Anda di halaman 1dari 11

TEKNIK PREPARASI IKAN

(LAPORAN PRAKTIKUM PASCA PANEN PERIKANAN)

Di Susun Oleh:

Adi Saputra 21742001

Dwi Mustika Aini 21742010

Fiki Anmi Andriansyah 21742013

Hajid Naufal Zaki 21742015

Imelda Kartika Ekayanti 21742017

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN

JURUSAN PETERNAKAN

POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum yang berjudul “Teknik
Preparasi Ikan”.

Adapun tujuan dari penulisan laporan praktikum ini adalah untuk memenuhi tugas pada
matakuliah pasca panen perikanan. Selain itu, laporan praktikum ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang teknik preparasi ikan.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan
semua, terimakasih atas bantuan nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum ini.
Kami menyadari, tugas yang di tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun kami butuhkan demi kesempurnaan laporan praktikum ini.

Bandar Lampung, 29 Mei 2023

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk perikanan merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable food) karena
mengandung protein dan air cukup tinggi, oleh karena itu perlakuan yang benar pada ikan setelah
ikan tertangkap sangat penting peranannya. Perlakuan tersebut dapat dilakukan dengan penurunan
suhu seperti pendinginan dan pembekuan untuk mencegah kemunduran mutu ikan. Di beberapa
negara maju, ikan telah dikenal sebagai suatu komoditi yang populer karena memiliki rasa yang
enak dan bagus untuk kesehatan. Ikan merupakan sumber asam lemak tak jenuh, taurin dan asam
lemak omega-3, terutama untuk jenis ikan seperti tuna, tongkol, kembung, dan lemuru. Komponen
tersebut telah terbukti dapat mencegah penyumbatan pembuluh darah (arteriosclerosis), oleh
karena itu banyak orang berpendapat untuk meningkatkan konsumsi protein harian (daily protein
intake) terutama yang berasal dari ikan.

Ikan merupakan sumber protein hewani yang sering dikonsumsi. Komponen kimia ikan
terdiri dari air (70-80%), protein (18-20%), lemak (1- 9%), serta sisanya vitamin dan mineral
(Muchtadi dan Sugiono, 1992). Ikan yang berasal dari perairan tawar maupun asin, tergolong
bahan yang mudah rusak (high perishable product) sehingga perlu penanganan khusus agar ikan
tidak cepat rusak saat dilakukan proses distribusi hingga ke mancanegara. Kerusakan yang terjadi
pada ikan diakibatkan adanya kerusakan kimia, fisik oleh perlakuan mekanis dan kerusakan
biologis terutama kontaminasi mikroba. Kerusakan tersebut menimbulkan bahaya kesehatan bagi
konsumen. Fillet ikan merupakan irisan daging ikan tanpa tulang, tanpa sisik, dan kadang-kadang
tanpa kulit. Fillet diperoleh dengan cara menyayat ikan utuh sepanjang tulang belakang, dimulai
dari belakang kepala sampai ekor tetapi tulang belakang dan tulang rusuk yang membatasi rongga
perut dengan badan tidak terpotong waktu penyayatan (Moeljanto, 1992). Fillet dalam industri
pengolahan ikan ada yang dijual masih beserta kulitnya (skin-on) atau sudah dibersihkan (skin-
less). Produk fillet memiliki banyak kelebihan, antara lain adalah dapat diolah lebih lanjut menjadi
berbagai produk olahan lain, dapat dipasarkan dalam bentuk penyajian yang menarik, serta
memudahkan dalam pengangkutan. Seperti komoditas perikanan lainya, fillet juga mempunyai
sifat yang mudah busuk (perishable food). Produk fillet lebih rentan terhadap kontaminasi dan
penurunan mutu dibandingkan dengan ikan utuh, sehingga diperlukan penanganan yang cepat dan
tepat.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui proses cara memfillet ikan.
2. Untuk mengetahui apa itu preparasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Patin

Klasifikasi ikan patin menurut (Hernowo, 2001), adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius sp

2.2 Taksonomi dan Morfologi

Ikan patin (Pangasius sp) adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah
berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan patin di Indonesia sangat banyak, antara lain
Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasiuslithostoma,
Pangasius nasutus, pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Sedangkan
Pangasius sutchi dan Pangasius hypophtalmus yang dikenal sebagai jambal siam atau lele
bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand (Kordi, 2005). Ikan patin mempunyai
bentuk tubuh memanjang, berwarna putih perak dengan punggung berwarna kebiruan. Ikan
patin tidak memiliki sisik, kepala ikan patin relatif kecil dengan mulut terletak diujung
kepala agak ke bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Panjang tubuhnya
dapat mencapai 120 cm. Sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi
sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari–jari keras yang berubah menjadi patil
yang besar dan bergerigi di belakangnya, sedangkan jari–jari lunak pada sirip punggungnya
terdapat 6 – 7 buah (Kordi, 2005). Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang
ukurannya sangat kecil dan sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk simetris. Sirip
duburnya agak panjang dan mempunyai 30 – 33 jari-jari lunak, sirip perutnya terdapat 6
jari-jari lunak. Sedangkan sirip dada terdapat sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi
senjata yang dikenal sebagai patil dan memiliki 12 – 13 jari-jari lunak.

2.3 Habitat

Habitat ikan patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara – muara sungai
serta danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya sedikit agak ke bawah,
maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar perairan. Ikan patin sangat terkenal dan
digemari oleh masyarakat karena daging ikan patin sangat gurih dan lezat untuk
dikonsumsi (Susanto dan Khairul, 2007). Ikan patin merupakan jenis ikan dasar perairan
(demersal). Hal ini dibuktikan dengan bentuk mulutnya yang melebar dan menghadap ke
bawah serta kebiasaan hidupnya yang lebih suka menetap di dasar dari pada muncul di
permukaan perairan. Pada habitat aslinya ia hidup di sungai yang dalam , agak keruh dan
dasar yang berlumpur. Ikan ini bersifat nocturnal, keluar dari persembunyiannya dan
melakukan aktivitas pada malam hari. Patin hidup secara berkelompok atau bergerombol.
Hal ini merupakan faktor yang dapat merangsang nafsu makannya.
BAB III

METODOLOGI

3.1 Hari / Tanggal

Hari : Selasa, 23 Mei 2023

Tempat : Laboratorium pengolahan politeknik negeri lampung

3.2 Alat dan Bahan

1. Ikan patin
2. Timbangan
3. Talenan
4. Pisau
5. Wadah
6. Alat tulis (buku, pena)

3.3 Prosedur Kerja

1. Timbang bobot ikan patin.


2. Ikan dibersihkan dari kotoran, termasuk bagian dalam isi perut.
3. Di lakukan pencucian.
4. Penghilangan kulit, tulang, dan sisik.
5. Pembuatan fillet ikan.

Cara pembuatan fillet :

1. Ikan diletakkan dalam posisi terbalik.


2. Ikan di sayat dari belakang sirip dada kearah perut sampai belakang kepala.
3. Dari arah kepala, ikan di sayat sedalam tulang belakang sepanjang sirip
punggung kearah ekor.
4. Fillet di buka, lalu ujung tulang rusuk menuju ekor di sayat.
5. Dari balik sirip dada, pisau didatarkan sejajar terhadap tulang rusuk dan
memotong duri, disayat lalu di fillet dibuka dan di ambil.
6. Timbang bobot fillet.
7. Hitung rendemen fillet terhadap bahan baku ikan (ikan utuh).
8. Masukkan fillet ke dalam plastic kemasan dan bekukan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil praktikum :

1. Berat awal :
 479 gram
 495 gram

2. Berat bersih :
 230 gram
 226 gram

Pembahasan :

Industri filet ikan patin di pasar ASEAN didominasi oleh negara Vietnam sebagai
penghasil terbesar produksi ikan patin. Data dari Fishery Statistical Bulletin of Southeast Asia
menunjukan tahun 2014 produksi ikan patin Vietnam mencapai 1,1 Juta ton. Sementara negara-
negera ASEAN lainnya tercatat Indonesia denganproduksi ikan patin 418.002 ton pada tahun
2014. Dengan kapasitas produksi yang besar, Vietnam mendominasi pasar filet patin di ASEAN.
Nilai ekspor patin Vietnam ke ASEAN pada tahun 2016 mencapai 62.35 juta US$. Ekspor patin
Vietnam ke negara-negara ASEAN yang terbesar adalah Thailand sebesar 36% kemudian
Singapura 25 %, Filipina 21% Malaysia, 17% dan pasar lainnya 1% (Natalia et al. 2012). Serapan
pasar dalam negeri terbesar dalam bentuk ikan patin segar sekitar 80%, sisanya dalam bentuk filet,
patin asap serta olahan lainnya. Tahun 2011 konsumsi filet patin dalam negeri mencapai 400 ton
namun sekitar 90% dipenuhi oleh filet patin impor dari Vietnam (KKP 2015). Dengan kondisi
tersebut pemerintah melakukan upaya membatasi impor filet patin dari Vietnam dalam rangka
meningkatkan industri filet patin dalam negeri. Tahun 2017 diperkirakan konsumsi filet patin
dalam negeri sekitar 600-700 ton. Produksi filet patin dalam negeri dihasilkan dari beberapa
perusahaan.

Filet patin merupakan produk yang cepat mengalami kebusukan sehingga menyebabkan
umur simpan menjadi pendek. Proses pembusukan pada ikan disebabkan oleh aktivitas autolisis,
enzimatis, reaksi kimia dan pertumbuhan mikroorganisme (Ghaly et al. 2010). Berbagai mikroba
pembusuk yang ditemukan dalam fillet ikan patin terkemas termasuk dalam genus Serratia dan
Pseudomonas (Noseda et al. 2012). Adanya proses-proses ini telah dirasakan dapat menghambat
usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian besar (Liviawaty dan
Afrianto 2010). Mengatasi kendala yang muncul pada produk filet mendorong adanya penanganan
yang tepat untuk meminimalkan kerusakan yang terjadi. Penanganan yang tepat bertujuan untuk
menjaga kualitas produk perikanan sehingga sesuai dengan standar yang diinginkan. Penggunaan
suhu rendah berupa pendinginan dapat memperlambat prosesproses biokimia yang berlangsung
dalam tubuh ikan yang mengarah pada penurunan mutu ikan (Junianto 2003). Penyimpanan dingin
selain dapat menghambat aktivitas mikrobia dan enzim juga dapat mempertahankan sifat-sifat asli
ikan segar antara 12-18 hari (Adawyah 2008). Namun demikian, penggunaan suhu rendah tidak
dapat menghambat seluruh reaksi biokimia yang menyebabkan kemunduran mutu pada ikan,
sehingga diperlukan upaya lain yang dapat mempertahankan kesegaran dan memperpanjang umur
simpan ikan (Mohan et al. 2012). Oleh karena itu, perlu diupayakan pengendaliannya untuk
meningkatkan daya simpan hasil perikanan selama penyimpanan dingin diantaranya dengan
menggunakan bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan apu-apu.
BAB V

KESIMPULAN

Filet patin merupakan produk yang cepat mengalami kebusukan sehingga menyebabkan
umur simpan menjadi pendek. Proses pembusukan pada ikan disebabkan oleh aktivitas autolisis,
enzimatis, reaksi kimia dan pertumbuhan mikroorganisme. Penggunaan suhu rendah berupa
pendinginan dapat memperlambat prosesproses biokimia yang berlangsung dalam tubuh ikan
yang mengarah pada penurunan mutu ikan (Junianto 2003). Penyimpanan dingin selain dapat
menghambat aktivitas mikrobia dan enzim juga dapat mempertahankan sifat-sifat asli ikan segar
antara 12-18 hari (Adawyah 2008). Namun demikian, penggunaan suhu rendah tidak dapat
menghambat seluruh reaksi biokimia yang menyebabkan kemunduran mutu pada ikan, sehingga
diperlukan upaya lain yang dapat mempertahankan kesegaran dan memperpanjang umur simpan
ikan.

Anda mungkin juga menyukai