Anda di halaman 1dari 24

PROPOSAL

PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA PENGGARAMAN


TERHADAP NILAI HEDONIK IKAN SEPAT SIAM (Trichogaster ectoralis)
ASIN KERING

Oleh

Fauzi

Nim. 1706015063

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kalimantan Timur memiliki potensi sumberdaya hayati yang luas dan

besar khususnya di sektor perikanan, sehingga dapat dimanfaatkan dan

dikembangkan untuk budidaya maupun penangkapan. Total produksi perikanan

Kalimantan Timur pada tahun 2015 adalah sebesar 239.959,5 ton. Sumberdaya

perairan tersebut terdiri dari perikanan laut 104.622,3 ton yang meliputi tambak

38.166,5 ton, budidaya pantai atau laut 212,7 ton, budidaya jaring apung laut 4,6

ton, budidaya rumput laut 20.484,8 ton, perairan umum 40.557,9 ton yang

meliputi kolam 2.694,2 ton, keramba 32.784,1 ton, budidaya jaring apung tawar 3

ton. (Dinas Kelautan dan Perikanan Kalimantan Timur, 2015).

Kebutuhan konsumsi ikan semakin meningkat setiap tahunnya seiring

dengan peningkatan jumlah penduduk. Jumlah konsumsi ikan di Indonesia tahun

2010 sekitar 30,48 kg/kap/thn dan meningkat 4,81 % pada tahun 2011 menjadi

31,64 kg/kap/thn, artinya kebutuhan konsumsi ikan Indonesia telah memenuhi

standar dari FAO sebesar 30 kg/kap/thn (KKP, 2011). Potensi sektor perikanan

tangkap dan budidaya tersebar hampir di semua perairan Indonesia, hal ini terlihat

dari jumlah produksi perikanan periode 20102011 yang mengalami peningkatan

6,20 %, yakni 11,6 juta ton tahun 2010 menjadi 12,3 juta ton pada tahun

2011(KKP, 2011), sehingga hal ini menjadi faktor utama dalam peningkatan

konsumsi ikan.
Salah satu komoditas perikanan yang bernilai cukup tinggi serta digemari

oleh konsumen rumah tangga adalah ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis).

Ikan sepat siam merupakan ikan konsumsi dan juga sebagai sumber protein.

Selain dijual dalam keadaan segar di pasar, ikan sepat siam juga diawetkan dalam

bentuk ikan asin dan diperdagangkan antar pulau di Indonesia. Daerah penyebaran

ikan sepat siam terdapat di beberapa daerah di Sumatera Selatan. Banyaknya hasil

tangkapan ikan sepat siam baik pada musim kemarau maupun musim hujan

menjadikan faktor untuk melakukan pengolahan ikan sepat siam dalam bentuk

ikan asin. Hal ini juga dilakukan untuk mengantisipasi kerusakan atau

kemunduran mutu ikan sepat yang tidak habis dijual di pasaran. Menurut

Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (1996), pengolahan

mempunyai fungsi untuk memaksimumkan manfaat hasil tangkapan maupun hasil

budidaya, serta mendiversifikasikan kegiatan dan komoditi yang dihasilkan.

Kegiatan pengolahan sangat berpengaruh terhadap keadaan sosial-ekonomis

nelayan atau petani ikan.

Salah satu cara untuk meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap jenis

ikan sepat siam yaitu diversifikasi jenis makanan menjadi ikan asin kering, karena

umumnya ikan asin telah dikenal luas dan mudah pengolahannya. Pengolahan

ikan asin kering oleh masyarakat masih secara tradisional sehingga penggunaan
konsentrasi dan lama penggaraman berbeda berdasarkan individu. Tingkat

penerimaan atau kesukaan konsumen terhadap ikan sepat siam asin kering ini

perlu diperhatikan, karena penerimaan konsumen menjadi salah satu faktor yang

berpengaruh pada konsumsi suatu bahan pangan. Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian mengenai pengujian tingkat kesukaan (uji hedonik) pada ikan sepat

siam (Trichogaster pectoralis) asin kering yang diolah dengan konsentrasi dan

lama penggaraman yang berbeda.

Pengasinan merupakan suatu cara pengolahan ikan dengan hasil produk

berupa ikan asin. Cara ini telah umum dilakukan dengan tujuan agar ikan lebih

awet atau tahan lama. Menurut Huss (1994), pengasinan adalah suatu proses

pengolahan ikan dengan cara memberikan garam sehingga mempunyai kandungan

garam sangat tinggi (NaCL yang jenuh pada fase masing mengandung air) yang

kemudian dikeringkan. Cara pengolahan tersebut telah lama dilakukan untuk

beraneka ragam species ikan. Salah satu species ikan sering dibuat menjadi ikan

asin kering adalah ikan sepat siam.

B. Rumusan Masalah

1. Produk tradisional sangat disukai oleh masyarakat, salah satunya ikan asin

sepat siam (Trichogaster pectoralis). Selama ini masyarakat mengolah

ikan asin sepat siam kering dengan konsentrasi garam yang tinggi, yang

akan berpengaruh terhadap penerimaan produk kepada konsumen.

Penelitian mengenai pengaruh konsentrasi garam dan lama penggaraman


ikan asin yang sesuai dengan SNI belum ada. Mengingat hal ini maka

perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi garam dan lama

penggaraman terhadap Nilai hedonik (tingkat kesukaan) ikan sepat siam

(Trichogaster pectoralis) kering.

C. Tujuan penelitian

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi garam dan lama penggaraman terhadap

nilai hedonik ikan sepat siam (Trichogaster pectiralis) asin kering dan

untuk menentukan konsentrasi garam dan lama penggaraman yang tepat

pada pengolahan ikan sepat siam kering.

D. Manfaat penelitian

1. Dapat memberikan kelengkapan informasi dan data tentang pengaruh

konsentrasi garam pada ikan kering terhadap nilai hedonik (tingkat

kesukaan) ikan sepat siam asin dan untuk menentukan konsentrasi garam

dan lama penggaraman yang tepat pada pengolahan ikan sepat siam

kering.

2. Menjadi referensi dan bahan penunjang bagi peneliti selanjutnya agar

dapat mengaplikasikan ilmunya yang telah diperoleh selama dibangku

perkuliahan.

E. Hipotesis

Ha : Pemberian, konsentrasi garam dan lama penggaraman berpengaruh nyata

terhadap nilai hedonik ikan asin sepat siam (Trichogaster pectoralis) yang

dihasilkan.
H1 : Pemberian, konsentrasi garam dan lama penggaraman tidak berpengaruh

nyata terhadap Nilai hedonik ikan asin sepat siam (Trichogaster

pectoralis) yang dihasilkan.


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi ikan

Secara umum yang dimaksud dengan ikan adalah hewan vertebrata yang

berdarah dingin yang hidup di air, perkembangan dan keseimbangan

menggunakan sirip pada umumnya, bernapas dengan ingsang sedangkan ilmu

pengetahuan yang membahasas tentang ikan dan segala aspek yang berhubungan

dengannya adalah iktiologi. Ikan juga merupakan hewan yang bertulang belang

(vertebrata) yang berdarah dingin (poikilothermal) dimana hidupnya di

lingkungan air, pergerakan dan kesimbangan dengan menggunakan sirip serta

pada umumnya bernafas dengan ingsang (Raharjo, 1980). Menurut Nelson, (1984)

ikan adalah kelompok vertebtara yang paling besar jumlahnya. Ikan mendominasi

kehidupan perairan di seluruh permukaan bumi. Jumlah spesies ikan yang telah

berhasil dicatat adalah sekitar 21.000 spesies dan diperkirakan berkembang

mencapai 28.000 spesies. Jumlah spesies ikan yang hidup di permukaan bumi

adalah 21.723 spesies, sementara jumlah spesies vertebrata yang ada diperkirakan

sekitar 43.173 spesies.

Ikan merupakan makanan manusia yang paling utama sejak awal abad dari

sejarah manusia. Daging ikan banyak mengandung protein dan lemak, seperti juga

pada daging-daging hewan ternak. Daging ikan mudah dicerna dibandingkan

tumbuh-tumbuhan. Kadar protein dalam ikan dapat mencapai 13-20%, sedangkan

50-80% berupa air dan selebihnya lemak. Daging ikan banyak mengandung
vitamin terutama hatinya. Vitamin tersebut dapat diperoleh dari plankton secara

langsung maupun tidak langsung, yang menjadi makanan iakan. Mengingat

bahwa ¾ dari permukaan bumi tertutup dari lautan dan banyak perairan tawar yang

dihuni bermacam-macam ikan (Adawiyah, 2007).

Secara teori para ahli memikirkan ada sekitar 20.000 sampai 40.000

spesies yang mendiami permukaan bumi ini, dan 4.000 diantaranya menghuni

perairan Indonesia baik laut, payau dan perairan tawar. Dalam perairan Indonesia

yang sangat luas ini mengandung ± 6.000 jenis ikan yang belum teridentifikasi

dan ini merupakan sumber daya hayati perikanan yang potensinya bila dikelola

secara maksimal. Tanpa mengganggu kelestarian sumber daya tersebut sehingga

akan memberikan sumbangan yang berarti bagi kesejahteraan masyarakat

(Susanto, 2006).

Ikan banyak mengandung unsur organik dan anorganik, yang berguna bagi

manusia. Ikan perlu ditangani dengan baik agar tetap dalam kondisi yang layak

dikonsumsi oleh masyarakat. Namun ikan juga cepat mengalami proses

pembusukan setelah ditangkap dan mati. Hal ini disebabkan ikan memiliki

kandungan air yang cukup tinggi sehingga dengan cepat mengalami pembusukan.

Adapun komposisi kandungan ikan sebagai berikut:

Tabel 1. Kandungan Gizi Ikan

No Kandungan Besaran (%)

1. Protein 16 – 24

2. Lemak 0,2 – 2,2


3. Air 56 – 80

4. Mineral (Ca, Na, K, J, Mn) 2,5 – 4,5


Vitamin (A, B, D) dll
Sumber: Susanto, (2006).

B. Ikan sepat siam

Sepat siam (Trichogaster pectoralis) adalah sejenis ikan air tawar yang

biasanya hidup di rawa-rawa. Gambar dibawah ini merupakan contoh dari ikan

sepat yang ada di perairan Indonesia.

Gambar 1. Ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)


(Sumber : Irpan, 2014)

Kindom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii

Orda : Perciformes

Famili : Osphronemidae

Ganus : Trichogaster

Spesies : Trichogaster pectoralis


Sepat siam merupakan ikan konsumsi yang penting, terutama sebagai

sumber protein di daerah pedesaan. Selain dijual dalam keadaan segar di pasar

juga diawetkan dalam bentuk ikan asin dan diperdagangkan antar pulau di

Indonesia.

C. Kebiasaan hidup dan penyebaran

Ikan sepat biasanya hidup di rawa di mana ikan ini bertubuh sedang,

panjang total mencapai 25 cm dengan lebar pipih, dan mulut agak meruncing.

Sirip-sirip punggung (dorsal), ekor, sirip dada dan sirp dubur bewarna gelap.

Sepanjang jari-jari terdapat pada sirip perut berubah menjadi alat peraba yang

menyerupai cambuk atau pecut yang memanjang hingga ke ekornya, dilengkapi

oleh sepasang duri dan 2-3 jumbai pendek. Ikan ini bewarna perak kusam

kehitaman sampai agak kehijauan pada hamper seluruh tubuhnya. Terdapat sisi

tubuh bagian belakang Nampak agak terang berbelang-belang miring. Sejalur

bintik besar kehitaman, yang hanya terlihat pada individu bewarna terang,

terdapat di sisi tubuh mulai dari belakang mata hingga ke pangkal ekor (Irpan,

2014).

Ikan sepat rawa menyimpan telur-telurnya dalam sebuah sarang busa yang

dijagai oleh si jantan. Setelah menetas, anak-anak sepat diasuh oleh induk jantan,

hingga dapat mencari makanan sendiri. Sedangkan ikan yang dipelihara di dalam

akuarium diberi pakan tubifex, kutu air, larva nyamuk, dan pakan kering (Murjani,

2009).
Sepat siam dikenal dapat bernafas langsung dari udara, selain

menggunakan ingsangnya untuk menyerap oksigen dari air. Akan tetapi, tak

seperti ikan-ikan yang mempunyai kemampuan serupa ( misalnya ikan gabus,

betok atau lele), ikan sepat siam tak mampu bertahan lama di liar air. Ikan ini

justru dikenal sebagai ikan yang mudah mati jika ditangkap (Murjani, 2009).

Makanan utama ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) adalah berupa

tumbuh-tumbuhan air, cacing dan larva nyamuk. Rotifera dan kutu air juga cocok

untuk makanan benih ikan ini (Lingga dan Susanto, 1987).

D. Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu cara pengolahan melalui proses

pemanfaatkan penguraian senyawa dari bahan-bahan protein kompleks. Protein

kompleks tersebut terdapat dalam tubuh ikan yang diubah menjadi senyawa-

senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim yang berasal dari tubuh ikan atau

mikroorganisme serta berlangsung dalam keadaan yang terkontrol atau teratur.

Menurut Adawiyah (2007) cara fermentasi ikan pada dasarnya hanya dapat

dilakukan menjadi dua, yaitu :

1. Proses fermentasi yang memungkinkan terjadinya penguraian atau

transformasi yang nantinya akan mampu menghilangkan suatu

produk dengan bentuk dan sifat yang sama sekali berbeda

(berubah) dari keadaan awalnya, misalnya saja dalam pengolahan

terasi, kecap ikan, ikan peda dan ikan asin kering.


2. Proses fermentasi yang menghasilkan senyawa-senyawa secara

nyata akan memiliki kemampuan atau daya awet dalam produk

yang diolah tersebut.

Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) proses fermentasi yang terjadi

pada ikan merupakan proses penguraian secara biologis atau semibiologis

terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein menjadi senyawa-senyawa

yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol. Selama proses fermentasi, protein

ikan akan terhidrolisis menjadi asam-asam amino dan peptide, kemudian asam-

asam amino akan terurai lebih lanjut menjadi komponen-komponen lain yang

berperan dalam pembentukan cita rasa produk.

Proses fermentasi ikan yang merupakan proses biologis atau semibiologis

pada prinsipnya dibedakan atas empat golongan, yaitu sebagai berikut (Afrianto

dan Liviawaty, 1989):

1. Fermentasi menggunakan kadar garam, misalnya dalam pembuatan

kecap ikan, tersai, ikan kering dan bekasam.

2. Fermentasi menggunakan asam-asam organic, misalnya dalam

pembuatan silase ikan dengan menambahkan asam-asam propinat

dan format.

3. Fermentasi menggunakan asam-asam mineral, misalnya dalam

pembuatan silase ikan menggunakan asam-asam kuat.

4. Fermentasi menggunakan bakteri, misalnya dalam pembuatan

bekasam.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1989) produk fermentasi yang

menggunakan kadar garam tinggi mengakibatkan rasa asin, sehingga sumber

protein yang diambil mengalami penurunan, sedangkan fermentasi dengan

menggunakan asam-asam organik belum popular di kalangan nelayan. Cara

pengolahan menggunakan prinsip fermentasi yang paling mudah dilakukan adalah

menggunakan bakteri asam laktat. Pada proses fermentasi bakteri asam laktat juga

ditambahkan garam sebagai perangsang pertumbuhan bakteri asam laktat.

Fermentasi asam laktat pada ikan merupakan gabungan dari fermentasi garam

dengan fermentasi asam laktat, contoh produk fermentasi aasam laktat diantaranya

adalah bekasam, wadi dan ronto.

E. GARAM

Garam merupakan bahan bakteriostatik untuk beberapa bakteri meliputi

bakteri pathogen dan bakteri pembususk. Konsentrasi garam yang digunakan

dalam fermentasi ikan sangat menentukan mutu dari ikan karena pemberian

garam mempengaruhi jenis mikroba yang berperan dalam fermentasi (Ijong dan

Ohta, 1996). Penambahan garam pada proses pembuatan ikan asin bertujuan

untuk mendapatkan kondisi tertentu (terkontrol) sehingga hanya mikroorganisme

tahan garam (halofilik) yang dapat hidup dan menghasilkan enzim proteolitik

yang akan bereaksi pada produk sehingga menghasilkan produk makanan dengan

karakteristik tertentu. Enzim proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri halofilik

akan memecah protein menjadi asam amino khususnya asam glutamat yang

berperan dalam pembentukan rasa gurih pada makanan (Estiasih, 2009).


Garam dapat digunakan sebagai pengontrol proses fermentasi. Garam

berfungsi juga sebagai bahan pengawet pada ikan karena mempunyai tekanan

osmotik yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses penyerapan

air bebas dalam daging ikan dan pada sel-sel mikroorganisme yang menyebabkan

plasmolisis sehingga air sel mikroorganisme tertarik keluar dan mikroorganisme

kemudian mati (Adawyah, 2008). Garam dalam proses fermentasi disamping

berfungsi untuk meningkatkan cita rasa, juga berperan sebagai pembentuk tekstur

dan mengontrol pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan dan menghambat

pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan pathogen (Alim 2004).

Pembuatan ikan asin kering merupakan yang paling sederhana.Ikan asin

kering merupakan produk ikan yang cukup mudah dalam pembuatannya. Jeroan

dan sisik ikan dibuang, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat pengering.

Menurut Alim (2004). Proses pengeringan ikan dapat dilakukan dengan

penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Pengeringan dengan

menggunakan oven memiliki keuntungan yaitu suhu dan waktu pemanasan dapat

diatur. Dengan oven pembuatan sendiri, ikan asin dapat diproduksi dengan

kapasitas yang lebih banyak. Pengeringan, Sedangkan menggunakan panas

matahari selain biaya murah, juga mempunyai daya tampung yang besar. Akan

tetapi cara ini sangat tergantung pada cuaca dan suhu pengeringan tidak dapat

diatur.

F. PENGERINGAN

Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan

sebagian air dari suatu bahan sampai batas dimana perkembangan


mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan

terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan, maka

semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan

yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan

kandungan nutrisinya masih ada, selain itu juga untuk menghemat ruang

pengangkutan, pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga

memudahkan transportasi, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi

lebih murah. dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui

penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi

sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya.

Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan

menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan

dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan

transpor, dengan demikian di harapkan biaya produksi menjadi lebih murah

(Desroirer, 2008).

Di samping keuntungan-keuntunganya, pengeringan juga mempunyai

beberapa kerugian yaitu karena sifat asal bahan yang di keringkan dapat berubah,

misalnya bentuknya, misalnya bentuknya, sifat-sifat fisik dan kimianya,

penurunan mutu dan sebagainya. Kerugian yang lainya juga disebabkan beberapa

bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum di pakai, misalnya harus di

basahkan kembali (rehidratasi) sebelum di gunakan. Agar pengeringan dapat

berlangsung, harus di berikan energi panas pada bahan yang di keringkan, dan di
perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah

pengeringan. (Murniyati, 2000).

G. Kajian Penelitian Terdahulu Yang Releven

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai pendukung

dalam penelitian ini, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Retno Ningrum, (2019). Dalam penelitiannya yang berjudul”

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PENGGARAMAN

TERHADAP MUTU IKAN TERBANG (Hirundichtys oyechepulus)

ASIN KERING” menyatakan bahwa penambahan konsentrasi garam dan

lama penggaraman yang berbeda berpengaruh terhadap ikan asin terbang

kering yang dihasilkan. Ditunjukkan dengan nilai organoleptik yang

dihasilkan, Perlakuan terbaik diperoleh pada konsentrasi 34% dengan lama

penggaraman 6 jam. Pada indikator organoleptik indikator rasa diperoleh

perlakuan terbaik yaitu konsentrasi 27% dengan lama penggaraman 3 jam.

2. Ahmat Sofie Thariq, Fronthen Swastawati, (2014). Dalam penelitian yang

berjudul” PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI GARAM PADA

PEDA IKAN KEMBUNG (Rastrelliges neglectus) TERHADAP

KANDUNGAN ASAM GLUTAMAT PEMBERI RASA GURIH

(Umami)” menyatakan bahwa penambahan konsentrasi garam 20% paling

disukai. Perbedaan konsentrasi garam memberikan pengaruh yang berbeda

nyata (P< 0,05) terhadap nilai kadar asam glutamate, garam dan PH.

3. Akbar Diansyah, Desniar, (2018). Dalam penelitian yang berjudul”

KARAKTERISTIK IKAN ASIN KAMBING-KAMBING (Canthidermis


maculate) DENGAN PENGGARAMAN KERING” menyatakan bahwa

konsentrasi garam dan lama penggaraman berpengaruh nyata terhadap

karakteristik ikan asin yang meliputi kadar garam, kadar air, dan total

mokroba konsentrasi garam 15% lama penggaraman 24 jam merupakan

perlakuan terbaik dan sesuai dengan persyaratan mutu SNI 8273:2016.


BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan untuk pengolahan ikan sepat siam asin kering adalah

wadah/ember, pisau stainless steel, alat pengering ikan, timbangan (Venezia SF-

400A), termometer digital (KrisbowKW 06-308) dan alat ukur kelembaban udara

(Sauna Analog thermohygrometer). Untuk pengujian organoleptik menggunakan

score sheet dan alat tulis.

3.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan sepat siam

( Trichogaster pectoralis) dan garam dapur dengan kandungan NaCl 95%.

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 penyiangan ikan sepat siam

ikan sepat siam ( Trichogaster pectoralis) segar dicuci kemudian dibelah.

Sebelum dilakukan penggaraman ikan ditimbang, lalu kemudian dijemur setelah

disimpan selama penggaraman . ikan sepat siam kemudian diuji organoleptik

hedonik (SNI 01-2346-2006) untuk menentukan produk terpilih (Gambar 1).


Gambar 1. Alur kegiatan penelitian

Ikan sepat siam segar


disiangi, dicuci dan
dibelah

Ikan ditimbang Pelumuran garam

Penjemuran

Penggaraman Ikan sepat siam asin kering

Uji organoleptik
hedonik

Produk Terpilih

3.2.2 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan dengan membuat alat

pengering efek rumah kaca (ERK) dan pengamatan suhu terhadap alat pengering

tersebut. Pada penelitian utama dilakukan pengolahan ikan sepat siam asin kering
berdasarkan kombinasi dua faktor perlakukan yaitu konsentrasi garam 15%, 25%,

35%, dan ikan sepat siam yang telah diberikan garam sesuai konsentrasi garam

yang diinginkan. Lama perendaman atau penggaraman yang dilakukan yaitu 5

jam, 7 jam, 9 jam. Dengan demikian dalam penelitian ini terdapat sembilan

perlakuan dengan kombinasi konsentrasi garam dan lama penggaraman berbeda

seperti dalam ( Tabel 1 )

Setelah waktu penggaraman telah selesai dilanjutkan dengan proses

pengeringan ikan. Ikan yang telah diberikan garam dan dilakukan perendaman,

terlebih dahulu dilakukan pembilasan ikan dengan air mengalir agar Kristal-kristal

garam yang masih menempel pada ikan tersebut hilang.

Tabel 1 Perlakuan dengan Kombinasi Konsentrasi Garam dan lama penggaraman

Perlakuan Konsentrasi garam Lama penggaraman


A 35% 9 jam
B 25% 9 jam
C 15% 9 jam
D 35% 7 jam
E 25% 7 jam
F 15% 7 jam
G 35% 5 jam
H 25% 5 jam
I 15% 5 jam

3.3 Parameter Analisis

Parameter Analisisi yang diuji adalah uji hedonik untuk melihat nilai rasa,

kenampakan, tekstur, aroma. Dan apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji

lanjut Duncan.
3.4 Analisis Data

Analisisi data yang dilakuakan dalam penelitian ikan sepat siam asin kering,

dianalisis menggunakan statistik non-parametrik kuskal-wallis ( Steel dan Torrie,

1991) dan SPSS 16 dengan taraf signifikan 95%. untuk melihat produk terpilih

menggunakan metode Bayes.

3.5 Jadwal Penelitian

3.5.1 Waktu dan lokasi Penelitian

Pengambilan data dilapangan dilaksanakan satu bulan pada September

2019. Lokasi diKampung Tanjung Haur Kecamatan Penyinggahan Kabupaten

Kutai Barat.

Waktu penelitian dilaksanakan selama 1 Bulan dimulai dari tanggal 01

september 2019 sampai dengan tanggal 01 Oktober 2019. Adapun rangkaian

kegiatan penelitian secara terperinci dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini:

Minggu ke
No Kegiatan
1 2 3 4

1 Pra survei √

2 Pengambilan data √ √

3 Penyusunan proposal √ √ √

4 Revisi proposal √

5 Seminar proposal √
Daftar pustaka

[DJP2HP] Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. 1996.


Buku Petunjuk Pengolahan Hasil Perikanan tahun 1996.

Adawijayah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Adawiyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Afrianto, E. dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan


Yogyakarta: Kanisius.

Alim, E. 2004. Mutu Cita Rasa Rengginang Berbasis Beras Aromatik Dengan
Metode Pengeringan Berbeda. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.

Badan Standarisasi Nasional. 2006. Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau


Sensori (SNI 01-23462006). http://sisni.bsn.go.id/index.php/sni/sni/
download/7479. Diakses tanggal 15 September 2012.

Desroirer, Norman W. (2008). The Technology of Food Preservation, Third


Edition (Teknologi Pengawetan Pangan, Edisi Tiga). Penerjemah Muchji
Mulijorhardjo. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Dinas Kelautan dan Perikanan, 2015. Laporan Tahunan 2015. Provinsi


Kalimantan Timur.

Estiasih, T. 2009. Teknik Pengolahan Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

Huss H.H. 1994. Assurance aof Sea Food Quality. FAO Fisheries Technical
Paper. 334. Rome. M-40 ISBN 92-5-103446-X, 169 pp.
Ijong, F. G dan Ohta, Y. 1996. Amino Acid Compositions of Bakasang, A
Traditional Fermented Fish Sauce from Indonesia. Laboratory of Microbial
Biochemistry, Faculty of Applied Biological Science, Hiroshima University.
Irpan, 2014. Pengaruh Kualitas Garam pada Pembuatan Bekasam terhadap
Tingkat Keasaman, dan Degradasi Karbohidrat, serta Lemak. Politeknik
Negeri Sriwijaya. Skripsi.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan Dalam
Angka 2011. http://statistik.kkp.go.id/index.php/arsip/file/37/kp
da11okr06v02.pdf/. Diakses tanggal 5 September 2012
Murjani, A. 2009. Budidaya Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) dengan
Pemberian Pakan Komersil. Skripsi Jurusan Budidaya Perikanan. Fakultas
Perikanan Universitas Lambung Mangkurat.

Murniyati, AS danSunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan


Ikan. Kanisius. Yogjyakarta.

Nelson, J.S., 1984. Fisher Of the Word. New York: John Wiley and Sons.
Rahardjo, S. 1980. Oseanografi Perikanan I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 141 Hal.
Rahayu, P. W., 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Rosmiati, T., S. Diana dan S. Astuty. 2003. Pengasinan Ikan Teri (Stelophorus
spp.) dan kelayakan Usahanya di desa Karanghantu Serang. Laporan
Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Padjadjaran, bandung.
Steel, R. G. B. dan Torrie, J. H. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika; Suatu
Pendekatan Biometrik. Ed. Cetakan ke 2. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Susanto, H. 2006. Budidaya Ikan di Pekarangan (revisi), Jakarta: Penebar
Swadaya.
Tampubolon, P.A.R.P. dan M.F. Rahardjo. 2011. Pemijahan Ikan Sepat Siam
(Trichogaster pectoralis Regan 1910) di Danau Taliwang Sumbawa. Jurnal
Ikhtiologi Indonesia, 11(2):135-142. Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Perairan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.
Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai