang terkena racun bahan pencemar dapat dapat diketahui dengan gerakan
hiperaktif, menggelepas, lumpuh dan kemudian mati. Secara klinis, hewan yang
terkontaminasi racun memperlihatkan gejala stres dibandingkan dengan kontrol,
ditandai dengan menurunnya nafsu makan, gerakan kurang stabil, dan
cenderung berada didasar. Hal ini diduga sebagai suatu cara untuk memperkecil
proses biokimia dalam tubuh yang teracuni, sehingga efek lethal tang terjadi
ledih lambat.
Menurut Tang dan Affandi (2002) dalam Yustina, et.al (2005), menjelaskan
bahwa bahan-bahan penganggu seperti racun, suhu ekstrim, osmotik, infeksi
atau stimulant sosial dapat menghasilkan stres. Respon stres ini salah satunya
dapat berupa gangguan fisiologis darah. Beberapa parameter yang dapat
memperlihatkan perubahan fisiologis darah ikan adalah jumlah sel darah merah,
kadar hemoglobin dan kadar hematokrit.
Menurut Imai dkk (2000), Lim et.al (2002) dalam Anshary (2008), budidaya
ikan yang umumnya dicirikan dengan kepadatan tinggi dan dalam wadah yang
terbatas, nutrisi yang kurang memenuhi standart gizi ikan, serta lingkungan
budidaya yang mudak mengalami perubahan menjadi jelek akibat input-input
produksi yang diberikan sangat menguntungkan bagi perkembangan pathogen
dan setidaknya merugikan bagi inang. Kondisi yang demikian menjadikan ikan
stress dan akibatnya memudahkan timbulnya penyakit pada ikan (Hedrick, 1998).
Diantara berbagai jenis parasit, pathogen golongan protozoa dan metazoa
seringkali dijumpai menginfeksi ikan-ikan hias budidaya.

2.6 Hubungan Stres Ikan dengan Penangkapan


Menurut Susanto (1992), dalam Robisalmi (2010) yang menyatakan
kematian ikan dapat terjadi dari awal penebaran dan selama pemeliharaan,
diantaranya yaitu cara penangkapan yang kurang hati-hati, sehingga
menyababkan ikan stress dan mengakibatkan ekornya memperkeruh air kolam
yang mengakibatkan oksigen berkurang. Selain itu, pemilihan waktu
penangkapan yang salah yaitu pada siang hari yang menyebabkan stress.
Laut yang menghangat membuat pertumbuhan ikan terhambat. Parahnya
hal ini bisa meningkatkan stress bahkan resiko kematian ikan. Apabila
pertumbuhan iakn melambat, tentunya dapat berpengaruh terhadap hasil
tangkapan (Syawal, 2008).

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 8


BAB 3
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam Praktikum Tingkah Laku Ikan tentang respon
Ikan Terhadap Lingkungan yaitu
 Akuarium 2 buah : sebagai tempat percobaan respon terhadap
perubahan suhu
 Stopwatch : untuk menghitung waktu pengamatan pada ikan
saat bukaan operculum dan kibasan sirip dada
selama 5 menit sebelum dan sesudah diberi
perlakuan
 Handtally counter : untuk menghitung jumlah bukaan operculum dan
kibasan sirip pectoral setiap menitnya selama 5
menit
 Termometer : untuk mengukur suhu air saat sebelum dan
sesudah diberi perlakuan
 Aerator : untuk memeberikan suplai oksigen
 Batu aerasi : sebagai tempat keluarnya udara
 Serok : untuk memindahkan ikan dari bak ke akuarium uji
 Termos : sebagai tempat air panas
 Steroform : tempat menyimpan es
 Penggaris 30 cm : untuk menghitung tinggi air pada akuarium

3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam Praktikum Tingkah Laku Ikan tentang
respon Ikan Terhadap Lingkungan yaitu
 Ikan nila : sebagai objek yang diamati responnya
(Oreochromis niloticus) terhadap perubahan suhu
 Es : pengondisian suhu rendah sehingga suhu
air 15oC
 Air panas : untuk mengondisian suhu tinggi sehingga
suhu air 34oC

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 9


 Air tawar : sebagai media hidup ikan

3.2 Skema Kerja


Disiapkan alat dan bahan

Dihitung bukaan operculum dan jumlah kibasan sirip pectoral


selama 5 menit dalam keadaan normal

Dimasukkan air dingin pada akuarium 1 sampai suhu 15oC

Dimasukkan air panas pada akuarium 2 sampai suhu 34oc

Dihitung bukaan operculum dan jumlah kibasan sirip pectoral


selama 5 menit

Dicatat

Hasil

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 10


BAB 4
PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


Nama ikan : Ikan nila
Nama local : Oreochromis niloticus
Parameter & Suhu Panas Suhu Dingin
Ulangan (Perlakuan 1) (Perlakuan 2)
A. Jumlah Bukaan Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Operculum (normal) (normal)
Menit ke-1 80 98 81 19
Menit ke-2 84 108 85 21
Menit ke-3 86 115 88 19
Menit ke-4 93 110 103 18
Menit ke-5 98 118 94 20
B. Jumlah Kibasan Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Sirip Dada (normal) (normal)
Menit ke-1 85 127 63 84
Menit ke-2 115 138 71 78
Menit ke-3 137 147 83 79
Menit ke-4 131 162 97 77
Menit ke-5 124 161 104 81

4.2 Analisa Prosedur


Yang harus dilakukan pertama kali sebelum melakukan praktikum Tingkah
Laku Ikan tentang Respon terhadap Perubahan Suhu adalah menyiapkan alat
dan bahan yang digunakan. Alat-alat yang digunakan adalah 2 buah akuarium,
stopwatch, handtally counter, termometer, aerator, selang aerasi, batu aerasi,
serok, heater dan bascom. Bahan-bahan yang digunakan adalah ikan nila
(Oreochromis niloticus), air panas, es batu dan air tawar.
Setelah alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan, pertama yang harus
diamati adalah suhu sebelum perlakuan (akuarium 1 dan 2) dengan termometer
dan catat hasilnya. Lalu hitung bukaan operculum dan kibasan sirip dada
(pectoral) dengan handtally counter setiap semenit selama 5 menit, waktu
dihitung melalui stopwatch dan dicatat hasilnya. Pada akuarium 1 (perlakuan

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 11


dingin) deberi air dingin atau es batu sampai suhu airnya mencapi 15oC, gunakan
termometer agar suhu yang diinginkan tepat. Setelah suhu mencapai 15oC,
dihitung bukaan operculum dan kibasan sirip dada (pectoral) setiap semenit
selama 5 menit dan catat hasilnya sambil suhunya dikontrol agar tidak melebihi
dan kurang dari 15oC. Pada akuarium 2 (perlakuan panas) diberi air panas
sampai suhu mencapai 34oC, dan dihitung juga bukaan perculum dan kibasan
sirip dada (pectoral) setiap semenit selama 5 menit dan dicatat hasilnya. Pada
saat memasukkan air dingin atau es batu dan air panas pada akuarium harus
secara perlahan-lahan agar ikan tidak kaget dan stres.
NB : fungsi aerator saat praktikum berlangsung apa ? mengapa kita hanya
mengamati bukaan operculum dan kibasan sirip pectoral saja ? berikan
alasannya.

4.3 Analisa Data dan Hasil Pengamatan


Dari praktikum Tingkah Laku Ikan tentang Respon Terhadap Perubahan
Suhu didapatkan hasil sebagai berikut : Pada perlakuan 1 (suhu panas) menit
ke- 1 jumlah bukaan operculum sebelum diberi perlakuan sebanyak 80 dan
sesudah perlakuan sebanyak 98; sedangkan jumlah kibasan sirip dada sebelum
diberi perlakuan sebanyak 85 dan sesudah perlakuan sebanyak 127. Pada
menit ke- 2 jumlah bukaan operculum sebelum diberi perlakuan sebanyak 84 dan
sesudah perlakuan sebanyak 108; sedangkan jumlah kibasan sirip dada sebelum
diberi perlakuan sebanyak 115 dan sesudah perlakuan sebanyak 138. Pada
menit ke- 3 jumlah bukaan operculum sebelum diberi perlakuan sebanyak 86 dan
sesudah perlakuan sebanyak 115; sedangkan jumlah kibasan sirip dada sebelum
diberi perlakuan sebanyak 137 dan sesudah perlakuan sebanyak 147. Pada
menit ke- 4 jumlah bukaan operculum sebelum diberi perlakuan sebanyak 93 dan
sesudah perlakuan sebanyak 110; sedangkan jumlah kibasan sirip dada sebelum
diberi perlakuan sebanyak 131 dan sesudah perlakuan sebanyak 162. Pada
menit ke- 5 jumlah bukaan operculum sebelum diberi perlakuan sebanyak 98 dan
sesudah perlakuan sebanyak 118; sedangkan jumlah kibasan sirip dada sebelum
diberi perlakuan sebanyak 124 dan sesudah perlakuan sebanyak 161. Pada
perlakuan 2 (suhu dingin) menit ke- 1 jumlah bukaan operculum sebelum diberi
perlakuan sebanyak 81 dan sesudah perlakuan sebanyak 19; sedangkan jumlah
kibasan sirip dada sebelum diberi perlakuan sebanyak 63 dan sesudah
perlakuan sebanyak 84. Pada menit ke- 2 jumlah bukaan operculum sebelum
diberi perlakuan sebanyak 85 dan sesudah perlakuan sebanyak 21; sedangkan

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 12


jumlah kibasan sirip dada sebelum diberi perlakuan sebanyak 71 dan sesudah
perlakuan sebanyak 78. Pada menit ke- 3 jumlah bukaan operculum sebelum
diberi perlakuan sebanyak 88 dan sesudah perlakuan sebanyak 19; sedangkan
jumlah kibasan sirip dada sebelum diberi perlakuan sebanyak 83 dan sesudah
perlakuan sebanyak 79. Pada menit ke- 4 jumlah bukaan operculum sebelum
diberi perlakuan sebanyak 103 dan sesudah perlakuan sebanyak 18; sedangkan
jumlah kibasan sirip dada sebelum diberi perlakuan sebanyak 97 dan sesudah
perlakuan sebanyak 77. Pada menit ke- 5 jumlah bukaan operculum sebelum
diberi perlakuan sebanyak 94 dan sesudah perlakuan sebanyak 20; sedangkan
jumlah kibasan sirip dada sebelum diberi perlakuan sebanyak 104 dan sesudah
perlakuan sebanyak 81.
Dari data diatas, ditunjukkan bahwa bukaan operculum dan kibasan sirip
sirip dada (pectoral) semakin lama semakin naik jumlahnya. Ini sesuai dengan
pernyataan Hidayat (2000), pengaruh cahaya dan stratifikasi suhu secara
horizontal dan vertikal menentukan perilaku distribusi kecepatan renang ikan,
secara horizontal, distribusi kecepatan renang ikan hampir tetap mengikuti
stratifikasi suhu horizontal, yaitu konsentrasi ikan dengan kecepatan renang yang
lebih tinggi akan cenderung menempati isotherm suhu yang lebih tinggi pula dan
sebaliknya.

BAB 5
PENUTUP

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 13


5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum Tingkah Laku Ikan tentang Respon terhadap
Perubahan Suhu dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
 Nama ilmiah ikan nila yaitu Oreochromis niloticus.
 Suhu tinggi tidak selalu berakibat kematian tetapi dapat menyebabkan
gangguan status kesehatan untuk jangka panjang.
 Suhu rendah menyebabkan stress pernapasan pada ikan berupa
menurunnya laju pernapasan dan denyut jantung.
 System saraf mengatur kegiatan tubuh dengan cepat dan bahkan kecepatan
sekresi beberapa kelenjar endokrin.
 Endokrin tugasnya adalah mengatur hormone-hormon lain sehingga akan
terpelihara keseimbangan tubuh.
 Pengaruh cahaya dan stratifikasi suhu secara horizontal maupun vertical
menentukan prilaku distribusi kecepatan renang ikan.
 Stress yaitu suatu rangsangan yang menaikkan batas keseimbangan
psiologi dalam diri ikan terhadap lingkungannya.
 Ikan akan stress jika terjadi perubahan kualitas air atau keracunan gas-gas
beracun di dalam air seperti H2S atau ammonia.
 Gejala stress akan ditandai dengan menurunnya nafsu makan, gerakan
kurang stabil dan cenderung berada di dasar.
 Laut yang menghangat membuat pertumbuhan ikan terhambat, ini bisa
meningkatkan stress bahkan resiko kematian sehingga dapat berpengaruh
terhadap hasil tangkapan.
 Dari hasil praktikum didapatkan:
o Suhu Panas (34⁰C)
- Sebelum (normal) 26⁰C.
- Rata-rata bukaan operculum sebelum perlakuan 88 kali.
- Rata-rata bukaan operculum setelah perlakuan 109 kali.
- Rata-rata kibasan sirip dada sebelum dan sesudah perlakuan 118 dan
147 kali.
o Suhu Dingin (15⁰C)
- Sebelum (normal) 25⁰C

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 14


- Rata-rata bukaan operculum sebelum dan sesudah perlakuan yaitu 90
dan 19 kali.
- Rata-rata kibasan sirip dada sebelum dan sesudah perlakuan yaitu 83
dan 79 kali.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan pada praktikum ini yaitu agar ikan yang
digunakan untuk pengamatan lebih dari satu jenisnya, agar dapat
membandingkan antara jenis yang satu dengan yang lainnya.

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 15


DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Afriyanti dan Tyas Rini Saraswati. 2011. Pemberian Suplemen Asam
amino tritophan sebagai Upaya Menurunkan Kanibal Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus). http://eprint.undup.ac.id/6187/tyasrini-
suplemen-kerapu.pdf

Anhar, Muhammad., Henry K.S., Darayati A., Silviana N. S., Afifah H. 2008. Cara
Makan dan Kebiasaan Makan Ikan NIla (Oreochromis niloticus) dan Ikan
Nilem (Osteochitus hasselti).
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32698/cara-makan-
dan-kebiasaan-makan-ikan-nila-dan -ikan-nilem.pdf

Anshary, Milai.2008. Tingkat Infeksi parasit pada Ikan Mas Koi (Cyprinus carpio)
pada Beberapa Lokasi Budidaya Ikan Hias di Makasar dan Gowa (Parasitic
Infection of Koi carp Cultured in Mkasar and Gowa) J. Sains dan Teknologi,
Agustus 2008. Vol 8 No.2: 139-147

Cholik, F., Jagatraya A.G., Poernomo R.P dan Jauzi A. 2005. Akuakultur
Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa Kerja Sama Masyarakat
Perikanan Nusantara Taman Akuarium Air Tawar TMII. Pt Victoria Kreasi
Mandiri. 415 hal

Fitri, Aristi Dian Purnama. 2011. Respon makan Ikan Kerapu Macan
(Epinephelus fuscoguttatus) terhadap Perbedaan Jenis dan Lama Waktu
Perendaman Umpan. http://ejournal.undip.ac.id

Fujaya, Yusintha. 2006. Fisiologi Ikan. Rineka Cipta. Jakarta

Hajar, Abdul Ibnu. 2011. Behavior Ultilization on Capture Process of “Jaring


Perangkap Pasif” (Set Net, Terchiami) in mallasoro bay, Jeneponto
Regency.
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/12345678/610/fish/behavior/
on/set/net.pdf

Hidayat, Sarip. 2000. Studi tentang Distribusi Kecepatan Renang Ikan pelagis di
Perairan Selat Sunda dengan Sistem Akustik Bitu Terbagi.
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/25459/couchi.pdf

Irianto, Agus. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Gajah Mada University press.
Yogyakarta

Kordi, M.G.H. 2004. Penanggulangan Penyakit , Hama Dan Penyakit Ikan.


Rineka Cipta dan Bina Aksara. Jakarta

____________a. 2009. Budidaya Perairan. Citra Aditya Bakti. Bandung

____________b. 2010. Buku Pintar Pemeliharaan 14 Ikan Air Tawar Ekonomis di


Keramba Jaring Apung. Lily Publisher. Yogyakarta

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 16


NCS, Ncu Specialist dan Asdir MCS Coremap Phase II. 2007. Panduan
Pelaksaan Program MCS. Pasar. http://regionalcoremap.or.id/panduan-
pelaksanaan-kegiatan.MSC.pdf

Robisalmi, A., Nunuk L., Didik A. 2010. Evaluasi Keragaman Pertumbuhan dan
Nila Heterosis pada Persilangan Dua Strain Ikan Nila (Oreochromis
niloticus). http://www.sidik.litbang.kkp.go.id/index.php/searchkatalog/553-
559.pdf

Rudiyati, Sri dan Astri Diana Ekasari. 2009. Pertumbuahn dan Survival Rate Ikan
Mas (Cyprinus carpio Linn) pada Sebagian Konsentrasi Pestisida Regent
013. Jurnal Sarintek perikanan Vol 3 No. 1: 39-47

Salim, Hariman Agus. 2004. Aplikasi Metode Hidroakustik dalam Penentuan Arah
dan kecepatan Renang Ikan di Perairan Laut Arafura pada Bulan Oktober-
November 2003.
http://repository.ipb.ac.id/bitsream/handle/123456789/04c05hag.pdf

Setyo, Bambang Pramono. 2006. Efek Konsentrasi Kromium (Cr+3) dan Salinitas
berbeda terhadap Efisiensi Pemanfaatan Pakan untuk Pertumbuhan Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) http://eprint.undip.ac.id/15374/1/bambang-
pramono-setyo.pdf

Syawal, Henni., Syafriadiman., Syauqi Hidayah. 2008. Pemberian Ekstrak Kayu


Siwak (Salvadora persica L.) untuk Meningkatkan Kekebalan Ikan Mas
(Cyprinus carpio L.) yang dipelihara dalam Keramba. Biodiversitas Vol.19
No.1: 44-47

Tarwiyah. 2001. Pedoman Teknis Penanggulangan Penyakit Ikan Budidaya Laut.


http://warintek.ristek.go.id/perikanan/pedoman.penyakit-ikan-laut.pdf

Taufik. 2010. Induksi Kekebalan Spesifik pada Ikan Mas Cyprinus carpio Linn
terhadap Infeksi Koi Herpes Virus (KHV) melalui Teknik Kohabitasi
Terkontrol. http://sidik.litbang.kkp.go.id/perikanan/pedoman-penyakit-ikan-
laut.pdf

Taufik, Imam dan Eni Kusrini. 2010. Peran Hormon dan Syaraf pada
Osmoregulasi Hewan Air. http://rca.prpb.com/serfiles/file/osmoregulasi
%20hewan.pdf

Yunias. 2011. Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus).


http://yuniasigoman.blogspot.com/2011/01/budidaya-ikan-nila-
oreochromis.html

Yustina. 2005. Efek Sublethal pada Fisiologi Darah Benih Ikan Mas (Cyprinus
carpio L.). Jurnal biogenesis Vol.2 (1): 20-24

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 17


LAMPIRAN
Perlakuan Suhu Panas
Jumlah Bukaan Sebelum (26⁰ Sesudah (34⁰
No Selisih
Operculum C) C)
1 Menit ke 1 80 98 18
2 Menit ke 2 84 108 24
3 Menit ke 3 86 115 29
4 Menit ke 4 93 110 17
5 Menit ke 5 98 118 20
Jumlah 441 549 108
Rata- Rata 88,2 109,8 21,6

∑(Di –D)2 = (D1 – D)2 + (D2 – D)2 + (D3 – D)2 + (D4 – D)2 + (D5 – D)2
= (18 – 21,6)2 + (24 – 21,6)2 + (29 – 21,6)2 + (17 – 21,6)2 + (20 –
21,6)2
= (-3,6)2 + (2,4)2 + (7,4)2 + (-4,6)2+ (-1,6)2
= 97,2

SD =
√ ∑(Di−D)²
n−1
=
√ 97 ,2 =
5−1 √ 97 ,2 =
4
√ 24 , 3 = 4,9
df = n- 1 = 4

ttest =
D = 21 ,6 = 21 ,6 =9,86
¿¿ ¿¿ 2 ,19
Range t tabel = -2,77645 sampai +2,77645
Jadi, H0 ditolak karena ttest tidak berada dalam range t tabel artinya ada pengaruh

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 18


Jumlah Kibasan Sebelum (26⁰ Sesudah (34⁰
No Selisih
Sirip Dada C) C)
1 Menit ke 1 85 127 42

2 Menit ke 2 115 138 23

3 Menit ke 3 137 147 10

4 Menit ke 4 131 162 31


5 Menit ke 5 124 161 37
Jumlah 592 735 143
Rata- Rata 118,4 147 28,6

∑(Di –D)2 = (D1 – D)2 + (D2 – D)2 + (D3 – D)2 + (D4 – D)2 + (D5 – D)2
= (42 – 28,6)2 + (23 – 28,6)2 + (10 – 28,6)2 + (31 – 28,6)2 + (37 –
28,6)2
= (4,6)2 + (-5,6)2 + (-18,6)2 + (2,4)2 + (8,4)2
= 474,8

SD =
√ ∑ (Di−D)²
n−1
=
√ 474 , 8 =
5−1 √ 474 , 8 =
4
√ 118 , 7 = 10,89
df = n- 1 = 4

ttest =
D = 28 ,6 = 28 , 6 = 5,87
¿¿ ¿¿ 4 ,87
Range t tabel = -2,77645 sampai +2,77645
Jadi, H0 ditolak karena ttest tidak berada dalam range t tabel artinya ada pengaruh

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 19


Perlakuan Suhu Dingin
Jumlah Bukaan Sebelum (25⁰ Sesudah (15⁰
No Selisih
Operculum C) C)

1 Menit ke 1 81 19 62

2 Menit ke 2 85 21 64

3 Menit ke 3 88 19 69

4 Menit ke 4 103 18 85

5 Menit ke 5 94 20 74

Jumlah 451 97 354

Rata - Rata 90,2 19,4 70,8

∑(Di –D) 2 = (D1 – D)2 + (D2 – D)2 + (D3 – D)2 + (D4 – D)+2 + (D5 – D)2
= (62 – 70,8)2 + (64 – 70,8)2 + (69 – 70,8)2 + (85 – 70,8)2 + (74 –
70,8)2
= (-8,8)2 + (-6,8)2 + (-1,8)2 + (14,2)2 + (3,2)2
= 338,8

SD =
√ ∑ (Di−D)²
n−1
=

5−1 4 √
338 , 8 = 338 , 8 =
√ 84 , 7 = 9,2
df = n- 1 = 4

ttest =
D = 70 ,8 = 70 ,8 =17,22
¿¿ ¿¿ 4 ,11
Range t tabel = -2,77645 sampai +2,77645
Jadi, H0 ditolak karena ttest tidak berada dalam range t tabel artinya ada pengaruh

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 20


Jumlah Kibasan Sebelum (25⁰ Sesudah (15⁰
No Selisih
Sirip Dada C) C)
1 Menit ke 1 63 84 21

2 Menit ke 2 71 78 7

3 Menit ke 3 83 79 4

4 Menit ke 4 97 77 20

5 Menit ke 5 104 82 23

Jumlah 418 399 75

Rata- Rata 83,6 79,8 15

∑(Di –D)2 = (D1 – D)2 + (D2 – D)2 + (D3 – D)2 + (D4 – D)2 + (D5 – D)2
= (21 – 15)2 + (7 – 15)2 + (4 – 15)2 + (20 – 15)2 + (23 – 15)2
= (6)2 + (-8)2 + (-11)2 + (5)2 + (8)2
= 310

SD =
√ ∑ (Di−D)²
n−1
=

310 = 310 =
5−1 4 √√ 77 , 5 = 8,8
df = n- 1 = 4

ttest =
D = 15 = 15 = 3,81
¿¿ ¿ ¿ 3 , 93
Range t tabel = -2,77645 sampai +2,77645
Jadi, H0 ditolak karena ttest tidak berada dalam range t tabel artinya ada pengaruh.

Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 21


Laporan Tingkah Laku Ikan Kelompok 3 22

Anda mungkin juga menyukai