Anda di halaman 1dari 20

Laporan Praktikum Materi I Fisiologi Hewan Air

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP PENGARUH


LINGKUNGAN (SUHU)

Novita Rahmayanti
4443170070
Kelompok 2

JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang
menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Selama ini
ikan lele menyumbang lebih dari 10 persen produksi perikanan budidaya
nasional dengan tingkat pertumbuhan mencapai 17 hingga 18 persen.
Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), menetapkan ikan lele sebagai
salah satu komoditas budidaya ikan air tawar unggulan di Indonesia.

Usaha budidaya ikan lele sekarang ini semakin bertambah intensif.


Hal ini sejalan dengan kemajuan zaman dan teknologi, dimana kita cenderung
menggunakan lahan seminimal mungkin namun diharapkan dapat memberikan
hasil yang maksimal, sehingga hasil produksi semakin meningkat sehingga
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pendapatan
nelayan dan petani ikan (Susanto 1988).

Ikan lele merupakan komoditas perikanan budidaya air tawar yang


mempunyai tingkat serapan pasar cukup tinggi, baik di pasar dalam negeri
maupun ekspor. Perkembangan produksi ikan lele selama lima tahun terakhir
menunjukkan hasil yang sangat signifikan yaitu sebesar 21,82 persen per
tahun. Kenaikan rata-ratanya setiap tahun sebesar 39,66 persen.

Tahun 2010, produksi ikan lele meningkat sangat signifikan yaitu dari
produksi sebesar 144.755 ton pada tahun 2009 menjadi 242.811 ton pada
tahun 2010 atau naik sebesar 67,74 persen. Adapun proyeksi produksi ikan
lele nasional dari tahun 2010 hingga tahun 2014 ditargetkan mengalami
peningkatan sebesar 450 persen atau rata-rata meningkatsebesar 35 persen per
tahun yakni pada tahun 2010 sebesar 270.600 ton meningkatmenjadi 900.000
ton pada tahun 2014 (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2010).

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan budidaya ikan


Lele Sangkuriang adalah tingginya presentase daya tetas (hatching
rate)sehingga ketersediaan benih ikan dapat terjaga Menurut Hernowo (2004),
telur ikan Lele Sangkuriang bersifat adhesif, yaitu melekat pada subtrat atau
saling melekat atara telur satu dengan telur lainnya. Hal ini mengakibatkan
telur-telur tersebut tidak dapat menetas apanila media penetasan tidak berada
pada kondisi optimal. Fase Embryotic dan larva merupakan fase yang sangat
rentan terhadap perubahan lingkungan bahkan dalam kisaran yang sempit
(Effendie 2002).

Salah satu parameter lingkungan yang berpengaruh signifikan


terhadap daya tetas, dan perkembangan larva ikan adalah suhu . (Gracia-lo pez
et al 2004). Suhu media berpengaruh penting terhadap perkembangan organ
larva, tingkatan daya tetas, tingkah laku larva (Bagenal et al 1978) dan tingkat
abnormalitas larva (Sfakianakis et al 2011). Beberapa penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa setiap jenis ikan memiliki kisaran suhu optimum yang
berbeda terkait dengan perkembangan dan daya tetas larva (Hakim et al 2009;
Okunsebor et al. 2015)

Daya tetas telur ikan akan menentukan kualitas larva yang dihasilkan,
menurut Bobe dan Labbé (2010) bahwa kualitas telur dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain status nutrisi induk jantan/betina, penanganan/
manajemen induk saat pemijahan (tingkat pembuahan), faktor stress dan
kondisi lingkungan seperti suhu, lama pencahayaan dan salinitas. Salah satu
faktor yang berperan signifikan dalam memepengaruhi penetasan telur ikan
adalah Suhu. Suhu mempunyai pengaruh penting dalam upaya penyerapan
kuning telur, pembentukan organ serta tingkah laku dari larva (Nwosu et al
2000).

Proses penetasan telur akan terganggu pada suhu tinggi sehingga


dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan sel telur. Suhu yang sangat tinggi
akan mempercepat laju penetasan telur sehingga telur tidak dapat melewati
fase-fase penetasan telur dengan sempurna (Amri et al 2003).
1.2. Tujuan
Praktikum respon organisme akuatik terhadap variabel lingkungan
bertujuan untuk mendeskripsikan respon organisme akuatik terhadap
perubahan suhu dan menentukan kisaran toleransi organisme akuatik
terhadap perubahan suhu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Klasifikasi Ikan Lele ( Clarias sp. )

Dalam klasifikasi, ikan lele termasuk famili Clariide, yaitu jenis ikan yang
mempunyai bentuk kepala gepeng dan mempunyai alat pernafasan tambahan.
Adapun sistematika dan klasifikasinya adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Sub Kelas : Tekstol
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Silurodea
Genus : Clarias
Spesies : Clarias sp.
Anatomi dan morfologi Secara umum ikan lele memiliki tubuh licin
berlendir, tidak bersisik, bersungut dan berkumis. Ikan lele (Clarias sp.)
merupakan salah satu ikan budidaya yang dapat dipijah secara buatan yaitu
dengan menggunkan hormon. Kesulitan dalam yang sering dihadapi dalam
pemijahan buatan yaitu masih rendahnya fertilisasi sperma yang dihasilkan yang
mengakibatkan rendahnya daya tetas telur sehingga produksi larva rendah .
( Nurman 1998)

Perkembangbiakan lele di alam memijah pada awal musim penghujan.


Rangsangan memijahnya di alam berhubungan erat dengan bertambahnya volume
air yang biasanya terjadi saat musim hujan, serta ketersediaan jasad renik (pakan
alami), lele terangsang memijah setelah turun hujan lebat dan munculnya bau
tanah yang cukup menyengat (bau ampo) akibatnya tanah kering terkena hujan
juga. Karena terjadi peningkatan kedalaman air, lele suka mijah di tempat teduh
dan terlindungi. Lele berkembang biak secara ovipar (eksternal). (Mahyudi 2004 )
Pada pembenihan lele lokal di kolam dapat dengan dua cara yaitu secara
perpasangan dan secara masal, lele lokal biasanya akan setia pada pasangannya
yaitu dengan cara meletakkan satu lele jantan dan betina dalam satu kolam.
Dengan lele jantan atau betina yang siap memijah, lele akan bergantian untuk
menjaga telurnya. Lele yang dibudidayakan dapat dikawinkan sepanjang tahun
asalkan dikelola dengan baik. Rangsangan yang dilakukan tidak digunakan
dengan menggunakan harman tapi dengan menjernihkan kolam, menjemur dan
mengisinya dan menimbulkan bau ampa. Bau itulah yang merangsang induk ikan
untuk memijah. Pemijahan bisa dilakukan sore atau malam hari, setelah pada hari
kakaban akan dipenuhi telur.
Selanjutnya kakaban dipindahkan ke wadah penetasan baru untuk
ditetaskan sampai berukuran benih waktu yang diperlukan untuk menetas sekitar
24 – 40 jam. Larva yang berumur 1 – 9 hari masih memperoleh pakan dari kuning
telur yang masih melekat di bagian perunya. Maka larva selanjutnya disebut
cacing sutra. (Mahyudi 2004)
2.2 Fisiologi Ikan Lele

Fisiologi mempelajari fungsi organ–organ tubuh atau fungsi keseluruhan


organisme. Organ artinya alat – alat tubuh seperti hati, paru – paru, insang,
jantung, ginjal yang merupakan bagian tubuh hewan sedangkan pada tumbuhan
oragn antara lain meliputi akar, batang, daun, bunga. Organ–organ tersebut
menyusun suatu organisme yaitu makhluk hidup baik yang makroskopik
(berukuran besar, dapat dilihat dengan mata manusia tanpa bantuan alat) maupun
yang mikroskopis (berukuran kecil, tidak dapat dilihat dengan mata manusia tanpa
bantuan alat). Fisiologi mencakup pembahasan tentang apa yang dilakukan oleh
makhluk hidup dan bagaimana mereka melakukan agar mereka lulus hidup dan
dapat mengatasi berbagai tantangan dari lingkungan hidupnya sehingga mereka
dapat beradaptasi dan memppertahankan eksistensinya (Yuwono 2001).

Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem


respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-organ sensor, sistem
saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Fujaya 1999). Karbohidrat, lemak dan
protein merupakan zat gizi dalam makanan yang berfungsi sebagai sumber energi
tubuh. Kebutuhan gizi pada ikan berkaitan erat dengan kebutuhan energi total
(baik yang berasal dari protein, maupun yang berasal dari karbohidrat dan lemak).
Zat gizi pakan dan pertumbuhan ikan merupakan faktor pembatas dalam suatu
model pertumbuhan. Daya cerna adalah bagian pakan yang dikonsumsi dan tidak
dikeluarkan menjadi feses (Maynard 1979).

Kapasitas lambung dan laju pakan dalam saluran cerna merupakan


variabel dari daya cerna. Ikan yang berbobot lebih kecil akan mengosongkan
sejumlah pakan dari dlam lambungnya lebih cepat dibanding ikan yang berbobot
besar, sehingga jumlah konsumsi pakan relatif (Wooton et al 1980).

2.3 Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Ikan Lele (Clarias sp)

Budidaya ikan lele dapat memanfaatkan lahan kritis yang tidak dapat
dimanfaatkan misalnya lahan pertanian, dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya
ikan lele. Menurut Kordi (2005), ikan lele juga dapat dipelihara diberbagai wadah
dan lingkungan perairan mengalir, bak, kolam terpal, kolam tanah, di sawah, di
bawah kandang ayam (mina-ayam), keramba, dan keramba jaring apung.

Ikan lele termasuk ikan yang tahan terhadap kualitas air yang minim atau
kualitas air yang kurang baik bahkan ikan lele dapat hidup pada kondisi oksigen
yang sangat rendah, hal ini disebabkan karena ikan lele mempunyai alat bantu
pernafasan berupa arborescant yang dapat mengambil oksigen langsung dari
udara. Dalam usaha budidaya ikan, kualitas air merupakan salah satu faktor
penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan yang dibudidayakan.
Menurut Mulyanto (1992), bahwa kondisi air sebagai media hidup biota
air, harus disesuaikan dengan kondisi optimal bagi biota yang dipelihara. Kualitas
air tersebut meliputi kualitas fisika, kimia dan biologi. Faktor fisika misalnya
suhu, kecerahan dan kedalaman. Faktor kimia diantaranya pH, DO, CO2 dan
NH3. Sedangkan faktor biologi adalah yang berhubungan dengan biota air
termasuk ikan. Apabila kualitas air tidak stabil atau berubah-ubah maka dapat
berdampak buruk terhadap ikan yang dibudidayakan, akibatnya ikan dapat stress,
sakit bahkan mati bila tidak mampu bertoleransi terhadap perubahan lingkungan.
Oleh sebab itu biasanya diperlukan tindakan khusus atau rekayasa manusia
agar kondisi kualitas air tetap stabil. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui
perubahan kualitas air terhadap pertumbuhan ikan lele yang dipelihara di kolam
dan mengetahui kualitas air yang sesuai untuk pemeliharaan ikan lele. Kegunaan
penelitian ini adalah diperolehnya kualitas air yang sesuai dan bertoleransi
terhadap pertumbuhan dan perkembangan benih ikan lele di kolam pemeliharaan.
2.4 Adaptasi Ikan Lele (Clarias sp)

Ikan lele (Clarias sp) merupakan ikan air tawar yang dapat hidup dan
beradaptasi di kolam dengan air yang jernih atau di air yang keruh dan berlumpur
seperti rawa, sungai, sawah, dan tempat berlumpur lain yang kandungan
oksigennya sedikit. Hal ini disebabkan karena ikan lele mempunyai alat
pernapasan tambahan yang disebut labirin yang memungkinkan lele mengambil
oksigen langsung dari udara untuk pernafasannya. 9 (Jensen 1990)

Ikan lele bisa bernapas di dalam lumpur, karena ia mempunyai alat


pernapasan tambahan terletak di bagian kepala. Ikan lele mempunyai sirip
berjumlah lima jenis diantaranya, sirip punggung, sirip ekor, sirip dubur, sirip
perut dan sirip dada. ikan lele biasa berpijah selama musim hujan, tetapi dalam
kolam budidaya dapat dipijahkan sepanjang tahun. Dalam kondisi normal, lele
dumbo dapat tumbuh mencapai 250 g/ekordan panjang 25 cm selama 100 hari.
Ikan lele mencapai kedewasaannya setelah mencapai ukuran 100 g atau lebih.
Seekor induk betina dapat menghasilkan 1.000 sampai 4.000 butir telur sekali
memijah. Dalam tempo 24 jam setelah perkawinan, telur akan menetas 9 (Jensen
1990)
BAB III
METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum fisiologi hewan air telah dilaksanakan pada hari rabu tanggal 29
Agustus 2018 pada pukul 10.00 WIB bertempat di laboratorium BDP (Budidaya
Perikanan ) Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu akuarium, aerator, water
heater, stopwatch, kamera, lap atau tisu, gayung, thermometer dan timbangan
analitik. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ikan lele,
batu es, air panas dan air tawar.

3.3. Metode Percobaan


Pada percobaan praktikum ini hal pertama yang harus disiapkan adalah alat
dan bahan, Selanjutnya siapkan akuarium yang sudah diisi dengan air 10 liter
untuk 10 ekor ikan lele untuk suhu kontrol. lalu Masukan 10 ekor ikan lele setelah
itu lakukan pengamatan setiap 15 menit sekali selama 4 jam. Selanjutnya
peningkatan suhu 8̊ C. Masukan air 10 liter untuk 10 ikan lele lalu masukan air
panas sampai suhu nya naik 8̊ C dari suhu normal setelah itu lakukan pengamatan
setiap 15 menit selama 4 jam lalu amati respon apa yang ditimbulkan si ikan lele
tersebut. Setelah itu penurunan suhu -8̊ C dari suhu normal. Masukan air 10 liter
untuk 10 ikan lele lalu masukan batu es, tunggu sampai suhu turun, setelah turun
suhunya masukan ikan lele setelah itu lakukan pengamatan setiap 15 menit selama
4 jam lalu amati respon apa yang ditimbulkan oleh ikan lele tersebut. Yang
terakhir catat hasil percobaan. Berikut ini merupakan diagram alir dari prosedur
percobaan praktikum kali ini.
Persiapkan Alat Dan Bahan

Masukan Air 10 Liter Untuk 10 Ikan lele


kedalam aquarium

Masukan air panas dan batu es sampai suhu


meningkat dan turun.

Masukan ikan lalu pengamatan dilakukan


setiap 15 menit sekali selama 4 jam

Amati dan catat respon yang di timbulkan oleh


ikan lele setiap 15 menit sekali

Gambar 1. Prosedur Percobaan Respon Organisme Akuatik Terhadap


Lingkungan (Suhu).

Metode Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).


Penelitian ini menggunakan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan yang dimana
perlakuanya adalah suhu kontrol, Peningkatan Suhu +8o C dan penurunan
suhu -8̊ C sedangakan ulanganya yaitu ikan, berjumlah 10 ikan untuk setiap
perlakuan.
Parameter yang diamati ada 2, yakni Survival Rate dan Perubahan Bobot
Relatif. survival rate adalah tingkat bertahan hidup ikan. Parameter ini
digunakan untuk mengetahui kemampuan bertahan hidup ikan pada suatu
kondisi. sedangkan Perubahan Bobot Relatif merupakan Perubahan bobot
ikan menjadi salah satu parameter ikan yang berada dalam kondisi
mendapatkan tekanan lingkungan.
3.4. Analisis Ragam

bobot kontrol 20°C 36°C


awal 26,4 25,9 23,4
akhir 17,1 21,8 18,7
Tabel 1. Rancangan Acak Lengkap

pengulangan normal tinggi rendah y..


2 jam 0,01 0,47 0,01
4 jam 0,35 0,16 0,20
Yi. 0,36 0,63 0,21 1,20
Tabel 2. Tabel Rancangan Acak Lengkap

3.5. Metode Analisis

Anova: Single Factor

SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
Column 1 2 0,358602 0,179301 0,059838
Column 2 2 0,626344 0,313172 0,04797
Column 3 2 0,212831 0,106415 0,017838

ANOVA
Source of
Variation SS Df MS F P-value F crit
Between
Groups 0,043988 2 0,021994 0,525143 0,637461 9,552094
Within
Groups 0,125646 3 0,041882

Total 0,169634 5
Tabel 3. Data Anova
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Hasil

Jumlah Adaptasi Ikan pada Suhu 28̊


No. Waktu
Ikan Mati (Kontroling)
Ikan cenderung diam, terdapat sedikit
1 9.10 -
yang bergerak
Ikan cenderung diam dan berada di
2 9.25 -
dasar
3 9.40 - Ikan diam dan operkulum lambat
4 9.55 - Ikan diam dan berada di dasar
5 10.10 - Ikan diam dan berada di dasar
6 10.25 - Ikan diam
7 10.40 - Ikan diam
8 10.55 - Ikan diam dan berada di dasar
9 11.10 - Ikan diam
10 11.25 - Ikan diam
11 11.40 - Beberapa ikan bergerak lambat
12 11.55 - Ikan diam
13 12.10 - Ikan diam dan berada di dasar
Ikan bergerak lambat dan berada di
14 12.25 -
dasar
Beberapa ikan bergerak lambat dan
15 12.40 -
operkulum lambat
16 12.55 - Ikan diam dan berada di dasar

Tabel 4. Adaptasi Ikan Lele (Clarias sp.) terhadap suhu 28̊


(kontroling)
Jumlah
No. Waktu Ikan Adaptasi Ikan pada Suhu 20̊ (Rendah)
Mati
1 9.50 - Ikan diam dan operkulum lambat
2 10.05 - Ikan diam
Terdapat ikan mati dengan bobot 1,6
3 10.20 1 gram dan ikan lainnya diam
Beberapa ikan bergerak lambat,
4 10.35 - operkulum lambat
Ikan diam dan cenderung berada didekat
5 10.50 - permukaan

6 11.05 - Ikan diam dan cenderung berada didasar


7 11.20 - Ikan diam
8 11.35 - Ikan diam dan berada di dasar
Sebagian ikan diam dan operkulum
9 11.50 - lambat
10 12.05 - Ikan diam dan operkulum lambat
11 12.20 - Ikan diam dan berada di dasar
12 12.35 - Ikan diam dan operkulum lambat
Beberapa ikan diam dan operkulum
13 12.50 - lambat

14 13.05 - Sebagian ikan diam dan berada di dasar


Ikan diam terlihat lemas dan posisi
15 13.20 - tubuh terdiam didasar
Ikan diam, operkulum lambat dan
16 13.35 - berada di dasar

Tabel 5. Adaptasi Ikan Lele (Clarias sp.) Terhadap Suhu Rendah


Jumlah
No. Waktu Ikan Adaptasi Ikan pada Suhu 36̊ (Tinggi)
Mati
Ikan bergerak aktif dan operkulum
1 9.45 - lebih akif bergerak
2 10.00 - Ikan berada di dekat aerator
Ikan beberapa diam dan operkulum
3 10.15 - lebih aktif bergerak

4 10.30 - Ikan diam dan beberapa terlihat kaku


Ikan bergerak lambat dan terlihat
5 10.45 - agak kaku
6 11.00 - Ikan diam
7 11.15 - Ikan diam
Ikan diam dan operkulum aktif
8 11.30 - bergerak
9 11.45 - Beberapa ikan bergerak aktif
10 12.00 - Beberapa ikan diam
Ikan bergerak lambat dan operkulum
11 12.15 - lebih aktif bergerak
Beberapa ikan diam dan operkulum
12 12.30 - lebih aktif bergerak
Ikan diam dan operkulum aktif
13 12.45 - bergerak
Beberapa ikan bergerak dan posisi
ikan vertikal (cepak) kepala
14 13.00 - menghadap atas
Ikan diam dan posisi masih vertikal
15 13.15 - (cepak) kepala menghadap atas
Beberapa ikan bergerak dan
16 13.30 - operkulum aktif bergerak

Tabel 6. Adaptasi Ikan Lele (Clarias sp.) Terhadap Suhu Tinggi


4.2. Pembahasan

Pada percobaan kali ini menggunakan ikan lele yang dipisahkan pada 3
buah aquarium yang merupakan di aquarium pertama tidak terdapat penambahan
dan pengurangan suhu, aquarium kedua menggunakan penambahan suhu sebesar
+8°C dan aquarium ketiga menggunakan penurunan suhu sebear -8°C.

Pada praktikum menggunakan media 1 dengan media aquarium dengan


suhu normal 28°C. Ikan lele setelah dimasukkan ke dalam suhu normal tampak
tenang dan normal. Sebagian besar ikan lele diam di dasar aquarium dan
operculum ikan terlihat lambat.

Pada praktikum menggunakan media 2 ikan lele dimasukkan kedalam


aquarium yang mengalami peningkatan suhu sebesar +8°C. Ikan mengalami
pergerakkan lebih lincah dibandingkan di media lainnya. Operculum terlihat lebih
cepat dan sebagian ikan terlihat lincah. Saat suhu dalam air meningkat
metabolisme ikanpun akan meningkat dan kadar oksigen dalam air akan
berkurang karena adanya peningkatan suhu sehingga akan kemungkinan besar
dapat mengalami kematian. Pada saat praktikum dipeningkatan suhu tidak
terdapat ikan yang mengalami kematian karena ikan dapat menyesuaikan dengan
lingkungan tersebut, operculum ikan semakin berkurang dan ikan dapat
beradaptasi dengan lingkungan baru.

Pada praktikum menggunakan media 3 ikan Lele dimasukkan kedalam


aquarium yang mengalami penurunan suhu sebesar -8°C. Ikan mengalami
pergerakan yang sangat lambat dibandingkan dengan media 1 dan 2, sebab
operculum ikan mengalami penurunan sehingga ikan menjadi tenang dengan suhu
yang lebih rendah. Metabolisme ikan tidak meningkat (stabil) dan oksigen
didalam air stabil. Namun, pada jam 10.20 terdapat salah satu ikan yang mati
kemungkinan ikan mengalami stres pada saat sebelum dimasukkan kedalam
aquarium pengurangan suhu dan tidak dapat beradaptasi seperti ikan yang lainnya.

Pada suhu lingkungan turun mendadak akan terjadi degradasi eritrosit


sehingga proses respirasi (pernafasan atau pengambilan oksigen) terganggu.
Sebaliknya, pada suhu yang meningkat tinggi akan menyebabkan ikan bergerak
aktif, tidak mau berhenti makan, dan metabolisme cepat meningkat sehingga
kotoran menjadi lebih banyak. Kotoran yang banyak akan menyebabkan kualitas
air disekitarnya menjadi buruk. Sementara kebutuhan oksigen meningkat, tetapi
ketersediaan oksigen air buruk sehingga ikan akan kekurangan oksigen dalam
darah. Akibatnya ikan menjadi stres dan terganggu keseimbangannya (Lesmana
2002).

Stres akibat peningkatan suhu air pada ikan berdampak terhadap kinerja
dan kesehatan ikan berupa gangguan fungsi sel-sel darah, salah satunya yaitu
eritrosit (El-Sherif et al 2009).
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari beberapa percobaan yang telah dilakukan pada aquarium pertama


ikan tidak mengalami perubahan sama sekali terlihat sangat stabil tidak
mengalami tingkah perilaku aneh dan terlihat sebagian besar ikan lele diam di
dasar aquarium. Operculum pada ikan lele di suhu normal juga terlihat sedikit
lambat. Sedangkan pada aquarium ke dua dengan suhu tinggi perilaku ikan lebih
lambat bergerak. Namun operculum ikan lele terlihat sangat cepat. Pada aquarium
ke tiga ikan sangat banyak berdiam diri dan lebih banyak menghabiskan waktu di
dasar aquarium tidak seperti ikan yang ada di aquarium pertama dan kedua yang
lebih banyak bergerak. Dan operculum pada suhu rendah ini terlihat melambat
dari ikan lele yang di aquarium suhu normal Jadi faktor suhu sangat berpengaruh
terhadap tingkah laku ikan mulai dari pergerakan dan metabolisme pada ikan.

5.2 Saran

Sebaiknya pada saat melakukan praktikum yang akan datang, persiapan


alat dan bahan untuk praktikum sudah dipersiapkan dengan baik agar praktikum
yang akan dilakukan berjalan dengan semestinya dan sesuai waktu yang
ditentukan
DAFTAR PUSTAKA

Amri, K. dan Khairuman, 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Agromedia
Pustaka, Depok. 75 hlm.
Bagenal TB and Braun E. 1978. Eggs and early life history. In methods for
assessments of fish production in fresh water. T.B. Bagenal (Ed.)
Oxford London: Blackwell Scientific Publication, pp: 165-201.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hal.
El-Sherif M.S. and El-Feky A.M.I. 2009. Performance of nile tilapia
(Oreochromis niloticus) fingerlings. II. Influence of different water
temperature. Int. J. Agric. Biol. 11: 301-305.
Gracia-lo pez MV,Kiewek-marti and Maldonado-garcu M.2004 don dogarci M.
2004. Effects of temperature and salinity on artificially reproduced
eggs and larvae of the leopard grouper Mycteroperca rosacea.
Aquaculture, 237 (1-4): 485–498.
Hakim AE and Gamal EG. 2009. Effect of Temperature on Hatching and Larval
Development and Mucin Secretion in Common Carp, Cyprinus
carpio (Linnaeus, 1758). Global Veterinaria, 3(2): 80-90.
Hernowo.2004.Pembenihan dan Pembesaran Lele di Pekarangan, Sawah dan
Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Khordi MG, Tancung AB.2005. Pengelolaan Kualitas Air. Penerbit Rineka Citpta.
Jakarta. 208 halaman.
Lesmana D. S. 2002. Kualitas Air untuk Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya:
Jakarta

Mahyudi, Kholis.2004.Pengajuan Lengkap Agribisnis Lele. Jakarta : Penebar


Swadaya.
Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Depdikbud, Jakarta. 138
Halaman.
Nurman. 1998. Pengaruh Penyuntikan Ovaprim Tehadap Kualitas Spermatozoa
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus B) Fisheries Jurnal . Jurnal
Fakultas Perikanan. (7) 93-115
Nwosu FM, Holzlohnev S. 2000. Influence of temperature on eggs hatching,
growth and survival of larvae of Heterobranchus longifilis.
(Teleostei: Clariidae). Journal of Applied Ichthyology, 16 (1):20-
23.
Sfakianakis DG, Leris I, Laggis A, Kentouri M. 2011. The effect of rearing
temperature on body shape and meristic characters in zebrafish
(Danio rerio) juveniles. Environmental Biology of Fishes, 92(2):
197–205.
LAMPIRAN

Gambar 1. Pengecekan suhu Gambar 2.Pemberian batu es

Gambar 3. Tabel pengamatan Gambar 4. Pengecekan aerator

Gambar 5. Pengamatan ikan disuhu Gambar 6. Pengamatan ikan disuhu

normal (28∞C) panas (36∞C)


Lampiran 2. Perhitungan

FK : (∑Yij)2/tr = 3.0976/6 = 0.51626

JKT : ∑Yij2-FK = 0.653 – 0.51626 = 0.13673

JKP : (∑Yi2/r)-FK = (1.047/2)-0.51626 = 0.5235-0.51626 = 0.00723

JKS : JKT-JKP = 0.13673-0.00723 = 0.1295

DBP : t-1 = 3-1 = 2

DBS : t(r-1) = 3(2-1) = 3

DBT : tr-1 = 3.2-1 = 5

KTP : JKP/DBP = 0.00723/2 = 0.003615

KTS : JKS/DBS = 0.1295/3 = 0.043166

F hit. : KTP/KTS = 0.003615/0.043166 = 0.083746

F tab. : 9.5520945

Hipotesis :

1. F hit > F tab = Tolak H0


2. F hit < F tab = Gagal tolah H0

Karena F hit < F tab, maka didapatkan gagal tolak H0. Sehingga tidak ada
pengaruh perlakuan perubahan suhu terhadap ikan Platy

Anda mungkin juga menyukai