Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor perikanan Indonesia pada era globalisasi ini memiliki prospek

pengembangan yang sangat potensial. Hal ini dapat dilihat dari industri

pangan hasil perikanan yang semakin berkembang dan beragam jenisnya.

Pengembangan dan pemanfaatan diharapkan dapat meningkatkan laju

pembangunan dan mengurangi ketergantungan pada wilayah daratan.

Pertumbuhan ekspor perikanan Indonesia dalam kurun waktu 1998 -

2000 meningkat. Pada tahun 1998 volume ekspor sebesar 650.291 ton

meningkat menjadi 703.155 ton pada tahun 2000. Jika diasumsikan jumlah

yang diekspor tersebut adalah dalam bentuk fillet ikan bertulang keras,

maka akan dihasilkan limbah tulang ikan sebanyak 87.472 ton (Dahuri,

2002 dalam Saleh, 2011). Limbah ini terutama dapat diperoleh dari industri

filet ikan yang banyak ditemukan di berbagai wilayah Indonesia.

Pada industri pengolahan maupun pemanfaatan ikan oleh rumah

tangga, bagian ikan yang dibuang dan menjadi limbah pengolahan adalah

kepala, ekor sirip, tulang dan jeroan. Indsutri pengolahan fillrt menghasilkan

limbah yang berupa tulang, kulit, kepala, sisik, isi perut, ekor, insang dan

sebagainya yang mencapai 50% dari total berat ikan yang belum

dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, perlu ada pengolahan lebih

lanjut agar limbah tulang ikan tidak menjadi sampah yang dapat mencemari
2

lingkungan, limbah tulang ikan dapat dimanfatkan secara optimal sebagai

tepung tulang ikan untuk bahan pangan (Mulia, 2004).

Tepung tulang ikan mengadung kalsium, kalsium merupakan unsur

terbanyak kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh manusia, yaitu

sekitar 1,5-2 % dari keseluruhan berat tubuh. Salah satu fungsi kalsium bagi

tubuh adalah sebagai nutrisi untuk tumbuh, menunjang perkembangan

fungsi motorik agar lebih optimal dan berkembang dengan baik.

Sumber kalsium yang paling populer adalah susu dan suplemen

kalsium. Akan tetapi, harga kedua produk tersebut masih di luar jangkauan

daya beli masyarakat Indonesia pada umumnya. di Indonesia cukup tinggi,

yaitu mencapai 53.6% pada kelompok wanita dan 34% pada kelompok

pria di atas 70 tahun, dan 18-36% pada wanita dan 20-27% pada pria

di bawah usia 70 tahun (Rachman dan Setiyohadi, 2007 dalam

Darmawangsyah et al. 2016). Hal tersebut tidak terlepas dari kebiasaan

konsumsi pangan sumber kalsium di kalangan masyarakat Indonesia

yang masih rendah. Manusia dewasa membutuhkan asupan kalsium 500–

800 mg/hari, kalsium dibutuhkan untuk berbagai fungsi penting dalam tubuh

seperti pembentukan tulang dan gigi, katalisator reaksi biologis dan

kontraksi otot (Mulia, 2004). Pemanfaatan limbah tulang ikan bandeng

sebagai sumber kalsium dan fosfor merupakan salah satu alternatif dalam

rangka menyediakan sumber pangan kaya gizi sekaligus mengurangi

dampak buruk pencemaran lingkungan akibat dari pembuangan limbah

industri pengolahan ikan. Limbah tulang ikan berpotensi dijadikan sebagai


3

sumber kalsium pada tubuh manusia dan dimanfaatkan dalam pengolahan

produk pangan yang mudah diterima masyarakat Indonesia.

Kalsium pada tulang sebelum difortifikasi harus diubah menjadi bentuk

yang dapat dicerna. Kalsium umumnya tersedia dalam ukuran mikro (µ),

yang diduga dalam proses metabolisme tubuh hanya terserap 50% dari

total kalsium yang di konsumsi (Guyton,1987 dalamLekahena, et al. 2014)

dan salah satu alternatif untuk meningkatkan penyerapan kalsium secara

maksimal dengan membentuk nanokalsium (Suptijah et al. 2010 dalam

Lekahena, et al. 2014).

Nanokalsium adalah kalsium yang dihasilkan dengan memanfaatkan

teknologi nano sehingga membentuk kalsium dalam ukuran yang sangat

kecil (nanometer, nm). Teknologi nano adalah suatu desain, karakterisasi,

produksi dan penerapan struktur, perangkat dan sistem dengan me-

ngontrol bentuk dan ukuran pada skala nanometer (Park,2007 dalam

Lekahena, et al. 2014).

Beberapa penelitian mengenai karakteristik nanokalsium dari hasil

limbah perikanan telah dilakukan, seperti pada penelitian Lekahena, et al.

2014, karakteristik fisikokimia nanokalsium hasil ekstrak tulang ikan nila

menggunakan larutan basa dan asam Selain penggunaan esktrak tulang

ikan nila, terdapat juga penelitian Suptijah, et al. 2012 mengenai

karakteristik biovailabitas nanokalsium cangkang udang vanamei

(Litopenaeus vannamei). Berdasarkan penelitian tersebut, hasil rendemen

nanolasium ekstrak tulang ikan menggunakan larutan asam lebih tinggi


4

yaitu 5.91% daripada menggunakan larutan basa yaitu 4.41% (Lekahena,

et al. 2014), dan hasil rendemen nanokalsium cangkang udang vanamei

menggunakan asam (HCl) yaitu 13,92%.

Pemanfaatan nanokalsium hasil ekstrak tulang ikan hanya dilakukan

pada ikan air payau, sedangkan untuk ikan air laut masih terbatas. Oleh

karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis fisikokimia

nanoklasium hasil ekstrak tulang ikan bandeng yang bersal dari air payau

dan tulang ikan kakap yang berasal dari air laut menggunakan larutan basa

dan asam.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimna karakteristik fisika nanokalsium ekstrak tulang ikan

bandeng dan tulang ikan kakap ?

2. Bagaiman karakteristik kimia nanokalsium ekstrak tulang ikan

bandeng dan tulang ikan kakap ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui karakteristik fisika nanokalsium ekstrak tulang ikan

bandeng dan tulang ikan kakap ?

2. Mengetahui karakteristik kimia nanokalsium ekstrak tulang ikan

bandeng dan tulang ikan kakap ?


5

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Memaksimalkan pemanfaatan tulang ikan yang dianggap sebagai

limbah untuk mengurangi dampak lingkungan dari limbah hasil

perikanan.

2. Memaksimalkan pemanfaatan tulang ikan yang dianggap sebagai

limbah untuk dijadikan sebagai bahan pengolahan yang memiliki

nilai ekonomis tinggi.

3. Memberikan informasi tentang analisis sifat fisikokimia nanokalsium

ekstrak tulang ikan bandeng (Chanos chanos) dan tulang ikan kakap

(Lutjanus sp.)
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi dan Klasifikasi

1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)

Ikan bandeng yang dalam bahasa latin adalah Chanos chanos, bahasa

Inggris Milkfish, dan dalam bahasa Bugis Makassar Bale Bolu, pertama kali

ditemukan oleh seseorang yang bernama Dane Forsskal pada Tahun 1925

di laut merah (AP2HI, 2016).

Gambar 2.1. Ikan bandeng (Chanos chanos) (FAO, 2018)

Menurut (Sudrajat 2008 dalam AP2HI, 2016) taksonomi dan klasifikasi

ikan bandeng adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phylum :

Chordata, Subphylum : Vertebrata, Class : Osteichthyes, Ordo :

Gonorynchiformes, Family : Chanidae, Genus : Chanos,

Spesies: Chanos chanos, Nama dagang : Milkfish, Nama lokal : Bolu,

muloh, ikan agam.


7

2. Ikan Kakap (Lutjanus sp.)

Nama kakap diberikan kepada kelompok ikan yang termasuk tiga genus

yaitu Lutjanus, Latidae dan Laboridae. Jenis-jenis yang termasuk

Lutjanidae biasanya disebut kakap merah, dan jenis lainnya yaitu Lates

calcarifer yang termasuk suku Latidae umumnya disebut kakap putih dan

Lobotos surinamensis yang termasuk suku Labotidae disebut kakap batu

(Hutomo et al. 1986 dalam Atupah, 2010).

Gamabar 2.2. Ikan kakap (Lutjanus sp.) (DJPB, 2014)

Menurut Sanian tahun 1984 dalam Atupah, 2010 ikan kakap merah

keluarga Lutjanidae mempunyai klasifikasi sebagai berikut: Filum :

Chordata, Sub Filum : Vatebrata, Kelas : Pisces, Sub kelas : Teleostei, Ordo

: Percomorphi, Sub Ordo : Perciodea, Famili : Lutjanidae, Sub famili :

Lutjanidae, Genus : Lutjanus, Spesies : Lutjanus sp.

B. Limbah Hasil Perikanan

Limbah hasil industri perikanan seperti tulang, kepala, sisik, ekor,

jeroan, dan kulit ikan belum di manfaatkan dengan baik sehingga terus
8

mengalami peningkatan seiring perkembangan industri perikanan maupun

tingkat konsumsi ikan di rumah tangga (Aninda et al., 2010 dalam

Darmawangsyah, et al, 2016). Limbah hasil industri perikanan dapat

dimanfaatkan sebagai bahan tambahan di dalam proses pengolahan

produk pangan. Salah satu limbah hasil perikanan yang berpotensi di

kembangkan adalah limbah tulang ikan, khususnya ikan bandeng dan ikan

kakap.

1. Ikan Bandeng

Konsumsi ikan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan, terkhusus komoditi ikan bandeng di Sulawesi Selatan yang

meningkat sebesar 13,6 %. Produksi pada tahun 2008 sebesar 60.548,9

ton dan 78.187,5 ton pada 2010, hingga pada tahun 2013 produksi ikan

bandeng mencapai 80.000 ton (Hasriani, 2014 dalam Darmawangsyah, et

al, 2016). Data tersebut menunjukkan peningkatan nilai produksi ikan dari

tahun ke tahun cukup tajam. Peningkatan volume produksi berkorelasi

positif dengan volume limbah hasil industri pengolahan ikan bandeng

(Darmawangsyah, et al, 2016).

Pengolahan dan pemanfaatan limbah tulang ikan bandeng diantaranya

adalah dijadikan abon, nugget tulang ikan bandeng yang dicampur dengan

biji ketapang, kerajinan tangan serta campuran makanan ternak dan ada

yang diolah menjadi tepung. Namun, tepung tulang ikan kurang begitu

dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tepung tulang ikan yang


9

dihasilkan berbentuk bubuk halus berwarna putih kekuningan. Tulang ikan

kaya kalsium sehingga bisa mencegah tulang keropos (osteoporosis).

Osteoporosis adalah kondisi yang menyebabkan penipisan dan pelemahan

pada tulang. Tulang yang rapuh lebih rentan patah (Adawiah dan

Selviastuti, 2014). Berdasarkan hasil analisis data risiko osteoporosis pada

tahun 2005 yang telah dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan

(Puslitbang) Gizi dan Makanan Depkes yang bekerja sama dengan salah

satu perusahaan nutrisi di 16 wilayah Indonesia, telah terjadi prevalensi

osteopenia (osteoporosisdini) di Indonesia sebesar 41,7%. Data ini berarti

bahwa dua dari lima penduduk Indonesia memiliki risiko untuk terkena

osteoporosis. Angka ini lebih tinggi dari prevalensi dunia, yaitu satu dari tiga

orang berisiko osteoporosis (Depkes, 2007 dalam Adawiah dan Selviastuti,

2014).

2. Ikan kakap

Pengolahan limbah merupakan salah satu proses penting yang harus

direncanakan dan dilaksanakan dalam industri pengolahan pangan dengan

tujuan untuk memperkecil bahkan meniadakan efek negatif limbah tersebut

terhadap lingkungan sekitar. Limbah dari pabrik pembekuan fillet ikan kakap

merah terdiri dari limbah meliputi kepala, duri, sisik, tulang, isi perut, dan

daging tetelan ikan. Limbah padat dijual kepada pengumpul dan dapat

dimanfaatkan kembali untuk industri lain (Natalia, 2010).

Tulang ikan kakap merupakan limbah yang belum termanfaatkan

dengan baik, selama ini pemanfaaatan limbah tulang ikan kakap di


10

indonesia sebagian besar diolah menjadi gelatin. Sedanglan pengolahan

tulang ikan kakap sebagai tepung masih terbatas. Pemanfaatan limbah

tulang ikan kakap sebagai sumber kalsium merupakan alternatif

pemanfaatan limbah yang tepat dalam rangka menyediakan sumber

pangan kaya kalsium sekaligus mengurangi dampak buruk akibat

pencemaran limbah pada industri pengolahan fillet hasil perikanan. Apabila

dimanfaatkan dengan baik akan menghasilkan produk yang bernilai tambah

salah satunya adalah dibuat tepung ikan yang dapat di tambahkan pada

produk roti, biskuit, kue kering dan tepung ikan masih dapat dolaha lagi

menjadi nanokalsium yang dapat mudah menyerap pada tubuh manusia

untuk dikonsumsi pada usia dini maupun usia lanjut.

C. Kandungan Gizi Tepung Ikan

Kandungan tepung tulang ikan berdasarkan penelitian, yaitu: kalsium

38,64%, fosfor 12,28%, kadar air 11,58%, abu 48,11%, protein 5,88%, dan

lemak 2,63% (Handika, 2017 dalam Abigail dan Purwidiani, 2018). Unsur

utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat (Trilaksani, 2006

dalam Abigail dan Purwidiani, 2018). Dilihat dari kandungan nutrisinya,

tepung tulang banyak mengandung kalsium, sehingga manfaat dari tepung

tulang tidak lepas dari peranan kalsium, yaitu berperan dalam pembentukan

tulang, sisik serta sirip khususnya pada ikan serta menjaga dari

kekeroposan akibat asupan kandungan mineral yang minim dari pakan

ternak yang lebih kaya akan protein (Ayu, 2011).


11

Dalam tubuh manusia kalsium juga berperan dalam interpretasi pada

impuls saraf, pembekuan darah dan pemompaan darah, kontraksi otot,

menjaga keseimbangan hormon, dan katalisator pada reaksi biologis.

Tubuh membutuhkan kalsium setiap hari selama hidup. Selain itu,

kandungan fosfor yang tinggi pada tepung tulang ikan juga bermanfaat bagi

tubuh. Fungsi utama fosfor sebagai pemberi energi dan kekuatan untuk

metabolisme lemak dan pati, sebagai penunjang kesehatan gigi dan gusi,

untuk sintesa DNA serta penyerapan, dan pemakaian kalsium (Abigail dan

Purwidiani, 2018). Tulang ikan bandeng mengandung kalsium 4%, fosfor

3% dan protein 32% (Sudoyo, 2009 dalam Adawiah dan Selviastuti, 2014).

D. Kalsium

Kalsium merupakan makro elemen yang banyak terdapat pada

kerangka dan gigi (99%), sisanya (1%) pada syaraf, otot dan darah. Sebagi

komponen struktural, kalsium dan fosfor pada tubuh memiliki peranan

dalam pembentukan perkembangan tulang dan gigi sebagi komponene

metabolik, proses biokimia dan fisiologis termasuk fungsi normal otot,

pembekuan darah, transfer selular, tranduksi signal, dan fungsi produksi

(Gaman dan sherrington 1990; Sittikulwitit et al. 2004 dalam Natalie, 2013).

Kandungan kalsium pada ikan tidak hanya pada dagingnya, tetapi juga

pada tulangnya. Tulang ikan merupakan salah satu limbah yang belum

dimanfaatkan dengan baik padahal mengandung kalsium yang tinggi.

Kalsium merupakan unsur terbanyak kelima dan kation terbanyak di dalam

tubuh manusia, yaitu sekitar 1,5-2 % dari keseluruhan berat tubuh. Kalsium
12

dibutuhkan untuk proses pembentukan dan perawatan jaringan rangka

tubuh serta beberapa kegiatan penting dalam tubuh seperti membantu

dalam pengaturan transport ion-ion lainnya ke dalam maupun ke luar

membran, berperan dalam penerimaan dan interpretasi pada impuls saraf,

pembekuan darah dan pemompaan darah, kontraksi otot, menjaga

keseimbangan hormon dan katalisator pada reaksi biologis (Whitney dan

Hamilton, 1987; Almatsier, 2002 dalam Trilaksani et al, 2006).

Kalsium yang berasal dari hewan seperti limbah tulang ikan sampai saat

ini belum banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Tulang ikan

merupakan salah satu bentuk limbah dari industri pengolahan ikan yang

memiliki kandungan kalsium terbanyak diantara bagian tubuh ikan, karena

unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat (Wini T.

et al, 2016).

E. Rekomendasi Asupan Kalsium

Referensi diet asupan kalsium seperti terlihat pada Tabel 2.1 ditentukan

dengan mempertimbangkan penelitian terbaru dalam pencegahan

osteoporosis. Rekomendasi ini ditetapkan pada tingkat yang dipercaya

dapat memberikan manfaat maksimal untuk optimalisasi kepadatan tulang.

Meskipun penting untuk mengkonsumsi kalsium yang cukup untuk

memenuhi rekomendasi yang ditetapkan akan tetapi konsumsi kalsium

yang berlebihan dapat membahayakan organ tubuh. Asupan kalsium yang

direkomendasikan pada table tersebut merupakan toleransi konsumsi

maksimum. Tujuan rekomendasi tersebut bukan untuk asupan, melainkan


13

merupakan jumlah yang terbaik untuk menjaga kesehatan tulang (Digitale

et al. 2008 dalam Adawiah dan Selviastuti, 2014).

Rekomendasi asupan kalsium harian berdasarkan kelompok umur

seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Rekomendasi asupan kalsium terhadap beberapa kelompok


umur
Rekomendasi Toleransi Tingkat
Kel. Umur, Ibu Hamil dan
Asupan Kalsium / Maksimum Asupan /
Ibu Menyusui
hari (mg) hari (mg)
0-6 bln 210 Tidak ditetapkan
Bayi
7-12 bln 270 Tidak ditetapkan
1-3 thn 500 2500
Anak
4-8 thn 800 2500
9-13 thn 1300 2500
Remaja
14-18 thn 1300 2500
19-30 thn 1000 2500
31-50 thn 1000 2500
Dewasa
51-70 thn 1200 2500
>70 thn 1200 2500
≤ 18 thn 1300 2500
bu Hamil
19-50 thn 1000 2500
≤ 18 thn 1300 2500
Ibu Menyusui
19-50 thn 1000 2500
Sumber : Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes,
Food and Nutrition Board, Institute of Medicine. 1997 dalam Adawiah dan Selviastuti,
2014.

Asupan kalsium selama pertumbuhan sangat penting untuk pencapaian

massa tulang yang dapat mengurangi risiko osteoporosis. Selain itu,

asupan kalsium yang cukup telah dikaitkan dengan mengurangi risiko


14

hipertensi dan kanker usus besar (Sittikulwitit et al. 2004 dalam Adawiah

dan Selviastuti, 2014). Meningkatkan komsumsi kalsium dapat menurunkan

kolesterol dan kolesterol LDL pada tikus jantan (Malekzadeh et al. 2007

dalam Adawiah dan Selviastuti, 2014).

Upaya mencegah kekurangan kalsium yaitu dengan meningkatkan

asupan kalsium harian dengan pola makan yang berimbang dengan

mengkonsumsi makanan yang kaya akan kalsium seperti susu, produk

susu dan beberapa jenis sayuran (brokoli, kol dan polong-polongan), tahu

yang di proses dengan kalsium sulfat, ikan, serta merubah pola konsumsi

yang rendah kalsium. Alternatif lainnya yaitu menggunakan suplemen

kalsium atau dengan mengkonsumsi produk pangan yang difortifikasi

dengan kalsium sebagai suatu nilai tambah. Untuk pemenuhan sumber

kalsium dan ketersediannya dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu bentuk

garam anorganik (kalsium karbonat dan kalsium fosfat) dan bentuk garam

organik seperti kalsium sitrat, kalsium laktat dan kalsium glukonat (Gerstner

2003; Digitale et al. 2008 dalam Adawiah dan Selviastuti, 2014).

Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500 mg sehari karena

dapat mengakibatkan hiperkalsemia. Hiperkalsemia dapat menyebabkan

hiperkalsiuria yaitu kondisi dimana kadar kalsium dalam urin melebihi 300

mg/hari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan batu ginjal atau gangguan

ginjal, disamping itu dapat menyebabkan konstipasi (susah buang air

besar). Kelebihan kalsium jarang terjadi akibat konsumsi makanan alami


15

dan biasanya terjadi bila mengkonsumsi suplemen kalsium berupa tablet

atau bentuk lain (Almatsier 2002 dalam Adawiah dan Selviastuti, 2014).

Beberapa studi menunjukkan adanya persentasi yang signifikan

terhadap kegagalan akan asupan sehingga dibuatlah rekomendasi

sehubungan dengan ukuran asupan kalsium untuk melawan kekurangan

kalsium dan mengurangi resiko terjadinya osteoporosis. Untuk hal itu maka

US National Institute of Health (NIH) akhirnya meningkatkan jumlah optimal

asupan harian kalsium dan menentukan nilai yang spesifik untuk setiap

kelompok usia dalam populasi. Contohnya asupan kalsium harian untuk

usia dewasa (25-65 tahun) yaitu 1000 mg/hari dan 1500 mg/hari untuk usia

diatas 65 tahun. Sementara rekomendasi asupan hariankalsium oleh

Scientific Committee on Food adalah 800 mg/hari (Gerstner 2003 dalam

Adawiah dan Selviastuti, 2014).

Menurut Scelfo dan Flegal 2000 dalam Khoerunnisa. 2011, kalsium

yang digunakan dalam suplemen ada yang dari sumber alam dan ada yang

disintesis. Kalsiumdari sumber alam berupa hidroksiapatit atau kalsium

fosfat (CaPO4), dolomit [CaMg (CO3)2], dan kalsium karbonat (CaCO3).

Kalsium yang disintesis terdapat dua jenis utama sumber kalsium yaitu

garam kalsium dan kalsium terikat dengan organik yang membentuk kelat

(calcium bound withvarious organic chelates). Produk lainnya yang

disintesis adalah kalsium fosfat, kalsium sulfat,dan kalsium klorida.


16

F. Teknologi Nano

Definisi nano teknologi didasarkan pada kata awal "nano" dari bahasa

Yunani yang berarti "kerdil". Dalam istilah yang lebih teknis, kata "nano"

berarti 10-9 atau spermilyar. Nanoteknologi tidak selalu teknologi baru untuk

desain, proses dan penggunaan material pada skala nanometer. Kata

nanoteknologi umumnya digunakan ketika mengacu pada bahan-bahan

dengan ukuran 1 sampai 100 nanometer (Greiner 2009 dalam Khoerunnisa.

2011). Teknologi nano adalah suatu desain, karakterisasi, produksi dan

penerapan struktur, perangkat dan sistem dengan mengontrol bentuk danu

kuran pada skala nanometer (Park 2007 dalam Khoerunnisa. 2011).

Pertama kali konsep nanoteknologi diperkenalkan oleh Richard

Feynman pada sebuah pidato ilmiah yang diselenggarakan oleh American

Physical Society di California Institute of Technology tahun 1959 dengan

judul “There‟s Plenty of Room at the Bottom”. Richard Feynman adalah

seorang ahli fisika dan pada tahun 1965 memenangkan hadiah Nobel

dalam bidang fisika. Istilah nanoteknologi pertama kali diresmikan oleh Prof.

Norio Taniguchi dari Tokyo Science University tahun 1974 dalam

makalahnya yang berjudul “On the Basic Concept of Nano-Technology”.

Pada tahun 1980 definisi nanoteknologi dieksplorasi lebih jauh lagi oleh Dr.

Eric Drexler melalui bukunya yang berjudul “Engines of Creation: The

coming Era of Nanotechnology” (Toumey 2008 dalam Khoerunnisa. 2011).

Nanoteknologi didasarkan pada partikel yang ukurannya kurang dari

100 nanometer untuk membangun sifat dan perilaku baru dari struktur nano
17

tersebut (Poole dan Owens 2003 dalam Khoerunnisa. 2011). Nanoteknologi

meliputi penerapan ilmu pengetahuan dan rekayasa pada skala atom. Hal

ini melibatkan konstruksi struktur kecil dan perangkat dengan memanipulasi

masing-masing molekul dan atom yang memiliki sifat unik dan kuat. Struktur

ini dapat digunakan dalam bidang kedokteran dan bioteknologi;energi dan

lingkungan;dan telekomunikasi (Einsiedel 2005 dalam Khoerunnisa. 2011).

Aplikasi nanoteknologi disektor pangan meliputi peningkatan rasa,

warna, flavor, tekstur dan konsisten siproduk makanan, meningkatkan

penyerapan serta bioavailabilitas nutrisi dan senyawa bioaktif (Greiner

2009 dalam Khoerunnisa. 2011). Pada bidang elektronik, teknologi nano

diaplikasikan untuk membuat komputer yang lebih cepat dan powerfull,

kamera digital, cell phone, liquid crystal display (LCD), light emiting dioda

(LED). Pada industri otomotif, teknologi nano telah digunakan untuk

mengisi lubang-lubang yang sangat kecil secara lebih efektif sehingga mobil

menjadi lebih mengkilat catnya (Chasanah 2007 dalam Khoerunnisa.

2011).

Nanokalsium adalah kalsium yang dihasilkan dengan memanfaatkan

teknologi nano sehingga sangat efisien dalam memasuki suhu tubuh karena

ukuran yang super kecil mencapai 500X10-9 nm sehingga dapat terabsorbsi

secara cepat dan sempurna ke dalam tubuhdan menurut Mohanraj dan

Chen, 2006 dalam Anggraen, et al. 2016, Nanopartikel adalah partikel yang

berukuran 10-1000 nm. Nanokalsium memiliki biovaibilitas yang lebih tinggi


18

dibandingkan kalsium yang berukuran makro, sehingga nanokalsium yang

terbuang melalui urin lebih rendah.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan proses yaitu : (1)

Persiapan bahan baku; (2) Ekstraksi nano kalsium tulang ikan bandeng dan

ikan kakap; (3) Analisis sifat fisikokimia sampel bahan baku (BB) dan

nanokalsium (NKEB dan NKEA). Alur penelitian dapat dilihat pada Gambar

3.1.

1. Persiapan Bahan Baku

Tahap pertama yaitu persiapan bahan baku (bubuk tulang ikan bandeng

dan bubuk tulang ikan kakap), yang bertujuan untuk menghasilkan bahan

baku tulang ikan bandeng dan tulan ikan kakap yang siap di ekstraksi

melalui beberapa tahapan proses seperti pencucian, perebusan,

pengeringan, penepungan dan pengayakan .

Tahap kedua yaitu ektraksi tulang ikan bandeng dan tulang ikan kakap

menggunakan 2 pelarut yang berbeda yaitu larutan basa (NaOH) dan asam

(HCl) masing-masing secara terpisah, yang betujuan untuk melunakkan

tulang ikan bandeng dan tulang ikan kakap sehingga memudahkan dalm

proses penepungan.
20

2. Ekstraksi nano kalsium tulang ikan bandeng dan Tulang ikan kakap

a. Ekstraksi Dengan Larutan Basa (NaOH)

Bubuk kasar tulang ikan bandeng dan tulang ikan nila di ekstrak dengan

larutan NaOH (Merck) 1 N (sampel : pelarut = 1:3) pada suhu 100⁰C selama

60 menit. Proses ektraksi ini dilakukan sebanyak 3 kali. Hasil ekstraksi

selanjutnya didinginkan, filrasi dan netralisasi hingga mencapai pH netral

dan dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50⁰C sehingga mencapai

kadar air < 8%.

b. Ekstraksi Dengan Larutan Asam (HCl)

Bubuk kasar tulang ikan bandeng dan tulang ikan kakap dihidrolisis

menggunakan HCl (Merck) 1 N (sampel : pelarut = 1:3) selama 24 jam pada

suhu ruang, selanjutnya diekstraksi pada suhu 100⁰C selama 60 menit.

Proses ekstraksi ini dilakuka sebanyak 3 kali dan hasil ekstraksi kemudian

didinginkan, difiltrasi dan dinelralkan menggunakn akuades hingga sampai

pH netral, setelah itu dilakukan menggunkan oven pada suhu 50⁰C hingga

mencapai kadar air < 8%.

Bubuk tulang ikan bandneg dan tulag ikan kakap yang tealh di ekstraksi

menggunakan NaOH dan HCl selanjutnya dijadikan tepung kemudain

diayak menggunakan pengayak berukuran 100 mesh.

3. Analisis Sifat Fisikokimia Sampel Bahan Baku Dan Nanoklasium

Pengujian yang dilakukan meliputi penentuan rendemen, dan analisis

yang meliputi kadar air, kadar abu, dan kalsium.


21

Limbah tulang ikan

Persiapan bahan baku

- Bubuk tulang ikan


bandeng
- Bubuk tulang ikan kakap

Ekstraksi NaOH 1 N Perendaman


100⁰C HCl 1 N, 24
(3 kali perebusan ) jam

Pendinginan, filtrasi Ekstraksi HCl 1.0 N


dan netralisasi 100⁰C, 60 mnt
3 kali perebusan

Pengeringan
50⁰C Pendinginan, filtrasi
KA < 8% dan netralisasi

Penepungan dan diayak Pengeringan 50⁰C


KA <8%

Penepungan dan diayak

Nano kalsium

Analisis sifat fisikokimia :


- Rendemen
- Analisis kadar air, kadar
abu, dan kalsium

Gambar 3.1. Diagram alir tahapan penelitia.


22

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2018.

Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biokimia Politeknik Pertanian Negeri

Pangkajene dan Kepulauan yang terletak di Jl. Poros Makassar-Pare, Km

83, Desa Mandalle, Kec. Mandalle, Kab. Pangkajene dan Kepulauan.

C. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitina ini disajikan pada Tabel 3.1

Tabel 3.1. Bahan dan kegunaan

No Bahan Kegunaan
1. Tulang ikan bandeg Sampel uji
2. Tulang ikan kakap Sampel uji
3. Laruta basa (NaOH) Larutan ekstrak
4. Larutan asam (HCl) Larutan ekstrak
5. Akuades Penetral

Alat yang digunakan dalam penelitina ini disajikan pada Tabel 3.2

Tabel 3.2. Alat dan kegunaan

No Bahan Kegunaan
1. Gelas kimia Penampungan larutan
2. Toples Wadah bubuk tulang ikan
3. Termometer Mengukur suhu
4. Oven Pegeringan hasil ekstrak
5. Hotplate Pemansan & menghomogenkan larutan
6. Kertas saring Pemisahan partikel susoensi dengan
cairan
7. Kertas pH Pengukuran kadar pH
8. Timbangan Penimbangan
9. Alat analisis proksimat Mengukur kadar air dan kadar abu
23

D. Unit Analisis

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu Rancangan Acak

Lengkap (RAL) Faktorial dengn 2 faktor yaitu ; (1) jenis ikan : Ikan Bandeng

(Chanos chanos) dan Ikan Kakap (Lutjanus sp.). (2) jenis larutan : NaOH

dan HCl. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga jumlah satuan percobaan

sebanyak 12 unit. Penempatan percobaan diacak secara lengkap.

Tabel 3.3. Perlakuan tepung tulang ikan uji degan laruran

Perlakuan Larutan

Tepung Ikan bandeng dengan larutan NaOH


A

Tepung Ikan bandeng dengan larutan HCl


B

Tepung Ikan kakap dengan larutan NaOH


C

Tepung Ikan kakap dengan larutan HCl


D

Jenis bahan baku yang digunakan dalan pengujian yaitu nanokaslium

ekstrak tulang ikan Ikan badeng dan nanokaslium ekstrak tulang ikan Ikan

kakap. Adapun lauran yang digunakan yaitu Latutan NaOH dan larutan HCl.

E. Teknik Sampling

Metode sampling pengambilan tulang ikan uji berdasarkan kenampakan

dan pengambilan tulang ikan yang tidak utuh dan tanpa kepala.

Pengambilan sampel tulang ikan bandeng dilakukan di UKM Mentari Citra

Lestari, Jl. Terminal Baru, Kel. Tamalewa, Kec. Bungoro. Dan pengambilan

sampel tulang ikan kakap di lakukan di Kawasan Industri Makassar (KIMA).


24

F. Obejek Penelitian

Objek penelitian ini adalah : rendemen, kadar air, kadar abu, dan

kalsium.

1. Rendemen

Rendeman diperoleh dari perbandingan berat kering tepung

tulang/serbuk kalsium (A) yang dihasilkan dengan berat tulang ikan kotor

(masih terdapat sisa daging dan lemak) (B) (Lekahena, 2013), dengan

perhitungan:

𝑨
𝐑𝐞𝐧𝐝𝐞𝐦𝐞𝐧 (%) = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑩

2. Analisis Kadar air

Standar nasional pengujian kimia produk perikanan penenuan kadar air

adalah BSN 2006, SNI-01-2354.2-2006. Penentuan kadar air ini

berdasarkan pada perbedaan berat seblum dan sesudah diekringkan.

Prosedur kerja penentuan kadar air sebagi berikut :

1) Kondisikan oven pada suhu yang akan digunakan sehingga

mencapai kondisi stabil.

2) Masukkan cawan kosong kedalam oven minimal 2 jam.

3) Pindahkan cawan kosong kedalam desikator sekitar 30 menit

sampai mencapai suhu ruang dan timbang bobot kosong (A g).

4) Timbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak ± 2 g kedalam

cawan (B g).
25

5) Masukkan cawan yang telah diisi dengan sampel kedalam oven

vakum pada suhu 95⁰C selama 16-25 jam.

6) Pindahkan cawan dengan menggunakan alat penjepit kedalam

desikator selama ± 30 menit kemudian ditimbang (C g).

7) Lakukan pengujian air dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

𝑩−𝑪
% 𝐤𝐚𝐝𝐚𝐫 𝐚𝐢𝐫 = 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
𝑩−𝑨

Keteranga :

A = bearat cawan kosong dinyatakan dalam (g)

B = berat cawan + sampel awal, dinyatakan dalam (g)

C = berat cawan + sampel kering, dinyatakan dalam (g)

3. Analisis Kadar abu

Standar metode penguujian kimia produk perikanan penentuan kadar

abu adalah BSN 2006, SNI-01-2354. 1-2006. Prosedur kerja penentuan

kadar abu sebagai berikut :

1) Masukkan cawan abu porselin dalam tingkat pengabuan. Suhu

dinaikkan secara bertahap sampai suhu 550⁰C. Pertahankan pada

suhu 550⁰C ± 5⁰C selama 1 malam.

2) Turunkan suhu pengabuan menjadai sekitar 40⁰C , keluarkan cawan

abu porselin dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit

kemudian timbang berat cawan abu porselin kosong (A g)

3) Masukkan sampel 2 g kedalam cawan abu porselin yang telah

dihomogenkan kemudian masukkan kedalam oven pada


26

4. Analisis Kalsium

Pengujian kadar kalsium dilakukan dengan menggunakan raksi redoks.

Prosedur kerja analisis kalsium sebagai berikut :

Sebanyak 20-100 ml larutan abu hasil pengabuan kering, dimasukkan

ke dalam gelas piala 250 ml. Jika perlu ditambahkan 25-30 ml aquades.

Kedalam larutan ditambah 10 ml larutan amonium oksalat jenuh dan 2 tetes

indikator metil merah. Larutan dibuat menjadi basa dengan menambahkan

amonia encer, kemudian larutan dibuat menjadi sedikit asam dengan

menambahkan beberapa tetes asam asetat sampai warna larutan menjadi

merah muda (pH 5,0).

Larutan dipanaskan sampai mendidih, kemudian didiamkan selama

minimum 4 jam atau semalam pada suhu kamar. Larutan disaring

menggunakan kertas saring whatman no.42 dan dibilas dengan aquades

sampai filtrat bebas oksalat (jika digunakan HCl dalam pembuatan larutan

abu, filtrat hasil saringan terakhir harus bebas Cl dengan mengujinya

dengan menggunakan AgNO3. Ujung kertas saring dilubangi dengan

menggunakan batang gelas. Kemudian dilakukan pembilasan dan endapan

dipindahkan dengan H2SO4 encer (1+4) panas ke dalam gelas piala bekas

tempat mengendapkan kalsium. Kertas saring dibilas satu kali lagi dengan

air panas. Larutan yang masih panas (70-80⁰C) dititrasi dengan

menggnakan larutan KMnO4 0.01 N sampai larutan berwarna merah jambu

parmanen yang kedua.


27

Perhitungan

Kadar kalsium dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan

rumus berikut :

𝑽𝒌 𝒙 𝟎, 𝟐 𝒙 𝑽𝟏 𝒙 𝟏𝟎𝟎
𝑪= 𝑿 𝟏𝟎𝟎
𝑽𝟐 𝒙 𝑾

Keterangan :

C = kadar kalsium dalam sampel (mg Ca/100 g sampel)

Vk = volume KMnO4 0,01N yang digunakan untuk titrasi (ml)

V1 = total volume larutan abu (ml)

V2 = volume larutan abu yang digunakan untuk titrasi (ml)

W = berat sampel yang diabukan

G. Analisis Data

Data hasil rendeman dan data analisis kadar air, kadar abu, dan kadar

kalsium pada nanokalsium tulang ikan bandeng dan nanokalsium tulang

ikan kakap di uji menggunakan analisis ragam (ANOVA). Apabila perlakuan

yang diberikan menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan

dengan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan antara dua perlakuan

larutan.
28

DAFTAR PUSTAKA

Abigai dan Purwidiani N. 2018. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang Ikan


Bandeng (Chanos chanos) dan Tepung Putih Telur (Albumen)
Terhadap Sifat Organoleptik Tortilla. e-Jurnal Boga. Vol 7. No 1
(http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jurnal-tata-
boga/article/view/22902/) diakses 25 Mei 2018.

Adawiah AR dan Selviastuti R. 2014. Serburia Suplemen Tulang Ikan


Bandeng Dengan Cangkang Kapsul Alginat Untuk Mencegah
Osteoporosis. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, Vol. 4 No.1, April 2014

Anggraen N, Darmanto YS dan Riyadi PH. 2016. Pemanfaatan


Nanokalsium Tulang Ikan Nila (Oreochromis niloticus) pada Beras
AnalogdariBerbagai Macam Ubi Jalar (Ipomoea batatasL.). Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan, 5 (4).
(https://doi.org/10.17728/jatp.187/), diakses 28 Aplril 2018.

Asosiasi Perikanan Pole & Line Dan Handline Indonesia (AP2HI). 2016.
Ikan Bandeng, (Online). Jakarta,
(Http://Www.Ap2hi.Org/?Knowledge-Sharing=Ikan-Bandeng),
Diakses Tanggal 1 Mei 2018.

Atupah EA. 2010. Penangkapan Ikan Kakap (Lutjanus sp.). Studi Kasus :
Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institur Pertanian Bogor.

Ayu R. 2011. Pembuatan Tepung Tulang Sebagai Upaya Penanganan


Limbah Tulang, (Online). (http://rinelda-
ayu.blogspot.co.id/2011/11/pembuatan-tepung-tulang-sebagai-
upaya.html), diakses 25 Mei 2018.

Badan Standar Nasional, 2006. SNI 01-2354-2-2006 Tentang Cara Uji


Kimia bagian 2 : Penentuan Kadar Air Pada Produk Perikanan,
Jakarta.

Badan Standar Nasional, 2006. SNI 01-2354-2-2006 Tentang Cara Uji


Kimia bagian 1 : Penentuan Kadar Abu Pada Produk Perikanan,
Jakarta.

Darmawangsyah, P. Jamaluddin dan Kadirman. 2016. Fortifikasi Tepung


Tulang Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Dalam Pembuatan Kue
Kering. Pendidikan Teknologi Pertanian, Vol. 2 (2016) : 149-156.
29

Departemen Jendral Perikanan Budidaya (DJPB). 2014. Kakap Merah


Strain Berhasil Dibenihkan. Jakarta Pusat: Kementrian Kelautan
Perikanan
Food and Agriculture Organization Of The United Nations (FAO). 2018.
Cultured Aquatic Species Information Programme. Rome: Fisheries
and Aquaculture Departement.

Khoerunnisa. 2011. Isolasi Dan Karakterisasi Nano Kalsium Dari Cangkang


Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) Dengan Metode Presipitasi.
[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Lekahena V., Faridah DN., Syarif R. dan Peranginangin R. 2014.


Karakteristik Fisikokimia Nanokalsium Hasil Ekstraksi Tulang Ikan
Nila Menggnakan Larutan Basa Dan Asam. J. Teknol. Dan Industri
Pangan. Vol. 25 No. 1. (Http://Journal.Ipb.Ac.Id/Index.Php/Jtip/),
diaksies 12 April 2018.

Lekahena VNJ. 2013. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Nanokalsium Hasil


Ekstraksi Dari Tulang Ikan Nila (Oreochromis Niloticus). [Tesis].
Bogor. (ID). Institut Pertanian Bogor.

Mulia, 2004. Kajian Potensi Limbah Tulang Ikan Patin (Pangsius SP)
Sebagai Alternatif Sumber Kalsium Dalam Produk Mi Kering.
[Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian
Bogor.

Natalia D. 2010. Pengolah Limbah Cair Pabrik Pembekuan Fillet Ikan Kakap
Merah. [Skripsi]. Surabaya (ID). Universitas Katolik Widya Mandala
Surabaya .

Natalie VJL. 2013. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Nanokalsium Hasil


Ekstrak dari Tulang Ikan Nila (Oreochromis nilotius). [Tesis]. Bogor
(ID) Institut Pertanian Bogor.

Rachman IA, dan Setiyohadi B. 2007. Penyakit Osteoporosis. Makassar,


(Online). (http://www.medicastore.com/osteoporosis/index.html)
diakses 28 April 2018.

Saleh R. 2011. Ekstraksi Gelatin Dari Limbah Tulang Ikan Kakap Merah
(Lutjanus Sp) Dengan Metode Asam. Jurnal Teknosains Volume 5
Nomor 1: 33-42
(Http://Journal.UinAlauddin.Ac.Id/Index.Php/Teknosains/Article/Vie
w/165/119/), diakses 24 Mei 2018.

Suptija P., Jacoeb A.M., Deviyanti N. 2012. Karakterisasi dan Biovailitas


Nanokalsium Cangkang Udang Vanamei (Lipotenaeus vannamei). J.
30

Akuatik Vol. III no. 1. (http://jurnal.unpad.ac.id/akuatika/), diakses 5


April 2018.

Trilaksani W., Salmah E., Nabil M., 2006. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan
Tuna (Thunnus sp.) Sebagai Sumber Kalsium Dengan
Metodehidrolisis Protein. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Vol Ix
Nomor 2 Tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai