Anda di halaman 1dari 18

Laporan Praktikum 2 Fishiologi Hewan Air

OSMOREGULASI PADA IKAN LELE ( Clarias batracus )

FADIL MOHAMAD SUBHAN


4443190068
IIIA

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan
yang sangat luas. Menjadikan wilayah perairan menjadi potensi yang mumpuni, baik
potensi fisik maupun potensi sumber daya. Potensi fisik, yaitu 17.508 pulau dengan
garis pantai sepanjang 81.000 km, luas wilayah laut sebesar 70% dari luas total
Indonesia. Hasil potensi perikanan 6,6 juta ton /tahun, namun yang dimanfaatkan hanya
sekitar 5,4 juta ton/tahun. Produksi ikan lele pada tahun 2010 sebesar 200.000
ton/tahun dan mengalami peningkatan pada 2011 sebesar 270.000 ton/tahun, dan
diperkirakan akan terus mengalami peningkatan. (BPS 2007 dalam Suwandi R et al.
2011).
Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat digemari masyarakat
karena mengandung protein yang cukup tinggi dan dibutuhkan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhan gizi. Pentingnya ikan sebagai sumber protein hewani
menyebabkan permintaan masyarakat terhadap ikan untuk dikonsumsi semakin tinggi
seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pembangunan perikanan budidaya
adalah mewujudkan perikanan budidaya sebagai salah satu sumber pertumbuhan
ekonomi andalan yang diwujudkan melalui sistem usaha budidaya yang berdaya saing,
berkelanjutan. Sektor perikanan sebagai bagian dari sumberdaya perairan merupakan
penghasil protein hewani dalam hal ini adalah daging ikan, yang berperan penting
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein ( Ridwantara et al. 2019).
Ikan lele merupakan salah satu komoditas budidaya yang memiliki berbagai
kelebihan, diantaranya adalah pertumbuhan cepat dan memiliki kemampuan
beradaptasi terhadap lingkungan yang tinggi.Permintaan ikan lele mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini menyebabkan produksi ikan lele juga
mengalami peningkatan (Sitio et al. 2017). Pengembangan usaha budidaya ikan ini
semakin meningkat setelah masuknya jenis ikan lele dumbo ke Indonesia pada tahun
1985. Naiknya permintaan terhadap benih yang bermutu baik kuantitas maupun
kualitas dan harus tersedia setiap saat mengakibatkan meningkatnya kegiatan usaha
pembudidayaan ikan lele. Salah satu kegiatan usaha pembudidayaan untuk memenuhi
permintaan tersebut adalah dengan cara penerapan teknologi pemijahan buatan yang
memanfaatkan prinsip-prinsip bioteknologi (Nurasni 2012).
Salinitas menjadi bagian yang terpisahakan dalam perairan. Organisme air akan
tegantung pada salinitas perairannya. Kemampuan osmoregulasi menjadikan pengaruh
tehadap metabolism ikan dalam hal ini lele. Setiap organisme memiliki memampuan
osmoregulasi yang berbeda. Maka dari itu laporan ini dibuat untuk melihat respon pada
ikan lele tehadap perubahan salinitas (kemampuan osmoregulasi).

1.1 Tujuan
Pada Praktikum osmoregulasi pada ikan lele bertujuan untuk mngetahui respon
biota akuatik untuk mengatasi keadaan lingkungan yang berubah (salinitas/kadar
garam).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Lele


Ikan lele (Clarias batrachus) merupakan ikan yang memiliki banyak sekali
manfaat, selain menjadi konsumsi yang digemari masyarakat karena rasa dagingnya
yang lembut dan gurih, juga karena Clarias batrachus mengandung nilai gizi yang
tinggi terutama protein yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. Clarias batrachus
juga dapat mengatasi hama bagi padi yang berupa serangga air karena merupakan
makanan alaminya (Deputi Menegristek 2000 dalam Putra 2014).
Klasifikasi ikan lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa (2004) yaitu
sebagai berikut:
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostarophysi
Subordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Species :Clarias batrachus
Secara umum, Ikan Lele memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir dan tidak
bersisik. Jika terkena sinar matahari, warna tubuhnya berubah menjadi pucat dan jika
terkejut warna tubuhnya menjadi loreng seperti mozaik hitam putih. Ukuran mulut
relatif lebar yaitu ± ¼ dari panjang total tubuhnya. Tanda spesifik lainnya yaitu adanya
kumis di sekitar mulut sebanyak delapan buah yang berfungsi sebagai alat peraba saat
bergerak atau ketika mencari makan (Riesnawaty 2007).
Clarias batrachus merupakan ikan konsumsi air tawar yang memiliki ukuran
kepala hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya. Kepala pipih ke bawah
dan tertutup oleh tulang pelat. Tulang pelat ini membentuk ruangan rongga di atas
insang, pada ruangan ini terdapat alat bantu pernapasan berupa Arborescent Organ.
Mulut Clarias batrachus terletak pada ujung (terminal) serta dilengkapi gigi nyata, atau
hanya berupa permukaan kasar di mulut bagian depan. Clarias batrachus juga
memiliki empat pasang sungut yang terletak di sekitar mulut. Sepasang sungut hidung,
sepasang sungut mandibular luar, sepasang sungut mandibular dalam, dan sepasang
sungut maxilar( Putra 2014)

2.2 Salinitas
Kemampuan ikan untuk bertahan pada media bersalinitas tergantung pada
kemampuan untuk mengatur cairan tubuh sehingga mampu mempertahankan tingkat
tekanan osmotik yang konstan dan perubahan kadar salinitas juga mempengaruhi
tekanan osmotik cairan tubuh ikan, oleh karena itu ikan harus melakukan penyesuaian
atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya
dapat bekerja secara normal kembali. Apabila salinitas semakin tinggi ikan berupaya
terus agar kondisi homeostatis dalam tubuhnya tercapai hingga pada batas toleransi
yang dimilikinya ( Sitio et al. 2017).
Salinitas diperiksa dengan hand refractometer (Retnani dan Abdulgani 2013).
Salinitas menjadi factor pembatas kehidupan hewan akuatik ( anonim 1999 dalam lantu
2010). Faktor salinitas adalah salah satu faktor yang diduga berperan cukup signifikan
dalam mempengaruhi laju metabolisme dalam tubuh kultivan (Fujaya 2004 dalam
Nugroho dan Chilmawati 2016). Perlakuan salinitas media dan pemuasaan ikan
memberikan pengaruh terhadap perbaikan kondisi kesehatan dan performa sel dalam
darah ikan lele. Salinitas media 6%o meningkatkan konsentrasi sel leukosit, eritrosit,
Hb dan hematokrit. Dikaitkan dengan konsentrasi sel eritrosit serta trombosit yang
rendah (Hastuti, 2010 dalam Hastuti dan Subandiyono 2012)
Shanbhag dan Saidapur (1996) dalam Nugroho dan Chilmawati (2016)
menyatakan bahwa salinitas berpengaruh terhadap perkembangan ovarium ikan,
dimana perkembangan ovarium akan lebih lambat pada media dengan salinitas yang
tinggi. Energi untuk perkembangan ovarium (atau testis) ditekan sedemikian rupa
secara fisiologis dan dialihkan (dikompensasikan) untuk pertumbuhan, dalam hal ini
adalah biomassa mutlak. Menurut Hastuti dan Subandiyono (2012) Pada media
bersalinitas 0 ppt, ikan cenderung minum air sehingga akan mengencerkan cairan
darahnya selanjutnya mengeluarkan urin untuk mempertahankan tekanan osmotik
cairan tubuhnya di atas Jika lingkungan media hidupnya bersalinitas dengan tekanan
osmotik melebihi tekanan osmotik tubuh ikan, maka ikan cenderung tidak minum dan
mengeluarkan cairan dalam tubuhnya untuk mempertahankan tekanan osmotik dalam
cairan tubuh. Menurut Hastuti dan Subandiyono (2012) Mekanisme ini diduga
menyebabkan penurunan konsentrasi bilirubin dalam serum darah ikan lele hingga
mencapai level normal

2.3 Osmoregulasi Ikan


Osmoregulasi terjadi pada hewan perairan, karena adanya perbedaan tekanan
osmosis ( osmosis berasal dari Bahasa yunani yang artinya mendorong) antara larutan
(biasanya kandungan garam-garam) di dalam tubuh dan luar tubuh. Sehingga
osmoregulasi merupakan upaya yang dilakukan oleh hewan airn untuk mengontrol
keseimbangan air dan ion-ion yang terdapat di dalam tubuhnya dengan lingkungan
melalui sel permeable (nicol 1967 dalam lantu 2010). Pengaturan osmoregulasi ini
sangat mempengaruhi metabolism tubuh hewan perairan dalam menghasilkan energi (
Lantu 2010). Untuk mempertahankan sistem osmoregulasinya, ikan membutuhkan
setidaknya 25 hingga 50% dari total energinya[13]. Ikan akan mengkonversi pakan
yang dikonsumsinya menjadi biomassa jika terdapat kelebihan nutrisi setelah
digunakan untuk metabolisme dasar (seperti osmoregulasi) (Retnani dan Abdulgani
2013).
Pada insang, sel-sel yang berperan dalam osmoregulasi adalah selsel chloride
yang terletak pada dasar lembaran-lembaran insang .Kemampuan adaptasi ikan
terhadap salinitas juga dipengaruhi oleh umur dan tingkat perkembangannya dimana
secara umum kemampuan ikan dalam osmoregulasi berbeda di tingkat umur yang
berbeda. Kemampuan osmoregulasi ikan telah ada sejak fase embrionik kemudian
setelah mencapai fase postembrionik, kemampuan osmoregulasi ikan kebanyakan akan
semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur dan bervariasi antar spesies
(Retnani dan Abdulgani 2013). Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuhnya, ikan
air tawar berosmoregulasi dengan cara minum sedikit atau tidak minum sama sekali.
Untuk mempertahankan konsentrasi garam dan air dalam tubuh ikan air laut
memperbanyak minum air laut dan melakukan osmoregulasi. Proses osmoregulasi ikan
membutuhkan energi yang cukup besar untuk menyeimbangkan tekanan osmotik
dalam tubuh maupun lingkungan sehingga energi yang digunakan untuk pertumbuhan
akan berkurang ( Sitio et al. 2017).

2.4 Tekanan Osmotik


Menurut Affandi dan Tang (2002) dalam Menurut Sitio, et al. (2017) bahwa
organisme melakukan pengaturan Tekanan osmotik tubuhnya dengan cara mengurangi
permeabilitas air dan garam, serta melakukan pengambilan garam secara selektif.
Menurut yaswir dan ferawati (2012) Pemeliharaan homeostasis cairan tubuh adalah
penting bagi kelangsungan hidup semua organisme. Pemeliharaan tekanan osmotik dan
distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh manusia adalah fungsi utama empat
elektrolit mayor, yaitu natrium (Na+ ), kalium (K+ ), klorida (Cl- ), dan bikarbonat
(HCO3 - ). Menurut lantu (2010) Pemeriksaan keempat elektrolit mayor tersebut dalam
klinis dikenal sebagai ”profil elektrolit”. Tekanan osmotik cairan tubuh lainnya adalah
disebabkan oleh adanya urea dan trimetilamin (TMAO).
Tekanan osmotik adalah daya dorong air yang dihasilkan oleh partikel-partikel
zat terlarut didalamnya. Tekanan osmotik tergantung dari jumlah zat yang tak terlarut
didalamnya. Satu osmol sama dengan satu mol pada zat yang tidak dapat dipisahkan.
Perbedaan 1 mili osmol per liter antara dua larutan menghasilkan tekanan osmotik
sebesar 19,3 mmHg. lkan lele sebagaimana ikan air tawar memiliki tekanan osmotik
cairan tubuh lebih tinggi dari tekanan osmotik lingkungan hidupnya. Jika lingkungan
media hidupnya bersalinitas dengan tekanan osmotik melebihi tekanan osmotik tubuh
ikan, maka ikan cenderung tidak minum dan mengeluarkan cairan dalam tubuhnya
untuk mempertahankan tekanan osmotik dalam cairan tubuh (Hastuti dan Subandiyono
2012)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Pada Praktikum Fishiologi Hewan Air Mengenai Osmoregulasi pada ikan lele
(Clarias Batrachus) dilaksanak pada tanggal 9-10 November 2020. Dilaksanakan di
Ruang Tamu Rumah pribadi yang beralamatkan di jalan Baros Sudajaya RT. 02 RW
03 Kelurahan Jayaraksa Kecamatan Baros Kota Sukabumi Jawa Barat.

3.2 Alat dan Bahan


Pada Praktikum kali ini alat yang digunakan , yaitu Toples bening, gayung,
Stopwatch, sendok, Alat Tulis, kamera dan Lap. Sedangkan Bahan yang digunakan,
yakni ikan lele, garam , dan air tawar.

3.3 Prosedur Kerja


Pertama menyiapkan dua buah toples. Setiap masing masing toples bening diisi
oleh tiga liter air tawar , kemudian dimasukkan garam sebanyak dua belas sendok
makan rata pada salah satu toples yang sudah diisi air tawar. Toples satu toples diberi
garam, 1 toples tidak diberi garam. Aduk garam tersebut sampai merata sempurna .
Kemudian masukkan satu ekor ikan lele pada masing-masing toples, amati ikan pada
menit ke 0, 15, 30, 60 dan 120.
Pengamatan dilakukan terhadap tingkat laku ikan, bukaan mulut dan bukaan
operkulumnya. Bukaan operculum dan mulut diamati selama 1 menit, dihitung berapa
kali terjadi bukaan mulut dan operkulum. Tingkah laku yang diamati pergerakan dari
ikan yang meliputi pola renang (pasif/aktif), ke atas atau diam di kolom air, megap-
megap atau tidak lalu mencatat hasil pengamatan.
Berikut merupakan diagram alir dari prosedur kerja:

Siapkan Alat dan Bahan

Menyiapkan 2 wadah diisi 3 liter air tawar

Toples satu diberi Perlakuan (garam 12 sendok)

Toples dua tidak diberi perlakuan apapun (hanya air


tawar)

Lakukan Pengamatan Overculum dan bukaan


mulutnya serta tingkah laku ikan

Catat hasil pengamatan


Gambar 1. Diagram alir praktikum osmoregulasi pada ikan lele
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHAHASAN

4.1 Hubungan Waktu pengamatan dan waktu adaptasi ikan

Berikut merupakan hasil dari grafik hubungan antara waktu pengamatan


dengan dan waktu adaptasi osmoregulasi terhadap salinitas pada ikan lele (Clarias
batrachus):

hubungan waktu pengamatan dengan waktu


berdaptasi
140
120
120
waktu Pengamatan

100
80
60
40
15
20
0
dengan perlakuan tanpa perlakuan
waktu adaptasi ikan sampai menit ke-

Gambar 2. Grafik Hubungan Waktu Pengamatan Dengan Waktu Adaptasi Ikan pada
salinitas

Berdasarkan gambar 2. Dapata di lihat bahwa salinitas sangat berpengaruh


terhadap metabolism ikan lele. Pada pemberian perlakuan berupa 12 sendok garam
ikan lele mati di menit ke 15 yakni di menit menuju pengamatan ke 2. Sedangkan, ikan
dengan tanpa perlakuan (hanya air tawar) ikan hidup sampai waku akhir pengamatan
di menit ke 120.
Apabila salinitas semakin tinggi ikan berupaya terus agar kondisi homeostatis
dalam tubuhnya tercapai hingga pada batas toleransi yang dimilikinya ( Sitio et al.
2017). Artinya ikan lele telah mengalami batas toleransi terhadap salinitas perairannya.
Sehingga pada pembrian perlakuan garam ikan lele tidak mampu bertahan lama.
Berbeda dengan tanpa garam ikan mampu hidup karna metabolism yang normal.

4.2 Tingkah Laku Ikan

Berikut merupakan hasil dari pengamatan tingkah laku ikan selama


praktikum fisiologi hewan air

Tabel 1. Tingkah Laku Ikan pada perlakuan (garam)

Waktu(menit) Respon Keterangan


0 Aktif, tidak mengap mengap, Bukaan mulut dan
berenang di kesana kemari overculumnya ( 15/ menit)
kadang diam
15 - -
30 - -
60 - -
120 - -

Pada pengamatan 120 menit ikan hanya hidup sampai menit ke 15 sehingga
tidak terlihat respon terjadi di menit ke 15 sampai 120. Pada menit ke 0 ikan merespon
aktif dengan berenang kesanan kemari Nampak tidak nyaman dengan keadaan
perairannya. Ikan kadang diam menggantung di perairan, ikan tidak mengap mengap.
Bukaan mulut dan overkulumnya sulit mengamati karna aktif sehingga di ambil rata
rata 15/menit.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ikan lele masih mampu hidup pada
salinitas 0-8 ppt sehingga diduga ikan ini mampu mentoleransi kisaran salinitas yang
cukup lebar. Kemampuan ikan untuk bertahan pada media bersalinitas tergantung pada
kemampuan untuk mengatur cairan tubuh sehingga mampu mempertahankan tingkat
tekanan osmotik yang konstan dan perubahan kadar salinitas juga mempengaruhi
tekanan osmotik cairan tubuh ikan, oleh karena itu ikan harus melakukan penyesuaian
atau pengaturan kerja osmotik internalnya agar proses fisiologis di dalam tubuhnya
dapat bekerja secara normal kembali ( Sitio et al. 2017). Berdasarkan literatur ikan lele
memang tidak mampu bertahan lama karna konsentrasi salinitas yang tinggi. Adapun
respon ikan yang sudah di paparkan tadi dikarenakan ikan merespon keadaan yang
tidak stabil dari biasanya dengan kemampuan metabolism tekanan osmotic yang tidak
dapat seimbang walaupun ikan berusaha menyeimbangkan.

Tabel 1. Tingkah Laku Ikan pada air tawar

Waktu(menit) Respon Keterangan


0 Sedikit aktif, berenang ringan, Bukaan overculum dan
tidak megap megap mulutnya(32/menit)
15 Pasif, kadang berenang di dasar, Bukaan overculum dan
tidak mengap mengap mulutnya(25/menit)
30 Pasif, kadang berenang di dasar Bukaan overculum dan
dan sedikit mengantung, tidak mulutnya (22/menit)
mengap mengap
60 Pasif, kadang berenang di dasar Bukaan overculum dan
dan sedikit mengantung, tidak mulutnya (20/menit)
mengap mengap
120 Pasif, kadang berenang di dasar Bukaan overculum dan
dan sedikit mengantung, kadang mulutnya cukup lambat
mengeluarkan gelembung (20/menit)
Dari hasil pengamatan 120 menit pada perlakuan pertama ini dengan air
normal. Pada menit ke-0 ikan sedikit aktif saat diberi air tawar dan berenang renang di
dasar namun lama lama diam, bukaan overculum dan mulutnya 32 kali/menit. Pada
menit ke-15 ikan sudah tidak seaktif sebelumnnya namu masih berenang renang
didasar sesekali, bukaan overculum dan mulutnya 25 kali/menit. Pada menit ke-30 ikan
sudah pasif dan diam di dasar, bukaan overculum dan mulutnya 22 kali/menit. Pada
menit ke 60 ikan pasif dan dian di dasar edikit menggantung namun tidak sampai
permukaan, bukaan overculum dan mulutnya 20 kali/menit menurun dari sebelumnya.
Pada pengamatan terakhir menit ke-120 ikan masih pasif dan diam di dasar sedikit
menggantung seperti sebelumnya, bukaan overculum dam mulutnya 20 kali/menit.
Pada pengamatan dengan perlakuan pertama ini tidak terlihat ikan mengap-mengap
namun sesekali ikan mengeluarkan dan menarik gelembung secara mendadak.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ikan lele masih mampu hidup pada
salinitas 0-8 ppt sehingga diduga ikan ini mampu mentoleransi kisaran salinitas yang
cukup lebar ( Sitio et al. 2017). Sehingga ikan mampu hidup sampai akhir karna air
yang di berikan memiliki salinitas rendah bahkan mungkin 0 ppt. ikan mengalami
pelambatan overculum dikarnakan pengaturan keseimbnagn oksiggen dan pernapasan
dan diam menggandung serta kadang mengambil gelembung dari atmosfer.

Berdasarkan data pengamatan tingkah laku ikan pada dua perlakuan yang
berbeda di dapat tingkah laku yang berbeda dari setiap perlakuan. Pada perlakuan
dengan diberi garam ikan aktif dan nampak tidak nyaman.. Pada perlakuan dengan air
tawar saja ikan Nampak lebih pasif. Hal ini bias terjadi karna ikan memiliki suhu
optimum. Hal ini biasa terjadi di perubahan salinitas. Hasil penelitian ini membuktikan
bahwa ikan lele masih mampu hidup pada salinitas 0-8 ppt sehingga diduga ikan ini
mampu mentoleransi kisaran salinitas yang cukup lebar. Kemampuan ikan untuk
bertahan pada media bersalinitas tergantung pada kemampuan untuk mengatur cairan
tubuh sehingga mampu mempertahankan tingkat tekanan osmotik yang konstan dan
perubahan kadar salinitas juga mempengaruhi tekanan osmotik cairan tubuh ikan( Sitio
et al. 2017)
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dengan demikian, berdasarkan hasil praktikum fishiologi hewan air mengenai


Respon Organisme Akuatik dalam melakuan osmoregulasi dalam hal ini ikan
lele(Clarias bhatrachus). Ikan dengan pemberian perlakuan garam dalam pengamatan
waktu 120 menit tidak mampu hidup sampai akhir waktu pengamatan, namun ikan
hanya mampu mencapai menit ke 15. Tingkah laku ikan aktif dan Nampak tidak
nyaman dengan perairan yang bersalinitas terebut. Sedangkan, untuk ikan yang tidak
diberi perlakuan dalam pengamaytan 120 menit ikan mampu hidup sampai akhir
pengamatan karna salinitas yang rendah bahkan 0 ppt. tingkah laku ikannya di awal
aktif dan semakin akhir pasif dan menggantung.

5.2 Saran

Sebaiknnya untuk menghasilkan hasil yang optimum ikan yang digunakan


harus ikan sehat. Untuk melihat reaksi yang optimal saat di beri perlakuan air panas
akan lebih baik bila wadah mengunakan wadah kaca yang luas. Dikarenakan saat
perlakuan dengan garam air menjadi sedikit keruh dan agak sulit melihat bukaan
overculumnya. Bias juga di lengkapi kaca di bagian dasar wadah agar terlihat
overculumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Affandi R dan Tang UM. 2002. Fisiologi Hewan Air. Unri Press, Pekanbaru.
Anonym, 1999. Canadian Council of Ministers of the Environment. 1999. Canadian
water quality guidelines for the protection of aquatic life: Salinity (marine). In:
Canadian environmental quality guidelines, 1999, Canadian Council of
Ministers of the Environment, Winnipeg.
Deputi Menegristek. 2000.Budidaya Ikan Lele (Clarias ). BAPPENAS :Jakarta
Fujaya, Yushinta. 2004. FISIOLOGI IKAN - Dasar Pengembangan Teknologi
Perikanan. Rineka Cipta. Jakarta.
Hastuti S. 20L0. Lele kuning dan eliminasi populasinya melalui aplikasi sistem
budidaya ikan higienis di Kampung lele Boyolali, Tahap l: ldentifikasi lele
kuning. Laporan Hasil Penelitian Universitas Diponegoro. Tidak
dipubikasikan.
Hastuti, S., dan Subandiyono, S. 2012. Efek osmotik dari salinitas media dan
pemuasaan terhadap proses penyembuhan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus,
Burch) yang terserang penyakit kuning.
Hilwa, Z. 2004. Karakterisasi Genotip Ikan Lele Sangkuriang dengan Metode
PCRRFLP ADN Mitokondria. Skripsi . Institut Pertanian Bogor. Bogor
Lantu, S. 2010. Osmoregulasi pada hewan akuatik. Jurnal Perikanan dan Kelautan
Tropis. 6(1): 46-50.
Nicol, J.A.C., 1967. The biology of marine animals. 2d ed. Wiley.Interscience, New
York.
Nugroho, R. A., dan Chilmawati, D. 2016. Efisiensi Pemanfaatan Pakan Dan
Pertumbuhan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Strain Sangkuriang yang
Dipelihara Pada Media Dengan Salinitas Yang Berbeda dalam Kolam
Plastik. Pena Akuatika: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.13(1).
Nurasni, A. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Kejutan Panas Terhadap Triploidisasi Ikan
Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus). Indonesian Journal of Applied
Sciences. Vol 2(1):19-26.
Putra, D. A.2014. Ram Jet Ventilation, Perubahan Struktur Morfologi Dan Gambaran
Mikroanatomi Insang Ikan Lele (Clarias Batrachus) Akibat Paparan Limbah
Cair Pewarna Batik.Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Retnani, H. T., dan Abdulgani, N. 2013. Pengaruh salinitas terhadap kandungan protein
dan pertumbuhan ikan bawal bintang (Trachinotus blochii). Jurnal Sains dan
Seni ITS.2(2):177-181.
Ridwantara, D., Buwono, I. D., Suryana, A. A. H., Lili, W., dan Suryadi, I. B. B.2019.
Uji Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Mas Mantap (Cyprinus
carpio) Pada Rentang Suhu yang Berbeda. Jurnal Perikanan Kelautan. Vol
10(1):46-54.
Riesnawaty, C. J. 2007. Pemanfaatan Surmi Lele Dumbo (Clarias gariepinur) Dalam
Pembuatan Burger Ikan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Shanbhag, B.A. and S.K. Saidapur, 1996. Atretic follicles and corpora lutea in the
ovaries of fish. In: J.S. DATTA MUNSHI and H.M. DUTTA (eds.) Fish
Morphology. Horizon of New Research. Science Publisher Inc. :147 – 168.
Steffens, W. 1989. Principle of Fish Nutrition. Ellis Horwood Limited, Inggris.
Sitio, M. H. F., Jubaedah, D., dan Syaifudin, M. 2017. Kelangsungan hidup dan
pertumbuhan benih ikan lele (Clarias sp.) pada salinitas media yang
berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. Vol 5(1): 83-96.
Suwandi, R., Jacoeb, A. M., dan Muhammad, V. 2011. Pengaruh cahaya terhadap
aktivitas metabolisme ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada simulasi
transportasi sistem tertutup. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Vol
14(2):92-97.
LAMPIRAN

Gambar 3. Ikan di menit awal pengamatan Gambar 4. Ikan mati di menit akhir

dengan perlakuan pengamatan (dengan perlakuan)

Gambar 5. Ikan di menit awal pengamtan Gambar 6. Ikan hidup di menit akhir

(tanpa perlakuan) pengamtan (tanpa perlakuan)

Gambar 7. Pemberian air 3 liter dan perlakuan Gambar 8. Pemberian air 3 liter

Garam 12 sendok tanpa perlakuan

Anda mungkin juga menyukai