Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL PENELITIAN

PEMANFAATAN LIMBAH TULANG IKAN SEPAT SIAM


(Trichogaster pectoralis) DALAM PEMBUATAN STIK SEBAGAI
SUMBER PROTEIN DAN KALSIUM

Muhammad Hamdi Alfajri


05061281924040

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan Sepat Siam (Trichopodus pectoralis) merupakan ikan konsumsi yang penting,
terutama sebagai sumber protein yang bermanfaat untuk masyarakat yang tinggal di
perkampungan. Selain dijual di pasaran, ikan Sepat Siam juga banyak ditangkap
langsung dari alam. Namun keberadaannya di alam pada saat ini mulai berkurang. Ikan
Sepat Siam memiliki nilai ekonomi yang tinggi, dimana awalnya adalah sebagai
sumber protein di daerah perkampungan, namun sekarang sudah merupakan sumber
protein bagi warga perkotaan bahkan dijadikan sebagai cendramata dan makanan bagi
para pengunjung ke daerah penghasil. Selain dijual dalam keadaan segar di pasar, ikan
Sepat Siam kerap diawetkan dalam bentuk ikan asin, bekasam dan lain-lain sehingga
dapat dikirimkan ke tempat-tempat lain. Ikan sepat siam hasil tangkapan dari
Kalimantan Selatan dari periode 2014-2016 mengalami peningkatan dari 3.125,7 ton
menjadi 3.555,3 ton (DKP 2016).
Tahun 2018 tangkapan ikan sepat siam sebesar 5.007,7 ton (BPS 2018). Ikan sepat
siam adalah salah satu jenis ikan konsumsi yang umum dijual dalam keadaan segar,
penerapan teknologi pengawetan dengan penggaraman dan fermentasi seperti ikan
sepat kering, wadi dan bekasam. Jenis olahan ikan sepat siam umumnya masih bersifat
tradisional. Ikan kering sepat siam tidak dapat langsung dikonsumsi karena harus
digoreng terlebih dahulu dan mempunyai rasa asin, oleh karena itu perlu upaya
diversifikasi hasil olahan perikanan untuk meningkatan pemanfaatan atau nilai tambah
ikan sepat. siam dan mengatasi sifat ikan yang mudah busuk. Penelitian yang bersifat
diversifikasi dengan menggunakan ikan sepat siam sebagai bahan dasar di antaranya
pembuatan dendeng dengan penambahan gula merah (Mawarti, 2017), perbedaan
waktu pengukusan pada ikan presto (Hardianti et al. 2017), perbedaan konsentrasi
bumbu pada abon ikan (Sari 2018), penambahan daging ikan pada pembuatan opak
singkong (Diana, 2018), dan pembuatan mie basah (Nurhasanah, 2018). Pengolahan
stik merupakan salah satu bentuk diversifikasi hasil olahan perikanan. Stik adalah kue
kering berbentuk pipih panjang yang dimasak dengan cara digoreng dengan bahan-
bahan, yaitu tepung tapioka, tepung terigu, telur, margarin, bawang merah dan putih,
garam, gula serta merica. Olahan stik dengan tambahan daging ikan telah banyak
dilakukan diantaranya (Apriliani dan Syahputra .,2018) melaporkan hasil organoleptik
dengan uji kesukaan menunjukkan stik berbahan ikan pisang-pisang lebih disukai
dibandingkanstik ikan kambing-kambing. (Yanuar et al, 2016) menyatakan bahwa stik
berbahan ikan tenggiri, manyung dan remang dengan kandungan gizi berturut-turut
yaitu protein 10,96; 10,80 dan 10,79% ; air 4,62; 5,68 dan 5,41%, abu 3,74; 3,90 dan
4,08%, lemak 34,89; 24,50 dan 29,27%, serta karbohidrat 0,36; 0,55 dan 0,46%.

1.2. Kerangka Pemikiran


Ikan sepat siam merupakan ikan yang cukup banyak di indonesia yang dijadikan
masyarakat sebagai ikan konsumsi. Ikan sepat siam ini banyak terdapat di air tawar
seperti sungai, danau dan rawa-rawa ia tidak bisa hidup di air laut. Selain itu ikan sepat
siam juga cepat berkembang di habibat alam liar sehingga tidak heran ikan sepat siam
ini mudah untuk di dapatkan di alam liar khususnya di rawa-rawa. Pengolahan ikan
sepat siam menjadi ikan konsumsi ataupun untuk bahan pembuatan pangan lainnya
pasti menyisakan limbah yang tidak terlalu dipakai oleh masyarakat seperti tulang,
jeroan, kepala, dan isi perut. Dengan begitu limbah yang tak terpakai tersebut tentunya
dapat menyebabkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu kita perlu melakukan
pengolahan terhadap limbah dari ikan sepat siam supaya bisa untuk menghasilkan nilai
yang ekonomis dan tidak membuat pencemaran lingkungan. Daging dan tulang ikan
sepat dapat diolah menjadi produk stik yang kaya akan protein dan kalsium sehingga
dari limbah tulang ikan tersebut bagus untuk diolah kembali menjadi bahan makanan
seperti stik.

1.3. Rumusan Masalah


Ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) merupakan ikan yang cukup popular
sebagai ikan konsumsi yang banyak di air tawar khusunya di aliran sungai yang
terdapat di daerah sumatera selatan. Ikan sepat siam ini bisa kita temui di pasar
sehingga limbah dari penjualan ikan sepat siam ini pun tergolong banyak di pasar.
Limbah dari ikan sepat siam berpotensi untuk digunakan menjadi bahan tambahan
dalam pembuatan stik karena dari limbah tulang ikan sepat siam mengandung protein
dan kalsium yang tinggi sehingga baik untuk kita olah menjadi bahan makanan
tambahan. Oleh karena itu pengetahuan mengenai potensi limbah dari ikan sepat siam
sebagai bahan tambahan makanan penting untuk dilakukan.

1.4. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian mengenai pemanfaatan limbah
tulang ikan sepat siam sebagai bahan dalam pembuatan stik ini adalah :
1. Untuk menggunakan limbah tulang ikan sepat siam sebagai bahan olahan
makanan stik.
2. Untuk menambah nilai gizi dari makanan stik yang terbuat dari tulang ikan
sepat siam.

1.5. Manfaat Penelitian


Mengetahui kandungan dari limbah tulang ikan sepat siam yang diolah menjadi
makanan stik dan memberikan informasi mengenai seberapa banyaknya protein yang
ada pada makanan stik dari tulang ikan sepat siam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Sepat Siam


Ikan Sepat siam (Trichogaster pectoralis) adalah sejenis ikan air tawar anggota
suku gurami (Osphronemidae). Ikan sepat biasanya hidup di rawa dimana ikan ini
bertubuh sedang, panjang total mencapai 25 cm dengan lebar pipih, dan mulut agak
meruncing. Sirip-sirip punggung (dorsal), ekor, sirip dada dan sirip dubur berwarna
gelap. Sepasang jari-jari terdepan pada sirip perut berubah menjadi alat peraba yang
menyerupai cambuk atau pecut, yang memanjang hingga ke ekornya, dilengkapi oleh
sepasang duri dan 2-3 jumbai pendek. Sepat siam merupakan ikan konsumsi yang
penting, terutama sebagai sumber protein di daerah pedesaan. Selain dijual dalam
keadaan segar di pasar, sepat siam kerap diawetkan dalam bentuk ikan asin dan
diperdagangkan antar pulau di Indonesia.
Menurut Kottelat et al., (1993), morfologi ikan sepat siam yaitu bentuk tubuh pipih
(compressed), tubuh dilapisi sisik dari ujung mulut sampai ekor. Tubuh berwarna perak
kusam kehitaman sampai agak kehijauan pada hampir seluruh tubuhnya dengan pola
warna belang belang hitam dan terdapat sejalur bintik besar kehitaman yang terdapat
di sisi tubuh mulai dari belakang mata hingga ke pangkal ekor. Memiliki alat
pernapasan tambahan yaitu Mulut dapat disembulkan. Mulut kecil, sempit, dan tebal
dengan moncong yang pendek, tumpul dan tidak terdapat duri. Bibir atas bersambung
dengan bibir bawah dan hanya bibir rahang atas yang berlipatan. Memiliki sepasang
lubang hidung (monorhinous), dan tidak memiliki sungut. Posisi mulut berada tepat di
ujung hidung (terminal). Gurat sisi (linea lateralis) seperti garis lurus dan susunan tapi
tidak sempurna. Ikan ini memiliki sirip yang lengkap yaitu sirip punggung yang
memanjang mulai dari pertengahan tubuh sampai ke pangkal ekor dan berjumlah 1
buah. Permulaan dasar sirip punggung terletak di belakang sirip perut dan terpisah
dengan sirip ekor. Sirip dada (pectoral fin) terletak di linea lateralis persis di bawah
sudut tutup insang (operculum posisi dasar vertikal. Sirip perut (ventral fin) terletak di
bawah sirip dada yang disebut thoracic. Sepasang jari terdepan sirip perut
bermodifikasi menjadi bulu cambuk. Sirip anus (anal fin) menyatu dengan sirip ekor
dan tidak diliputi sisik (squama). Sirip ekor (caudal fin) memiliki bentuk berlekuk
tunggal. Seluruh sirip berwarna gelap. Sepat siam merupakan ikan konsumsi yang
penting, terutama sebagai sumber protein di daerah pedesaan.

2.2. Limbah Ikan


Limbah ikan merupakan salah satu hasil samping dari suatu usaha perikanan yang
tidak dimanfaatkan. Limbah yang dihasilkan bisa dalam bentuk cairan maupun
padatan, dimana limbah tersebut tidak bernilai ekonomis. Sisa dari ikan atau yan sering
disebut dengan limbah bila tidak diolah lebih lanjut sehingga dapat mengakibatkan
pencemaran terhadap lingkungan baik pencemaran udara maupun pencemaran pada
air. Pencemaran pada wilayah perairan dapat menyebabkan ganggang tumbuh dengan
subur serta mengakibatkan bau busuk yang dapat mencemari udara. karena limbah
dapat mengakibatkan pencemaran yang cukup serius, maka hal yang dapat dilakukan
untuk mengurangi dampak limbah ikan terhadap lingkungan adalah dengan melakukan
pengolahan terhadap limbah ikan nila menjadi pupuk organic cair (Sultoniyah,2019).

2.3. Tulang Ikan


Tulang ikan merupakan salah satu bagian tubuh ikan yang memiliki kandungan
kalsium terbanyak, karena unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan
karbonat. Garam mineral yang terkandung pada tulang seperti kalsium fosfat dan
kreatin fosfat dapat berpotensi untuk meningkatkan nutrisi produk pangan. Tulang ikan
memiliki kandungan kalsium (5,63 g/kg) dan fosfor (2,38 g/kg). Tulang merupakan
jaringan penyokong utama tubuh yang struktur pembentuknya terdiri dari unsur
organik dan anorganik. Unsur organik terdiri dari protein, kondroitin sulfat dan
mukopolisakarida, sedangkan unsur anorganik dalam tulang didominasi oleh ion
kalsium dan fosfor. Selain kalsium dan fosfor, didalam tulang juga terkandung ion
magnesium, karbonat, hidroksil, klorida, fluorida dan sitrat dengan jumlah yang lebih
sedikit. . Berat tulang kering terbentuk dari garamgaram anorganik sebanyak 65%,
sedangkan 35% lainnya terbentuk dari dasar organik dan serat kolagen. Garam-garam
yang terdapat pada tulang terdiri dari 85% kalsium posfat dan 10% kalsium karbonat,
sedangkan di dalam tulang lebih kurang 97% kalsium dan 46% natrium (Singh, 1991).

2.4. Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak dalam tubuh dan paling
dibutuhkan proses pertumbuhan tulang dan gigi, proses koagulasi atau pembekuan
darah dan pemompaan darah, fungsi kerja otot-otot termasuk otot jantung, metabolisme
tingkat sel, sistem pernapasan dan sebagainya. Semua kalsium yang masuk ke dalam
tubuh melalui makanan atau asupan sebagian besar disimpan oleh tubuh dan tidak
dibuang melalui urin atau feses. Kalsium termasuk kedalam salah satu makro elemen,
yaitu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg perhari.
Makro elemen berfungsi sebagai zat yang aktif dalam metabolisme atau sebagai bagian
penting dari struktur sel dan jaringan. Salah satu makro elemen selain kalsium yaitu
natrium, kalium, phosphor, mangan, clorium, dan sulfur. Kalsium merupakan unsur
terbanyak kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh manusia, yaitu sekitar 1,5-2 %
dari keseluruhan berat tubuh (Wulan, 2002).

2.4.1. Analisis Kalsium


Analisis kalsium bertujuan untuk mengetahui kandungan kalsium dari berbagai
produk. Penentuan dilakukan dengan mengukur sample yang sudah didestruksi secara
basah menggunakan Atomatic Absorpcion Spectrophotometer (AAS). Atomatic
Absorpcion Spectrophotometer (AAS) merupakan alat yang paling umum digunakan
untuk mengukur konsentrasi berbagai unsur seperti kalsium dan fosfor. Kalsium
merupakan logam putih perak yang sedikit lunak dan melebur pada suhu 8450C
atmosfer dan pada udara lembab, ketika bereaksi membentuk kalsium oksida atau
kalsium hidroksida. Kalsium menguraikan air dengan membentuk kalsium hidroksida
dan hidrogen. Kalsium membentuk kation kalsium (II), Ca2+ dan dalam larutan-larutan
air garam-garamnya biasa berupa bubuk putih dan membentuk larutan yang tidak
berwarna kecuali bila anionnya berwarna (Vogel, 1979)
2.5. Protein
Protein berasal dari bahasa Yunani “proteios” yang berarti pertama atau utama.
Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian dari sel.
Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi
antar sel serta sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah
sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein khususnya hormon,
antibodi, dan enzim. Sebagian besar protein bila dilarutkan dalam air akan membentuk
dispersi koloidal dan tidak dapat berdifusi bila dilewatkan melalui membran
semipermeabel. Beberapa protein mudah larut dalam air, tetapi ada pula yang sukar
larut. Namun, semua protein tidak dapat larut dalam pelarut organik seperti eter,
kloroform, atau benzena (Yazid, 2006).

2.6. Stik Ikan


Stik (stick) menurut (Wularman, 2014) merupakan salah satu olahan makanan
ringan yang berbahan dasar tepung terigu,bawang merah,bawang putih dan air. Stik
merupakan adonan yang homogen kemudian dipipihkan selanjutnya dipotong
memanjang sesuai ukuran yang diinginkan lalu digoreng. Stik termasuk dalam
golongan makanan ringan yang berbentuk pipih memanjang dan mempunyai tekstur
renyah. Dalam pengolahan stik berbasis ikan, biasanya memilki permasalahan dalam
kualitas aroma yang didapat, stik berbasis ikan rentan memiliki aroma atau bau amis
yag masih menyengat dan hal tersebut dapat mengurangi kualitas. Stik merupakan
olahan makanan ringan yang berbentuk pipih memanjang dan mempunyai tekstur yang
renyah. Stik ini juga dapat dibuat dari daging ikan jenis tuna atau daging ikan yang
berwarna putih. Kemudian ditambahkan tepung terigu, maizena dan bumbu lainnya.
lalu adonan dicetak dengan panjang sekitar 6-7 cm. setelah itu, stik ikan yang sudah
dicetak kemudian digoreng dengan minyak panas suhu 170 ̊ C. Pada umumnya bahan
utama dalam pembuatannya ini bawang dan stik varian lain yaitu tepung terigu dengan
protein sedang dan tepung tapioka. Hanya saja yang membedakan adalah bahan
tambahan dan jenis cairan yang digunakan, sedangkan pada stik ikan ini menggunakan
bahan tambahan seperti daging serta tulang ikan.
BAB 3
PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Alat Dan Bahan


3.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital portable
(Tanita-KD-160), meat grinder (Ardin-MHW-G31B), penggiling mie (Oxone noodle
maker-OX-355_AM), autoclave non electric (YXQ-280), wajan (BIMA AL082) dan
kompor (Quantum).

3.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan utama daging
dan tulang ikan sepat siam dan bahan-bahan lainnya, yaitu tepung tapioka (Rose
Brand), tepung terigu (Kunci Biru), telur ayam, bawang putih, bawang merah, garam,
gula, lada/merica dan margarin

3.2. Metode Penelitian


Penelitian yang dilakukan menggunakan Rancangan acak lengkap dengan satu
faktor. Faktor dalam penelitian yang digunakan, yaitu variasi konsentrasi daging dan
tulang ikan sepat siam dengan perbandingan 1 : 1, terhadap sifat organoleptik dan
kimiawi stik ikan. Penelitian ini dengan perlakuan sebagai berikut: O = konsentrasi 0%
daging dan tulang ikan sepat siam, A = konsentrasi 20% daging dan tulang ikan sepat
siam, B = konsentrasi 40% daging dan tulang ikan sepat siam, C = konsentrasi 60%
daging dan tulang ikan sepat siam.

3.3. Cara Kerja


Adapun tahap proses pembuatan stik ikan dari limbah tulang ikan sepat siam
sebagai berikut :
1. Penyiangan ikan dengan membuang isi perut, kepala dan kulit, pemisahan daging
dan tulang
2. Pelunakan tulang ikan selama 30 menit dengan autoclave
3. Pelumatan daging dan tulang ikan dengan meet grinder
4. Pembuatan adonan dengan formula variasi konsentrasi daging dan tulang ikan
sepat siam, yaitu 0; 20; 40 dan 60% dari jumlah tepung tapioka (160 g)
5. Penambahan bahan-bahan lainnya,yaitu telur ayam 50 g, bawang merah 5 g,
bawang putih 7 g, garam 5 g, gula 8 g, merica 1 g, dan margarin 20 g, tepung
tapioka 160 g dan tepung terigu 40 g
6. Pembuatan adonan dan pengadukan sampai homogen
7. Pembentukan lembaran tipis adonan dan pencetakan stik menggunakan alat
pembuat mie dengan ketebalan ±3 mm dan panjang 8-10 cm
8. Pemasakan stik ikan dengan cara sebanyak 300 g adonan digoreng pada 170oC
dengan volume minyak 1 liter sampai stik berwarna kuning kecokelatan (±3 menit)
9. Pendinginan dan penirisan stik ikan selama 5 menit pada suhu ruang.

3.4. Prosedur Analisis


Pada penelitian ini parameter yang diamati adalah uji organoleptik yaitu warna,
aroma, tekstur dan rasa, selanjutnya parameter yang di uji adalah kadar protein, kadar
lemak, kadar karbohidrat, kadar air, dan kadar abu

3.4.1. Uji Organoleptik


Uji organoleptik meliputi warna, rasa, kenampakan dan tekstur. Uji organoleptik
pada penelitian ini dilakukan dengan metode uji hedonik. Uji organoleptik hedonik
menurut Mohamad Ihsan (2016), yaitu:
1. Sampel diletakkan pada wadah plastik bening untuk melihat perbedaan warna
dan kenampakan agar terlihat jelas.
2. Beri kode berbeda-beda pada setiap sampel.
3. Pengujian dilakukan pada panelis yang berbeda dengan ruangan panelis yang
berbeda.
4. Panelis kemudian diberikan kuisioner berupa penilaian tingkat kesukaan
sebagai menguji organoleptik dengan skala hedonik 1,2,3,4 dan 5 pada setiap
kolom sampel yang dianggap sesuai dengan tingkat kesukaan panelis.

3.4.2. Analisis Kadar Protein (AOAC, 2005)


Pada analisis untuk perngukuran kadar protein ini dapat dilakukan dengan
metode kjeldahl menurut (AOAC, 2005) adalah sebagai berikut:
1. Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl.
2. Kemudian ditambahkan 2 g selenium dan 25 ml H2SO4 pekat.
3. Sampel didekstruksi pada suhu 410°C selama 2 jam sampai larutan menjadi
jernih.
4. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu ukur sebanyak 50 mL dan
diencerkan dengan akuades sampai tanda tera.
5. Selanjutnya dimasukkan ke dalam alat destilasi, dan ditambahkan dengan 10 ml
NaOH 30% dan dilakukan destilasi.
6. Destilat ditampung dalam larutan 10 ml asam borat (H3BO3) 3% dan beberapa
tetes indikator (larutan bromcresol green 0,1% dan larutan metil merah 0,1%
dengan perbandingan 5:1.
7. Kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah warnanya
menjadi merah muda. Penentuan kadar protein dihitung dengan rumus sebagai
berikut. % N = (A-B) x N HCl x 14 x 100% mg sampel

3.4.3. Analisi Kadar Karbohidrat (AOAC, 2005)


Analisis kadar karbohidrat ditentukan menggunakan metode Luff Schoorl
menurut (BSN, 1992) sebagai berikut:
1. Sampel sebanyak 5-10 ml dimasukkan dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan
Pb asetat untuk penjernihan, kemudian ditambah Na2CO3 untuk menghilangkan
kelebihan Pb.
2. Setelah itu 10 ml larutan dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml
larutan Luff Schoorl.
3. Larutan blanko dibuat dengan campuran 25 ml larutan Luff Schoorl dan aquades.
Setelah itu, batu didih ditambahkan sebelum erlenmeyer
4. dihubungkan dengan kondensor. Didihkan selama 10 menit kemudian
didinginkan.
5. Selanjutnya ditambahkan 15 ml KI 20% dan 25 ml H2SO4 26,5%.
6. Larutan dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan menggunakan indikator
amilum 1% sampai warna biru hilang. Penentuan kadar karbohidrat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
= (Volume Titrasi Blanko – Volume Titrasi Sampel) Na2S2O3 x N Na2S2O3 0,1
Kadar gula : Angka Tabel x 100 x Volume Pengenceran x 1 Berat Sampel
Volume Dipipet 1000

3.4.4. Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)


Analisis kadar air ini dilakukan menurut (AOAC, 2005) adalah sebagai berikut:
1. Krus porselin yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu selama 30 menit
dalam oven pada suhu 105ºC. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30
menit dan ditimbang (W1).
2. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan dalam krus porselin yang telah diketahui
beratnya, kemudian dibakar diatas kompor listrik sampai tidak berasap.
3. Setelah itu dimasukkan dalam murfle furnace pada suhu 550 ºC selama 3/6 jam
sampai diperoleh abu berwarna abu-abu putih.
4. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang
(W2). Perhitungan kadar abu dilakukan sebagai berikut:
Kadar abu (%) = W2 - W1 x 100%
Berat Sampel

3.4.5. Analisis Kadar Air (AOAC, 2005)


Analisis kadar air ini dilakukan menurut (AOAC, 2005) adalah sebagai berikut:
1. Cawan porselin dikeringkan terlebih dahulu pada suhu 105ºC selama 15 menit
sampai berat konstan. Selanjutnya dinginkan pada suatu desikator selama 30
menit dan ditimbang.
2. Lalu timbang sampel 10-20 g dengan cawan porselin untuk (W1) dan keringkan
dalam oven pada suhu 105ºC selama 6 jam dan didinginkan dalam desikator
selama 30 menit.
3. Kemudian timbang cawan dan sampel.
4. Selanjutnya keringkan menggunakan oven dan didinginkan dalam desikator
selama 30 menit sampai beratnya konstan lalu ditimbang (W2).
5. Lakukan perhitungan pada kadar air sebagai berikut:
Kadar air (%) = W1 - W2 x 100%
Berat Sampel

3.4.6. Analisis Kadar Lemak (AOAC, 2005)


Penentuan kadar lemak dilakukan dengan menggunakan metode Soxhlet.
Prosedur analisis kadar lemak adalah sebagai berikut :
1. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 g, lalu dimasukkan ke dalam
selongsong kertas yang di alasi dengan kapas
2. Sumbat selongsong kertas berisi contoh sampel tersebut dengan kapas keringkan
dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80ºC selama 1 jam.
3. Kemudian masukkan ke dalam alat soxhlet yang telah diberi labu lemak yang
berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya.
4. Ekstrak lemak dengan heksan atau pelarut lemak lainnya selama 6 jam.
Sulingkan heksan & keringkan ekstrak lemak dalam oven pengering pada suhu
105ºC, dinginkan dalam eksikator lalu timbang, ulangi perlakuan ini hingga
tercapai bobot tetap.
5. Persentase kadar air dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan :
W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak kosong (g) W3 = Berat labu lemak dan lemak (g)
DAFTAR PUSTAKA

Apriliani AD, Syahputra F. 2018. Karakteristik organoleptik stik ikan kambing-kambing


(Abalistes stellaris) dan stik ikan pisang- pisang (Caesio chrysozona).
Prosiding Seminar Nasional Multidisiplin Ilmu Universitas Asahan. 06
November 2018.312-316.
Ath-thari, MH. F., D. T. Soelistyowati., dan R. Gustiano. 2014.Performa reproduksi
ikan sepat siam (Trichopodus pectoralis Regan 1910) asal Sumatera, Jawa, dan
Kalimantan. Jurnal Iktiologi Indonesia, 14(3):201-210
BPS Badan Pusat Statistik. 2018. Produksi Ikan Darat menurut Jenis Perairan dan
Jenis Ikan. Banjarmasin (ID): Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Selatan.
Diana ASM. 2018. Suplementasi daging ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)
dengan perbandingan yang berbeda terhadap mutu opak singkong (Manihot
glaziovii Muell). [Skripsi]. Banjarmasin (ID): Universitas Lambung Mangkurat.
DKP Dinas Kelautan dan Perikanan. 2016. Laporan Tahunan Statistik Perikanan
Tangkap Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru (ID): Pemerintah Provinsi
Kalimantan Selatan.
Hardianti, Aisyah S, Puspitasari. 2017. Pengaruh waktu pengukusan yang berbeda
terhadap kualitas presto ikan sepat siam. Fish Scientiae (Jurnal Ilmu-Ilmu
Perikanan dan Kelautan). 7(2): 192-198.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, S. Wirjoatmodjo. 1993. Ikan Air Tawar
Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd. dan Proyek
EMDI KMNKLH Jakarta.
Mawarti. 2017. Variasi penambahan gula merah aren (Arenga pinnata) dengan
konsentrasi berbeda pada dendeng ikan siam (Trichogaster pectoralis)
terhadap penerimaan panelis. [Skripsi]. Banjarmasin (ID): Universitas Lambung
Mangkurat.
Nurhasanah R. 2018. Variasi penambahan ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis)
terhadap kualitas mie basah. [Skripsi]. Banjarmasin (ID): Universitas Lambung
Mangkurat.Sari LM. 2018. Variasi konsentrasi bumbu terhadap kualitas abon
ikan sepat siam presto. [Skripsi]. Banjarmasin (ID): Universitas Lambung
Mangkurat.
Sultoniyah. 2019. Pengaruh Pupuk Organik Cair Limbah Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Terhadap Pertumbuhan Tanaman Bayam Hijau (Amaranthus viridis
L.). Prosiding Symbion. 96-106.
Yanuar V, Suharjo M, Igas A. 2016. Pengaruh bahan baku ikan terhadap nilai
organoleptik dan nilai kandungan gizi produk stik ikan di Kabupaten
Kotawaringin Barat. Ziraa’ahMajalah Ilmiah Pertanian. 41(3): 346-354.
Yazid, 2006. Bahan Tambahan Untuk Makanan dan Kontaminan, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan.
Wularman. 2014. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsentrasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Wulan, 2006. Kimia Makanan. Bandung: ITB Press.

Anda mungkin juga menyukai