Anda di halaman 1dari 10

PASCA PANEN PERIKANAN

KETAHANAN MUTU PADA IKAN NILA

(Laporan Praktikum)

Disusun Oleh Kel 3:

Ahmad Widodo 21742003


Dwi Wahyutara Pratiwi 21742011
Evan Prayuda 21742012
Riska Dwi Maharani 21742030

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN


JURUSAN PETERNAKAN
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas laporan praktikum Mata Kuliah Pasca Panen yang berjudul Ketahanan
mutu pada ikan nila.

Adapun tujuan dari penulisan laporan praktikum ini adalah untuk


memenuhi tugas pada mata kuliah pasca panen perikanan. Selain itu, laporan
praktikum ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang ketahanan
mutu pada ikan nila.

Kami menyadari, tugas yang di tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami
butuhkan demi kesempurnaan laporan praktikum ini.

Bandar Lampung, 10 Juni 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan Nila merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang umum
dibudidayakan oleh masyarakat. Menurut Amri (2003), Ikan Nila adalah jenis ikan
yang diintroduksi ke Indonesia dalam beberapa tahap dan menjadi ikan konsumsi
yang cukup populer. Ikan Nila merupakan salah satu komoditas perikanan air
tawar yang memperoleh perhatian cukup besar berkaitan dengan usaha
peningkatan gizi masyarakat. Ikan Nila mampu mencapai bobot tubuh lebih besar
dan produktivitasnya cukup tinggi. Intensifikasi budidaya Ikan Nila berlangsung
cepat sehingga tidak hanya dipelihara di kolam, tetapi banyak juga diusahakan di
karamba jaring apung di waduk atau di danau.
Ikan adalah salah satu hasil perairan yang sudah lama dikenal peradaban,
banyak dicari orang, tetapi ikan ini termasuk jenis pangan yang paling cepat
menurun kesegarannya dan cepat membusuk pada suhu kamar, yang dapat
mengakibatkan kerugian besar secara nilai gizi, mutu kesegaran dan nilai uang.
Ikan hasil tangkapan yang pasti akan mengalami proses penurunan mutu
(deteriorasi) ini, berlainan atau berbeda antar species yang satu dengan species
yang lainnya. Penguasaan akan ilmu dan pengetahuan yang menyangkut
perubahan-perubahan yang menjurus ke arah penurunan mutu kesegaran yang
dialami species ikan setelah dipanen serta semua faktor-faktor penyebab
penurunan mutu, dimanfaatkan manusia untuk mencegah penurunan mutu dengan
cara menerapkan teknik pengawetan, terutama cara pendinginan dan pembekuan.

1.2 Tujuan
a. Dapat menjelaskan konsep dan aplikasi kegiatan pasca panen perikanan.
b. Dapat melakukan Teknik ketahanan mutu pada ikan nila.
c. Dapat memahami Teknik ketahanan mutu pada ikan nila.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila

Menurut Trewavas (1980) dalam Suyanto (2010), klasifikasi lengkap yang


kini dianut oleh para ilmuwan adalah yang telah dirumuskan sebagai berikut :

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichtyes

Sub-kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Sub-Ordo : Percoidea

Famili : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Jenis (spesies) : Oreochromis niloticus

Secara morfologi dan tingkah laku, ikan nila (Oreochromis niloticus)


hampir sama dengan mujair. Namun, ada perbadaan yang mendasar selain
warnanya. Sirip ekor ikan nila (Oreochromis niloticus) ada garis-garis tegak,
sedangkan mujair tidak ada sama sekali. Selain itu, tubuh dan pertumbuhan ikan
nila (Oreochromis niloticus) lebih cepat dari pada mujair. Ada beberapa jenis ikan
nila (Oreochromis niloticus), di antaranya nila hitam, nila merah, nila gift, nila
nirwana, dan nila gesit. Oreochromis dan menghasilkan nila berwarna kelabu
kehijauan dengan garis vertikal kehitaman pada sirip ekornya (Saparinto, 2010).

2.2 Habitat Hidup Ikan Nila


Ikan nila terkenal sebagai ikan yang sangat tahan terhadap perubahan
lingkungan. Ikan nila dapat hidup di lingkungan air tawar, air payau bahkan dapat
bertahan hidup di perairan bersalinitas tinggi dengan toleransi salinitas 0 – 35 ppt.
Namun kualitas air untuk pertumbuhan optimal ikan nila berkisar pada pH 7-8,
kadar oksigen terlarut 4-7 ppm dan suhu optimum 25 0 C – 33 0 C (Suyanto, 2010).
Di kawasan Asia, daerah penyebaran ikan nila pada mulanya terpusat di beberapa
negara seperti Filipina dan Cina. Dalam perkembangan selanjutnya, ikan nila
meluas dibudidayakan di berbagai negara, antara lain Taiwan, Thailand, Vietnam,
Bangladesh, dan Indonesia. Pengembangan ikan Nila di perairan tawar di Indonesia
dimulai tahun 1969. Jenis ikan nila yang pertama kali didatangkan ke Indonesia
adalah ikan Nila hitam asal Taiwan. Tahun 1981 didatangkan lagi jenis ikan Nila
merah hibrida. Kedua jenis ikan Nila ini telah meluas dibudidayakan diseluruh
wilayah perairan nusantara. Pada tahun 1994 didatangkan ikan Nila GIFT dari
Filifina untuk dievaluasi dan diteliti serta disebarluaskan kepada petani ikan di
Indonesia (Rahmat, 1997).
2.3 Kebiasaan Makan Ikan Nila
Ikan nila di perairan alami memakan plankton, perifiton, atau tumbuhan air
yang lunak, bahkan cacing pun dimakannya pula. Dari pemeriksaan secara
laboratoris, pada perut ikan nila ditemukan berbagai macam jasad seperti
Soelastrum, Scenedesmus, Detritus, Alga benang, Ratotoria anabaena, Arcella,
Copepoda, Difflungiae, Oligochaeta, larva Chironomous dan sebagainya (Susanto,
1996). Ikan Nila tergolong ikan pemakan segala atau omnivora, karena itulah, ikan
ini sangat mudah dibudidayakan. Ketika masih benih, makanan yang disukai ikan
Nila adalah zooplankton (plankton hewani), seperti Rotifera sp., Monia sp., atau
Daphnia sp., selain itu, juga memakan alga atau lumut yang menempel pada benda-
benda di habitat hidupnya (Rukmana, 1997)
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan preparasi udang ini dilakukan pada hari Selasa, tanggal 6 Juni
2023 pukul 10.00 – 12.00 Wib bertempat di laboratorium pengolahan hasil
perikanan Politeknik Negeri Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


1. Ikan Nila
2. Cold box
3. Wadah
4. Kulkas
5. Thermometer
6. Timbangan Digital

3.3 Prosedur Kerja


a. Timbang ikan nila
b. Amati organoleptic pada ikan nila kemudian catat hasil pengamatan
c. Ikan dimasukkan kedalam cold box
d. Kemudian ikan dimasukkan kedalam kulkas dan ditunggu selama 2 jam
e. Setelah 2 jam, amati kembali organoleptic dan catat hasil pengamatan.

3.4 Foto Kegiatan


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Praktikum


• Pengamatan Organoleptik Sebelum Didinginkan
1. Mata ikan kurang jernih dan cenderung keruh serta terdapat
selaputnya
2. Daging ikan memiliki tekstur yang lunak dan kenyal
3. Insang masih berwarna merah
4. Berbau amis
5. Sisik masih kuat dan tidak mudah terlepas
6. Minim lendir yang keluar
7. Warna belum terlihat pucat

• Pengamatan Organoleptik Sesudah Ikan Didinginkan


1. Mata ikan agak berwarna gelap dan keruh
2. Lendir yang keluar lebih banyak dari sebelumnya

• Kebutuhan Es Batu
𝑚. 𝐶. Δ𝑇
𝑄=
80 Kkal
329𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 0,84 𝑥 (30 − 0)˚𝐶
80 𝐾𝑘𝑎𝑙

8.290,8
80 𝐾𝑘𝑎𝑙
Hasil dari 8.290,8/ 80 kkal adalah 103,635 gram kebutuhan es batu.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Ikan Segar
Ikan segar adalah ikan yang baru ditangkap, dimana belum mengalami
proses pengawetan dan pengolahan serta belum mengalami perubahan fisik,
kimiawi dan mikrobiologi.

Ikan merupakan salah satu sumber gizi yang paling penting bagi proses
kelangsungan hidup manusia. Manusia telah memanfaatkan ikan sebagai bahan
pangan sejak beberapa abad yang lalu. Sebagai bahan pangan, ikan mengandung
zat gizi utama yang berupa protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Ikan merupakan komoditas yang mudah dan cepat membusuk, sehingga


ikan memerlukan penanganan yang cepat dan cermat dalam upaya
mempertahankan mutunya sejak ikan diangkat dari air. Pendinginan merupakan
perlakuan yang paling umum dalam mempertahankan mutu hasil perikanan
terutama dalam tahap penanganan. Dalam penanganan ikan segar diupayakan suhu
selalu rendah mendekati 0oC dan dijaga pula jangan sampai suhu naik akibat
terkena sinar matahari atau kekurangan es. Penanganan ikan harus dilakukan
secepat mungkin untuk menghindari kemunduran mutu ikan sehingga diperlukan
bahan dan media pendinginan yang sangat cepat dalam menurunkan suhu ikan pada
pusat thermal ikan. Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
kesegaran ikan. Tingkat kesegaran ikan akan semakin cepat menurun atau ikan akan
mudah menjadi busuk pada suhu tinggi dan sebaliknya pembusukan dapat dihambat
pada suhu rendah (Suparno et al.1993 dalam Sulastri, 2011).

4.2.2. Pendinginan
Prinsip pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin ke suhu
serendah mungkin tetapi tidak sampai menjadi beku. Umumnya pendinginan tidak
dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin dingin suhu ikan, semakin
besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan demikian melalui
pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya tertunda, tidak
dihentikan. Mendinginkan ikan seharusnya ikan diselimuti oleh medium yang lebih
dingin darinya, dapat berbentuk cair, padat, atau gas. Pendinginan ikan dapat
dilakukan dengan menggunakan refrigerasi, es, slurry ice (es cair), dan air laut
dingin (chilled sea water). Cara yang paling mudah dalam mengawetkan ikan
dengan pendinginan adalah menggunakan es sebagai bahan pengawet, baik untuk
pengawetan di atas kapal maupun setelah di daratkan, yaitu ketika di tempat
pelelangan, selama distribusi dan ketika dipasarkan. Penyimpanan ikan segar
dengan menggunakan es atau sistem pendinginan yang lain memiliki kemampuan
yang terbatas untuk menjaga kesegaran ikan, biasanya 10–14 hari (Wibowo dan
Yunizal 1998 diacu dalam Irianto dan Soesilo 2007).
Pertama yang perlu diperhatikan di dalam penyimpanan dingin ikan dengan
menggunakan es adalah berapa jumlah es yang tepat digunakan. Es diperlukan
untuk menurunkan suhu ikan, wadah dan udara sampai mendekati atau sama
dengan suhu ikan dan kemudian mempertahankan pada suhu serendah mungkin,
biasanya 0 0C. Perbandingan es dan ikan yang ideal untuk penyimpanan dingin
dengan es adalah 1 : 1. Hal lain yang juga perlu dicermati di dalam dalam
pengawetan ikan dengan es adalah wadah yang digunakan untuk penyimpanan
harus mampu mempertahankan es selama mungkin agar tidak mencair. Wadah
peng-es-an yang ideal harus mampu mempertahankan suhu tetap dingin, kuat, tahan
lama, kedap air dan mudah dibersihkan. Untuk itu diperlukan wadah yang memiliki
daya insulasi yang baik (Wibowo dan Yunizal 1998 diacu dalam Irianto dan Soesilo
2007).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pendinginan adalah proses pindah panas dari suatu bahan ke bahan yang lainnya
yang dalam kaitan ini adalah perpindahan panas dari ikan menju es sehingga es
berubah fase menjadi fase cair. Teknik atau cara pendinginan ikan dengan es dalam
suatu wadah yang baik adalah mengusahakan semua permukaan tubuh ikan yang
diberi perlakuan dapat mengalami kontak dengan es yang bertujuan untuk
memaksimalkan penyerapan panas dari tubuh ikan. Bisa dalam bentuk curah lebih
efektif dalam mendinginkan ikan dari pada bentuk es balok karena lebih luas
permukaannya sehingga dapat menutupi seluruh permukaan tubuh ikan namun es
curah akan lebih cepat mencair. Akibatnya, es halus perlu disimpan dan diangkut
di dalam kotak yang berinsulasi atau jika memungkinkan dengan mesin pendingin.
jumlah kebutuhan es secara teori dan praktek terdapat perbedaan yang dapat
disebabkan oleh adanya pengaruh luar seperti penetrasi panas.

Anda mungkin juga menyukai