Anda di halaman 1dari 15

Praktik Pemijahan ikan Lele Secara Semi Intensif

Di Hatchery IPLKP Kampus Serang, Jalan STP Raya,

Karangantu, Kasemen, Kota Serang, Banten

TINGKAT II SEMESTER III

DI SUSUN OLEH :

ANDIKA OKTANINGTIAS

NRP : 57214113735

TAK-B

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR

POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

JAKARTA

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1

1.2 Tujuan .............................................................................................................. 2

1.3 Manfaat ............................................................................................................ 2

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 3

2.1 Klasifikasi ....................................................................................................... 3


2.2 Daur Hidup ...................................................................................................... 3

2.3 Morfologi ......................................................................................................... 3

2.4 Persiapan Wadah .............................................................................................. 5

2.5 Pemijahan Induk............................................................................................... 5

2.6 Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva .......................................................... 6

2.7 Penyesuaian Kondisi Suhu .................................................................. 7

2.8 Penyediaan Oksigen Terlarut ............................................................... 7

2.9 Pencegahan Serangan Penyakit pada Telur ........................................... 7

2.10 Pengelolaan Kualitas Air Larva ......................................................... 8

2.11 Pemberian Pakan Larva .................................................................... 8

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 10

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 10

3.2 Saran ................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gambar 1 ikan lele

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis
tinggi. Ikan jenis ini sudah dibudidayakan secara komersial oleh masyarakat Indonesia, dan
merupakan salah satu sumber penghasilan yang potensial di kalangan pembudidaya ikan.
Perkembangan pesat kegiatan budidaya lele di tanah air tidak lepas dari penerimaan
masyarakat secara luas terhadap jenis ikan (khairuman & Amri, 2008 : hal 3).

Ikan lele merupakan jenis ikan yang mudah dibudidayakan. Kemampuan adaptasinya
pun cukup tinggi, sehingga dalam proses penyebarannya tidak mengalami kesulitan, terutama
dalam perkembangbiakannya. Pada awalnya lele belum memiliki varietas yang dapat
diunggulkan sehingga usah budidaya ini belum dilirik oleh masyarakat. Saat itu lele yang
dibudidayakan hanya sebatas lele lokal dan lele dumbo yang kurang (Fauzi, 2013 : hal 6).

Muktiani (2011 : hal 4-5) menyatakan, seiring perkembangan dunia perikanan serta
aplikasi teknologi kini muncul varietas baru yang diberi nama lele sangkuriang. Lele
sangkuriang memang belum setenar lele dumbo. Padahal lele sangkuriang ini adalah jenis
lele yang dikembangkan dari varietas lele dumbo. Kehadiran lele sangkuriang ini difungsikan
untuk memperbaiki kualitas lele dumbo yang mulai menurun akibat penanganan induk yang
kurang baik.

1
Teknik pembenihan lele mengalami perkembangan dari pembenihan secara alami,
pembenihan dengan perangsangan pemijahan, hingga pembenihan buatan yang sepenuhnya
melibatkan campur tangan manusia dan aplikasi teknologi. Media pembenihan pun beragam,
dari kolam tanah sederhana di lahan terbuka, penggunaan bak pemijahan khusus, hingga
pemijahan terkontrol dalam ruangan tertutup. Walaupun perkembangan teknik pemijahan
semakin maju dan aplikasi teknologinya pun semakin mudah dan praktis, tetap saja ada
kendala yang ditemui. Para pembenih pemula umumnya butuh waktu yang lama untuk dapat
menjalankan usahanya dengan mulus. Persoalan utamanya adalah resiko pada stadium benih
yang masih cukup tinggi (Khairuman dan Amri, 2012 : hal iii).

1.2 Tujuan

Tujuan pelaksanaan dari praktik ini adalah :

1. Mempelajari dan memahami secara langsung teknik pembenihan pada ikan


lele di Instalasi Praktik Lapang Kelautan Perikanan Kampus Serang
2. Mengetahui dan Memahami permasalahan atau kendala apa saja yang
berhubungan pada teknik pembenihan pada ikan lele di Instalasi Praktik
Lapang Kelautan Perikanan Kampus Serang.

1.3 Manfaat

Manfaat dalam pelaksanaan praktik lapang ini adalah :

1. Meningkatkan pengetahuan,keterampilan dan menambah wawasan di bidang


perikanan,khususnya teknik pembenihan ikan lele
2. Membandingkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan pada
teknik pembenihan ikan lele yang akan dapat diterapkan di lapangan serta
menelaah persamaan dan perbedaan yang ada.

2
BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Klasifikasi Ikan Lele

Ikan lele tergolong kedalam Famili Clariidae dengan Klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub-Kingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Sub-Phyllum : Vertebrata
Class : Pisces
Sub-Class : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-Ordo : Siluroidae
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Species : Clarias Sp

2.2 Daur Hidup

Lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin, kecuali lele laut (manyung)
yang tergolong dalam keluarga yang berbeda yaitu Ariidae. Habitatnya di sungai dengan arus
air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air. Bahkan ikan lele bisa
hidup pada air yang tercemar, misalkan di got-got dan selokan pembuangan. Ikan lele
bersifat nokturnal, yaitu aktif di malam hari. Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan
berlindung di tempat-tempat gelap. Di alam, ikan lele memijah pada musim penghujan.
Walaupun umumnya lele lebih kecil daripada gurami, ada beberapa jenis lele yang bisa

3
mencapai panjang 1,5-1,7 meter dan beratnya bisa mencapai lebih dari 50 kg, contohnya lele
marga Dinotopterus dari Afrika.

2.3 Morfologi

Ikan lele mempunyai ciri-ciri atau morfologi sebagai berikut,

1. Kepala ikan lele yang panjang, hampir mencapai seperempat dari panjang tubuhnya
dengan bentuk kepala pipih ke bawah (depressed).

2. Pada bagian atas dan bawah kepalanya tertutup oleh tulang pelat , Tulang ini
membentuk ruangan rongga di atas insang.

3. Mulut ikan lele dilengkapi oleh gigi , gigi nyata, atau hanya berupa permukaan yang
kasar dimulut bagian depan.

4. Lele juga memiliki 4 pasang sungut yang terletak di sekitar mulut , Sepasang sungut
hidung, sepasang sungut mandibular luar , sepasang sungut mandibular dalam, dan
sepasang sungut maxilar.

5. Ikan lele ini mempunyai alat olfaktori dideket sungut yang berfungsi untuk perabaan
dan penciuman serta penglihatan pada ikan lele yang kurang berfungsi baik.

6. Pada bagian mata ikan lele berbentuk kecil dengan tepi orbital yang bebas.

7. Tubuh ikan lele berbentuk memanjang , dengan agak bulat ,dan tidak mempunyai
sisik.

8. Badan lele pada bagian tengahnya mempunyai bentuk yang membulat , sementara
bagian belakang tubuhnya berbentuk pipih kesamping (compressed).

9. Sepasang sirip ekor ikan lele berbentuk membulat dan tidak bergabung dengan sirip
punggung maupun sirip anal, sirip perut membulat dan panjangnya mencapai sirip
dubur.

10. Pada bagian sirip dada lele dilengkapi sepasang duri tajam yang umumnya disebut
dengan nama patil

11. Warna ikan lele umunya lele berwarna hitam, coklat walau adapula yang berbentuk
merah muda dan albino tergantung jenisnya.

4
2.4 Persiapan Wadah

Sebelum proses Pemijahan dilakukan, bak pemijahan harus siap dan ideal. bak
pemijahan yang digunakan mempunyai panjang 2 meter dengan lebar 1 meter dan kedalaman
70 cm meter. Bak yang digunakan untuk Pemijahan terbuat dari fiber, agar dapat mengawasi
telur dari hasil pembuahan. Sebelum digunakan, bak harus dikeringkan dahulu, lalu diisi
dengan air hingga 40 cm dengan air bersih dan jernih. Kemudian setting instalasi aerasi
dengan serapi mungkin dan cek setiap sambungan dan selang aerasi agar benar-benar
dipastikan tidak ada yang bocor ataupun lepas. Kemudian dilanjut dengan pemasangan
kakaban/ijuk yang sudah dibentuk persegi panjang yang berfungsi sebagai substrat/tempat
menempelnya telur. Untuk sifat telur ikan lele ini berdasarkan berat jenisnya termasuk ke tipe
semi bouyant yaitu telur tenggelam perlahan-lahan kedasar perairan mudah tersangkut dan
umumnya telur berukuran kecil.

2.5 Pemijahan Induk

5
Apabila akan dipijahkan dengan cara semi intensif, prosedur pemijahannya hampir
sama dengan pemijahan secara alami. Perbedaannya adalah pada pemijahan secara semi
intensif, baik induk lele jantan maupun betina, sebelum disatukan ke bak pemijahan di suntik
terlebih dahulu dengan menggunakan hormone berupa ovaprim dengan dosis 1 kg induk
disuntik ovaparim sebanyak 0,5 ml, hormone ini berfungsi untuk merangsang pematangan
dan ovulasi sel telur dan sel sperma. Induk lele yang sudah di suntik, baik jantan maupun
betina dimasukkan kedalam bak atau wadah pemijahan yang dilengkapi kakaban dan aerasi
lalu dibiarkan memijah sendiri. Jadi proses pemijahan dan pembuahannya itu berjalan secara
alami.

Adapun ciri-ciri induk ikan lele yang baik adalah sebagai berikut :
 Organ tubuh lengkap dan normal
 Umur induk betina mencapai 1,5 tahun
 Umur induk jantan mencapai 1 tahun
 Bobot induk minimal 1 kg
 Betina tubuh gemuk tidak berlemak
 Jantan berubuh langsing dan rongga perut tidak berlemak
 Alat kelamin normal dan kemerah-merahan
2.6 Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva

Induk ikan lele yang telah memijah akan mengeluarkan telurnya pada keesokan
harinya. Stadia telur merupakan output dari aktivitas pemijahan ikan, dimana pada saat
menetas berubah menjadi stadia larva. Telur ikan lele bersifat melekat (adesif) kuat pada
substrat, karena telur ikan lele tersebut memiliki lapisan pelekat pada dinding cangkangnya
dan akan menjadi aktif ketika terjadi kontak dengan air, sehingga dapat menjadi rusak/koyak
ketika dicoba untuk dicabut.Kekuatan pelekatan tersebut akan menjadi berkurang sejalan
dengan perkembangan telur (embriogenesis) hingga menetas. Oleh karena itu, untuk
mengurangi faktor kerusakan/kegagalan telur dalam proses penetasan, induk ikan lele yang
telah memijah diangkat dan dimasukkan ke dalam wadah pemeliharaan induk kembali.
Telur- telur ikan lele yang telah terbuahi ditandai dengan warna telur kuning cerah
kecoklatan, sedangkan telur-telur yang tidak terbuahi berwarna putih pucat atau putih susu.
Lama waktu perkembangan hingga telur menetas menjadi larva tergantung pada jenis ikan
dan suhu. Pada ikan lele, membutuhkan waktu 18-24 jam dari saat pemijahan.

6
2.7 Penyesuaian Kondisi Suhu
Selain oksigen, faktor kualitas air yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan
penetasan telur adalah suhu. Sampai batas tertentu, semakin tinggi suhu air media penetasan
telur maka waktu penetasan menjadi semakin singkat. Akan tetapi, telur menghendaki suhu
tertentu (suhu optimal) yang memberikan efisiensi pemanfaatan kuning telur yang maksimal,
sehingga ketika telur menetas diperoleh larva yang berukuran lebih besar dengan
kelengkapan organ yang lebih baik dan dengan kondisi kuning telur yang masih besar. Pada
ikan lele, suhu optimum yang baik untuk penetasan telur adalah sekitar 29-31o C.

2.8 Penyediaan Oksigen Terlarut


Selama proses penetasannya, telur-telur tersebut membutuhkan suplai oksigen yang
cukup. Oksigen tersebut masuk ke dalam telur secara difusi melalui lapisan permukaan
cangkang telur. Kebutuhan oksigen optimum untuk kegiatan penetasan telur ikan lele adalah
> 5 mg/L. Oksigen tersebut dapat diperoleh melalui beberapa cara, yaitu (1) memberikan
aerasi dengan bantuan aerator; (2) menciptakan arus laminar dalam media penetasan telur; (3)
mendekatkan telur kepermukaan air, karena kandungan oksigen paling tinggi berada dibagian
paling dekat dengan permukaan air. Selain oksigen, untuk keperluan perkembangan,
diperlukan energy yang berasal dari kuning telur (yolk sac) dan kemudian butir minyak (oil
globule). Oleh karena itu, kuning telur terus menyusut sejalan dengan perkembangan embrio.
Energi yang terdapat dalam kuning telur berpindah ke organ tubuh embrio.

2.9 Pencegahan Serangan Penyakit pada Telur


Telur- telur ikan lele akan menetas dalam waktu 18-24 jam setelah pemijahan terjadi.
Embrio terus berkembang dan membesar sehingga rongga telur menjadi sesak olehnya dan
bahkan tidak sanggup lagi mewadahinya, maka dengan kekuatan pukulan dari dalam oleh
pangkal sirip ekor, cangkang telur pecah dan embrio lepas dari kungkungan menjadi larva.
Pada saat itu telur menetas menjadi larva. Untuk memperlancar proses penetasan, air sebagai
media penetasan telur diusahakan terbebas dari mikroorganisme melalui beberapa upaya,
yaitu (1) mengendapkan air untuk media penetasan telur selama 3-7 hari sebelum digunakan;
(2) menambahkan zat antijamur seperti methylen blue, kedalam media penetasan; (3)
menyaring dan menyinari air yang akan digunakan untuk penetasan dengan menggunakan
sinar ultraviolet (UV); (4) menggunakan air yang bersumber dari mata air atau sumur. Setelah
semua telur menetas, maka untuk menghindari adanya penyakit akibat pembusukan telur
yang tidak menetas, kakaban/substrat tempat pelekatan telur ikan lele diangkat dari wadah

7
penetasan dan untuk memperbaiki kualitas air pemeliharaan larva, maka dilakukan pergantian
air sebanyak ¾ dari volume wadah. Pergantian air dimaksudkan untuk mengembalikan
kondisi air menjadi baik, sehingga layak dijadikan sebagai media pemeliharaan larva.

2.10 Pengelolaan Kualitas Air Larva


Larva yang telah menetas biasanya berwarna hijau dan berkumpul didasar bak
penetasan. Untuk menjaga kualitas air, maka sebaiknya selama pemeliharaan dilakukan
pergantian air setiap 2 hari sekali sebanyak 50-70 %. Pergantian air ini dimaksudkan untuk
membuang kotoran, seperti sisa cangkang telur atau telur yang tidak menetas dan mati.
Kotoran-kotoran tersebut apabila tidak dibuang akan mengendap dan membusuk di dasar
perairan yang menyebabkan timbulnya penyakit dan menyerang larva. Pembuangan kotoran
tersebut dilakukan secara hati-hati agar larva tidak stress atau tidak ikut terbuang bersama
kotoran.

2.11 Pemberian Pakan Larva


Larva ikan lele hasil penetasan memiliki bobot minimal 0,05 gram dan panjang tubuh
0,75-1 cm, serta belum memiliki bentuk morfologi yang definitif (seperti induknya). Larva
tersebut masih membawa cadangan makanan dalam bentuk kuning telur dan butir minyak.
Cadangan makanan tersebut dimanfaatkan untuk proses perkembangan organ tubuh,
khususnya untuk keperluan pemangsaan (feeding), seperti sirip, mulut, mata dan saluran
pencernaan. Kuning telur tersebut biasanya akan habis dalam waktu 3 hari, sejalan dengan
proses perkembangan organ tubuh larva. Oleh karena itu, larva ikan lele baru akan diberi
pakan setelah umur 4 hari (saat cadangan makanan didalam tubuhnya habis). Pakan yang
diberikan berupa pakan yang memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva agar
larva ikan lebih mudah dalam mengkonsumsi pakan yang diberikan, pakan ikan juga
bergerak sehingga mudah dideteksi dan dimangsa oleh larva, mudah dicerna dan
mengandung nutrisi yang tinggi. Salah satu contoh pakan yang diberikan pada saat larva ikan
lele tersebut berumur 4 hari adalah emulsi kuning telur. Pada saat lele berumur 6 hari, maka
dapat diberikan pakan berupa Daphnia sp (kutu air), Tubifex sp (cacing sutra) atau Artemia
sp. Pakan tersebut diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 5 kali dalam sehari dan agar
tidak mengotori air pemeliharaan, maka diusahakan tidak ada pakan yang tersisa.

Jadwal Pemberian Pakan Larva Lele:


 Pellet tepung mem atau bisa menggunakan emulsi kuning telur: Hari ke 4-5

8
 Artemia sp: Hari ke 6-13

 Daphnia sp: Hari 12-17

 Tubifex sp: Hari 17-21

9
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Setelah melaksanakan kegiatan Pembenihan ikan lele secara semi intensif


(menggunakan bantuan hormon) penulis menyimpulkan bahwa :

1) Paremeter keberhasilan kegiatan Pembenihan ikan lele secara semi intensif adalah
diperolehnya keuntungan yang seimbang dengan usaha dan modal yang telah
dipergunakan, serta kualitas benih/induk yang baik dan unggul disertai tingkat
kematiam yang rendah.
2) Kegiatan Pembenihan ikan lele secara semi intensif meliputi :

 Persiapan Wadah
 Pemijahan induk
 Penetasan telur dan pemeliharaan larva
 Penyesuaian Kondisi Suhu
 Penyediaan Oksigen Terlarut
 Pencegahan Serangan Penyakit pada Telur
 Pengelolaan Kualitas Air Larva
 Pemberian Pakan Larva

3.2. Saran

Setelah melaksanakan kegiatan pembenihan ikan lele secara semi intensif ini kami
merasakan apa yang terjadi seandainya dikemudian hari kita menjadi tenaga kerja yang
pastinya akan bekerja sama dengan orang lain. Maka dari itu, untuk kedepannya penulis
menyarankan :

1. Sebelum Taruna/i melaksanakan kegiatan Pembenihan di lapangan, alangkah baiknya


diberikan bimbingan terlebih dahulu agar pekerjaan yang dilaksanakan dapat berjalan
dengar lancar.
2. Dalam proses pembenihan ikan lele secara semi intensif sebaiknya harus lebih
memperhatikan hal-hal seperti dari segi suhu, kualitas induk, pakan yang diberikan
serta penanganan pasca panen.

10
3. Kepadatan larva dan padat penebaran benih, jika larva atau benih yang ditebar terlalu
banyak akan mengakibatkan kematian.
4. Induk yang dipijahkan harus memenuhi kriteria yang bagus dan harus berumur
mencapai 1,5 tahun untuk induk betina dan 1 tahun untuk induk jantan, hal ini
bertujuan agar kualitas telur dan larva yang dihasilkan lebih baik dari sebelumnya.
5. Peran Dosen pembimbing dilapangan sangat diperlukan, sebagai pengarah dalam
menjalankan segala kegiatan yang dilakukan selama proses pembenihan ikan lele
untuk itu, diperlukan kerja sama antara Taruna/i dengan Dosen pembimbing
dilapangan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. 2011. Analisis Efisiensi Budidaya Ikan Lele Di Kabupaten Boyolali.


Amri, K., dan Khairuman. 2008. Buku Pintar Budidaya 15 Ikan Konsumsi. Agro Media
Pustaka. Jakarta
Cahyono, B. 2009. Budidaya lele dan Betutu (ikan langka bernilai tinggi). Pustaka
Mina. Jakarta.
Effendie, M. I.1986. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dwi Sri. Bogor. 112
Halaman.
Effendie, M. I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantar. Yogyakarta.
Hal 93-105.
Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Perikanan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ghufran, M. 2010.Panduan Lengkap Memelihara Ikan Air Tawar di Kolam
Terpal.Yogjakarta.
Khairuman, H.SP. dan K. Amri, 2012. Pembesaran Nila di Kolam Air Deras. PT Agro Media
Pustaka. Jakarta. hal. 9-19.
Khairuman. 2005. Budi daya Lele Dumbo secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Khairuman, K.,dan T. Sihombing. 2008. Budidaya Lele Dumbo di Kolam Terpal. Agromedia
Pustaka. Jakarta.
Kordi MGH, AB. Tancung. 2007. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan.
Rineka Cipta, Jakarta.
Mahyuddin. 2011. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Swadaya, Jakarta.
Najiyati, S. 1992.Memelihara Lele Dumbo di Kolam Taman. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sahwan, F. 2004. Pakan Ikan dan Udang Formulasi, Pembuatan, Analisa
Ekonomi. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 2010. Produksi Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias
gariepinus X c.Fuscus) Kelas Benih Sebar. 01-6484.4.
Zonneveld, N.,E. A. Huisman dan J. H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. PT.
Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. 318 halaman.

12
13

Anda mungkin juga menyukai