Disusun oleh :
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam melakukan praktikum ini sebagai berikut :
1. Mahasiswa dapat mengetahui Teknik pemijahan ikan lele Mutiara secara
alami
2. Mahasiswa dapat mengetahui perbedaan jenis kelamin jantan dan betina
yang terdapat induk ikan lele
3. Mahasiswa dapat mengetahui Langkah-langkah yang baik untuk
melakukan pemijahan ikan lele
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari kegiatan praktek lapangan ini yaitu untuk menambah
wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang kegiatan Teknik
pemijahan alami pada ikan lele.
1.4. Waktu Dan Tempat
Praktikum Teknik pembenihan ikan ( TPI ) tentang pemijahan ikan lele
Mutiara secara alami induced spawning 16 november 2021 sampai dengan 23
januari 2022 diworkshop baru digedung ilmu kelautan dan perikanan
politeknik negeri Pontianak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 .3 Pemberokan
Pemberokan induk betina dilakukan dalam bak seluas 4 – 6m2 dan tinggi
1m, pemberokan bertujuan untuk membuang kotoran dalam usus pencernaan dan
mengurangi kandungan lemak dalam gonad. Setelah proses pemberokan selesai,
kematangan gonad induk diperiksa kembali. Induce breeding (kawin suntik)
adalah salah satu usaha untuk memproduksi benih ikan secara optimal yang tidak
tergantung pada musim. Disamping itu, metoda ini dapat digunakan untuk
memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara alami (Bramasta,
2009).
Reproduksi pada ikan dikontrol oleh kelenjar pituitari yaitu kelenjar hipotalamus,
hipofisis – gonad, hal tersebut dipengaruhi oleh adanya pengaruh dari lingkungan yaitu
temperatur, cahaya, cuaca yang diterima oleh reseptor dan kemudian diteruskan ke sistem
syaraf kemudian hipotalamus melepaskan hormon gonad yang merangsang kelenjar
hipofisa serta mengontrol perkembangan dan kematangan gonad dalam pemijahan
(Sumantadinata, 1981).
Ikan lele juga dapat memijah sewaktu-waktu sepanjang tahun, apabila keadaan
air kolam sering berganti. Pemijahan juga di pengaruhi oleh makanan yang diberikan.
Makanan yang bermutu baik akan meningkatkan vitalitas ikan sehingga ikan lele lebih
sering memijah.
Apabila telah dewasa, lele betina akan membentuk telur di dalam indung
telurnya. Sedangkan lele jantan membentuk sperma atau mani. Bila telur-telurnya telah
berkembang maksimum yaitu mencapai tingkat yang matang untuk siap dibuahi maka
secara alamiah ikan lele akan memijah atau kawin.
Sampai suatu saat telur-telur menjadi matang untuk dibuahi oleh sperma
(fertilisasi). Namun kematangan telur yang terjadi dalam indung telur belum tentu segera
diikuti oleh kemauan induk untuk memijah sehingga diperlukan rangsangan yaitu dengan
mengubah iklim atau sifat-sifat air yang dapat membei rangsangan bagi lele untuk
membentuk hormone gonadotropin lebih banyak lagi.
Perkembangan muakhir untuk merangsang pemijahan ikan lele saat ini dapat
menggunakan hormone buatan atau hormone sintetis yang telah banyak diproduksi.
Beberapa jenis hormone tersebut antara lain Ovaprim, HCG, LHRH. Persyaratan
penggunaan hormone sintetis adalah induk lele hsrus sudah mengandung telur yang siap
untuk memijah (matang gonad).
1. Hormon Gonadotropin
Kelenjar hipofisis anterior menghasilkan dua macam hormon yaitu Lutein
Hormon (LH) dan Folikel Stimulating Hormon (FSH). Bila testis dirangsang oleh
LH dari kelenjar hipofisis, maka sekresi testosteron selama kehidupan fetus
penting untuk peningkatan pembentukan organ seks pria.
LH disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior. LH berfungsi menstimulasi
sel-sel Leydig untuk mensekresi testoteron. FSH juga disekresi oleh sel-sel
kelenjar hipofisis anterior dan berfungsi menstimulasi sel-sel sertoli. Tanpa
stimulasi ini, pengubahan spermatid menjadi sperma tidak akan terjadi.
Perubahan spermatogenesis menjadi spermatosit dalam tubulus seminiferus
dirangsang oleh FSH. Namun, FSH tidak dapat menyelesaikan pembentukan
spermatozoa. Oleh karena itu, testosteron disekresikan secara serentak oleh sel
intertisial yang berdifusi menuju tubulus seminiferus. Testosteron diperlukan
untuk proses pematangan akhir spermatozoa.
2. Hormon Estrogen
Estrogen (alami) diproduksi terutama oleh sel-sel teka internal folikel di
ovarium secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di kelenjar
adrenal mrlalui konfersi hormone androgen. Pada pria diproduksi juga sebagian di
testis. Selama kehamilan, diproduksi juga oleh plasenta. Berfungsi stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan (proliferasi) pada berbagai organ reproduksi
wanita. Estrogen berfungsi untuk merangsang sekresi hormon LH.
Pada uterus: menyebabkan proliferasi endometrium. Pada serviks:
menyebabkan pelunakan serviks dan pengentalan lendir serviks pada vagina :
menyebabkan proliferasi epitel vagina. Pada payudara : menstimulasi
pertumbuhan payudara, juga mengatur distribusi lemak tubuh. Pada tulang,
estrogen juga menstimulasi osteoblas sehingga memicu pertumbuhan / generasi
tulang. Pada wanita pascamenopouse, untuk pencegahan tulang kropos/
osteoporosis, dapat diberikan terapi hormone estrogen (sintetik) pengganti.
Hormon estrogen berfungsi mengendalikan perkembangan ciri seksual &
sistem reproduksi wanita, saat pembentukan kelamin sekunder wanita, seperti
bahu mulai berisi, tumbuhnya payudara, pinggul menjadi lebar, dan rambut mulai
tumbuh di ketiak dan kemaluan. Di samping itu, hormon enstrogen juga
membantu dalam pembentukan lapisan endometrium.
3. Hormon Steroid
Salah satu teknik reversal adalah dengan memberikan hormon steroid pada
fase labil kelamin. Pada beberapa spesies ikan teleost gonochoristic, fisiologo
kelamin dapat dengan mudah dimanipulasi melalui pemberian hormone steroid
(piferrer et al. 1994). Nagy et al. (1981) menjelaskan bahwa keberhasilan
manipulasi kelamin pada ikan menggunakan hormn dipengaruhi oleh beberapa
factor antara lain : jenis dan umur ikan, dosis hormon, lama waktu, dan cara
pemberian hormon serta lingkungan tempat pemberian hormon dilakukan
Ditekankan oleh Hunter dan Donaldson (1983), bahwa keberhasilan
pemberian hormone sangat tergantung pada interval waktu perkembangan gonad,
yaitu pada saat gonad dalam keadaan labil sehingga mudah dipengaruhi oleh
hormon. Hormon steroid yang dihasilkan oleh jaringan steroidogenik pada gonad
terdiri atas hormone androgen untuk maskulinasi, esterogen untuk feminisasi dan
progestin yang berhubungan dengan proses kehamilan (Hadley 1992).
Namun pada tahap perkembangan gonad belum terdeferensiasi menjadi
jantan atau betina, hormone steroid belum terbentuk sehingga pembentukan gonad
dapat diarahkan dengan menggunakan hormone steroid sintetik (Hunter &
Donaldson 1983).
1. Persiapan Media
Pada saat persiapan media terlebih dahulu bak dibersihkan dengan cara
menyikat kotoran yang menempel pada dinding dan dasar bak. Setelah bak
dibersihkan kemudian dilakukan pengeringan bak. Selanjutnya dilakukan
pengisian air dengan ketinggian 50 cm dari dasar bak. Hal ini sesuai dengan
pendapat Adrizal (2002) bahwa sebelum bak budidaya digunakan, bak dicuci
bersih agar kotoran-kotoran dan lumut yang menempel terlepas dan dasar bak
menjadi bersih sehingga benih lele terhindar dari serangan penyakit. Kemudian
bak diisi dengan air bersih setinggi 30-40 cm (Warisno dan Dahana, 2009).
Pemasangan happa dengan cara mengikat pada keempat sudutnya ke kayu
yang terdapat disudut bak. Kemudian pemasangan oksigenasi dan sirkulasi air
harus berjalan lancar untuk penetasan telur. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soetomo (2003) bahwa pemasangan happa dengan cara mengikat keempat
sudutnya pada tiang bak. Happa berukuran 2x1 m. Happa dipasang aerator untuk
menyuplai oksigen agar penetasan telur sempurna (Mahyuddin, 2008).
2. Seleksi Induk
Tujuan seleksi induk adalah untuk mengetahui kematangan gonad. Induk
yang diseleksi harus benar-benar unggul. Hal ini sesuai pendapat Darseno (2008)
bahwa kriterianya antara lain induk harus sehat atau tidak cacat, pertumbuhan
baik, umur minimum satu tahun dan bobot minimum per ekor sekitar 1kg. Ciri-
ciri induk lele betina yang matang gonad adalah pergerakan lambat, perut
membesar dan terasa lembek, warna tubuh gelap. Sedangkan untuk induk lele
jantan adalah pergerakan lincah, perut ramping, warna tubuh mengkilat
(Bramasta, 2009).
Selanjutnya seleksi induk secara kuantitatif dengan cara penimbangan dan
pengukuran induk betina dan jantan ikan lele dumbo. Induk betina memiliki berat
700 gram dengan panjang 17,5 cm sedangkan induk jantan memiliki berat 400
gram dengan panjang 41 cm. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunarma (2004)
bahwa persyaratan reproduksi ikan lele antara lain umur minimal 1 tahun, berat
0,7-1 kg dan panjang 25-30 cm (betina) sedangkan umur minimal 1 tahun, berat
0,5-0,75 kg dan panjang 30-35 cm (jantan).
3. Pemberokan
Pada tahap pemberokan diperoleh melalui pengamtan dan melakukan
langsung kegiatan pemberokan. Pengumpulan data tersebut meliputi jumlah induk
jantan dan betina yang diberok yaitu tergantung dari induk yang akan dipijahkan,
wadah yang digunakan adalah bak fiber berbentuk bulat. Induk betina secara
keseluruhan memiliki berat 4,4 kg sebanyak 10 ekor sedangkan jantan memiliki
berat 2,6 kg sebanyak 5 ekor.
Pemberokan bertujuan untuk mengeluarkan kotoran agar mengetahui
matang gonad induk ikan lele. Selama proses pemberokan induk jantan dan betina
dipisahkan agar tidak memijah secara liar. Proses pemberokan dilakukan selama
1-2 hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Hernowo (2003) bahwa pemberokan
adalah memuasakan induk selama 12-24 jam dengan tujuan agar kotoran(feses)
keluar dan sekaligus meyakinkan hasil seleksi induk betina. Pemberokan induk
jantan dan betina dilakukan pada wadah terpisah (Mahyuddin, 2008).
4. Penyuntikan Ovaprim+Nacl dengan Dosis 0,5 mL
Penyuntikan ovaprim dengan dosis 0,3 mL dicampur dengan Nacl 0,9%
sebanyak 0,2 mL. Penyuntikan dengan penyampuran Nacl bertujuan
mengencerkan ovaprim. Hal ini sesuai dengan pendapat Gusrina (2008) bahwa
tujuan pemberian Nacl agar larutan lebih encer sehingga mudah untuk
disuntikkan. Ovaprim yaitu proses pematangan gonad di mana sGnRH analog
dan antidopamin yang terkandung dalam ovaprim berperan merangsang hipofisa
untuk melepas gonadotropin, pada kondisi alamiah sekresi gonadotropin
dihambat oleh dopamin, bila dopamin di halang dengan antagonisya maka
peranan dopamin akan berhenti sehingga sekresi gonadotropin akan meningkat
(Azlia, 2010).
Penyuntikan hormon ovaprim sintetik berada di sebelah kiri sirip punggung
pada ikan. Penyuntikan hormon ovaprim sintetik terletak pada otot sirip punggung
ikan dengan kemiringan 450. Teknik penyuntikan yang dilakukan sesuai
dengan pendapat Khairuman dan Amri (2009), bahwa penyuntikan dilakukan
pada punggung induk ikan ( secara intramuscular) dengan kemiringan 45o ke arah
kepala. Yang terpenting adalah bahwa jumlah hormon yang diinjeksikan
mencapai gonad, melalui aliran darah, untuk memacu proses ovulasi (Harvey dan
Carolsfeld, 1993).
Penyuntikan ovaprim dilakukan pada malam hari yaitu pada jam 21.05
WIT. Efektivitas kerja ovaprim setelah disuntikkan pada ikan berkisar 7-8 jam.
Hal ini sesuai dengan pendapat Prihartono et al (2000) bahwa penyuntikan
dilakukan malam hari agar streeping dapat dilakukan pada pagi hari. Hal ini
bertujuan agar hasil streeping maksimal sehingga tingkat stress relative kecil dan
mempermudah mengamati ovulasi.
5. Inkubasi Induk Betina
Setelah dilakukan penyuntikan, induk betina dimasukkan kembali ke dalam
bak inkubasi. Inkubasi induk betina dilakukan selama 10-12 jam. Hal ini sesuai
dengan pendapat Effendi (2004) bahwa bila menggunakan ovaprim dosisnya 0,3
mL/kg per induk sebelum di streeping induk jantan dan induk betina pada
pemijahan ini harus dipisahkan. Setelah (10-12) jam dari penyuntikan, induk
betina siap di streeping.
6. Proses Pemijahan dengan sex ratio (1:1)
Menurut Sunarma (2004), pemijahan ikan lele dumbo dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu: pemijahan alami (natural spawning), pemijahan semi
alami (induced spawning), dan pemijahan buatan (induced breeding). Pemijahan
buatan dilakukan dengan cara merangsang induk betina dengan penyuntikan
hormon perangsang kemudian dipijahkan secara buatan. Pada pemijahan buatan,
induk betina dan jantan yang digunakan adalah dengan perbandingan 1 : 1(telur
dari 1 kg induk betina dapat dibuahi dengan sperma dari jantan 1 kg).
a) Pengambilan Kantung Sperma dari Induk Jantan
Langkah pertama pengambilan sperma yaitu menangkap induk jantan
kemudian induk tersebut diletakkan di sterofom pembedahan dimulai dari anus
hingga belakang insang dan dipotong secara vertikal tepat di belakang tutup
insang sehingga ikan terpisah antara badan dan kepala. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hernowo dan Susanto (2008) bahwa pengambilan kantung sperma
dengan cara pembedahan pada induk jantan yang dimulai dari anus dengan
diagonal “Y”.
Kantung sperma berjumlah 2 buah dibersihkan dari darah menggunakan
tissue. Kantung sperma digunting dan diencerkan dengan menggunakan Nacl
sebanyak 50 mL. Kemudian aduk menggunakan spoiled hingga cairan sperma
berwarna putih keruh. Cairan sperma hanya dapat digunakan dengan jangka waktu
2 menit. Hal ini sesuai dengan pendapat Gusrina (2008) bahwa sperma yang telah
dihaluskan hanya dapat bertahan kurang lebih 1 menit dan cairan berwarna putih
keruh.
b) Streeping/Pengurutan Telur
Setelah 24 jam dari penyuntikan dan cairan sperma sudah siap maka
dilakukan streeping. Sebelum induk betina di streeping, ditenangkan terlebih
dahulu kemudian bagian kepalanya di bungkus dengan kain sambil memegang
bagian ekor hal ini dilakukan untuk mempermudah proses streeping dan agar
induk tidak stres.
Streeping dilakukan dengan cara mengurut perut dari arah kepala ke arah
lubang genital sampai telur habis di streeping. Pada saat menstreeping usahakan
agar tangan licin agar perut tidak mengalami luka. Hal ini sesuai dengan pendapat
Gilles et al., (2001) bahwa dalam proses streeping wadah harus benar-benar
kering. Waktu streeping yang tepat adalah saat telur keluar ketika dilakukan
pijatan lembut jangan sekali-kali dilakukan pijatan yang kuat atau dipaksakan.
Kemudian lakukan penghitungan fekunditas dengan cara berat induk betina
sebelum dikurangi berat setelah di streeping sehingga 760 gram – 600 gram
adalah 160 gram butir telur. Telur yang dihasilkan berwarna hijau muda. Dan telur
yang terdapat dalam wadah sempat terkena sinar matahari.
c) Pencampuran Telur dengan Sperma
Pencampuran dengan cara diaduk menggunakan bulu ayam. Pembuahan
dilakukan dengan cara sperma yang telah bercampur dengan telur dibilas dan
dicuci dengan air. Tujuannya untuk membuang sisa sperma yang tidak terpakai.
Hal ini sesuai dengan pendapat Margolang (2008), setelah telur dan sperma
dicampur dengan NaCL diaduk secara perlahan dengan menggunakan bulu
ayam. Proses pembuahan ini berlangsung cepat karena sperma hanya aktif
bergerak dan bertahan hidup lebih kurang satu menit setelah terkena air.
Setelah itu, telur ditebar secara merata pada happa hindari telur yang
menumpuk. Kepadatan telur ikan lele dumbo adalah 6 cm/butir. Kemudian pasang
aerasi dan usahakan suhu hangat agar telur cepat menetas. Penebaran telur
dilakukan di dalam happa berukuran (2x1x0,2)m3 yang dipasang pada bak fiber
persegi panjang berukuran (4x2x0,8)m3 yang telah diisi air setinggi 50 cm
(Susanto, 1999).
9. Penetasan Telur
Penetasan telur dilakukan pada happa penetasan yang sudah terpasang pada
bak. Cara penebaran telur yaitu telur diambil dengan bulu ayam lalu disebarkan ke
seluruh permukaan happa hingga merata. Telur akan menetas selama 24-36 jam
setelah pembuahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Najiyati (2003) bahwa telur
menetas menjadi larva setelah 24-36 jam, larva yang baru menetas akan bergerak
di dasar kolam atau melayang.
Kecepatan penetasan telur dipengaruhi oleh suhu. Apabila suhu air cukup
hangat (26-280C) telur akan menetas lebih cepat. Telur yang tidak menetas akan
mengapung pada permukaan bak. Hal ini sesuai dengan pendapat Riflanto (1999)
bahwa telur akan menetas antara 20-57 jam setelah terjadi pembuahan dengan
derajat penetasan antara 25-350C. Warna telur yang tidak menetas berwarna
kuning pucat dan mengambang di permukaan (Warisno dan Dahana, 2009).
10. Pemeliharaan Larva
Larva yang baru menetas tidak perlu diberi makan sebab masih memiliki
kuning telur (yolk sack) sebagai cadangan makanan. Setelah empat hari kuning
telur akan habis, maka pertama-tama larva diberi pakan alami berupa tubifex
(cacing sutera). Pemberian pakan alami berlangsung selama sekitar 21 hari.
Pemberian pakan harus merata. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahyuddin (2008)
larva yang baru menetas tidak perlu diberi pakan karena masih mempunyai kuning
telur (yolk sack) sebagai cadangan makan yang akan habis pada umur 3-4 hari.
Pada hari -15, larva mulai diberi pakan pabrik atau pellet bubuk (pakan formula)
(Darseno, 2008). Umumnya pemeliharaan larva dilakukan selama 5 hari dengan
benih berukuran 0,7-1,0 cm dengan berat 0,002 gram (Sunarma, 2004).
Cara kerja :
1. Sebelum pelaksanaan kegiatan pemijahan siapkan semua keperluan
peralatan dan bahan yang akan digunakan
2. Lakukan seleksi atau pengecekan tingkat kematangan gonad pada induk
yang akan dipijahkan
3. Pisahkan induk yang sudah diseleksi pada bak pemberokan untuk
dipuaskan minimal sehari sebelum pemijahan
4. Lakukan penimbangan terhadap induk yang akan dipijahkan. Usahakan
perbandingan berat induk jantan dan betina 1 : 1 atau menyesuaikan.
5. Lakukan penyuntikan terhadap induk ikan dengan doses ovaprime 0,3 -0,5
ml/kg untuk mempercepat pematangan gonad.setelah disuntik induk jantan
dan betina disatukan dalam bak pemijahan.
6. Ikan akan berpijah sekitar 6 – 12 jam setelah penyuntikan,lakukan
pengamatan terhadap setiap perubahan yang terjadi pada fisik dan aktivitas
induk
7. Setelah pemijahan selesai, keluarkan dari bak pemijahan dan lakukan
perawatan terhadap induk
8. Telur akan menetas sekitar 18 sampai 48 jam
9. Setelah dipastikan larva.larva dapat diberikan pakan setelah habis kuning
telurnya
10. Selama pemeliharaan,larva diberikan pakan sesuai dengan kebutuhan
lakukan penyiponan dan pengontrolan kualitas air minimal satu hari.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Bramasta. 2009. Teknik Pemijahan Ikan Lele Sangkuriang.
http://hobiikan.blogspot.com/2009/01/teknik-pemijahan-lelesangkuriang.html.
(diakses 20 maret 2016) 1 : 1 kolom.
Khairuman dan K. Amri. 2009. Peluang Usaha dan Teknik Budidaya lele
Mutiara . PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Murhananto. 2002. Pembesaran Lele Dumbo Dipekarangan. Jakarta : Penerbit
Agro Media.
Suyanto, S.R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.
Schneider, O., V. Sereti, M.A.M. Machiels, E. H. Eding, and J.A.J.
Verreth. 2006. The potential of producing heterotrophic bacteria biomass
aquaculture
waste. Water Research, 40: 2684 – 2694.
Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Bina
Rupa Aksara. Jakarta
Suyanto, S.R. 2006. Budidaya Ikan Lele. Jakarta : Penebar Swadaya.
Schneider, O., V. Sereti, M.A.M. Machiels, E. H. Eding, and J.A.J.
Verreth. 2006. The potential of producing heterotrophic bacteria biomass
on aquaculture waste. Water Research, 40: 2684 – 2694. Styckney RR.,
1979.
Chen, D. 2001. Biotechnologies For Improving Metabolism and Groeth A
Review. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14 (12): 1794 – 1802 p.
Effendie MI. 1997. Metode Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. 163 hal
Kordi, Ghufran KM. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
Jakarta (ID): PT Rineka Cipta.
Saanin, 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Volume I dan II. Bina Rupa
Aksara. Jakarta
Sinjal, H.J. 2007. Kajian Penampilan Reproduksi Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Betina melalui Penambahan Ascrobyl Phosphate Magnesium sebagai
Sumber Vitamin C dan Implantasi Estradiol 17β. Tesis program
pascasarjana. IPB. 7- 21 hal.
Wartono., 2011,. Karya Ilmiah Budidaya ikan Lele. jurusan Teknik Informatika,.
Stimik Amikom Yogakarta,