Disusun Oleh:
Nihrawi S.Kel
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan bandeng nomor satu di
dunia, produksi ikan bandeng mengalami kenaikan dari tahun ke tahun di tengah
menurunnya produksi ikan dari negara-negara maju. Jumlah ikan bandeng yang
diproduksi secara nasional pada tahun 2010 mencapai angka sebesar 483.948 ton
(Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011). Bandeng (Chanos chanos, Forskal)
merupakan salah satu komoditas yang strategis untuk memenuhi kebutuhan protein
yang relatif murah dan digemari oleh konsumen di Indonesia. Murachman (1987)
mengemukakan bahwa bandeng diekspor dalam bentuk bandeng umpan dan
konsumsi. Bandeng sebagai bahan pangan, merupakan sumber zat gizi yang penting
bagi proses kelangsungan hidup manusia. Zat gizi utama pada ikan antara lain
protein, lemak, vitamin dan mineral tetapi zat gizi ini tidakakan bernilai tinggi dan
turun mutunya apabila tidak ditangani dengan baik setelah penangkapan atau
pemanenan.
Bau lumpur pada ikan umumnya pada ikan tawar, namun bau lumpur ini juga
dapat menginnfeksi ikan air payau jika tidak dikontrol secara tepat saat proses
budidaya ikan berlangsung. Bau lumpur atau dikenal bau gang-gang bagi masyarakat
umum senyawa kimia yaitu 2-Methylisoborneol dan Geosmin. Kedua senyawa ini
dihasilkan oleh mikroorganisme khususnya golongan alga biru dan hijau, fungi dan
bakteria. Geosmin merupakan hasil metabolit samping berasal dari senyawa yang
larut dalam minyak atau lemak. Senyawa ini diserap oleh insang kemudian disimpan
dalam jaringan lemak, sehingga jika terakumulasi dalam kadar tinggi akan
menyebabkan bau lumpur pada beberapa jenis ikan misalnya ikan bandeng (Chanos
chanos).
Jenis makroalga yang menjadi salah satu penyebab bau lumpur pada daging
ikan bandeng (Chanos chanos) adalah adanya racun yang diproduksi oleh Blue Green
Algae (BGA) yang dinamakan geosmin. Para peneliti menyatakan bahwa bau lumpur
pada daging ikan berasal dari kelimpahan fitoplankton alga hijau-biru dari Genus
Mycrocystis, Anabaena, dan Oscilatoria yang menghasilkan senyawa geosmin.
Senyawa geosmin inilah yang memberi rasa lumpur pada daging ikan bandeng
(Chanos chanos). Seiring dengan perkembangan tersebut, masalah bau lumpur
menjadi salah satu kendala yang perlu mendapat perhatian. Adanya standar “Zero
muddy smell” adalah persyaratan mutlak bagi pasar untuk menerima dengan kualitas
premium bagi kualitas ikan budidaya misalnya ikan bandeng (Chanos chanos).
Uji coba pengendalian bau geosmin pada ikan bandeng telah banyak dilakukan.
Beberapa penelitian tentang pengendalian prevalensi geosmin pada ikan bandeng
(Chanos chanos) diantaranya: Penambahan khitosan pada pakan ikan bandeng
(Chanos chanos) sebagai penurun cita rasa lumpur (Geosmine) (Hafiluddin dan
Triajie, 2011). Pendinginan ikan bandeng (Chanos chanos) dengan es air laut es
serpihan (sea water flake ice) dan analisis mutunya (Ibrahim dan Dewi, 2008).
Perbedaan kadar protein ikan bandeng (Chanos chanos) dengan pengolahan
bertekanan tinggi dan pengasapan (Marcellina et al., 2008). Beberapa hasil dari
penelitian tersebut bisa ditarik benang merah untuk menciptakan inovasi baru dalam
mengendalikan prevalensi infeksi racun green algae (bga) pemicu bau geosmin pada
budidaya ikan bandeng (Chanos chanos) khususnya di Kecamatan Blega
menggunakan Bioaquose Filter E-Maracha.
Kecamatan Blega adalah Kecamatan yang terletak di wilayah Kabupaten
Bangkalan, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Blega merupakan kecamatan yang
paling banyak memproduksi ikan bandeng (Chanos chanos), sehingga ditetapkan
sebagai Kampung Bandeng (Chanos chanos) yaitu Desa Panjalinan dan Desa Blega.
Tingginya produksi ikan bandeng (Chanos chanos) melalui kegiatan budidaya air
payau di 2 desa ini diduga dapat memicu timbulkan geosmin pada bandeng (Chanos
chanos) yang dibudidayakan. Kenyataannya, tingginya aktivitas budidaya ikan
bandeng (Chanos chanos) di sekitar desa tersebut belum ada indikasi infeksi
geosmin, namun perlu di lakukan antisipasi sejak dini upaya penanggulangan
prevelensi geosmin agar tetap menjaga mutu dan kualitas ikan bandeng di lokasi
tersebut. Pentingnya upaya penanggulangan prevalensi infeksi racun green algae
(BGA) pemicu bau geosmin pada budidaya ikan bandeng (Chanos chanos) di
Kecamatan Blega menggunakan Bioaquose Filter E-Maracha inilah yang
melatarbelakangi penyusunan karya tulis ini.
2. Tujuan
Adapun tujuan dari karya tulis ini adalah:
1. Memberikan uraian terstruktur tentang potensi pemanfaatan bioaquose filter
e-maracha: teknik pengendalian prevalensi infeksi racun green algae (BGA)
pemicu bau geosmin pada budidaya ikan bandeng (Chanos chanos) di
Kecamatan Blega.
2. Mendeskripsikan pentingnya melakukan kegiatan penyuluhan budidaya ikan
bandeng (Chanos chanos) benar sebagai upaya penanggulangan penyakit
salah satunya bebas geosmin di Kecamatan Blega.
3. Manfaat
Adapun manfaat dari karya tulis ini adalah pembaca dapat:
1. Mengetahui uraian terstruktur tentang potensi pemanfaatan bioaquose filter e-
maracha: teknik pengendalian prevalensi infeksi racun green algae (BGA)
pemicu bau geosmin pada budidaya ikan bandeng (Chanos chanos) di
Kecamatan Blega.
2. Mengetahui informasi pentingnya melakukan kegiatan penyuluhan budidaya
ikan bandeng (Chanos chanos) benar sebagai upaya penanggulangan penyakit
salah satunya bebas geosmin di Kecamatan Blega.
2.2 Geosmin
Lovell dan Sackey dalam Boyd (1990) telah membuktikannya dengan
membudii dayakan alga hijau biru penghasil geosmin yakni Syn~loca inuscorum dan
Oscillatoria teitnuis di laboratorium, kemudian meletakkan ikan lele kedalamnya.
Dalam waktu dua hari, ikan tersebut memiliki bau yang sama dengan bau alga dan
dalam waktu 10 hari, intensitas citarasa lumpur mencapai tingkat \ tinggi. 1 Geosmin
(trans- 1, 10-dimethyl - trans-9- decalol) merupakan senyawa metabolit yang berbau
tanah, disintesa oleh Actinornycetes 1 dan Alga hijau biru (Gerber dan Lecevle -
dalam Lelana, 1987).
Yurkowski dan Tabachek (1974) mengidentifikasikan 10 alga hijau biru yang
memproduksi geosmin yang diperoleh dari danau yang mempunyai citarasa lumpur
yaitu: 7 Oscillatoria spp., 2 Lyngbia spp., dan 1 Syntloca spp. Satu dari Lyngbia spp.
menghasilkan 2-methylisoborneol (MIB) yang juga berbau tanah. Penelitian yang
dilakukan oleh Siringoringo (1997) menunjukkan bahwa pada kolam yang
menghasilkan ikan bandeng bercitarasa lumpur terdapat genus Oscillatoria.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan citarasa luxnpur
pada ikan yaitu dengan tidak memberi makan selama periode waktu tertentu sebelum
ikan tersebut diolah. Lovell dan Sackey dalam Boyd (1990) melaporkan bahwa ikan
lele yang diletakkan pada aquarium yang ditumbuhi alga, selama 14 hari, setelah
dipindahkan pada air yang mengalir yang tidak terdapat penyebab citarasa lumpur
selama 10 hari, maka daging ikan tersebut akan kehilangan citarasa lumpur.
Bau lumpur pada ikan tilapia hilang setelah selama 7-14 hari ikan tersebut
diletakkan pada air yang bersih sebelum diolah (Warta Akuakultur, 1994). Ploeg dan
Boyd (1991) melaporkan geosmin terdapat pada air yang ditumbuhi spesies anabaena
dan trichoma rata-rata 4.7 pg/l pada periode April - September. Setelah anabaena mati
maka geosmin pada air tersebut hilnng setelah 7 hari.
Metode yang digunakan dalam karya ilmiah ini menggunakan metode deskriptif
yang dianalisis berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Metode dalam
Karya Tulis ini juga mengadopsi pengumpulan literatur berdasarkan study kasus hasil
penelitian yang kemudian berpotensi untuk dikembangkan dalam kegiatan
penyuluhan perikanan. Penyuluhan perikanan ini digunakan sebagai upaya untuk
mendampingi pembudidaya ikan bandeng terkait masalah teknis yang dihadapi saat
proses budidaya berlangsung salah satunya pengendalian hama penyakit ikan
bandeng yaitu geosmin.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Penyuluhan Bioaquose Filter E-Maracha: Teknik Pengendalian Prevalensi
Infeksi Racun Green Algae (BGA) Pemicu Bau Geosmin Pada Budidaya Ikan
Bandeng (Chanos chanos) berpotensi direalisasikan kegiatan penyuluhan
karena Secara keseluruhan ekstrak mangrove Avicennia khususnya Avicennia
marina dan mimba (Azadirachta indica A.Juss) berpotensi besar untuk
dikembangkan sebagai agen penegendali pertumbuhan beberapa jenis green
algae (BGA) yang memicu bau geosmin pada ikan bandeng. Alasan konstruktif
pemilihan ekstrak mangrove Avicennia marina dan mimba Azadirachta indica
A.Juss karena kedua tanaman ini memiliki kandungan senyawa metabolit
sekunder yang banyak dan mampu menekan pertumbuhan bakteri, sehingga
diduga mampu menekan pertumbuhan beberapa jenis green algae (BGA).
2. Secara umum penyuluhan Budidaya Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Benar
Sebagai Upaya Penanggulangan Penyakit Geosmin di Kecamatan Blega
dilakukan dengan 3 aspek yaitu Melakukan dempon (demostrasi dan
percontohan), Melakukan kunjungan rumah atau kunjungan lahan usaha,
Melakukan pembinaan dan memberikan fasilitas konsultasi bagi anggota
binaan, dan Melakukan monitoring kegiatan budidaya ikan bandeng.
5.2 Saran
Perlu dilakukan kolaborasi dengan akademisi untuk meneliti secara empiris dari
potensi Bioaquose Filter E-Maracha: Teknik Pengendalian Prevalensi Infeksi Racun
Green Algae (BGA) Pemicu Bau Geosmin Pada Budidaya Ikan Bandeng (Chanos
chanos). Hasil penelitian ini bisa dikembangkan untuk dijadikan teknologi sederhana
agar diaplikasikan pembudidaya bandeng (Chanos chanos) di kecamatan Blega.
DAFTAR PUSTAKA
Ananthavalli, M., & Karpagam, S. (2017). Antibacterial activityand
phytochemical content of Avicennia marinacollected from polluted and
unpolluted site. Journal of Medicinal Plants Studies, 5(3), 47–49.
Danata, R. H.,& Yamindago, A. (2014). Analisis Aktivitas Antibakteri
EKstrak Daun Mangrove Avicennia marina Dari Kabupaten Trenggalek dan
Kabupaten Pasuruan Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan
Vibrio alginolyticus. Jurnal Kelautan, 7(1), 12–19.
Ditjenbun, 1994. Pedoman Pengenalan Pestisida Botani. Direktorat Bina
Perlindungan Tanaman Perkebunan. Ditjenbun. Departemen Pertanian. Jakarta.
Hafiluddin & Triajie, H. (2011). Penambahan khitosan pada ikan bandeng (Chanos
chanos) sebagai penurun cita rasa lumpur (Geosmin). Universitas Trunojoyo
Madura. Bangkalan.
Ibrahim & Dewi (2008). Pendinginan ikan bandeng (Chanos chanos) dengan es air
laut es serpihan (sea water flake ice) dan analisis mutunya. Skripsi. Universitas
Diponegoro. Semarang.
Johannes, E., Suhadiyah, S., & Latunra, A. I. (2017). Bioaktivitas Ekstrak
Daun Avicenia marinaTerhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus. Jurnal Ilmu Alam Dan Lingkungan, 8(15), 38–41.
Latief, M., Nazarudin, & Nelson. (2015). Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Dan Buah Prepat (Sonneratia alba) Asal Tanjung Jabung Timur Propinsi
Jambi. In SEMIRATA 2015 bidang MIPA BKS-PTN Barat Universitas
Tanjungpura, Pontianak(pp. 171–179).
Marcellina, C., Noorhamdani, & Kusuma, T. S. (2008). Perbedaan kadar protein ikan
bandeng (Chanos chanos) dengan pengolahan bertekanan tinggi dan
pengasapan. Universitas Brawijaya. Malang.
Mangrio, A. ., Rafiq, M., Naqvi, S. H. ., Junejo, S. ., Mangrio, S. ., & Rind, N. .
(2016). Evaluation of Phytochemical Constituents and
Antibacterial Potential of Avicennia marina and Rhizopora mucronatafrom
Indus Delta of Pakistan. Pakistan Journal of Biotecnology, 13(4), 259–265.
Nurjanah, N., Jacoeb, A. M., Hidayat, T., & Shylina, A. (2015). Bioactive
Compounds and Antioxidant Activity of Lindur Stem Bark (Bruguiera
gymnorrhiza). International Journal of Plant Research, 1(5), 182–189.
Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati. Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit
Kanisius.
Sabiladiyni, H. A., Bahry, M. S., Feska, S., P, R. D., & Trianto, A. (2016). EKstrak
Daun Mengrove (Avicennia marina) Sebagai Bahan Antibakteri
Untuk Penanggulangan Bakteri Pathogen Pada Budidaya Udang Windu
(Penaeus monodon). In Seminal Nasional Tahunan ke-V Hasil-Hasil
Penelitian Perikanan dan Kelautan(pp. 245–249).
Tariq, M., Lopez, M., Gore, M., & K, A. (2015). Antibacterial and Synergistic
Activity of Mangrove (Avicennia marina) Extracts on ESBL and
MBL Producing Uropathogens. Journal of Global Biosciences, 4(7),
2730–2737.
Ulmursida, A., Ambariyanto, A., & Trianto, A. (2017). Antibacterial Activity of
Mangrove Avicennia marinaLeaves Extract Against Virgibacillus
marismortuiand Micrococcus luteusBacteria. Aquaculture, Aquarium,
Conservation & Legislation (AACL) Bioflux, 10(2), 372–380.
Wowiling J, 2013. Pestisida Nabati Mimba (Azadirachta indica A.Juss) dalam
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Disampaikan pada
Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian, mendukung Program
Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara.