Anda di halaman 1dari 41

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan pelangi yang umumnya dikenal dengan Nama ikan rainbow atau

“rainbowfish” merupakan salah satu jenis ikan hias yang sangat populer bagi

kalangan pencinta ikan hias akuarium. Ikan ini termasuk dalam famili

Melanotaeniidae, dengan tubuh kecil multiwarna dan jika diletakkan dalam

aquarium dengan kondisi tertentu, tubuhnya merefleksikan warna-warna pelangi.

Sejauh ini, sudah ada sekitar 76 spesies dari 7 genus yang telah berhasil

dideskripsi oleh para ahli taksonomi (Allen et al.2008;Tappin 2010; Kadarusman

et al.2010), dan genus Melanotaenia memiliki diversitas tertinggi yaitu sebanyak

54 spesies (APSOR 2010). Dari beberapa spesies yang telahdideskripsikan

tersebut terdapat beberapa spesies yang terdaftar dalam redlist IUCN, salah satu

diantaranya adalah ikan pelangi kurumoi (Melanotaenia parva) dengan status

rentan (IUCN 2011).

Ikan pelangi kurumoi merupakan ikan endemik di danau Kurumoi, sebuah

danau yang terletak di Kabupaten Bintuni Papua Barat. Ikan ini pertama kali

dideskripsikan oleh G.R. Allen pada tahun 1990, memiliki warna yang sangat

menarik dengan warna merahorange yang cerah mendominasi sebagian besar

tubuhnya (Tappin 2010). Oleh karena keindahannya tersebut, ikan ini banyak

diburu oleh para penggemar ikan hias akuarium. Pemenuhan kebutuhan ikan hias

pada umumnya masih mengandalkan tangkapan dari alam, termasuk spesies ikan

ini. Penangkapan ikan secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek konservasi

dapat mengakibatkan terjadinya kepunahan.

1
Apabila hal ini tetap berlangsung dikhawatirkan dapat membahayakan

kelestarian ikan rainbow yang di alam. Adanya pengetahuan dan teknologi untuk

membudidayakan ikan pelangi (Melanotaenia parva) diharapkan dapat

melestarikan dan mempertahankan kelangsungan hidup ikan ini. Berdasarkan hal

tersebut, maka kegiatan pemijahan ikan pelangi di Balai Penelitian dan

Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPIH) Depok dilakukan.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari tugas akhir ini adalah untuk memperkuat penguasaan teknik

pemijahan ikan pelangi kurumoi.

Manfaat penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperluas wawasan

kompetensi keahlian mahasiswa dalam berkarya dimasyarakat kelak khusunya

mengenai teknik-teknik pemijahan ikan pelangi kurumoi.

2
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan pelangi Kurumoi

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan pelangi Kurumoi

Klasifikasi ikan pelangi adalah

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Superclass : Osteichthyes

Class : Actinopterygii

Subclass : Neopterygii

Infraclass : Teleostei

Superorder : Acanthopterygii

Order : Atheriniformes

Suborder : Athernoidea

Family : Melanotaeniidae

Genus : Glossolepis

Species : Melanotaenia parva Allen, 1990

3
Ikan pelangi kurumoi (Melanotaenia parva)
Sumber: BPPBIH Depok

Ikan pelangi memiliki panjang makimal 15 cm pada indukan jantan,

sedangkan pada indukan pelangi betina memiliki panjang dan ukuran tubuh relatif

kecil jika di bandingkan dengan pelangi jantan. Ikan pelangi mempunyai bentuk

tubuh yang panjang dan pipih ke samping. Mempunyai dua buah sirip punggung

yang pertama letaknya paling depan ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan

sirip punggung sedangkan yang kedua berada di belakangnya. Warna dasar

tubuhnya suram tetapi mengkilap dengan bagian punggung kecoklatan, serta

kekuningan pada bagian perut. Selain itu pada sisi badannya terdapat banyak

garis memanjang berwarna coklat kemerahan (Daelami 2010).

4
2.1.2 Habitat

Ikan pelangi tergolong dalam famili melanotaenidae yang terdistribusi di

Irian Jaya, Papua New Guinea, dan Australia dengan habitat kebanyakan air

bersih pada ketinggian di bawah 1500 meter, baik di sungai, danau, dan rawa

(Said dan Hidayat 2005). Ikan ini aktif pada siang hari (diurnal) untuk mencari

makan dan beraktifitas (Allen 1995).

2.1.3 Makan dan Kebiasaan Makan

Ikan pelangi tergolong ikan pemakan segala (omnivora) sehingga bisa

mengkonsumsi pakan berupa hewan atau tumbuhan (Saputra 2007). Pada benih,

pakan yang disukainya adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera

dan Moina sp. (Amri dan Khairuman 2003). Ikan pelangi aktif mencari makan

pada siang hari (diurnal) (Allen 1995). Pada malam hari, ikan pelangi lebih

banyak beristirahat (Amri dan Khairuman 2008). Ikan pelangi juga merupakan

ikan pelagis yaitu ikan yang mencari makanan di permukaan air.

2.1.4 Pemijahan Induk

Pemijahan adalah sebagai salah satu bagian dari reproduksi yang

merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup suatu

spesies. Hampir semua ikan pemijahannya berdasarkan reproduksi seksual yaitu

terjadi persatuan sel reproduksi organ seksual yang berupa telur dari ikan betina

dan spermatozoa dari ikan jantan membentuk zigot. Persatuan kedua macam sel

5
tersebut ada yang terjadi di dalam tubuh dan ada pula yang terjadi di luar tubuh,

pada ikan umumnya terjadi pembuahan di luar tubuh (Effendie 1997).

          Keberhasilan suatu spesies ikan ditentukan oleh kemampuan ikan tersebut

untuk bereproduksi dalam kondisi lingkungan yang berubah-ubah dan

kemampuan untuk mempertahankan populasinya. Fungsi reproduksi pada ikan

pada dasarnya merupakan bagian dari sistem reproduksi yang terdiri dari

komponen kelenjar kelamin atau gonad, dimana pada ikan betina disebut ovarium

sedang pada jantan disebut testis beserta salurannya. Sementara beberapa kelenjar

endokrin mempunyai peranan dalam mengatur sistem reproduksi (Hoar & Randall

1983).

Aktifitas reproduksi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : lingkungan,

pakan dan genetik. Salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pola

reproduksi organisme akuatik adalah fotoperiod yang dikombinasikan dengan

suhu pemeliharaan (Oliveira et al. 2011)

Perubahan faktor lingkungan seperti lama penyinaran dan suhu dapat

mempengaruhi tahap-tahap aktivitas pertumbuhan, perkembangan organisme dan

kontrol pemijahan (Elseth & Baumgardner 1984 dalam Said et al. 1997; Bromage

et al. 2001). Sependapat dengan hal tersebut, Carrillo et al. 1989; Gillet 1994;

Brown et al. 1995 dalam Brooks et al. (1997), menyatakan bahwa faktor

lingkungan seperti fotoperiod, suhu, pH, dan salinitas pada media budidaya juga

dapat mempengaruhi pola reproduksi dan kualitas telur yang dihasilkan.

6
Tingkah Laku Reproduksi

Kegiatan reproduksi pada setiap spesies berbeda. Tergantung kondisi

lingkunan tertentu setiap tahun. Ikan memiliki variasi yang luas dalam strategi

reproduksi agar keturunannya mampu bertahan hidup.

Masa pemijahan tiap-tiap spesies ikan berbeda-beda. Ada pemijahan yang

berlangsung dalam waktu singkat (total spawner=isochronal), tetapi banyak pula

dalam waktu yang panjang. Pemijahan sebagian demi sebagian (partial

spawner=heterochronal) pada ikan dapat berlangsung sampai beberapa hari

(Effendi 1997). Aktivitas pemijahan ikan pelangi kurumoi berlangsung setiap

hari selama pemijahan. Hal ini berkaitan dengan sifat alami ikan pelangi yang

memijah secara parsial (Pusey et al. 2001).

Kegiatan reproduksi dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu fase pra pemijahan,

fase pemijahan, fase pasca pemijahan. Berdasarkan hal ini maka tingkah

laku ikan itu dapat pula dibagi menjadi tiga yaitu tingkah laku pada fase pra

pemijahan, tingkah laku ikan pada fase pemijahan dan tingkah laku ikan pada fase

pasca pemijahan. Tingkah laku reproduksi ini berhubungan erat dengan sifat ikan

itu sendiri. Apakah ikan itu melakukan perlindungan terhadap keturunannya atau

tidak. Tingkah laku ikan yang menjaga keturunannya dapat dikatakan relatif lebih

banyak variasinya dari pada ikan ovipar, terutama tingkah laku pasca pemijahan

(Effendi 1997). Spesies ikan yang berasal dari famili Melanotaeniidae umumnya

tergolong memijah bertahap, tidak mengasuh anaknya (Milton dan Arthington

1984; Huword dan Huglus 2001; Pusey et al. 2001; McGuigan et al. 2005).

7
Macam-macam tingkah laku ikan pada fase pra pemijahan diantaranya ialah:

aktifitas mencari makan, ruaya, pembuatan sarang, sekresi feromon (pengenalan

lawan jenis, mencari pasangan), gerakan-gerakan rayuan dan lain-lain. Tingkah

laku ikan pada fase pemijahan diantaranya ialah: Bersamaan dengan pengeluaran

produk seksual ada ikan yang melakukan sentuhan bagian-bagian tubuh, gerakan

eksotik dengan menggetarkan seluruh bagian tubuh, gerakan pembelitan tubuh

ikan jantan atau ikan betina oleh ikan jantan, penyimpanan telur oleh ikan jantan

atau ikan betina ke dalam sarang, gua, bagian pada tubuh, pada busa, tumbuh-

tumbuhan dan lain-lain.   Tingkah laku ikan pada fase pasca pemijahan diantarany

a ialah penyempurnaan penutupan sarang, penjagaan sarang yang berisi telur yang

telah dibuahi atau telur yang sedang berkembang, menjauhi daerah pemijahan dan 

lain-lain (Effendi 1997).  Proses pemijahan pada ikan pelangi kurumoi berlangsun

g dengan sangat cepat dan hampir tidak diketahui. Diperkirakan terjadi dalam

keadaan gelap pada malam hari atau menjelang pagi. Tanda-tanda induk akan

memijah dapat dikenali dari sifatnya yang tampak akrab berduaan. Warna tubuh

induk jantan berubah menjadi lebih tajam (kontras). Perkenalan induk jantan dan

induk betina terkadang berlangsung lama. Mula-mula induk jantan akan mengejar

dan mendekati pasangannya. Kemudian induk betina meiuk-liukan sirip punggung

dan ekornya sampai  menghadang dan memojokkan betinanya ke substrat

(Nasution 2000). Induk betina biasanya hanya mampu memijah sekali dalam

sehari, sedangkan induk jantan biasanya mampu memijah lebih dari satu kali

dengan induk yan berbeda (Tappin 2010).

Semua tingkah laku ikan itu merupakan resultante sejumlah rangsangan

motoris yaitu rangsangan eksternal dan rangsangan internal berasal dari sekresi

8
hormon, sedangkan rangsangan luar berasal dari berbagai macam sumber seperti

faktor lingkungan, zat kimia dan lain-lain yang dimediasikan melalui organ-organ

sensori dari visual. Begitu ikan memperlihatkan suatu tindakan sebenarnya

merupakan suatu fenomena yang dinamik, termasuk tingkah laku "hibernasi" dan

"aestivasi" musim panas (Effendi 1997) dan pada spesies ikan yang berasal dari fa

mili Melanotaiidae memperlihatkan pola pemijahan yang bervariasai berdasarkan

musim yaitu musim basah (Allen 1991 in Huword Hughes 2001), musim kering

(Humphries et al. 1999) dan sepanjang waktu (Pusey et al. 2001).

Sebagai tambahan terhadap fungsi dalam pengaturan tingkah laku, sistem

hormon juga mengatur perkembangan sifat seksual sekunder yang berhubungan

erat dengan interaksi tingkah laku. Yang memegang peranan penting dalam sifat

seksual sekunder ini adalah steroid_yang dihasilkan gonad. Hal ini meliputi

pewarnaan tubuh dalam pemijahan sebagai daya tarik pasangannya, persaingan

antara ikan-ikan jantan, mempertahankan isolasi reproduksi dan bentuk-bentuk

structural pada tubuh yang mrliputi timbulnya semacam jerawat di atas kepala

pada masa pemijahan , modifikasi sirip seperti gonopodium (Effendi 1997).

2.1.5 Fertilisasi (pembuahan)

Fertilisasi merupakan salah satu langkah dari proses reproduksi.

Pembuahan (fertilisasi) pada vertebrata ada 2 yaitu pembuahan internal dan

pembuahan eksternal. Pembuahan (fertilisasi) pada ikan pelangi terjadi secara

eksternal yaitu persatuan sperma denan sel telur terjadi diluar tubuh.

9
Perkembangan embrio diawali saat proses impregnesi, dimana sel telur

(ovum) dimasuki sel jantan (spermatozoa). Proses pembuahan pada ikan bersifat

monospermik, yakni hanya satu spermatozoa yang melewati mikropil dan

membuahi sel telur pada pembuahan ini terjadi percampuran inti sel telur dengan

inti sel jantan. Kedua macam inti sel ini masing masing mengandung gen

(pembawa sifat keturunan) sebanyak satu set (haploid). Sel telur dan sel jantan

yang berbeda dalam cairan fisiologis masing masing dalam tubuh induk betina

dan jantan masih bersifatnon aktif. Ada beberapa hal yang mendukung

berlangsungnya pembuhan dengan baik. Pada saat sel telur dan spermatozoa

dikeluarkan kedalam air mereka menjadi aktif. Spermatozoa yang tadinya non

aktif bergerak (motil) dengan mengunakan ekornya yang berupa cambuk. Berjuta

juta sepermatozoa dikeluarkan pada saat memijah dan menempel pada sel telur,

tetapi hanya satu yang dapat melewati mikrofil satu satunya lubang masuk

spermatozoa pada sel telur. Kepala spermatozoa masuk melalui mikropil dan

bersatu dengan inti sel telur sedangkan ekornya tertinggal pada saluran mikropil

tersebut, dan berfungsi sebagai sumbat untuk mencegah sel sel jantan yang lain

ikut masuk (Effendi 2009). Masuknya spermatozoa lewat mikropil harus

berlangsung dengan cepat sekali supaya persatuan kedua inti sel kelamin tersebut

dapat terjadi, karena inti sel telur bergerak dan daya gerak sperma itu sendiri

sangat terbatas 1─2 menit saja (Effendi 2009). Spermatozoa lainnya yang

bertumpuk pada saluran mikropil, ada yang mengatakan dilebur dijadikan

makanan sel telur yang telah dibuahi atau zigot. Tetapi ada pula yang mengatakan

dibuang, didorong keluar oleh reaksi korteks. Demikian juga halnya dengan

spermatozoa yang menempel pada 9 permukann chorion harus dibuang karena

10
dapat menggangu proses pernapasan (metabolisme) zigot yang sedang

berkembang. Cara pembuangan atau pelepasan spermatozoa dengan reaksi

korteks (Horvath 2003). Percampuran inti sel telur dan spermatozoa terjadi dalam

sitoplasma telur. Persatuan kedua inti (pronuklei) dari sel betina dan sel jantan

bersatu dalam proses yang disebut amfimiksis (Effendi 2009). Ada dua fungsi

utama fertilisasi yaitu fungsi reproduksi dan fungsi perkembangan. Pada fungsi

reproduksi, fertilisasi memungkinkan perpindahan unsur unsur genetik dari pada

tetuanya. Jika pada gametogenesis terjadi reduksi unsur genetik dari 2n (diploid)

menjadi n (haploid), maka pada fertilisasi memungkinkan pemulihan kembali

unsur genetiknya, n dari tetua jantan dan dari tetua betina sehingga diperoleh

induvidu normal 2n, tanpa fertilisasi (kecuali pada kasus-kasus tertentu),

kesinambungan keturunan suatu spesies tidak akan terjadi. Pada fungsi

perkembangan, fertilisasi menyebapkan stimulus atau rangsangan pada sel telur

untuk menyelesaikan proses pembelahan meiosisnya dan membentuk pronukleus

betina yang melebur dengan pronukleus jantan membentuk zigot. Jika tidak

terjadi fertilisasi atau pembuahan, maka sel telur tetap bertahan pada tahap

metaphase II yang selanjutnya beregenerasi (atresia) tanpa mengalami proses

perkembangan selanjutnya (Norman et al.1998).

2.1.6 Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dibutuhkan agar ikan yang dipelihara dapat terjaga

dan terpelihara dengan baik. Pengelolaan kualitas air dengan cara melakukan

penyiphonan yaitu dengan cara membersihkan sisa pakan yang tidak termakan

oleh ikan. Menurut Effendi (2000) suhu sangat berperan dalam mengendalikan

11
kondisi ekosistem perairan termaksud bagi kelangsungan hidup ikan. Menurut

Kadarusman et al. (2007) suhu yang ideal untuk kelangsungan hidup ikan pelangi

adalah berkisar 25−26 oC. Menurut Tappin (2010) pH ideal untuk kelangsungan

hidup ikan pelangi berkisar 6,5−7,8. Tappin (2010) mengatakan DO ideal untuk

ikan pelangi bernilai lebih dari 5 mg/l.

12
III METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Laporan tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil PKPM yang telah

dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2016 di BPPBIH Depok.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada proses pemijahan Ikan pelangi kurumoi

(Melanotaenia parva) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat yang digunakan beserta fungsinya pada kegiatan pembenihan


pelangi kurumoi (Melanotaenia parva)

No Nama Alat Fungsi


1. Aquarium wadah pemeliharaan induk yang dipijahkan
2. Baskom wadah telur yang diinkubasi
4. Substrat berbahan Tali substrat indukan ikan rainbow meletakan telur
Rafia
5. Lampu Sumber cahaya untuk melihat telur selama masa
inkubasi pada baskom
6. Aerasi Sumber oksigen
7. Selang Untuk membersihkan (menyiphon) akuarium yang
digunakan sebagai wadah pemijahan
8. Timbangan Untuk menimbang ikan yang akan dipijahkan
9. Plankton net Untuk memanen pakan alami
10 Pinset Untuk mengambil telur yang tidak terbuahi
.
11 Gelas ukur Untuk menghitung jumlah air yang akan digunakan
. untuk membius ikan
13 Kertas label Untuk melebel wadah yang digunakan pada saat
. inkubasi telur
14 Kertas Milimeter Untuk mengukur panjang ikan yang digunakan
.
15 Thermometer Ph Untuk mengukur suhu dan pH
.
16 Bak plastic Wadah pemeliharaan larva
. Konter Untuk menghitung larva
17 Sendok plastik untuk mengambil larva dari wadah inkubasi
.

13
18
.

Adapun bahan yang digunakan pada pembenihan ikan pelangi kurumoi

(Melanotaenia parva) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan yang digunakan beserta fungsinya pada kegiatan pembenihan ikan
pelangi kurumoi (Melanotaenia parva)

No Nama Bahan Fungsi


1. Ikan rainbow Melanotaenia Ikan yang akan dipijahkan
parva
2. Rotifera Pakan larva
3. Pelet Pakan induk
4. Artemia Pakan larva
5. Cacing darah (Chironomus sp) Pakan induk
6. Penoxy etanol Bahan kimia untuk membius ikan

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah

menggunakan pengumpulan data secara kuantitatif dimana meliputi data primer

yang berupa observasi, wawancara, dan partisipasi aktif dan data sekunder untuk

melengkapi data yang dikumpulkan.

3.3.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya,

diamati dan dicatat untuk pertama kalinya melalui prosedur dan teknik

pengambilan data yang berupa interview, observasi, partisipasi aktif maupun

14
memakai instrumen pengukuran yang khusus sesuai tujuan (Sigian dan Sugiarto

2002).

A. Observasi

Observasi atau pengamatan secara langsung adalah kegiatan memusatkan

perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra (Arikunto

2006). Pada Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) ini observasi

dilakukan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan kegiatan pemijahan

ikan pelangi meliputi persiapan wadah, pemberian pakan, dan substrat.

B. Wawancara

Wawancara adalah memperoleh informasi dari orang yang diwawancarai

dengan menggunakan sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara. Dalam

melakukan wawancara, pewawancara harus dapat menciptakan suasana nyaman

dan santai tapi serius, artinya bahwa wawancara dilakukan dengan sesungguh-

sungguhnya dan tidak main-main (Arikunto 2006).

C. Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif adalah keterlibatan secara langsung dan aktif dalam suatu

kegiatan di lapangan (Rosidi 2008). Kegiatan yang dilakukan adalah pemijahan

ikan pelangi. Kegiatan tersebut diikuti secara langsung mulai dari persiapan

wadah, pemilihan induk, perawatan induk, pemberian pakan, pemijahan induk,

penanganan telur, perawatan larva, pengukuran kualitas air (pH, Suhu, dam

15
Oksigen terlarut) serta kegiatan lainnya yang berkaitan dengan Pengalaman Kerja

Praktek Mahasisa (PKPM) yang dilakukan.

3.3.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut dan

disajikan oleh pengumpul data primer atau oleh pihak lain, yang pada umumnya

disajikan dalam bentuk diagram. Data ini dapat diperoleh dari laporan-laporan,

pustaka yang menunjang, data dokumentasi, data lembaga penelitian dan data dari

dinas perikanan (Sigian dan Sugiarto 2002).

3.4 Metode Pelaksanaan

3.4.1 Persiapan Sarana dan Prasarana

Wadah Pemijahan

Kegiatan pemijahan induk diawali dengan persiapan wadah pemijahan

induk. Wadah yang digunakan untuk pemijahan induk berupa akuarium

berukuran 80 cm x 40 cm x 40 cm. Persiapan wadah dimuali dengan

pengosongan air sisa yang masih tertinggal di dalam wadah pemijahan.

Pengosokan dilakukan pada bagian luar dan dalam akuarium dengan

menggunakan spons atau sabut halus. Setelah dilakukan pengosokan, wadah

dibilas dan dikeringkan. Proses pengeringan wadah dilakukan selama 3−4 jam,

hal tersebut dilakukan agar kotoran tidak menempel kemabali kedalam wadah

pemijahan. Pengisian air dilakukan dengan menggunakan selang, wadah

16
pemijahan diisi air setinggi 30 cm. Air yang digunakan untuk pengisian air wadah

pemijahan induk pelangi berasal dari air sumur yang ditampung di dalam bak

tendon. Wadah pemijahan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Wadah pemijahan

Filter Pemijahan

Habitat ikan pelangi yang menginginkan kondisi perairan yang mengalir

mengindikasikan bahwa ikan pelangi menginginkan perairan yang kaya oksigen.

Untuk itu diperlukan pompa air untuk membuat kondisi tempat pemijahan

mengalir. Selain pompa tersebut harus dilengkapi dengan filter air yang berperan

untuk menyaring sisa pakan dan feses pada perairan sehingga kualitas air yang

ada tetap terjaga.

Substrat

Substrat digunakan untuk menempelkan telur yang dikeluarkan induk

pelangi. Seperti habitat aslinya dimana pelangi biasa menempelkan telur pada

tanaman air maupun bebatuan. Substrat yang dapat digunakan untuk tempat

menempelkan telur dapat berupa tanaman air, seperti enceng gondok, ijuk halus

17
atau tali rafia yang dibuat serabut. Sebelum digunakan substrat tersebut harus

dicuci terlebih dahulu agar terhindar dari penyakit, parasit atau bahan kimia. Dari

ketiga substrat tersebut substrat yang paling baik adalah dari tali raffia. Tali raffia

yang di potong-potong sepanjang 30 cm, kemudian diikat pada salah satu ujung

dan disikat dengan sikat kawat sehingga berbentuk serabut memiliki kelebihan

tidak busuk dan memiliki daya lekat yang baik untuk telur.

3.4.2 Seleksi Induk

Seleksi induk matang perlu dilakukan untuk mengetahui induk yang

dipelihara sudah siap untuk dipijahkan atau belum, juga untuk mengetahui induk

yang dipijahkan memiliki kualitas yang baik atau tidak. Pemijahan dapat

dilakukan apabila induk yang digunakan baik jantan atau betina sudah berumur 8

bulan – 1 tahun. Untuk mendapatkan hasil telur yang lebih baik, induk yang

digunakan berumur 1 tahun. Kegiatan pengukuran panjang dan bobot induk perlu

dilakukan sebelum induk dipijahkan. Pengukuran panjang induk dilakukan

dengan menggunakan millimeter block sedangkan untuk penimbangan bobot

tubuh dilakukan dengan menggunakan timbangan digital.

Sebelum dilakukan proses pengukuran panjang dan penimbangan bobot,

induk yang akan disampling dilakukan pembiusan terlebih dahulu dengan

menggunakan larutan phenoxy etanol yang dilarutkan dengan air sebanyak 0,3

ml/L air. Pembiusan dilakukan dengan perendaman induk kedalam larutan

phenoxy selama 2−5 menit, hingga induk menjadi lemas. Perendaman pada

larutan phenoxy bertujuan agar ikan yang disampling tidak stress, sehingga dapat

18
memudahkan pengukuran serta penimbangan apabila ikan dipingsankan terlebih

dahulu.

Setelah ikan pingsan, dilakukan pencatatan panjang total, dan bobot dari

induk yang akan dipijahkan. Induk yang sudah disampling, disadarkan kembali

dengan dimasukkan kedalam air bersih dan diberikan aerasi kuat. Setelah induk

sadar, induk langsung dimasukkan kedalam wadah pemijahan. Kegiatan seleksi

induk dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Penimbangan berat Induk

3.4.3 Pemijahan

Pemijahan dilakukan secara alami tanpa memberikan rangsangan

hormonal. Pemijahan dilakukan di 3 akuarium yaitu akuarium 1, 2 dan 3. Ketiga

wadah pemijahan ini menggunakan perbandingan 1:1 dengan jumlah induk yang

digunakan sebanyak 3 pasang. Proses pemijahan ikan pelangi kurumoi dilakukan

selama 27 hari. Pada pemijahan induk pelangi kurumoi, wadah pemijahan

diberikan substrat yang berupa tali rafia berwarna gelap yang dipotong sebanyak

19
10−20 lembar dan diberikan pemberat berupa batu agar susbtrat dapat tenggelam

ke dasar permukaan akuarium. Fungsi dari substrat ini digunakan untuk

penempelan telur hasil pemijahan, dan pengangkatan substrat dilakukan setiap

hari untuk mengetahui telur yang tidak terbuahi.

3.4.4 Pemberian Pakan

Pemberian pakan induk merupakan salah satu faktor yang dapat

mempercepat proses induk untuk matang gonad. Pakan yang diberikan untuk

induk berupa cacing darah atau bloodworm (Gambar 4). Frekuensi pemberian

pakan induk pelangi dilakukan sebanyak 2 kali sehari, yaitu pada pagi hari dan

sore hari dengan metode pemberian sekenyangnya atau ad satiation. Kegiatan

pemberian pakan induk membutuhkan waktu selama 15 menit untuk sekali

pemberian pakan.

Gambar 3 Cacing

3.4.5 Penetasan Telur

Wadah yang digunakan pada proses penetasan telur adalah baskom plastik

yang bervolume 5 liter. Kegiatan penetasan telur diawali dengan pengangkatan

20
substrat yang telah ditempeli oleh telur. Substrat yang terdapat telur langsung

diangkat dan dipindahkan ke wadah inkubasi. Sebelum substrat yang ada pada

akuarium dipindahkan ke dalam baskom, baskom terlebih dahulu dicuci bersih.

Kemudian baskom diisi air dari akuarium asal substrat. Substrat yang telah di

tempeli telur diinkubasi dan dilakukan pengecekan telur yang tidak terbuahi.

Penetasan telur menjadi larva terjadi selama 5−8 hari. Pengecekan substrat

dilakukan setiap hari untuk mengetahui jumlah telur yang mati selama di wadah

inkubasi. Telur yang telah menetas pada wadah inkubasi dihitung dan di

pindahkan kedalam wadah pemeliharaan larva. Untuk pengamatan telur yang

menetas diwadah inkubasi dilakukan setiap hari. Untuk kegiatan pengecekan

substrat serta pengecekan telur dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Pengecekan telur diwadah inkubasi

3.5 Parameter yang Diamati dan Analisis Data

Parameter yang diamati pada saat melakukan pemijahan ikan rainbow

kurumoi adalah berat induk, panjang tubuh, kualitas air, derajat pembuahan

(Fertilisasition Rate/FR) dan derajat penetasan (Hatching Rate /HR).

21
Penghitungan parameter tersebut menggunakan metode yang dilakukan Said

(2008):

1. Jumlah telur ovulasi (Number of Ovulated Eggs/NOE): jumlah telur total yang

dikeluarkan oleh pasangan induk selama pemijahan;

2. Derajat pembuahan (Fertilization Rate/FR): persentase dari jumlah telur hidup

terhadap jumlah telur total yang dihasilkan selama pemijahan;

FR = ∑ Telur yang Terbuahi X 100%

∑ Total Telur

3. Derajat penetasan (Hatching Rate/HR): persentase jumlah larva yang

dihasilkan terhadap jumlah telur hidup selama pemijahan.

HR = ∑ Telur yang Menetas X 100%


∑ Telur yang Terbuahi

22
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Seleksi induk

Seleksi induk yang dipijahkan dilakukan berdasarkan pengamatan secara

visual terhadap induk ikan yang matang gonad. Ikan hias dengan kualitas yang

tinggi salah satunya ditentukan oleh kualitas dari induk. Untuk ciri induk yang

baik dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan induk jantan dan betina ikan pelangi kurumoi (Melanotaenia
parva) yang sudah matang gonad

Jantan Betina
Warna tubuh Warna lebih kontras dan tajam dan Berwarna oranye kemerahan
didominasi oleh warna oranye yang lebih pudar
Bentuk tubuh Lebar dan lebih besar. Bentuk perut Ramping dan relatif lebih
proporsional kecil pada bagian perut lebih
besar
Tingkah laku Lincah (lebih agresif) Kurang agresif
Bentuk alat Lonjong Membulat
genital
Bentuk sirip Sirip punggung berdekatan / sampai Sirip punggung tidak sampai
pada pangkal ekor pada pangkal ekor
Sumber: BPPBIH Depok

4.2 Pemijahan

Pemijahan dilakukan pada 3 akuarium dengan perbandingan jantan dan

betina adalah 1:1, hingga jumlah induk yang digunakan sebanyak 3 pasang .

Ukuran dan bobot induk diukur dan ditimbang terlebih dahulu sebelum

dipijahkan. Ukuran dan bobot induk dapat dilihat pada Tabel 4.

23
Tabel 4. Ukuran dan bobot induk jantan dan betina ikan pelangi kurumoi
(Melanotaenia parva)

Jantan Betina
Panjang Bobot
Induk Panjang Total (cm) Bobot (gram) Total (cm) (gram)
1 7,2 6,8 6,5 4,6
2 6,8 5,9 6,5 4,5
3 6,8 5,7 7 5,2

Hasil pengamatan terhadap aktifitas pemijahan menunjukkan bahwa ikan

pelangi kurumoi dapat memijah dalam lingkungan yang terkontrol. Data hasil

pemijahan dapat dilihat pada Tabel 5.

24
Tabel 5. Data hasil pemijahan tiga pasang induk ikan pelangi kurumoi
Pe Jumlah Telur
No. mijah Yang Tidak Mati
Dikeluar ter Ter FR selama Me HR (%)
Pasang an hari
kan buahi buahi (%) inkubasi netas
an ke-
(Kali) (Butir) (Butir) (Butir) (Butir) (Butir)

1 94 0 94 100 1 93 98,93
2 86 0 86 100 1 85 98,83
3 60 0 60 100 7 53 88,33
4 54 0 54 100 2 52 96,29
1 5 72 0 72 100 1 71 98,61
6 55 0 55 100 1 54 98,18
7 36 0 36 100 0 36 100
8 34 0 34 100 0 34 100
9 100 0 100 100 1 99 99
Jumlah 591 0 591 900 14 577 878,17
Rata- 65,67 0 65,67 100 1,5 64,1 97,63
rata

1 92 0 92 100 1 91 98,91
2 32 0 32 100 1 31 96,87
3 68 0 68 100 2 68 100
4 26 0 26 100 0 26 100
2 5 23 0 23 100 0 23 100
6 33 0 33 100 2 31 93,93
7 19 0 19 100 0 19 100
8 34 0 34 100 0 34 100
9 85 0 85 100 0 85 100
10 22 0 22 100 0 22 100
Jumlah 434 0 434 1000 6 430 989,71
Rata- 43,4 0 43,4 100 0,6 43 99,07
rata
1 53 0 53 100 1 52 98,11
2 24 0 24 100 0 24 100
3 26 0 26 100 0 26 100
3 4 46 0 46 100 12 34 79,91
5 31 0 31 100 0 31 100
6 26 0 26 100 2 24 92,30
Jumlah 206 0 206 600 15 191 570,32
Rata- 34,33 0 34,33 100 2,5 31,83 95,05
rata

25
Aktivitas pemijahan ikan pelangi kurumoi berlangsung setiap hari selama

pemijahan. Hal ini diduga berkaitan dengan sifat alami ikan pelangi yang

memijah secara parsial (Pusey et al. 2001). Partial spawner yaitu spesies ikan

yang mengeluarkan telur matang secara bertahap pada satu periode pemijahan.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi fungsi reproduksi pada spesies

ikan terdiri dari faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi

curah hujan, suhu, sinar matahari, tumbuhan dan adanya ikan jantan. Pada

umumnya ikan-ikan di perairan alami akan memijah pada awal musim hujan atau

pada akhir musim hujan, karena pada saat itu akan terjadi suatu perubahan

lingkungan atau kondisi perairan yang dapat merangsang ikan-ikan untuk

berpijah. Faktor internal meliputi kondisi tubuh dan adanya hormone reproduksi

(Redding & Reynaldo 1993). Adapun faktor internal yaitu tersedianya hormon

steroid dan gonadotropin baik dalam bentuk hormon Gonadotropin I (GtH I) dan

Gonadotropin II (GtH II) dalam jumlah yang cukup dalam tubuh untuk memacu

kematangan gonad diikuti ovulasi serta pemijahan.

          Sebaliknya bilamana salah satu atau kedua hormon; tersebut tidak

mencukupi dalam tubuh maka perkembangan oosit dalam ovarium terganggu

bahkan akan berhenti dan mengalami atresia (Pitcher 1995) Faktor lingkungan

merupakan stimuli yang dapat ditangkap oleh alat indera ikan seperti kulit, mata

dan hidung. Informasi berasal dari lingkungan sampai di otak melalui reseptor

yang terdapat pada masing-masing organ sensori. Selanjutnya melalui ujungujung

saraf akan diteruskan ke hipotalamus untuk mengeluarkan Gonadotropic releasing

Hormon (GnRH) yang dapat merangsang kelenjar hipofisa anterior untuk

memproduksi hormone Gonadotropic (GtH). Hormon Gonadotropic ini melalui

26
aliran darah akan menuju ke gonad, kemudian akan merangsang pertumbuhan

gonad yang selain mendorong pertumbuhan oosit juga untuk memproduksi

hormone steroid yangmerupakan mediator langsung untuk pemijahan.

Jumlah telur yang dihasilkan dari 3 pasang induk yang dipijahkan selama

13 hari secara terus menerus diperoleh masing-masing 591 butir, 434 butir dan

206 butir dengan rata-rata 65,67, 43.4, dan 34,33. Besar kecilnya jumlah telur

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor makanan, ukuran ikan, tingkat

kematangan gonadnya serta aktifitas induk ikan jantan dalam melakukan

rangsangan terhadap induk betina. Woynarovich & Horvath (1980) dalam Nur

(2011) menyatakan bahwa jumlah telur ikan dapat dipengaruhi oleh bobot tubuh

induk betina dan ukuran diameter telur. Tappin (2010) menambahkan bahwa

jumlah telur yang dikeluarkan oleh satu ekor betina berkaitan dengan ukurannya,

jumlah total telur yang dikeluarkan dapat meningkat seiring meningkatnya ukuran

serta tingkat kematangan gonadnya.

Derajat pembuahan telur ikan pelangi kurumoi yang dipijahkan diperoleh

rata-rata sebesar 100 %, 100 % dan 100 % (Tabel 5). Pemijahan yang dilakukan

dalam akuarium tanpa resirkulasi sangat mendukung terjadinya pembuahan telur

karena sperma yang dihasilkan induk jantan efektif membuahi sel telur tanpa

adanya faktor penghalang seperti arus maupun turbiditas air. Tingginya derajat

pembuahan dikarena jumlah telur yang dihasilkan sedikit dan tidak adanya faktor

penghalang dari lingkungan itu sendiri. Tinggi rendahnya derajat pembuahan

dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas sperma (faktor fisiologis) serta ada

tidaknya faktor penghalang dari lingkungan seperti arus dan turbiditas air (Tappin

2010). Selain faktor fisiologis dan lingkungan, faktor anatomi, morfologi dan

27
genetik juga berpengaruh terhadap derajat pembuahan telur. Hosken (1998)

dalam Yustina et al. (2003) menyatakan bahwa keberhasilan pembuahan

tergantung pada periode ejakulasi sperma (mijah) dan peluang pembuahan

dipengaruhi oleh perilaku jantan, anantomi dan fisiologi. Azwar (1994) dalam

Said (2008) menambahkan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi derajat

pembuahan adalah faktor genetik, faktor fisiologis (seperti kualitas sperma

individu jantan), dan faktor morfologi/struktur (seperti kesesuaian lubang mikrofil

telur dengan kepala spermatozoa).

Selain kualitas dan kuantitas sperma, kualitas telur juga memengaruhi

keberhasilan pembuahan. Billard (1992) dalam Satyani et al. (2008) menyatakan

bahwa faktor yang mempengaruhi derajat pembuahan pada ikan diantaranya

adalah kualitas telur (termasuk ukuran telur) dan sperma.

Daya tetas telur adalah kemampuan telur untuk berkembang dalam proses

embriogenesis hingga telur menetas. Daya tetas telur atau derajat penetasan

embrio dapat dipengaruhi oleh faktor intrinsik dari embrio itu sendiri dan juga

faktor eksternal atau lingkungan tempat embrio tersebut diinkubasi (Said 2008).

Menurut Effendie (1997) bahwa daya tetas telur dipengaruhi oleh banyak faktor,

antara lain kualitas telur, media penetasan, dan kualitas air yang meliputi: suhu,

pH, tekanan osmotik, cahaya dan oksigen.

Daya tetas telur ikan pelangi kurumoi yang diperoleh pada praktek ini

rata-rata sebesar 97,63 %, 99,07 % dan 95,05 %. Nilai tersebut cukup tinggi, hal

ini menunjukkan bahwa kualitas telur hasil pemijahan ikan pelangi kurumoi relatif

cukup baik sehingga perkembangan embrionya berlangsung secara sempurna

28
sampai berlangsungnya penetasan, disamping kualitas air media yang digunakan

sesuai dengan kebutuhan dalam perkembangan embrio telur yang diinkubasi.

4.3 Pengukuran Kualitas Air

Tappin (2010) menyatakan bahwa kualitas air yang paling berpengaruh

pada penetasan telur ikan pelangi adalah suhu air, dimana suhu air harus dijaga

agar fluktuasinya tidak lebih dari 1 °C. Pada PKPM ini suhu air media penetasan

telur berada pada kisaran 27,9−28,1 °C. Beberapa parameter kualitas air yang

terukur pada media pemeliharaan selama kegiatan pemijahan dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan ikan rainbow kurumoi
(Melanotaenia parva)
DO Suhu Amonia (NH3) Nitrit (NO2)
Jenis pH
(ppm) ( 0C ) (ppm) (ppm)
Tandon 4.40−4,5 27,5−8 6,0 0,001−0.005 0,002−0,015
Induk 5−5,28 28−28.7 6,5 0,001−0.017 0,009−0,018
Sumber: Alexander (2016)

Pengelolaan kualitas air harus terus dijaga pada masa pemeliharaan induk.

Penyiponan dapat dilakukan terus selama 3 hari sekali. Jika dirasa air yang

digunakan terlalu buruk dapat dilakukan pergantian air yang dilakukan secara

perlahan-lahan. Penggantian air yang dilakukan secara perlahan-lahan agar ikan

rainbow tidak stress menghadapi pergantian air yang ekstrem (Nasution 2000).

29
Menurut Effendi (2000) suhu angat berperan aktif dalam mengendalikan kondisi

ekosistem perairan termasuk bagi kelangsungan hidup ikan. Menurut

Kadarusman et al. (2007) suhu yang ideal untuk kelangsungan hidup ikan

rainbow adalah berkisar 25−26 oC, sedangkan suhu pada wadah pemijahan induk

berkisar 28−28,7 oC. Hal ini menunjukkan suhu pada wadah pemijahan terbilang

tinggi. Menurut Tappin (2010) pH ideal untuk kelangsungan untuk kelangsungan

hidup ikan rainbow berkisar 6,5−7,8, sedangkan pH pada wadah pemijahan 6,5.

Hal ini menunjukkan bahwa pH wadah pemijahan berada pada kisaran normal.

Tappin (2010) mengatakan DO ideal untuk ikan rainbow bernilai 5 ppm,

sedangkan DO pada wadah pemijahan berkisar 5−5,28 ppm. Hal ini juga

menunjukkan bahwa DO berada pada kisaran yang normal. Kadarusman (2007)

mengatakan Amonia (NH3) ideal untuk ikan rainbow bernilai 0,001−0,01 ppm,

sedangkan kisaran Amonia (NH3) pada wadah pmijahan bernilai 0,001−0,017

ppm. Hal ini menunjukkan bahwa Amonia (NH 3) berada pada kisaran normal.

Tappin (2010) mengatakan Nitrit (NO2) ideal untuk ikan rainbow bernilai < 20

ppm, sedangkan kisaran Nitrit (NO2) pada wadah pemijahan bernilai 0,009−0,018

ppm. Hal ini juga menunjukkan bahwa Nitrit (NO2) berada pada kisaran normal.

30
V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil pemijahan ikan rainbow

kurumoi adalah:

1. Pemijahan dilakukan secara alami tanpa memberikan rangsangan hormonal.

2. Induk yang digunakan sebanyak 3 pasang dengan perbandingan 1:1

3. Jumlah larva yang didapatkan selama 27 hari pengamatan adalah 1,198 ekor

4. Parameter kualitas air yang diperoleh selama pengamatan berada pada kisaran

normal kecuali, parameter suhu yang berada pada kisaran yang cukup tinggi.

5.2 Saran

Sebaiknya pada saat melakukan pemijahan ikan rainbow kurumoi

pengelolaan parameter kualitas air lebih dikontrol terutama pada parameter suhu

yang sangat berperan pada proses pemijahan ikan rainbow kurumoi.

31
DAFTAR PUSTAKA

Allen, G. R., P. J. Unmack & R. K. Hadiaty, 2008. Two new species of


rainbowfishes (Melanotaenia: Melanotaeniidae), from Western New
Guinea (Papua Barat Province, Indonesia). Aqua, Int. J. Ichthyol., 14(4):
209-224 pp.

APSOR. 2010. Penemuan jenis baru ikan pelangi Papua Melanotaenia fasinensis
Dari Sorong Selatan, penemuan kembali M. ajamaruensis dan status kritis
hampir punah M. parva di Danau Kurumoi Kabupaten Bintuni. Warta Riset.
Akademi
Perikanan Sorong. http://www.apsordkp.ac.id. 3 p.

Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Vol XIII. PT.
Rineka Cipta. Jakarta. 370 hal

Allen J, Meyer IP, 1990. The Measurement and Antecedents of Affective


Continuance and Normative Commitment to the Organization. Journal of
Occupational Psychology, 91, pp. 1-8.

Allen, G.R 1995. Rainboryfishes of Australia and Papua new Guine T.F.H,


Publication inc. USA.

Amri, K., dan khairuman, A. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta
Amri, K., dan Khairuman, 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agro
Media Pustaka. Jakarta

Alexander, 2016. Pembenihan dan Pendederan Ikan Rainbow Kurumoi


Melanotaenia Parva dan Ikan Manvis Pterophyllum Scalare. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

32
Daelami, Deden 2010. Usaha pembenihan ikan hias air tawar. Jakarta : Penebar
Swadaya

Effendi, M.I 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nustama. Yogyakarta

Effendi, M.I 2009. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta

Effendi, H. 2000. Telaahan Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan


Lingkungan Perairan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

IUCN. 2011. The IUCN red list of threatened species Melanotaenia parva (Lake
Kurumoi Rainbowfish). http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/130
72/0
(diakses 10/09/2011). 1 p.
Kadarusman dkk. 2007. Studi Pendahuluan Diversitas Jenis, Habitat, Domestikasi
dan Konservasi Ex-Situ Ikan Rainbow; Melanotaenia di Kawasan Vogelkop
Papua.

Norman, K., Basri, M W and Zulkefli M. (1998). Handbook of Common


Parasitoid and Predator Associated with Bagworm and nettle Caterpilars in
oil Palm Plantations. PORIM, Bangi. 29 pp.

Nasution, S.N.. 2000. Ikan Hias Air Tawar : Rainbow. Jakarta. Penebar Swadaya.

Pusey, B. J., A. H. Arthington, J. R. Bird & P. G. Close. 2001. Reproduction in


three
species of rainbowfish (melanotaeniidae) from rainforest streams in
Northern
Queensland, Australia. Ecology of Freshwater Fish 2001: 10: 75-87 pp.

Rosidi, I. 2008. Sukses Menulis Karya Tulis Ilmiah Suatu Pendekatan Teori dan
Praktik. Pustaka Sidogiri. Pasuruan. 128 hal.

Said, D. S dan Hidayat. 2005. Kekerabatan Beberapa Spesies Ikan PeLangi Irian
(Famili Melanotaenidae) Berdasarkan Karyotipe. Penelitian limnologi.LIPI.
Fakultas perikanan dan kelautan. Jurnal ikhtiologi Indonesia, volume 5
nomor 1. Institut Pertanian Bogor

Saputra, S. A. 2007. Pengaruh Lama Pernedaman Dalam Larutan Fermentasi


Kubis Terhadap Masa Simpan Bakso Ikan Cunang Pada Suhu Rendah.
Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran.
Jatinangor.

Sigian, D. Dan Sugiarto. D. 2002. Metode Statistik Untuk Bisnis dan Ekonomi
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 414 hal.

Said, D. S., Triyanto & S. H. Nasution. 2008. Pengembangan ikan beseng-beseng

33
Telmatherina ladigesi melalui habitat buatan. Prosiding Seminar Nasional
Tahunan IV. Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan. BI-2, 1-9 pp.

Said, D. S. 2008. Viabilitas reproduksi dan pertumbuhan ikan pelangi mungil


Melanotaenia praecox pada habitat terkontrol. Limnotek, VX(1): 31-39 pp.

Satyani, D, S. Subandiyah & I. Insan 2008. Penggunaan dua jenis hormon


gonadotropin untuk merangsang pemijahan ikan balashark (Balanteocheilus
malanopterus). Jurnal Riset Akuakultur. 3(2): 157-164 pp.

Tappin, A.R. 2010. Rainbowfishes Their Care and Keeping In Capyivity. Art
Publication. 489 p.

Woynarovich, E. & L. Horvath. 1980. The artificial propagation of warm water


finfish, A Manual for Extention. FAO Fisheries Technical Paper. Rome,
No. 201.

Yustina, Arnentis & Darmawati. 2003. Daya tetas dan laju pertumbuhan larva
ikan hias Betta splendens di habitat buatan. Jurnal Natur Indonesia. 5(2): 129-132
pp.

34
LAMPIRAN -

LAMPIRAN

35
Lampiran 1. Deskripsi Umum Instansi Tempat Pengalaman Kerja Praktek
Mahasiswa (PKPM)
1. Sejarah

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok (BPPBIH)

berdiri sejak tahun 1957 dan mengalami perubahan nama instansi sebanyak 10

kali hingga pada tahun 2010 menjadi Balai Penelitian dan Pengembangan

Budidaya Ikan Hias Depok (BPPBIH). Berikut perubahan nama instansi selama

10 kali sebagai berikut :

 Tahun 1957 : Balai Penyelidikan Perikanan Darat

 Tahun 1963 : Lembaga Penelitian Perikanan Darat

 Tahun 1975 : Pusat Percobaan Perikanan Darat

 Tahun 1980 : Balai Penelitian Perikanan Darat

 Tahun 1984 : Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

 Tahun 1985 : Sub Balai Penelitian Perikanan Air Tawar

 Tahun 1995 : Instalasi Penelitian Perikanan Air Tawar

 Tahun 2002 : Instalasi Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (Maret

2002)

 Tahun 2005 : Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (Agustus 2005)

 Tahun 2009 : Balai Riset Budidaya Ikan Hias Depok (Oktober 2009)

 Tahun 2011 : Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias

Depok (November 2011 Hingga Sekarang

36
2. StrukturOrganisasi

Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok (BPPBIH)

mempunyai pegawai administrasi yang bertanggung jawab pada bagian

administrasi, peneliti yang bertanggung jawab atas segala operasional lapangan

dan hasil pemasaran, sedangkan teknisi lapangan sebagai tenaga yang membantu

peneliti dalam kegiatan pembenihan dan pemeliharaan ikan yang selalu sesuai

dengan instruksi peneliti.

Struktur organisasi di Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias

(BPPBIH) Depok dapat dilihat pada gambar 2.

Sumber : BPPBIH Depok

3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana merupakan faktor penunjang yang paling penting di

dalam melakukan usaha budidaya. Sarana dan prasarana diperlukan untuk

kelancaran proses pemijahan yang dapat menghasilkan produksi benih hingga

pemasarannya.

37
Gedung Administrasi Luas Jumlah
- Ruang Kepala 15 m2 1 unit
- Aula 54 m2 1 unit
- Bendahara PNBP 9 m2 1 unit
- Ruang Administrasi 18 m2 1 unit
- Ruang Bendahara 6 m2 1 unit
- Ruang KTU 6 m2 1 unit
Gedung Peneliti Luas Jumlah
- Peneliti 278,1 m2 1 unit
Gedung Teknis Luas Jumlah
- Perpustakaan 36 m2 1 unit
- Lab Basah 84 m2 1 unit
- Laboratorium 68 m2 1 unit
Lab. Biologi Luas Jumlah
- Ruang Alga 10,95 m2 1 unit
- Ruang Foto 9,45 m2 1 unit
Green House Luas Jumlah
- Hatchery Botia 150 m2 1 unit
Hanggar 2 Luas Jumlah
- Ruang Gen Set 19,6 m2 1 unit
- Ruang Peneliti 41,5 m2 1 unit
- Ruang Pembenihan 59,5 m2 1 unit
- Ruang Teknisi 58,1 m2 1 unit
- Ruang Peneliti 5 m2 1 unit
- Kamar Mandi 9,99 m2 1 unit
- Bak Pembenihan 5,0 m x 1,80 m 2 bh
- Bak Tandon Air 7,0 m x 2,0 m 1 bh
- Resirkulasi 11 set
- Gen Set 2 bh
- Blower 2 bh
- Frezeer 1 bh
Lab. Basah 3 Luas Jumlah
- Ruangan Kantor 14,0125 m2 1 bh
- Bak Beton 2,30 m x 2,30 m 6 bh
- Bak Beton 4,90 m x 3,30 m 1 bh
- Bak Beton 3,20 m x 2,0 m 2 bh
Kolam Luas Jumlah
- Kolam Tanah 17 m x 12 m 23 bh
- Kolam Tanah 11.50 mx 8,60 m 8 bh
- Kolam Tanah 8 m x 9,8 m 12 bh
- Kolam Tanah 43 m x 7 m 1 bh

38
- Bak Resirkulasi 13 m x 17 m 1 bh

Lampiran 2 Dokumentasi

Hatchery Rainbow Wadah inkubasi dan penetasan telur

Tandon Air

phenoxy etanol

39
Substrat / Selter Lampu Penerang

Pinset Konter

Wadah Pakan Alami / Rotifer Batu Aerasi

40
Milimeter Blok Timbangan Digital

41

Anda mungkin juga menyukai