Anda di halaman 1dari 16

PENYULUHAN BIOAQUOSE FILTER E-MARACHA:

TEKNIK PENGENDALIAN PREVALENSI INFEKSI RACUN


GREEN ALGAE (BGA) PEMICU BAU GEOSMIN PADA
BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos chanos)
DI KECAMATAN BLEGA

Disusun Oleh:
Nihrawi S.Kel

DINAS PERIKANAN KABUPATEN BANGKALAN


KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA
2023
I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan bandeng nomor satu di
dunia, produksi ikan bandeng mengalami kenaikan dari tahun ke tahun di tengah
menurunnya produksi ikan dari negara-negara maju. Jumlah ikan bandeng yang
diproduksi secara nasional pada tahun 2010 mencapai angka sebesar 483.948 ton
(Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011). Bandeng (Chanos chanos, Forskal)
merupakan salah satu komoditas yang strategis untuk memenuhi kebutuhan protein
yang relatif murah dan digemari oleh konsumen di Indonesia. Murachman (1987)
mengemukakan bahwa bandeng diekspor dalam bentuk bandeng umpan dan
konsumsi. Bandeng sebagai bahan pangan, merupakan sumber zat gizi yang penting
bagi proses kelangsungan hidup manusia. Zat gizi utama pada ikan antara lain
protein, lemak, vitamin dan mineral tetapi zat gizi ini tidakakan bernilai tinggi dan
turun mutunya apabila tidak ditangani dengan baik setelah penangkapan atau
pemanenan.
Bau lumpur pada ikan umumnya pada ikan tawar, namun bau lumpur ini juga
dapat menginnfeksi ikan air payau jika tidak dikontrol secara tepat saat proses
budidaya ikan berlangsung. Bau lumpur atau dikenal bau gang-gang bagi masyarakat
umum senyawa kimia yaitu 2-Methylisoborneol dan Geosmin. Kedua senyawa ini
dihasilkan oleh mikroorganisme khususnya golongan alga biru dan hijau, fungi dan
bakteria. Geosmin merupakan hasil metabolit samping berasal dari senyawa yang
larut dalam minyak atau lemak. Senyawa ini diserap oleh insang kemudian disimpan
dalam jaringan lemak, sehingga jika terakumulasi dalam kadar tinggi akan
menyebabkan bau lumpur pada beberapa jenis ikan misalnya ikan bandeng (Chanos
chanos).
Jenis makroalga yang menjadi salah satu penyebab bau lumpur pada daging
ikan bandeng (Chanos chanos) adalah adanya racun yang diproduksi oleh Blue Green
Algae (BGA) yang dinamakan geosmin. Para peneliti menyatakan bahwa bau lumpur
pada daging ikan berasal dari kelimpahan fitoplankton alga hijau-biru dari Genus
Mycrocystis, Anabaena, dan Oscilatoria yang menghasilkan senyawa geosmin.
Senyawa geosmin inilah yang memberi rasa lumpur pada daging ikan bandeng
(Chanos chanos). Seiring dengan perkembangan tersebut, masalah bau lumpur
menjadi salah satu kendala yang perlu mendapat perhatian. Adanya standar “Zero
muddy smell” adalah persyaratan mutlak bagi pasar untuk menerima dengan kualitas
premium bagi kualitas ikan budidaya misalnya ikan bandeng (Chanos chanos).
Uji coba pengendalian bau geosmin pada ikan bandeng telah banyak dilakukan.
Beberapa penelitian tentang pengendalian prevalensi geosmin pada ikan bandeng
(Chanos chanos) diantaranya: Penambahan khitosan pada pakan ikan bandeng
(Chanos chanos) sebagai penurun cita rasa lumpur (Geosmine) (Hafiluddin dan
Triajie, 2011). Pendinginan ikan bandeng (Chanos chanos) dengan es air laut es
serpihan (sea water flake ice) dan analisis mutunya (Ibrahim dan Dewi, 2008).
Perbedaan kadar protein ikan bandeng (Chanos chanos) dengan pengolahan
bertekanan tinggi dan pengasapan (Marcellina et al., 2008). Beberapa hasil dari
penelitian tersebut bisa ditarik benang merah untuk menciptakan inovasi baru dalam
mengendalikan prevalensi infeksi racun green algae (bga) pemicu bau geosmin pada
budidaya ikan bandeng (Chanos chanos) khususnya di Kecamatan Blega
menggunakan Bioaquose Filter E-Maracha.
Kecamatan Blega adalah Kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten
Bangkalan, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Blega merupakan kecamatan yang
paling banyak memproduksi ikan bandeng (Chanos chanos), sehingga ditetapkan
sebagai Kampung Bandeng (Chanos chanos) yaitu Desa Panjalinan dan Desa Blega.
Tingginya produksi ikan bandeng (Chanos chanos) melalui kegiatan budidaya air
payau di 2 desa ini diduga dapat memicu timbulkan geosmin pada bandeng (Chanos
chanos) yang dibudidayakan. Kenyataannya, tingginya aktivitas budidaya ikan
bandeng (Chanos chanos) di sekitar desa tersebut belum ada indikasi infeksi
geosmin, namun perlu di lakukan antisipasi sejak dini upaya penanggulangan
prevelensi geosmin agar tetap menjaga mutu dan kualitas ikan bandeng di lokasi
tersebut. Pentingnya upaya penanggulangan prevalensi infeksi racun green algae
(BGA) pemicu bau geosmin pada budidaya ikan bandeng (Chanos chanos) di
Kecamatan Blega menggunakan Bioaquose Filter E-Maracha inilah yang
melatarbelakangi penyusunan karya tulis ini.

2. Tujuan
Adapun tujuan dari karya tulis ini adalah:
1. Memberikan uraian terstruktur tentang potensi pemanfaatan bioaquose filter
e-maracha: teknik pengendalian prevalensi infeksi racun green algae (BGA)
pemicu bau geosmin pada budidaya ikan bandeng (Chanos chanos) di
Kecamatan Blega.
2. Mendeskripsikan pentingnya melakukan kegiatan penyuluhan budidaya ikan
bandeng (Chanos chanos) benar sebagai upaya penanggulangan penyakit
salah satunya bebas geosmin di Kecamatan Blega.

3. Manfaat
Adapun manfaat dari karya tulis ini adalah pembaca dapat:
1. Mengetahui uraian terstruktur tentang potensi pemanfaatan bioaquose filter e-
maracha: teknik pengendalian prevalensi infeksi racun green algae (BGA)
pemicu bau geosmin pada budidaya ikan bandeng (Chanos chanos) di
Kecamatan Blega.
2. Mengetahui informasi pentingnya melakukan kegiatan penyuluhan budidaya
ikan bandeng (Chanos chanos) benar sebagai upaya penanggulangan penyakit
salah satunya bebas geosmin di Kecamatan Blega.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos)


Ada beberapa sumber protein, secara kuantitas dan kualitas daging ikan sangat
baik untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan daging ikan merupakan sumber protein
yang tinggi kandungan asam amino esensialnya dan tinggi ketersediaannya di
perairan Indonesia. Selain produksinya yang tinggi, kualitas gizi ikan juga sangat
baik. Daging ikan umumnya memiliki nilai daya cerna sebesar 90% (Astawan, 1990)
dan komposisi daging ikan secara umum terdiri dari protein sebesar 15-24% (bb),
karbohidrat 1-3% (bb), 0.8-2% (bb) senyawa anorganik, lemak sebesar 0,1-22% (bb)
dan air sebesar 66-84% (Suzuki, 1981).
Ikan bandeng memiliki tubuh yang panjang, ramping, padat, pipih, dan oval.
menyerupai torpedo. Perbandingan tinggi dengan panjang total sekitar 1: (4,0-5,2).
Sementara itu, perbandingan panjang kepala dengan panjang total adalah 1: (5,2-5,5)
(Sudrajat, 2008). Ukuran kepala seimbang dengan ukuran tubuhnya, berbentuk
lonjong dan tidak bersisik. Bagian depan kepala (mendekati mulut) semakin runcing
(Purnomowati, et al., 2007). Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam
lilin, berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di samping perut. Sirip punggung
pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh
dibelakang tutup insang dan berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun dari
tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan
berfungsi untuk mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian
bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang
tubuh ikan bandeng terdapat sirip ekor berukuran paling besar dibandingkan siripsirip
lain. Pada bagian ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekor semakin
lebar dan membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai
kemudi laju tubuhnya ketika bergerak (Purnomowati, et al., 2007).
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat
dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya,
ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika
mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak
(Purnomowati, et al., 2007). Pertumbuhan ikan bandeng relatif cepat, yaitu 1,1-1,7 %
bobot badan/hari (Sudrajat, 2008), dan bisa mencapai berat rata-rata 0,60 kg pada usia
5-6 bulan jika dipelihara dalam tambak (Murtidjo, 2002). Enam Ikan bandeng
mempunyai kebiasaan makan pada siang hari. Di habitat aslinya ikan bandeng
mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa
tumbuhan mikroskopis seperti : plankton, udang renik, jasad renik, dan tanaman
multiseluler lainnya. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan ukuran mulutnya,
(Purnomowati, et al., 2007). Pada waktu larva, ikan bandeng tergolong karnivora,
kemudian pada ukuran fry menjadi omnivore. Pada ukuran juvenil termasuk ke dalam
golongan herbivore, dimana pada fase ini juga ikan bandeng sudah bisa makan pakan
buatan berupa pellet. Setelah dewasa, ikan bandeng kembali berubah menjadi
omnivora lagi karena mengkonsumsi, algae, zooplankton, bentos lunak, dan pakan
buatan berbentuk pellet (Aslamyah, 2008).

Klasifikasi Ilmiah Ikan Bandeng:


Kerajaan: Animalia
Kelas: Actinopterygii
Ordo: Gonorynchiformes
Famili: Chanidae
Genus: Chanos
Spesies: Chanos chanos

Gambar 1. Ikan Bandeng (Chanos chanos)

2.2 Geosmin
Lovell dan Sackey dalam Boyd (1990) telah membuktikannya dengan
membudii dayakan alga hijau biru penghasil geosmin yakni Syn~loca inuscorum dan
Oscillatoria teitnuis di laboratorium, kemudian meletakkan ikan lele kedalamnya.
Dalam waktu dua hari, ikan tersebut memiliki bau yang sama dengan bau alga dan
dalam waktu 10 hari, intensitas citarasa lumpur mencapai tingkat \ tinggi. 1 Geosmin
(trans- 1, 10-dimethyl - trans-9- decalol) merupakan senyawa metabolit yang berbau
tanah, disintesa oleh Actinornycetes 1 dan Alga hijau biru (Gerber dan Lecevle -
dalam Lelana, 1987).
Yurkowski dan Tabachek (1974) mengidentifikasikan 10 alga hijau biru yang
memproduksi geosmin yang diperoleh dari danau yang mempunyai citarasa lumpur
yaitu: 7 Oscillatoria spp., 2 Lyngbia spp., dan 1 Syntloca spp. Satu dari Lyngbia spp.
menghasilkan 2-methylisoborneol (MIB) yang juga berbau tanah. Penelitian yang
dilakukan oleh Siringoringo (1997) menunjukkan bahwa pada kolam yang
menghasilkan ikan bandeng bercitarasa lumpur terdapat genus Oscillatoria.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan citarasa luxnpur
pada ikan yaitu dengan tidak memberi makan selama periode waktu tertentu sebelum
ikan tersebut diolah. Lovell dan Sackey dalam Boyd (1990) melaporkan bahwa ikan
lele yang diletakkan pada aquarium yang ditumbuhi alga, selama 14 hari, setelah
dipindahkan pada air yang mengalir yang tidak terdapat penyebab citarasa lumpur
selama 10 hari, maka daging ikan tersebut akan kehilangan citarasa lumpur.
Bau lumpur pada ikan tilapia hilang setelah selama 7-14 hari ikan tersebut
diletakkan pada air yang bersih sebelum diolah (Warta Akuakultur, 1994). Ploeg dan
Boyd (1991) melaporkan geosmin terdapat pada air yang ditumbuhi spesies anabaena
dan trichoma rata-rata 4.7 pg/l pada periode April - September. Setelah anabaena mati
maka geosmin pada air tersebut hilnng setelah 7 hari.

2.3 Bioaquose Filter E-Maracha


E-Maracha merupakan singkatan dari ekstrak daun mangrove api-api (Avicenia
marina) dan daun Mimba (Azadirachta indica).
2.3.1. Mangrove Api-api (Avicenia marina)
Mangrove merupakan tumbuhan hutan tropis yang mudah tumbuh dan belum
banyak dimanfaatkan subtansi bioaktifnya. Tumbuhan mangrove memiliki banyak
manfaat bagi kehidupan manusia, mulai dari manfaat ekologi hingga manfaat sebagai
sumber makanan dan obat-obatan (Nurjanah et al., 2015). Alasan petingnya studi
substansi bioaktif tumbuhan mangrove, yaitu mangrove merupakan salah satu
vegetasi hutan tropis yang mudah berkembang dan belum banyak termanfaatkan dan
potensi substansi bioaktif mangrove bernilai medis (Latief, Nazarudin, & Nelson,
2015).
Mangrove dari genus Avicennia merupakan salah satu jenis tumbuhan yang
banyak tersebar di Indonesia, diantaranya ditemukan tumbuh di pesisir perairan
pantai di Sulawesi Tengah. Berbagai penelitian telah mengungkap potensi
bioaktivitas antibakteri mangrove genus Avicennia secara in vitro terhadap berbagai
bakteri patogen (Ulmursida et al., 2017, Ananthavalli & Karpagam, 2017, Johannes et
al., 2017, Mangrio et al., 2016, Manilal et al., 2016, Sabiladiyni et al., 2016, Tariq et
al., 2015, A. Sheela Devi et al., 2015, Danata & Yamindago, 2014, Mohammed et al.,
2014, Nayak et al., 2014, Al-Maqtari & Nagi, 2014, Sharief Md & V, 2014, Hingkua
et al., 2013, Oktavianus, 2013, Dhayanithi et al., 2012, Prabhu & Guruvayoorappan,
2012, Bachtiar, 2011, Prihanto et al., 2011 dan Sari et al., 2008).
Tumbuhan termasuk mangrove menunjukkan respons antimikroba karena
adanya fotokonstituen seperti alkaloid, minyak atsiri, asam fenolik, flavonoid, kuinin,
tannin, terpenoid dan lain-lain (Ravikumar et al., 2010 dan Edeoga, Okwu, &
Mbaebie, 2005). Prabhu & Guruvayoorappan (2012) melaporkan ekstrak dari
tumbuhan mangrove dan asosiasinya telah digunakan luas untuk tujuan medis, dan
telah tercatat sekitar 349 metabolit merupakan turunan dari steroid, diterpen,
triterpen, saponin, flavonoid, alkaloid dan tannin.
Secara keseluruhan ekstrak manrove Avicennia khususnya Avicennia marina
berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai agen penegendali pertumbuhan
beberapa jenis green algae (BGA) yang memicu bau geosmin pada ikan bandeng.
Alasan konstruktif pemilihan ekstrak mangrove Avicennia marina karena mangrove
ini memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder yang banyak dan mampu
menekan pertumbuhan bakteri, sehingga diduga mampu menekan pertumbuhan
beberapa jenis green algae (BGA).
2.3.2. Mimba (Azadirachta indica)
Menurut Sukrasno (2003) bahwa mimba merupakan tanaman asli dari India.
Mimba juga tersebar di hutan-hutan di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara,
termasuk Sri Lanka, Malaysia, Pakistan, Thailand dan Indonesia. Wilayah
penyebaran mimba lainnya adalah di Mauritius, Karibia, Fiji serta negara lain di
Amerika. Pohon ini disebarkan banyak oleh para pekerja dari India dengan cara
menanam bijinya. Hal ini erat kaitannya dengan kultur masyarakat India yang banyak
memanfaatkan tumbuhan mimba dalam segi pengobatan sehingga disebut dengan
“The village pharmacy” (Biu, 2009).
Pohon mimba hampir sama dengan pohon mindi (Melia azedarach), terutama
ketika masih berupa bibit. Tidak heran jika masyarakat sering mengalami kesulitan
untuk membedakan antara tanaman mimba dengan tanaman mindi (Melia azedarach).
Berdasarkan ilmu taksonomi tumbuhan, mimba berbeda dengan mindi dari tingkat
marga. Adapun klasifikasi mimba menurut Sukrasno (2003) adalah sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Divisio: Spermatophyta
Subdivisio: Angiospermae
Classis: Dicotyledonae
Ordo: Rutales
Familia: Meliaceae
Genus: Azadirachta
Spesies: Azadirachta indica A. juss

Gambar 2. Daun dan buah Mimba (Azadirachta indica)


Menurut Biu, et all (2009) menyatakan bahwa daun mimba diketahui
mengandung senyawa golongan flavonoid, tannin, saponin, terpenoid, alkaloid, asam
lemak, steroid dan triterpenoid. Suirta (2007) menambahkan bahwa ekstrak etanol
dari biji mimba ini dilaporkan mengandung asam palmitat, asam stearat, asam oleat,
etil oleat, asam oktadekanoat, etil ester oktadekanoat dan ester dioktil heksadioat.
Daun mimba juga mengandung serat, β-sitosterol, terpenoid, tanin dan flavonoid. Zat
adiktif dalam flavonoid yang terkandung paling banyak pada daun mimba adalah
quercetin dan quercitrin.
III. METODE

Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini menggunakan metode deskriptif
yang dianalisis berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Metode dalam
Karya Tulis ini juga mengadopsi pengumpulan literatur berdasarkan study kasus hasil
penelitian yang kemudian berpotensi untuk dikembangkan dalam kegiatan
penyuluhan perikanan. Penyuluhan perikanan ini digunakan sebagai upaya untuk
mendampingi pembudidaya ikan bandeng terkait masalah teknis yang dihadapi saat
proses budidaya berlangsung salah satunya pengendalian hama penyakit ikan
bandeng yaitu geosmin.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Potensi Pemanfaatan Bioaquose Filter E-Maracha: Teknik Pengendalian


Prevalensi Infeksi Racun Green Algae (BGA) Pemicu Bau Geosmin Pada
Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos)
Akumulasi bau lumpur atau bau ganggang atau geosmin pada budidaya ikan
umumnya terjadi akibat bloomingnya alga hijau di tambak budidaya. pemicu awal
adalah ketika masa budidaya mencapai masa diatas 4 bulan, saat ikan memasuki masa
tinggi pemberian pakan, otomatis sampah fosfat yang dihasilkan juga tinggi.
Akibatnya terjadi ketidakseimbangan kandungan N dan P sebagai sumber nutrisi
utama dari plankton. Akibat selanjutnya adalah terjadilah perubahan dominasi
plankton. da kontribusi kualitas air yang menyebabkan bau lumpur tersebut yang
dipicu oleh adanya dominasi plankton tertentu. Umumnya dominasi plankton tersebut
adalah jenis green algae yang akan dominan tumbuh pada kondisi N/P ratio kurang
dari 15. Keadaan perubahan dominasi plankton bisa terjadi secara musiman. Jika kita
cermati, peluang munculnya bau tanah akan sering ditemukan ketika musim kemarau,
dimana akibat dari tingginya intensitas fotosintesa dan menurunnya N/P ratio akibat
dari berkurangnya intensitas penggantian air. Tentunya dengan kondisi musim yang
berbeda diperlukan pula pendekatan yang berbeda. Jika sudah terjadi perubahan
dominasi kearah dominan BGA, sebenarnya tidak hanya permasalahan bau lumpur
yang akan muncul, masalah lain yang akan menyusul antara lain terjadi perubahan
dominasi bakteri positif dan fluktuasi suhu yang lebih lebar. Tejadinya perubahan 2
variabel tersebut, pada ikan akan berdampak menurunnya kemampuan cerna dan
kekebalan tubuh.
Selama masa budidaya penganan bau geosmin yang terakumulasi dalam daging
ikan bandeng dilakukan dengan perlakuan pergantian air yang intensif. Upaya ini
dilakukan untuk mengurangi kepadatan mikroalga penyebab bau geosmin. Strategi
penanganan bau lumpur perlu dilakukan secara komprehensif melalui pakan dan
melalui manipulasi kualitas air, sehingga membutuhkan inovasi perlakuan melalui
pemberian disinfektan berupa pestisida nabati untuk menekan pertumbuhan alga hijau
yang memicu geosmin pada budidaya bandeng. Salah satu kandidat disinfektan
berupa pestisida nabati yang dapat dikembangkan untuk menekan pertumbuhan alga
hijau pemicu geosmin adalah tumbuhan mimba dan mangrove api-api. Hal ini selaras
dengan yang dicanangkan pemerintah.
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari
tumbuhan (daun, buah, biji atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik,
antifertilitas (pemandul), pembunuh OPT dan bentuk lainnya. Pestisida nabati bersifat
mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan
relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. Salah
satu tanaman pestisida nabati yang bisa dimanfaatkan adalah tanaman mimba.
Tanaman mimba (Azadirachta indica A.Juss) tergolong dalam Famili Meliaceae
dengan tinggi pohon sampai 20 meter daunnya majemuk berbentuk lonjong bergigi
dan tumbuh didaerah tropis dan sub tropis. Daun sangat pahit dan bijinya
mengeluarkan bau seperti bawang putih. Untuk buah berbentuk elips, berdaging tebal,
panjang 1,2 – 2 cm, hijau/kuning ketika masak, dengan lapisan tipis kutikula yang
keras dan daging buah berair. Biji mimba memiliki kandungan bahan aktif pestisida
lebih banyak dibandingkan dengan daunnya (Wiwin, 2008 dalam Wowiling, 2013).
Tanaman mimba (Azadirachta indica Juss.) merupakan pohon yang tinggi
batangnya dapat mencapai 20 m. Tanaman mimba mengandung senyawa bioaktif
baik pada bagian batang, daun maupun bijinya. Menurut (Asif 2012). Hampir semua
bagian dari pohon mimba mempunyai khasiat obat .Daun mimba mengandung
senyawa-senyawa bioaktif diantaranya adalah sitosterol, hyperoside, nimbolide,
quercetin, quercitrin, rutin, azadirachtin, dan nimbine (Asif, 2012). Ekstrak daun
mimba mempunyai aktifitas sebagai antioksidan (Balaji and Cheralathan 2015).
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menunda atau memperlambat kecepatan
oksidasi bahanbahan yang terokidasi (Nawar, 1996) Antioksidan dapat menghambat
oksidasi lipid melalaui pengikatan oksigen secara kompetitif, menghambat tahap
inisiasi, memblokir tahap propagasi dengan cara merusak atau mengikat radikal
bebas, menghambat catalis atau menstabilkan hidrogenperoxide (Saeed et al., 1999).
Selain bersifat antioksidan daun mimba juga bersifat anti bakteri. Menurut (Susmitha
et al. 2013) mimba mengandung senyawa bioaktif alkaloid, steroid, flavonoid saponin
dan tannin. Senyawa-senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri
salmonella dan E. coli. Senyawa bioaktif tersebut terdapat dalam jaringan sehingga
perlu dilakukan ekstrasi untuk mendapatkan senyawa bioaktifnya. Metode maserasi
dapat digunakan untuk mengekstrak senyawa bioaktif yang ada pada daun mimba.
Ekstraksi menggunakan maserasi mempunyai kelebihan yaitu mudah dan murah.
Keberhasilan metode ekstraksi menggunakan maserasi ditentukan oleh jenis pelarut,
kosentrasi pelarut serta waktu maserasi. Sehinggas perlu dilakukan perlakuan
pendahuluan untuk mengetahui kondisi optimum dalam mengesktrak senyawa
bioaktif tersebut.
Daun mimba mengandung senyawa-senyawa diantaranya adalah β-sitosterol,
hyperoside, nimbolide, quercetin, quercitrin, rutin, azadirachtin, dan nimbine.
Beberapa diantaranya diungkapkan memiliki aktivitas antikanker. Daun mimba
mengandung nimbin, nimbine, 6-desacetylbimbine, nimbolide dan quercetin (Paul,
2011). Hasil analisa fitokima penelitian Supriyanto et al., (2017) secara kualitatif
menunjukkan semua ekstrak daun mimba positip mengandungh tannin, saponin,
flavonoid dan terpenoid. Hasil uji fitokimia ekstrak daun mimba dapat dilihat pada
Tabel 1.
Selain mimba, kandidat yang dapat difortifikasikan pada disinfektan geosmin
adalah mangrove Avicennia. Menurut Wulandari et al., 2022 menyatakan tumbuhan
daun mangrove api-api A. marina mempunyai aktivitas antioksidan dengan nilai IC50
pada ekstrak metanol yaitu 69,07 ppm yang berarti ‘kuat’, dan pada ekstrak n-heksan
275,18 ppm, serta residu 235,35 ppm yang berarti ‘lemah’. Mangrove Avicennia sp.
merupakan spesies mangrove yang penting (Mahera et al., 2011), karena kulit, daun
dan buat telah digunakan sebagai obat tradisional untuk penyembuhan penyakit kulit
(Fauvel et al., 1993), reumatik, cacar, bisul dan pakan ternak (Oktavianus, 2013 dan
Fauvel et al., 1995). Selain itu, mangrove Avicennia merupakan sumber dari alkohol,
asam amino, karbohidrat, asam lemak, hidrokarbon, garam inorganic, mineral,
fitoaleksin, asam karboksilat, steroid, tanin, triterpen dan vitamin, iridoid glukosida
(Ananthavalli & Karpagam, 2017, Mangrio et al., 2016, Edeoga et al., 2005,
Bandaranayake, 2002, dan Fauvel et al., 1995). Haque et al., (2006) dan Bell &
Duewell (1961) melaporkan bahwa mangrove Avicennia mengandung triterpenoid
(asam betulik 0,3%, taraxerol 0,06% dan taraxeron 0,05%), dan senyawa hidrokarbon
lainnya telah diisolasi dari berbagai bagian Avicennia. Kedua ekstrak tumbuhan ini
dapat digabungkan dan dimanfaatkan menjadi produk disinfektan anti geosmin pada
ikan bandeng.
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangga hama dan
penyakit melalui cara kerja yang unik. Kemampuan ini dapat dimanupulasi untuk
disertifikasikan ke dalam disinfektan Bioaquose Filter E-Maracha melalui perpaduan
berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja disinfektan Bioaquose Filter E-Maracha
menggunakan ekstrak mimba sama dengan kerja pestisida nabati yaitu:
1) Merusak perkembangan green algae (BGA)
2) Mengurangi kemampuan green algae (BGA) dalam menyerap nutrisi
3) Menjaga kestabilan air dalam menekan parasite lainnya seperti bakteri
patogen
Disinfektan Bioaquose Filter E-Maracha mempunyai beberapa keunggulan dan
kelemahan. Keunggulan disinfektan Bioaquose Filter E-Maracha:
1. Murah dan mudah dibuat oleh pembudidaya ikan bandeng
2. Relatif aman terhadap lingkungan
3. Tidak menyebabkan keracunan ikan bandeng
4. Merusak sistem kekebalan terhadap green algae (BGA) penyebab geosmin
5. Kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain
Sementara kelemahannya yaitu:
1. Daya kerjanya relatif lambat
2. Tidak membunuh jasad sasaran secara langsung
3. Kurang praktis
4. Tidak tahan disimpan
5. Perlu kajian empiris agar ekstrak dari kedua bahan bisa menjadi produk
komersil.
4.2. Penyuluhan Budidaya Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Benar Sebagai
Upaya Penanggulangan Penyakit Geosmin di Kecamatan Blega
Budidaya bandeng di Indonesia telah dikenal sejak 500 tahun yang lalu. Usaha
ini berkembang pesat hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan memanfaatkan
perairan payau atau pasang surut (Mansyur dan Tonnek, 2003).Ikan bandeng
memiliki keunggulan diantaranya : 1) Teknologi budidaya dan pembenihannya telah
dikuasai dan berkembang di masyarakat; 2) Persyaratan hidupnya tidak memerlukan
kriteria kelayakan yang tinggi karena toleran terhadap perubahan mutu lingkungan; 3)
Ikan yang paling banyak diproduksi dan dikonsumsi di Indonesia dalam bentuk segar
dan olahan; dan 4) Sumber protein yang potensial bagi pemenuhan gizi serta
pendapatan masyarakat petambak dan nelayan. Sehingga ikan ini menjadi komoditas
ekonomi penting diantara spesies ikan budidaya lainnya (Ahmad dan Yakob, 1998.
Poernomo (2004) menerangkan bahwa penyuluhan merupakan jenis khusus
dari pendidikan problem solving yang berorientasi pada tindakan pengajaran sesuatu,
mendemonstrasikan, memotivasi, tetapi tidak melakukan pengaturan (regulating) dan
tidak melaksanakan program yang bersifat non creative. Tindakan mengajarkan
sesuatu artinya bisa dimaknai sebagai upaya memberikan pengetahuan kepada
masyarakat untuk melakukan hal-hal yang sifatnya masih asing dan baru. Dengan
begitu makna penyuluhan adalah proses untuk memberikan penerangan kepada
masyarakat tentang segala sesuatu yang belum diketahui dengan jelas untuk
dilaksanakan/diterapkan dalam rangka meningkatkan produksi dan
pendapatan/keuntungan yang dicapai melalui suatu kegiatan (Sayogo, 1998). Apa
yang dimaksud oleh Sayogo tersebut sejalan dengan konsep penyuluhan yang
dikemukakan oleh Samsudin (1977) yang menurutnya penyuluhan adalah sistem
pendidikan non formal tanpa paksaan yang menjadikan seseorang sadar dan yakin
bahwa sesuatu yang diajarkan akan membawa kearah perbaikan dari hal-hal yang
dikerjakan atau dilaksanakan sebelumnya.
Pada konteks penyuluhan, pengetahuan yang disampaikan adalah yang
berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan masih dalam
bingkai pemberian pengetahuan yang dalam istilah penyuluhan dipakai kata dominan
adalah pendidikan. Karena penyuluhan dapat dipersepsikan sebagai pendidikan non
formal, implementasinya bukan saja untuk bidang tertentu akan tetapi dapat
diterapkan pada aktifitas lainnya yang berkaitan dengan pemberian pengetahuan
kepada orang lain (Poernomo, 2004). Selanjutnya dikatakan bahwa jika dipahami
lebih jauh tentang pendidikan yang disyaratkan dalam pengertian penyuluhan, maka
pendidikan mempunyai posisi yang strategis bagi masyarakat untuk mendapatkan
pengetahuan, terutama dalam aktifitas belajar mengajar di luar sekolah, karena
melalui pendidikan masyarakat mempunyai pengalaman terutama dalam bidang
bagaimana meningkatkan kualitas hidup mereka seperti yang dikemukakan oleh
Sayoga (1998) bahwa dalam masyarakat barat telah dikembangkan falsafah “3t”
yakni: teach, truth, dan trust (pendidikan, kebenaran dan kepercayaan), artinya
penyuluhan merupakan kegiatan pendidikan untuk menyampaikan kebenaran yang
telah diyakini. Atau dengan kata lain, dalam penyuluhan diajarkan informasi yang
baru, yang telah teruji kebenarannya dan telah diyakini dapat memberikan manfaat
kepada masyarakat. Dengan demikian konsep-konsep pengertian tersebut
menujukkan bahwa penyuluhan dianggap sebagai suatu proses memberikan
pengetahuan kepada masyarakat.
Secara umum penyuluhan Budidaya Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Benar
Sebagai Upaya Penanggulangan Penyakit Geosmin di Kecamatan Blega dilakukan
dengan 3 aspek:
1. Melakukan dempon (demostrasi dan percontohan). Metode dempon yaitu
contoh usaha dan sebagai bahan pembanding dengan para petani tambak ikan
bandeng di desa Kalisapu kecamatan Gunungjati dengan tujuan untuk
meningkatan pengatahuan dan keterampilan budidaya sumberdaya manusia,
dalam hal ini adalah pembudidaya ikan bandeng, maka permintaan pasar dapat
terpenuhi. Sehingga dengan fakta yang ada dari kegiatan dempon tersebut, para
petani tambak dapat mengadopsi teknologi yang lebih baik.
2. Melakukan kunjungan rumah atau kunjungan lahan usaha. Metoda
kunjungan rumah atau kunjungan lahan usaha dapat dikategorikan dapat tercapai,
artinya inovasi, informasi dan teknologi yang akan disampaikan kepada
pembudidaya dikemas sedemikian rupa secara langsung dan tatap muka.
Penerapan teknologi yang telah diprogramkan yaitu peningkatan produksi,
rehabiltasi lingkungan dan penguatan modal dapat diketahui oleh pembudidaya
dapat diserap, walaupun tingkat pencapaian tujuan terakhir yaitu tergantung
individu sesuai dengan keterampilan mencerna informasi.
3. Melakukan pembinaan dan memberikan fasilitas konsultasi bagi anggota
binaan. Kegiatan yang dilaksanakan secara terencana kepada penanggung jawab
usaha dalam rangka memberikan desiminasi penyuluhan budidaya ikan bandeng
yang sesuai standart. Pembinaan juga dilakukan dengan memberikan fasilitas
konsultasi bagi pembudidaya ikan bandeng dalam penggunaan pakan, teknik
pengaturan air tambak, dan kegiatan yang bersifat administratif dll.
4. Melakukan monitoring kegiatan budidaya ikan bandeng. Monitoring adalah
pemantauan yang dapat dijelaskan sebagai kesadaran tentang apa yang ingin
diketahui, pemantauan berkadar tingkat tinggi dilakukan agar dapat membuat
pengukuran melalui waktu yang menunjukkan pergerakan ke arah tujuan.
Monitoring dalam aktivitas budidaya ikan bandeng dapat berupa kegiatan sidak
lapang dan komunikasi dalam platform komunikasi dalam mulai dari awal proses
budidaya hingga panen berlangsung.

V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Penyuluhan Bioaquose Filter E-Maracha: Teknik Pengendalian Prevalensi
Infeksi Racun Green Algae (BGA) Pemicu Bau Geosmin Pada Budidaya Ikan
Bandeng (Chanos chanos) berpotensi direalisasikan kegiatan penyuluhan
karena Secara keseluruhan ekstrak mangrove Avicennia khususnya Avicennia
marina dan mimba (Azadirachta indica A.Juss) berpotensi besar untuk
dikembangkan sebagai agen penegendali pertumbuhan beberapa jenis green
algae (BGA) yang memicu bau geosmin pada ikan bandeng. Alasan konstruktif
pemilihan ekstrak mangrove Avicennia marina dan mimba Azadirachta indica
A.Juss karena kedua tanaman ini memiliki kandungan senyawa metabolit
sekunder yang banyak dan mampu menekan pertumbuhan bakteri, sehingga
diduga mampu menekan pertumbuhan beberapa jenis green algae (BGA).
2. Secara umum penyuluhan Budidaya Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Benar
Sebagai Upaya Penanggulangan Penyakit Geosmin di Kecamatan Blega
dilakukan dengan 3 aspek yaitu Melakukan dempon (demostrasi dan
percontohan), Melakukan kunjungan rumah atau kunjungan lahan usaha,
Melakukan pembinaan dan memberikan fasilitas konsultasi bagi anggota
binaan, dan Melakukan monitoring kegiatan budidaya ikan bandeng.

5.2 Saran
Perlu dilakukan kolaborasi dengan akademisi untuk meneliti secara empiris dari
potensi Bioaquose Filter E-Maracha: Teknik Pengendalian Prevalensi Infeksi Racun
Green Algae (BGA) Pemicu Bau Geosmin Pada Budidaya Ikan Bandeng (Chanos
chanos). Hasil penelitian ini bisa dikembangkan untuk dijadikan teknologi sederhana
agar diaplikasikan pembudidaya bandeng (Chanos chanos) di kecamatan Blega.
DAFTAR PUSTAKA
Ananthavalli, M., & Karpagam, S. (2017). Antibacterial activityand
phytochemical content of Avicennia marinacollected from polluted and
unpolluted site. Journal of Medicinal Plants Studies, 5(3), 47–49.
Danata, R. H.,& Yamindago, A. (2014). Analisis Aktivitas Antibakteri
EKstrak Daun Mangrove Avicennia marina Dari Kabupaten Trenggalek dan
Kabupaten Pasuruan Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Vibrio alginolyticus. Jurnal Kelautan, 7(1), 12–19.
Ditjenbun, 1994. Pedoman Pengenalan Pestisida Botani. Direktorat Bina
Perlindungan Tanaman Perkebunan. Ditjenbun. Departemen Pertanian. Jakarta.
Hafiluddin & Triajie, H. (2011). Penambahan khitosan pada ikan bandeng (Chanos
chanos) sebagai penurun cita rasa lumpur (Geosmin). Universitas Trunojoyo
Madura. Bangkalan.
Ibrahim & Dewi (2008). Pendinginan ikan bandeng (Chanos chanos) dengan es air
laut es serpihan (sea water flake ice) dan analisis mutunya. Skripsi. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Johannes, E., Suhadiyah, S., & Latunra, A. I. (2017). Bioaktivitas Ekstrak
Daun Avicenia marinaTerhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus. Jurnal Ilmu Alam Dan Lingkungan, 8(15), 38–41.
Latief, M., Nazarudin, & Nelson. (2015). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Dan Buah Prepat (Sonneratia alba) Asal Tanjung Jabung Timur Propinsi
Jambi. In SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas
Tanjungpura, Pontianak(pp. 171–179).
Marcellina, C., Noorhamdani, & Kusuma, T. S. (2008). Perbedaan kadar protein ikan
bandeng (Chanos chanos) dengan pengolahan bertekanan tinggi dan
pengasapan. Universitas Brawijaya. Malang.
Mangrio, A. ., Rafiq, M., Naqvi, S. H. ., Junejo, S. ., Mangrio, S. ., & Rind, N. .
(2016). Evaluation of Phytochemical Constituents and
Antibacterial Potential of Avicennia marina and Rhizopora mucronatafrom
Indus Delta of Pakistan. Pakistan Journal of Biotecnology, 13(4), 259–265.
Nurjanah, N., Jacoeb, A. M., Hidayat, T., & Shylina, A. (2015). Bioactive
Compounds and Antioxidant Activity of Lindur Stem Bark (Bruguiera
gymnorrhiza). International Journal of Plant Research, 1(5), 182–189.
Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati. Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit
Kanisius.
Sabiladiyni, H. A., Bahry, M. S., Feska, S., P, R. D., & Trianto, A. (2016). EKstrak
Daun Mengrove (Avicennia marina) Sebagai Bahan Antibakteri
Untuk Penanggulangan Bakteri Pathogen Pada Budidaya Udang Windu
(Penaeus monodon). In Seminal Nasional Tahunan ke-V Hasil-Hasil
Penelitian Perikanan dan Kelautan(pp. 245–249).
Tariq, M., Lopez, M., Gore, M., & K, A. (2015). Antibacterial and Synergistic
Activity of Mangrove (Avicennia marina) Extracts on ESBL and
MBL Producing Uropathogens. Journal of Global Biosciences, 4(7),
2730–2737.
Ulmursida, A., Ambariyanto, A., & Trianto, A. (2017). Antibacterial Activity of
Mangrove Avicennia marinaLeaves Extract Against Virgibacillus
marismortuiand Micrococcus luteusBacteria. Aquaculture, Aquarium,
Conservation & Legislation (AACL) Bioflux, 10(2), 372–380.
Wowiling J, 2013. Pestisida Nabati Mimba (Azadirachta indica A.Juss) dalam
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Disampaikan pada
Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program
Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara.

Anda mungkin juga menyukai