Anda di halaman 1dari 44

1K

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ikan patin termasuk salah satu jenis ikan budidaya yang memegang peran
penting dalam produksi perikanan budidaya yang mencapai nilai produksi pada
tahun 2009 sebesar 109.606 ton (KKP, 2011). Selain nilai produksi yang cukup
tinggi, ikan patin juga mempunyai kandungan gizi yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani. Kandungan protein pada filletpada patin cukup tinggi,
yaitu berkisar antara 12.94-17.52% (bb), sedangkan kandungan lemaknya berkisar
antara 0.89-1.23% (bb). Kandungan lemak filletpatin cukup rendah bila
dibandingkan produk ikan lainnya. Pada ikan patin kandungan lemak yang tinggi
berasal dari bagian perut (belly) yaitu 54.34% (bk) (Thammapat et al. 2010).Ikan
patin termasuk komoditas ikan yang banyak diminati dan produksinya di
Indonesia mengalami peningkatan secara signifi kan selama beberapa tahun
terakhir, yaitu pada tahun 2004 produksinya adalah sebesar 23.962 ton dan
meningkat menjadi 52.470 ton pada tahun 2008. Ikan Patin adalah salah satu ikan
air tawar yang sangat populer dikonsumsi di seluruh dunia (Thuy dkk., 2002).
Ikan patin mengandung komponen-komponen yang meliputi vitamin,
mineral dan asam lemak Omega 3, yang bermanfaat bagi kesehatan manusia
(Klemeyer et al., 2008). Ikan patin memiliki kandungan lemak yang tinggi dan
merupakan sumber asam lemak tidak jenuh yang sangat bagus, termasuk asam
lemak Omega-3 seperti asam eikosa pentaenoat (C20:5) dan asam dokosa
hekseanoat (C22:6) terdapat dalam minyak atau lemak ikan. Keutungan
mengkonsumsi asam lemak Omega-3 adalah adanya tendensi dapat menrunkan
kadar kelesterol dan lemak dalam darah sehingga tidak terjadi penimbunan pada
dinding pembuluh darah (Park, 2005).
Tahu adalah salah satu makanan yang paling favorit bagi orang Indonesia.
Merupakan makanan yang selalu hadir disetiap harinya baik itu merupakan lauk
pendamping nasi maupun sebagai camilan, baik itu tanpa olahan maupun dengan
dimodifikasi menjadi bentuk panganan lainnya yang berbasis tahu.Disadari
ataupun tidak sebagai hasil olahan kacang kedelai, tahu merupakan makanan
2

andalan untuk perbaikan gizi karena tahu mempunyai mutu protein nabati terbaik
karena mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan diyakini memiliki
daya cerna yang tinggi sebesar 85%- 98%.Kandungan gizi dalam tahu, memang
masih kalah dibandingkan lauk pauk hewani, seperti telur, daging dan
ikan.Namun, dengan harga yang lebih murah, masyarakat cenderung lebih
memilih mengkonsumsi tahu sebagai bahan makanan pengganti protein hewani
untuk memenuhi kebutuhan gizi. Tahu diproduksi (dibuat) dengan
memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila bereaksi dengan asam
(cuka). Penggumpalan protein oleh asam cuka akan berlangsung secara cepat dan
serentak pada cairan sari kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula
tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap didalamnya. Pengeluaran air yang
terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin
besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air dapat dikeluarkan dari
gumpalan protein. Gumpalan protein itulah yang kemudian disebut sebagai tahu
(Widaningrum, 2015). Disamping bahan baku, faktor lain yang memepengaruhi
mutu tahu adalah penggunaan bahan penggumpal (coagulant). Bahan
penggumpalan yang sering digunakan oleh para pengarajin tahu antara lain
kalsium sulfat (batu tahu), larutan asam cuka, dan whey tahu, sedangkan bahan
penggumpalan alami yang berasal dari ekstrak buah nanas masih jarang
digunakan dalam pembuatan tahu (Mustafikdkk, 2005).
Menurut Hou et al. (1999), kelemahan tahu yang dibuat dengan
penggumpal asam adalah mempunyai rasa lebih asam, pori-pori besar dan kasar,
serta tekstur kurang kompak. Penggumpalan protein dalam air susu akan lebih
lambat jika digunakan bahan pengumpalan larutan asam, sehingga rendaman tahu
yang dihasilkan menjadi rendah. Sebaliknya, tahu yang dibuat dari penggumpal
alami ekstrak buah nenas di samping lebih ekonomis dan aman dari segi
kesehatan, diharapkan juga mempunyai rasa tidak asam, pori-pori lebih kecil.
Hal ini karena ekstrak buah nanas muda, terutama daging buahnya, banyak
mengandung enzim bromelin (Moore and Caygill, 1999). Enzim tersebut bersifat
proteolisis yangmempunyai kemampuan tinggi untuk menggumpalkan protein
dalam susu (Daulay, 1991; Yamamoto, 1995). Di samping itu, enzim bromelin
3

termasuk enzim yang tahan terhadap panas dan mempunyai aktivitas tinggi (Reed
1995). Ekstrak buah nanas dan pepaya muda dapat digunakan sebagai
penggumpal alami dalam pembuatan tahu dari susu layu (Mustaufik, 2003).
Buah nanas dapat digunakan sebagai penggumpal (acidulant) alami dalam
pembuatan tahu susu karena mengandung enzim protease yang menjadi
biokatalisator dalam pemecahan protein tahu susu. Hasil penelitian
Wahyuningsihdkk (2013), menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar ekstrak
nanas yang ditambahkan menghasilkan tahu susu dengan kandungan protein yang
paling tinggi.
Menurut Nugroho dan Hayati (2014), penggunaan ekstrak buah nanas
sebagai penggumpal alami terbukti dapat meningkatkan kandungan protein dalam
tahu susu sebesar 18,61% .Lama pemasakan juga berpengaruh terhadap kadar
protein yang terkandung di dalam tahu susu yang dibuat karena pemanasan akan
menyebabkan denaturasi protein.
Sehingga dengan kombinasi tahu dan ikan yang dicampurkan mampu
memberi warna baru sebagai alternatif sumber pendapatan keluarga karena
pembuatan tahu ikan relatif mudah dan memiliki gizi tambah menurut Suprapti
(2005).
4

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan ekstrak buah nanas (Ananas
comosus.L. Merr.), terhadap tekstur tahu ikan patin (Pangasius
hypophthalmus).
2. Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap tahu ikan
patin(Pangasius hypophthalmus).
3. Untuk mengetahui perlakuan terbaik pada tahu ikan patin (Pangasius
hypophthalmus).

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi tentang pengaruh penambahan ekstrak buah nanas
(Ananas comosus. L. Merr.)terhadap mutu tahu ikan patin (Pangasius
hypophthalmus).
2. Memberikan informasi dan sebagai bahan menambah wawasan ilmu
pengetahuan di bidang perikanan, khususnya teknologi hasil perikanan.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Ikan Patin
Ikan patin merupakan golongan ikan pemakan segala (Susanto dan Amr,
1996) menjelaskan, di alam makanan utama ikan patin berupa udang renik
(crustacea), insekta dan moluska. Sementara makanan pelengkap ikan patin
berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di perairan.
Ikan patin merupakan ikan konsumsi yang hidup di perairan tawar yang
memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik, tidak memiliki banyak duri, kecepatan
tumbuhnya relatif cepat, dapat diproduksi secara masal dan memiliki peluang
pengembangan skala industri (Susanto, 2009).
Secara taksonomi, klasifikasi ikan patin adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Klas : Pisces
Ordo : Siluriforiformes
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasiuse
Spesies :Pangasius hypophthalmus
Adapun gambar ikan patin (Pangasius hypophthalmus)dapat dilihat pada
Gambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1. Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)


6

2.2 Taksonomi dan Morfologi Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)


Ikan patin merupakan salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah
berhasil didomestikasi. Jenis-jenis ikan patin di Indonesia sangat banyak, antara
lain Pangasius djambal, Pangasius nasutus, Pangasius humeralis, Pangasius
micronemus, Pangasius lithostoma, Pangasius polyuranodon, Pangasius
niewenhuisii. Sedangkan Pangasius sutchi dan Pangasisus hypophtalmus yang
dikenal dengan jambal siam atau lele bangkok yang merupakan ikan introduksi
dari Thailand (Firman, 2015).
Pada permukaan punggung ada sirip lemak yang ukurannya sangat kecil
dan sirip ekornya membentuk cagak dengan bentuk simetris. Sirip duburnya agak
panjang dan mempunyai 30 – 33 jari-jari lunak, sirip perutnya terdapat 6 jari-jari
lunak. Sedangkan sirip dada terdapat sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi
senjata yang dikenal sebagai patil dan memiliki 12 – 13 jari-jari lunak (Susanto
dan Amri, 2008).
2.2.1Komposisi Daging Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
Daging ikan patin memiliki rasa yang khas, enak, lezat dan gurih sehingga
digemari oleh masyarakat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Maghfiroh
(2000), komposisi daging ikan patin terdiri dari 14,53 % protein, 1,09 % lemak,
0,74 % abu, dan 82,22% air.
Kadar nutrisi ikan Patin/100 gram dapat diuraikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Kandungan Gizi pada Ikan Patin Segar
Kandungan gizi Nilai Gizi
Protein (g) 17
Lemak(g) 6,6
Karbohidrat(g) 1,1
Kalsium(mg) 31
Fosfor (mg) 173
Besi (mg) 1,6
Natrium (mg) 77
Kalium (mg) 346
Seng (mg) 0,8
Riboflavin (mg) 0,03
Niasin (mg) 1,7
Sumber : Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2017)
7

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Monalisa dkk (2012), daging


ikan patin (Pangasius hypophthalmus) mengandung 14 asam amino antara lain:
histidin, valin, leusin, isoleusin, metionin, treonin, lisin, arginin, serin, glisin,
tirosin, alanin, aspartat dan glutamat.
Ikan patin merupakan golongan ikan pemakan segala (Susanto dan Amri.
1996) menjelaskan, di alam makanan utama ikan patin berupa udang renik
(crustacea), insekta dan moluska. Sementara makanan pelengkap ikan patin
berupa rotifera, ikan kecil dan daun-daunan yang ada di perairan.
2.3 Tepung Ikan
Tepung ikan adalah produk padat yang dihasilkan dengan jalan
mengeluarkan sebagian besar air dan sebagian atau seluruh lemak dalam ikan atau
sisa ikan. Tepung ikan merupakan salah satu hasil pengawetan ikan dalam bentuk
kering untuk kemudian digiling menjadi tepung. Cara pengolahan yang paling
mudah dan praktis adalah dengan mencincang ikan kemudian mengeringkannya
dengan sinar matahari atau dengan pengeringan mekanis (Ilyas, 2003).
Pembuatan tepung ikan didasarkan pada pengurangan kadar air pada
daging ikan. Kadar air pada daging ikan hal yang menentukan pada proses
pembusukan. Bila kadar airnya dikurangi maka proses pembusukan dapat
terhambat. Bila proses pengeringannya berjalan terus menerus, maka proses
pembusukannya akan berhenti. Pada pembuatan tepung ikan selain menggunakan
metode pengeringan dapat didahului dengan pemanasan suhu tinggi. Hal ini
digunakan untuk menghentikan proses pembusukan, baik oleh bakteri, jamur,
maupun enzim. Proses pembusukan dapat dihentikan sama sekali bila waktu dan
suhu yang digunakan cukup (Sobri, 2008). Menurut Departemen Perdagangan
(1982), tepung ikan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan
proteinnya yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin.
Disamping itu tepung ikan juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki
kandungan serat yang rendah. Tepung ikan juga merupakan sumber kalsium (Ca)
dan phospor (P). Tepung ikan juga mengandung trace element seperti seng (Zn),
yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan kobalt (Co) (Sobri, 2008). 15 Urutan
8

pengolahan tepung ikan adalah pencincangan, pemasakan, pengepresan,


pengeringan, dan penggilingan.
Tepung ikan yang baru selesai diolah biasanya berwarna abu-abu
kehijauan. Setelah disimpan, terutama dalam suhu tinggi, warnanya berubah
menjadi cokelat kekuningan. Akan tetapi perubahan ini tidak mempengaruhi nilai
gizinya. Baunya seperti ikan yang lamakelamaan menjadi tengik (Moeljanto,
1992).
Tepung akan lebih baik mutunya bila bahan mentah yang dipakai terdiri
dari ikan yang tidak berlemak (lean fish). Jika bahan mentah berasal dari ikan
yang berlemak, tepung yang dihasilkan akan banyak mengandung lemak.
Kebanyakan tepung ikan mengandung lemak 5-10% dan protein sebesar 60-65%
(Ilyas, 2003). Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan saja oleh kadar
nutrien yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya nutrien tersebut
digunakan oleh tubuh. Protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya
jumlah asamasam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu juga
sebaliknya. Beberapa 16 faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein
dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Makin keras bahan, maka akan
menurunkan daya cernanya dalam tubuh karena adanya ikatan kompleks yang
terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat. Ikatan ini dapat berupa
ikatan antar molekul protein, ikatan protein-fitat, dan sebagainya. Sedangkan
kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor dan fitat
(Muchtadi, 2013).
2.4 Nanas (Ananas comosus. L. Merr.)
Nanas diperkiran berasal dari Amerika Selatan, tanaman nanas (Ananas
comosus.L. Merr.) pertama kali ditemukan oleh orang Eropa pada tahun 1493 di
pulau Caribbean yang kemudian tanaman ini dinamai Guadalupe. Pada akhir abad
ke- 16, penjelajah Portugis dan Spanyol memperkenalkan Ananas comosus. L ke
benua Asia. Afrika dan Pasifik Selatan merupakan negara-negara di mana Ananas
comosus. Lmasih berkembang saat ini. Pada abad 18 Ananas comosus. L mulai
dibudidayakan di Hawaii, satu-satunya negara di Amerika di mana tanaman ini
9

masih tumbuh. Selain Hawaii, negara-negara lain yang secara komersial tumbuh
nanas termasuk Thailand, Filipina, China, Brasil dan Meksiko ( D.Lawal, 2013).
Dalam klasifikasi atau sistematika tumbuhan (taksonomi), nanas termasuk
dalam famili Bromiliaceae.  Kerabat dekat spesies nanas cukup banyak, terutama
nanas liar yang biasa dijadikan tanaman hias, misalnya A. braceteatus (Lindl)
Schultes, A. Fritzmuelleri, A. Adapun secara lengkap, klasifikasi tanaman Nanas
adalah  sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Angiospermae (berbiji tertutup)
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
Famili : Bromiliaceae
Genus : Ananas
Species            : Ananas comosus

Adapun gambar buah nanas (Ananas comosus. L. Merr.) dapat dilihat pada
gambar 2 sebagai berikut.

sumber: http://suaramerdeka.com

Tanaman nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki


nama ilmiah Ananas comosus. L.Merr.memiliki nama daerah danas (Sunda) dan
10

neneh (Sumatera). Dalam bahasa Inggis disebut Pineapple dan orang-orang


Spanyol menyebutnya Pina. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini
ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, masuk ke Indonesia pada abad ke-15,
(1599).
`Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nanas adalah
buahnya. Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai
macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop, bahan baku
industri pertanian dan lain-lain. Rasa buah nanas manis sampai agak masam segar,
sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nanas mengandung gizi
cukup tinggi dan lengkap. Buah nanas mengandung enzim bromelin, (enzim
protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat
digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini sering pula dimanfaatkan sebagai
alat kontrasepsi keluarga berencana (Anonim, 2008)
Kandungan Gizi Buah Nanas dapat diuraikan pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Kandungan Gizi Buah Nanas dalam 100 Gram
Kandunga Gizi Jumlah
Kalori 52 kal
Protein 0,40 g
Lemak 0,20 g
Karbohidrat 16 g
Fosfor 11 mg
Zat Besi 0,30 mg
Vitamin A 130 SI
Vitamin B1 0.08 mg
Vitamin C 24 mg
Air 85,3 g
Bagian dapat dimakan 53%
Sumber: Pangaila, (2010).

2.5 Ekstraksi
11

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan


menggunakan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi
yang diinginkan tanpa melarutkan mineral lainnya (Wilson dkk., 2000).
Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia
dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyaring tertentu.
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat aktif
dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian,
hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan sifat
tertentu, terutama kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang
berbeda. Pada umumnya ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut yang
didasarkan pada kelarutan kompoten terhadap komponen lain dalam campuran,
biasanya air dan yang lainnya perlarut organik. Bahan yang akan diekstrak
biasanya berupa bahan kering yang telah dihancurkan, biasanya berbentuk bubuk
atau simplisia (Sembiring, 2007).
Ekstraksi secara umun dapat digolongkan menjadi dua yaitu ekstraksi
padat cair dan ekstraksi cair-cair. Pada ekstraksi cair-cair senyawa yang
dipisahkan terdapat dalam campuran yang berupa cairan, sedangkan ekstraksi
padat-cair adalah suatu metode pemisahan senyawa dari campuran yang berupa
padatan (Anonim, 2012).

2.7 Kedelai
Kedelai merupakan komoditas jenis kacang-kacang yang memiliki
kandungan protein nabati yang tinggi. Permintaan kedelai saat ini terus meningkat
seiring dengan peningkatan kebutuhan masyarakat akan kedelai. Masyarakat tidak
mengonsumsi kedelai secara langsung tetapi diolah menjadi berbagai produk
olahan seperti susu kedelai, tahu, dan tempe. Disamping itu kedelai juga banyak
diolah menjadi berbagai aneka makanan jajanan anak-anak, remaja maupun orang
dewasa. kedelai tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena diolah
menjadi tahu dan tempe sebagai pengganti lauk. Kebutuhan tahu dan tempe saat
12

ini semakin meningkat, sehinngga banyak diusahakan baik dalam skala rumah
tangga maupun dalam skala besar.
Menurut Adisarwanto (2005) kedudukan tanaman kedelai dalam
sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminoceae
Sub Famili : Papilionoideae
Genus : Glycine
Species : Glycine max
Disisi lain kedelai dapat diolah menjadi tempe sebagai pengganti lauk. Tempe
merupakan hasil fermentasi kacang kedelai dengan kapang Rhizopus oligosporus
atau biasa dikenal sebagai ragi tempe, yaitu sejenis jamur yang dapat mengurai
protein didalam kacang kedelai menjadi asam amino, sehingga lebih mudah
dicerna tubuh. Kandungan protein tempe berbeda dengan kandungan protein
dalam kacang kedelai. Proses fermentasi pada tempe ini dapat menjadi makanan
yang mengandung sumber probiotik, yakni bakteri baik yang dapat membantu
kesehatan usus dan sistem kekebalan tubuh (Dina, 2013).
Komposisi Kedelai dalam 100 g Tahu dapat diuraikan pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3. Komposisi Kedelai dalam 100 gram Tahu
Komposisi Jumlah
Energi (kal) 6
Air (g) 86,7
Protein (g) 7,9
Lemak (g) 4,1
Korbohidrat 0,4
Serat (g) 0,1
Abu/Mineral (g) 0,9
Kalsium (mg) 150
13

Besi (mg) 0,2


Vitamin B1(mg) 0,04
Vitamin B2 (mg) 0,02
Niacin (mg) 0,4
(Sumber : Depkes, 1996).

2.8 Tahu
Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang dijadikan sebagai lauk pauk
yang banyak diminati dan digemari masyarakat Indonesia, karena harganya
murah, mudah didapat dan bergizi tinggi. Suprapti (2005), mengemukakan bahwa
tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila
bereaksi dengan asam. Penggumpalan protein oleh asam cuka ini berlangsung
secara cepat dan bersamaan diseluruh bagian kedelai, sehingga sebagian besar air
yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terkumpul didalamnya.
Gumpalan protein yang dihasilkan tersebut dicetak menjadi tahu. Kedelai
yang diolah menjadi tahu dapat meningkatkan kandungan gizi seperti kalsium,
natrium, protein, lemak, besi, dan vitamin (Purwaningsih, 2007).
Tahu adalah suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai (Glycine max.) dengan cara pengendapan
proteinnya, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (Badan
Standarisasi Nasional, 1998). Tahu merupakan bahan pangan yang bertahan hanya
selama 1 hari saja tanpa pengawet (Harti dkk., 2013).
Adapun gambar tahu dapat dilihat pada Gambar 3 sebagai berikut :

Sumber : google 2021


Gambar 3. Tahu
14

Tahu mengandung air 86 %, protein 8-12%, lemak 4-6% dan karbohidrat


1- 6%. Tahu juga mengandung berbagai mineral seperti kalsium, zat besi, fosfat,
kalium, natrium; serta vitamin seperti kolin, vitamin B dan vitamin E. Kandungan
asam lemak jenuhnya rendah dan bebas kolesterol (Santoso, 2005). Syarat mutu
tahu yang diatur dalam SNI 01-3142-1998 dan sedangkan syarat mutu angka
lempeng total tahu yang diatur oleh Standar Industri Indonesia No. 0270-1990
seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Syarat Mutu Tahu menurut SNI 01-3142-1998 dan SII No. 0270-1990.
Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan: Normal
1.1 Bau Normal
1.2 Rasa Putih normal atau kuning normal
1.3 Warna Normal, tidak berlendir dan tidak
1.4 Penampakan berjamur
Abu %b/b Maks. 1,0
Protein %b/b Maks. 9,0
Lemak %b/b Maks. 0,5
Serat kasar %b/b Maks. 0,1
BTP %b/b Sesuai SNI.0222-M dan Peraturan
MenKes.No.722/Men.Kes/Per/IX/88
Cemaran logam: mg/kg Maks. 2,0
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 30,0
7.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 40,0
7.2 Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0 / 250,0
7.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 1,0
7.4 Arsen (As)
Cemaran Mikrobia APM/g Maks. 10
8.1 Escherichia coli /25 g Negatif
8.2 Salmonella koloni/g Maks. 1,0 x 106
8.3 Angka Lempeng
Total
(Sumber: SII, 1990; Badan Standarisasi Nasional, 1998).

Tahu merupakan salah satu produk olahan yang sangat umum dikonsumsi
oleh masyarakat sebagai lauk kaya protein. Konsumsi tahu yang tinggi di
masyarakat juga mendorong berkembangnya pabrik tahu dan mendorong
produsen menciptakan olahan tahu yang berbeda dari kebanyakan tahu lainnya
agar diminati oleh masyarakat. Salah satu bentuk inovasi dalam perkembangan
tahu di Indonesia adalah tahu susu. Pembuatan tahu susu dapat dibuat dengan
15

bahan penggumpal alami seperti ekstrak buah pepaya yang mengandung enzim
papain dan ekstrak buah nanas yang mengandung enzim bromelin. Kedua enzim
tersebut bersifat proteolitik yang mampu memutuskan ikatan peptida sehingga
menggumpalkan protein susu (Anggraini dkk, 2013).

2.9 Bahan Pembuatan Tahu Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)


Adapun bahan-bahan pembuatan tahu ikan patin (Pangasius
hypophthalmus) dengan penambahan ekstraksi buah nanas (Ananas comosus L
Merr) sebagai berikut.
1. Kacang kedelai (Glycine max)
Kacang kedelai (Glycine max)mengandung protein 35 % bahkan pada
varitasunggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 – 43%. Dibandingkan dengan
beras, jagung,tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam,
kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai
kadar protein susu skim kering. Indonesia memiliki potensi pangan lokal dari
berbagai jenis kacang-kacangan yang dapat digunakan untuk menambah zat gizi
dalam diet atau menu sehari-hari. Kacang-kacangan merupakan salah satu bahan
makanan sumber protein dengan nilai gizi yang tinggi (20 – 25 g/100 g), vitamin
B (thiamin, riboflavin, niacin, asam folat), mineral (Ca, Fe, P, K, Zn, Mg, dan
lain-lain), dan serat (Dostalova, 2009).
Adapun kandungan gizi kedelai dapat diuraikan pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Kandungan gizi kedelai dalam tiap 100 gr Bahan
Kandungan Gizi Banyaknya dalam

Kedelai basah Kedelai kering

Kalori (kkal) 331 -


Protein (g) 34,9 46,2
Lemak (g) 18,1 19,1
Karbohidrat (g) 34,8 28,2
Kalsium (mg) 227 254
Fosfor (mg) 585 781
Besi (mg) 8,0 -
Vitamin A (SI) 110 -
Vitamin B1 (mg) 1,1 -
Air (g) 7,5 -
16

Bagian yang dapat dimakan 100 100


Sumber: Rukmana dan Yuniarsih, 1996
2. Tepung daging ikan patin
Komposisi kimia tepung ikan juga ditentukan oleh jenis ikan, mutu bahan
baku yang digunakan dan cara pengolahannya (Brody di dalam Hapsari 2002).
Komposisi kimia yang ada dalam tepung ikan tidak jauh berbeda dengan yang ada
dalam ikan sebagai bahan bakunya, yaitu air, protein, lemak, mineral dan vitamin
serta senyawa-senyawa nitrogen lainnya. Namun setelah mengalami pengolahan,
komposisi kimia dalam tepung ikan menjadi berubah, terutama akibat terjadinya
pengurangan kadar minyak, kadar air dan kerusakan (perubahan) senyawa kimia
tertentu terutama dalam pemanasan (thermo processing) (Sunaryo, 1990).
3. Nanas (Ananas comosus )
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak. Di Indonesia pada mulanya
nanas hanya sebagai tanaman pekarangan dan meluas dikebunkan di lahan kering
di seluruh nusantara (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Buah nanas mengandung
vitamin (A dan C), kalsium, fosfor, magnesium, besi, natrium, kalium, dekstrosa,
sukrosa (gula tebu), dan enzim bromelain (Dalimartha, 2000).
Konsentrasi Enzim Bromeilin 6% dapat dilakukan untuk pembuatan HPI
Ikan Bandeng dengan hasil karakteritik HPI yang memiliki kadar protein tertinggi
(Wijayanti, dkk., 2016). Pengunaan Enzim Bromeilin kasar dari ekstrak buah
nanas muda memiliki aktivitas enzim yang cukup untuk menghidrolisis protein
jeroan Ikan Nila. Aktivitas Enzim Bromeilin kasar dari ekstrak Buah Nanas
memiliki aktivitas sebesar 0,521 U/mg (Wuryanti, 2004).
4. Asam cuka (Acetic acid)
Asam cuka (Acetic acid) berfungsi untuk menggumpalkan sari tahu yang
kemudian akan menjadi tahu dengan tekstur yang padat dan tidak mudah hancur.
Asam cuka atau asam asetat adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma pada makanan. Asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH 3COOH. Asam cuka
murni adalah cairan higroskopis tak berwarna dan memiliki titik beku 16,7°
celsius. Asam cuka merupakan hasil olahan makanan melalui makanan melalui
17

fermentasi. Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan khamir


Saccharomycescerevicae menghasilkan etanol. Fermentasi etanol secara aerob
mengunakan bakteri Acetobacter aceti menghasilkan asama cuka (Januaresti
2016).
5. Minyak goreng
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih
dan penambahan kalori bahan pangan. Minyak goreng adalah minyak nabati yang
telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak selain
memberikan nilai kalori paling besar diantara zat gizi lainnya juga dapat
memberikan rasa gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan menjadi lebih
menarik, serta permukaan yang kering (Dewi dan Hidajati, 2012).
18

III. METODOOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan yaitu pada bulan
Maret2021 hingga bulan agustus 2021. eliputi penulisan proposal sampai
penulisan laporan. Kegiatan penelitian meliputi uji kimia (Uji Kadar Protein,
Karbohidrat, Air, Abu dan Lemak) dilaksanakan di Laboratorium UPT Balai
Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB). JL. RTA Milono, KM. 5,5
Palangka Raya. Uji organoleptik dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil
Perikanan. Jurusan Perikanan. Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya.

3.2. Alat dan Bahan


3.2.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan untuk ekstraksi buah nanas(Ananas
comosus L.Merr.)dapat dilihat pada Tabel 6 berikut :
Tabel 6. Alat-alat pengekstraksian buah nanas (Ananas comosus L. Merr.)
No Alat
.
1. Blender
2. Pisau
3. Saringan
4. Wadah/mangkok

Adapun Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tahu ikan patin


(Pangasius hypophthalmus) terlihat pada tabel 7 berikut ini:
Tabel 7. Alat-alat dalam pembuatan tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus)
No Alat
1. Panci Pengukus
2. Timbangan
3. Kompor
4. Blender
5. Pisau
6. Baskom

7. Sendok/Spatula
19

8. Sarung Tangan

9. Cetakan Tahu
10. Kain Mori

11. Talenan
12. Oven
13. Ayakan

14. Gelas Beker

3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan untuk ekstraksibuah nanas(Ananas
comosus.L. Merr.)dapat dilihat pada tabel 8 dibawah ini:
Tabel 8.Bahan-bahan Pengekstraksian Buah Nanas(Ananas comosus.L. Merr.)
No Bahan Jumlah
.
1. Buah nanas 1000 g
2. Air 100 ml
Sumber : Data primer(2021)
Adapunbahan-bahan Pembuatan tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus)
dengan penambahan ekstraksi buah nanas(Ananas comosus.L. Merr.) dapat dilihat
pada tabel 9 berikut:
Tabel 9. Bahan Pada Pembuatan Tahu Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
No Bahan Gram
1. Daging ikan patin (Pangasius hypophthalmus) 1000 gr
2. Tepung ikan patin (Pangasius hypophthalmus) 200 gr
3. Kacang kedelai (Glycine sp.) 2000 gr
4. Buah nanas (Ananas comosus L. Merr.) 195 ml
5. Minyak goreng 2L
6. Asam cuka (Acetic acid) 50 ml
Sumber : Data primer (2021)
Adapun komposisi masing-masing pembuatan tahu ikan patin (Pangasius
hypophthalmus) dapat terlihat pada tabel 10 di bawah ini:
Tabel 10. Komposisi Tiap Perlakuan Tahu Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus)
No. Bahan A B C D
1 Tepung ikan patin 50 gr 50 gr 50 gr 50gr
20

2. Ekstrak buah nanas _ 50 ml 65 ml 80 ml


3. Asam cuka (Acetic acid) 20 ml _ _ _
4. Kacang kedelai 500 gr 500gr 500gr 500 gr
5. Minyak goring 1/2 L 1/2 L 1/2 L 1/2 L
Sumber : Data primer (2021)
Dasar penentuan kadar ekstrak nanas 50 ml, 60, dan 80 ml melalui uji
pendahulan yang dilakukan dalam Pembuatan tahu ikan patin (Pangasius
hypophthalmus) dengan penambahan ekstraksi buah nanas (Ananas comosus. L.
Merr.).
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1. Prosedur Penelitian Pembuatan Ekstrak Buah Nanas (Ananas comosus.
L. Merr.)
Adapun prosedur penelitian pembuatanekstrak buah nanas(Ananas
comosus.L. Merr.)adalah sebagai berikut:
1. Siapkan 1 kg buah nanas(Ananas comosus.L. Merr.)
2. Lalu potong-potong buah nanas dengan ukuran ± 1 cm
3. Setelah itu siapkan blender untuk menghaluskan buah nanas.
4. selanjutnyasaring buah nanas yang telah dihaluskan untuk memisahkan
sari nanas dari ampas nanasnya.
5. Terakhir ekstrak buah nanas masukkan ke botol yang telah disiapkan.
21

Diagram alir proses pembuatan buah nanas (Ananas comosus.L.


Merr.)seperti Gambar 4 berikut.

1 Kg daging
buah nanas

Pemotonganbuah nanas dengan ukuran


± 1 cm

penghalusan buah nanas

Penyaringan ekstrak

Ekstrak buah
nanas

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Buah Nanas (Ananas


comosus.L.Merr.)
22

3.3.2. Prosedur Pembuatan Tepung Daging Ikan Patin (Pangasius


hypophthalmus)
Adapun Prosedur Penelitian Tepung Daging Ikan Patin (Pangasius
hypophthalmus) adalah sebagai berikut :
1. Proses Pencucian
Pada tahapan ini ikan patin (Pangasius hypophthalmus)dicuci, dibuang isi
perut dan insangnya.
2. Proses Pemfilletan
Tahap ini dilakukan agar daging dan tulang ikan benar-benar terpisah.
3 Proses Pengukusan
Pada proses ini dilakukan pengukusan selama 10 -15 menit sehingga
daging ikan tidak terlalu lembek.
4 Proses Pengeringan
Pada tahap ini untuk menghilangkan kadar air yang cukup tinggi didalam
daging ikan yang sebelumnya di kukus, dan setelah itu daging yang telah
dikukus disuir-suir sampai kecil.
5. Proses Pengepresan
Proses ini merupakan proses agar kadar air ikan patin dapat berkurang dan
mudah untuk dikeringkan, setelah itu jemur kembali ikan patin yang telah
dipres.
6. Proses Pengayakan
Pada tahap ini tepung ikan yang sudah dipres diayak kembali agar
mendapatkan tepung ikan yang halus.
23

Diagram alir proses pembuatan tepung daging ikan patin (Pangasius


hypophthalmus) seperti Gambar5 berikut.

1 Kg daging
ikan patin

Pencucian daging ikan patin

Daging ikan patin difillet

Kukus daging ikan patin


10 -15 menit

Proses pengeringan, kemudian daging ikan


disuir-suir sampai kecil

Proses Pengepresan

Proses Pengayakan
Tepung ikan patin

Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Daging Ikan Patin (Pangasius


hypophthalmus)
24

3.3.3. Prosedur Penelitian PembuatanTahu ikan Patin(Pangasius


hypophthalmus) dengan penambahan ekstrakbuah nanas (Ananas
comosus.L. Merr.)
Adapun prosedur penelitian pembuatantahu ikan patin(Pangasius
hypophthalmus) dengan penambahan ekstrakbuah nanas (Ananas
comosus.L.Merr.)adalah sebagai berikut :
1. Perendaman
Proses perendaman kedelai direndam dalam air panas selama 6-12
jamperendaman dilakukan agar kedelai dapat menyerap air sehingga dapat
lunak dan kulitnya mudah untuk dikupas.
2. Pencucian
Pencucian bertujuan untuk mengupas kulit kedelai dengan diremas-remas
dalam air mengunakan baskom.
3. Penggilingan
Kedelai yang sudah direndam dan dibersihkan dimasukan ke dalam alat
penggiling, cara penggilingannya adalah biji kedelai direndam air panas
selama beberapa menit kemudian dimasukan ke dalam penggilingan yang
digerakan menggunakan blender. Biji-biji kedelai tergiling menjadi halus
dan menjadi bubur putih yang kemudian disaring mengunakan kain mori
sehingga mendapatkan sari kedelai yang ditampung dalam panci kukus.
4. Perebusan
Perebusan bertujuan untuk menonaktifkan zat antinutrisi kedelai dan
meningkatkan nilai cerna, cara perebusan ini adalah bubur kedelai
dimasukan ke dalam panci besar lalu dipanaskan di atas kompor, lalu
diberi sedikit air atau 1-2 gelas, selama proses perebusan maka akan keluar
busa-busa putih yang harus dibuang dan aduk terus sari kedelai sampai
mendidih kurang lebih 15-30 menit.
5. Selanjutnya sari kedelai yang sudah mendidih dan berwarna kuning
tambahkanekstrak buah nanas (Ananas comosus L.)Merr.sesuai dengan
takaran masing-masing perlakukan yang sudah disiapkan, aduk hingga
25

merata sehingga timbul gumpalan-gumpalan putih, penggumpalan ini


berlangsung selama 10 menit agar mendapatkan protein yang sempurna,
dan campurkan tepung ikan patin yang telah disiapkan, dan banyak ikan
patin pada setiap perlakuan 50 gr.
6. Pencetakan
Gumpalan protein disaring lalu diletakkan diatas kain mori yang
dibawahnya sudah tersedia cetakan tahu,setelah itu bagian atasnya ditutup
dengan pemberat, lalu tunggu sekitar 30 menit, jadilah tahu ikan patin.
26

Diagram alir proses pembuatan tahu ikan patin


(Pangasiushypophthalmus)seperti Gambar5 berikut.

2 Kgkedelai

Direndam selama 6-12 Jam


dengan air panas

Pencucian

Penggilingan Air 2 Liter

Air Sari Kedelai Ampas Kedelai

Perebusan

Ekstrak Pencampuran
Buah nanas

Dicetak Gumpalan Tahu Pencampuran


Tepung ikan patin

Tahu ikan patin

Gambar 5. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu Ikan Patin (Pangasius


hypophthalmus)
27

3.4. Rancangan Pecobaan


Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Acak
Lengkap (RAL). Perlakuannya adalah pencampuran ekstrak buah nenas pada
pengolahan tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan berat total kacang
kedelai 2000 gram. Menurut Hanafiah (2001), Model untuk Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = µ + α1 + ∑ij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke–i yang dirancob ulang ke-j
M = Nilai tengah umum
α1 = Efek perlakuan ke-i
∑ij = Efek galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Rancangan percobaan disusun dari 4 perlakuan dan 3 kali ulangan yaitu:
1. Perlakuan A= Tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan penambahan
Asam cuka (Acetic acid)50 ml sebagaikontrol.
2.Perlakuan B= Tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan
penambahan ekstrak buah nanas (Ananas comosus L.Merr.)50
ml
3. Perlakuan C= Tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan
penambahan ekstrak buah nanas (Ananas comosus L. Merr.)65
ml
4. Perlakuan D= Tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan
penambahan ekstrak buah nanas (Ananas comosus L.) Merr.)80
ml
Jumlah penggunaan campuran ekstrak buah nanas (Ananas comosus L. Merr.)dan
kacang kedelai pada penelitian ini berdasarkan pada komposisi pengolahan tahu
ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan total berat kacang kedelai 2000
gram dan 50 gram berat daging ikan patin pada setiap perlakuan, yang terdiri dari
empat taraf yaitu 50 mlasam cuka dan 50% kacang kedelai pada perlakuan A, 50
mlekstrak buah nanas dan 50% kacang kedelai pada perlakuan B, 65 mlekstrak
buah nanas dan 50 % kacang kedelai pada perlakuan C dan 80 mlekstrak buah
nanas dan 50 % kacang kedelai pada perlakuan D.
28

3.5. Hipotesis
Hipotesis yang diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho: Penambahan ekstrak buah nanas (Ananas comosus L. Merr.) tidak
berpengaruh terhadap mututahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus).
H1: Penambahan ekstrak buah nanas (Ananas comosus L. Merr.)
berpengaruh terhadap mututahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus).

Penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis pada penelitian dinyatakan


sebagai berikut:
a. Apabila Fhitung < Ftabel (5%, 1%) berarti penambahan ekstrak buah nanas
tidak berpengaruh terhadap mutu tahu ikan patin, maka terima H0 dan tolak
H1.
b. Apabila Fhitung > Ftabel (5%, 1%) berarti penambahan ekstrak buah nanas
berpengaruh terhadap mutu tahu ikan patin, maka tolak H0 dan terima H1.

3.6. Pengumpulan Data


Data dikumpulkan berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan secara objektif(uji
kimia) dan subjektif (uji organoleptik). Uji secara objektif meliputi uji kadar air,
protein, karbohidrat, lemak, dan uji kadar abu, sedangkan uji secara subjektif
meliputi penelitian terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur produk. Adapun
prosedur pengujian adalah sebagai berikut:
3.6.1. Uji Kimia
A.Uji Kadar air
Prosedur uji kadar air menurut Standar Nasional Indonesia (1992) adalah
sebagai berikut:
1. Timbang dengan seksama 2-10 g cuplikan, masukkan ke dalam labu
didih dan tambahkan 300mg Xylol serta batu didih
29

2. Sambungkan dengan alat Aufhauser dan panaskan diatas pemanas


listrik selama 1 jam dihitung 1 jam mulai mendidih. Setelah cukup 1
jam matikan penangas listrik dan biarkan alat Aufhauser mendidih
3. Bila alat pendingin dalam Xylol murni/toluene
4. Baca jumlah volume air.
Perhitungan:
V
Kadar air = X 100 %
W
Keterangan: W = Bobot cuplikan (g)
V = Volume air yang dibaca pada alat
Aufhauser (ml)
B.Uji Kadar Protein
Menurut Standar Nasional Indonesia (1992), prosedur uji kadar protein
adalah sebagai berikut:
1. Timbang seksama 0,5 g cuplikan, masukkan kedalam labu kjeldahl
100 mg
2. Tambahkan 2 g campuran selen dan 25 mg H2SO4 pekat
3. Panaskan diatas pemanas listrik atau api pembakar sampai mendidih
dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan (sekitar 2 jam)
4. Biarkan dingin, kemudian encerkan dan masukkan kedalam labu ukur
100 mg, tepatnya sampai garis
5. Pipet 5 mg larutan dan masukkan ke dalam alat penyuling, tambahkan
5 mg NaOH 30% dan beberapa tetes indikator PP
6. Sulingkan selama lebih kurang 10 menit, sebagai penampung gunakan
10 mg larutan asam borak 2 % yang telah dicampurkan indikator
7. Bilasi ujung pendingin dengan air suling
8. Titar dengan larutan HNCI 0,01 N
9. Kerjakan penetapan blanko
( V 1−V 2 ) x N x 0,014 x fk x fp
Kadar protein =
W
Keterangan: W = Bobot cuplikan
30

V = Volume HCI 0,01 N yang dipergunakan


penita
Contoh :
V2 =Volume HCI yang dipergunakanpenitaran blanko
N = Normalitas NCI
Fk = Faktor konversi untuk protein dari makasecara umum:
6,25, susu dan olahannya: 6,38,mentega kacang: 5,46
Fp = Faktor pengencer

C. Uji Kadar Karbohidarat

Menurut Standar Nasional Indonesia (1992), prosedur pengujian


kadarkarbohidrat pada makanan dan minuman adalah sebagai berikut:
1. Timbang seksama lebih kurang 5 g cuplikan ke dalam Erlenmeyer
500 ml.
2. Tambahkan 200 ml larutan HCI 3% didihkan selama 3 jam dengan
pendingin tegak.
3. Dinginkan dan netralkan dengan larutan NaOH 30% (dengan atau
fenoltalein), dan tambahkan sedikit CH, COOH 3% agar suasana
larutan sedikit asam.
4. Pindahkan isinya ke dalam labu ukuran 500 ml dan impitkan hingga
tanda garis, kemudian saring.
5. Pipet 10 ml saringan ke dalam Erlenmeyer 500 ml, tambahkan 25 ml
larutan luff (dengan pipet) dan beberapa butir batu didih serta 15 ml
air suling.
6. Panaskan campuran tersebut dengan nyala tetap. Usahakan agar
larutan dapat mendidih dalam waktu 3 menit (gunakan stop watch),
didihkan terus selama tepat 10 menit (dihitung saat mulai mendidih
dan gunakan stop watch) kemudian dengan cepat dinginkan dalam
bak berisi es.
7. Setelah dingin tambahkan 15 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4
25% perlahan-lahan.
31

8. Titar secepatnya dengan larutan tio 0,1 N (gunakan petunjuk larutan


kanji 0,5%).
9. Kerjakan juga blangko penitar.
Perhitungan:
(blangko penitar) x N tio x 10, serta dengan terusi yang tereduksi.
Kemudian lihat dalam daftar luff Schoorl berapa mg gula yang
terkandung untuk ml tio yang dipergunakan.

W 1 X fP
Kadar glukosa= X 100 %
W

Keterangan:
Kadar karbohidrat = 0,09 x kadar glukos
W1 = bobot cuplikan dalam mg
W = glukosa yang terkandung untuk ml tio
yang dipergunakan dalam mg dari daftar
fp = faktor pengenceran

D. Uji Kadar Lemak


Prosedur uji kadar lemak menurut Standar Nasional Indonesia (1992)
adalah sebagai berikut:
1. Timbang seksama dalam gelas piala, tambahkan 25 mg HCI 25% dan
panaskan diatas penagas air sampai contoh mencair
2. Masukkan larutan ke dalam perfarator yang telah disambungkan
dengan labu lemak yang telah ditimbah lebih dahulu beserta batu didih
dengan menggunakan corong bertangkai panajang
3. bilas gelas piala dengan sedikit air dan kemudian dengan heksana atau
petroleum eter, masukkan pembilas ke dalam perfarator
4. Tambahkan heksana/petroliumeter sampai labu lemak berisi kira-kira
setegahnya (perhatikan agar tinggi lapisan cairan contoh dalam
prefarator tidak lebih dari 1/3 tinggi isi)
5. Didihkan selama kurang lebih 4 jam
6. Sulingkan heksana/petroleum eter dalam labu lemak tersebut sampai
kering
32

7. Simpan labu lemak diatas penagas air untuk menghasilkan sisa-sisa


heksana/petroleumeter
8. Keringkan labu lemak dalam oven pada suhu 150oC
9. Dinginkan dalamdesikator dan timbang sampai bobot tetap
Perhitungan:
W1
Kadar lemak = X 100%
¿¿
Keterangan:
W1 =Bobot cuplikan (g)
W = Bobot labu lemak sesudah ekstraksi
W2 =Bobot labu lemak sebelum ekstraksi

E.Uji Kadar Abu


Menurut Standar Nasional Indonesia (1992), cara uji kadar abu adalah
sebagai berikut:
1. Masukkan cawan abu porselin kosong dalam tungku pengabuan. Suhu
dinaikan secara bertahap sampai suhu 550oC. Pertahankan pada suhu
550oC ± 5oC selama 1 malam.
2. Turunkan suhu pengabuan menjadi sekitar 40oC, keluarkan cawan abu
porselin dan dinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian
timbang berat cawan abu poselin kosong (A g).
3. Kedalam cawan abu porselin masukkan 2 g contoh yang telah
dihomogenkan kemudian masukkan kedalam oven pada suhu 110 oC
selama 24 jam.
4. Pindahkan cawan abu porselin ketungku pengabuan dan naikkan
temperatur secara bertahap sampai suhu mencapai 550oC ± 5oC.
Pertahankan selama 8 jam/ semalam sampai diperoleh abu berwarna
putih
5. Setelah selesai, tunggu pengabuan diturunkan suhunya menjadi sekitar
40oC, kemudian cawan porselin dengan menggunakan penjepit dan
masukkan kedalam desikator selama 30 menit. Bila abu belum putih
benar harus dilakukan pengabuan kembali.
33

6. Basahi abu (lembabkan) abu dengan aquades secara perlahan,


keringkan pada hot plate dan abukan kembali pada suhu 550 oC
sampai berat konstan.
7. Turunkan suhu pengabuan menjadi ± 40oC lalu pindahkan cawan abu
porselin dengan desikator selama 30 menit kemudian ditimbang
beratnya (B g) segera setelah dingin.
8. Lakukan pengujian minimal duplo (dua kali).
Perhitungan sebagai berikut :
B−A
Kadar abu (%) = X 100 %
Berat contoh( g)
Keterangan: A = Berat cawan porselin (g)
B = Berat cawan dengan abu (g)

3.6.2. Uji Organoleptik


Parameter yang diuji yaitu uji organoleptik atau uji indera adalah suatu
pengujian terhadap sifat karakteristik bahan pangan dengan menggunakan
indera manusia termasuk indera penglihatan, pembau, perasa, dan pendengar.
Uji organoleptik juga merupakan pengujian yang panelisnya cenderung
melakukan penilaian berdasarkan kesukaan (Hedonict test) (Kartika et al.
1998 di dalam Afrisanti, 2010). Dalam pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas masing-masing sampel tahu ikan patin (Pangasius
hypophthalmus) meliputi aroma, tekstur, rasa dan kekerasan serta pengujian
ini panelis menggunakan respon yang suka dan tidak sukanya terhadap sifat
produk tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan menggunakan
sifat indrawinya dan diberi skor.
Pengujian organoleptik dilakukan oleh 10 orang panelis dengan mengamati
rasa, warna, aroma dan tekstur dari produk tahu ikan patin (Pangasius
hypophthalmus),yaitu dengan menggunakan metode hedonik dengan skala
(7=sangat suka), (6=suka), (5=agak suka), (4=netral), (3=agak tidak suka),
(2=tidak suka), (1=sangat tidak suka).Uji organoleptik dilakukan oleh panelis
yang memberikan penilaian terhadap produk secara langsung. Panelis akan
diberikan scoresheet untuk memasukkan penilaian produk. Data hasil
34

pengamatan organoleptik disajikan dalam bentuk tabulasi dan akan dibahas


secara deskriptif (Funna, 2013).
35

3.7. Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pengujian disajikan dalam bentuk tabulasi.
Contoh tabulasi data dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Contoh Tabulasi Data Hasil Pengujian
Perlakuan
Ulangan
A B C D U
I A1 B1 C1 D1 U1
II A2 B2 C2 D2 U2
III A3 B3 C3 D3 U3
Total TA TB TC TD T
Rata-rata RA RB RC RD R

Keterangan:
1. PerlakuanA=Tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan penambahan
Asam cuka (Acetic acid) sebagai kontrol.
2.Perlakuan B=Tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan penambahan
ekstrak buah nanas (Ananas comosus L. Merr.)50 ml
3. PerlakuanC=Tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan penambahan
ekstrak buah nanas (Ananas comosus L. Merr.)65 ml
4. Perlakuan D=Tahu ikan patin (Pangasius hypophthalmus) dengan penambahan
ekstrak buah nanas (Ananas comosus L. Merr.)80 ml
U = Ulangan
T = Jumlah/Total
R = Rata-rata
Data diatas kemudian dianalisis menggunakan uji normalitas. Uji normalitas data
pada penelitian ini menggunakan metode Kolmogorov Smirnov, dengan taraf
signifikasi α = 0,05. Adapun ketentuan untuk menerima atau menolak pengujian
normalitas atau tidaknya suatu distribusi data adalah sebagai berikut:
 Jika Dhitung ≥ D tabel, maka distribusi data tidak normal
 Jika Dhitung ≤ D tabel, maka distribusi data normal
Untuk mengetahui kehomogenan data, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas
data menggunakan uji Levene.
36

Uji Levene adalah suatu uji hipotesis dimana semua faktor standar deviasi (atau
uji kesamaan ragam) adalah satu sama atau tidak. Uji Levene merupakan alternatif
dari uji Barlett (Kusuma, 2010).
Setelah diketahui data yang diperoleh homogen, maka dilakukan analisa
keragaman seperti pada Tabel 12.
Tabel 12. Contoh Tabel Analisis Keragaman (ANOVA)
Sumber DB JK KT F Hitung F Tabel
Keragaman 5% 1%
Perlakuan (t-1) JKP KTP
Galat T (n-1) JKG KTG
KTP
KTG
Total (t x n)-1 JKT

Keterangan: JK = Jumlah Kuadrat


KT = Kuadrat Tengah
DB = Derajat bebas
t = Perlakuan
n = Ulangan

Penerimaan atau penolakan terhadap hipotesis didasarkan pada nilai F hitung yang
diperoleh dengan kemungkinan sebagai berikut:
1. Jika Fhitung< Ftabel 5% berarti antar perlakuan tidak berbeda nyata, maka Ho
diterima dan H1 ditolak.
2. Jika Fhitung> Ftabel 5% berarti antar perlakuan berbeda nyata, maka Ho ditolak
dan H1 diterima.
3. Jika Fhitung> Ftabel 1% berarti antar perlakuan berbeda sangat nyata, maka Ho
ditolak dan H1 diterima.
Apabila hasil perhitungan tersebut menunjukan antar perlakuan berbeda nyata
atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjutan.
Nilai Koefisien keragaman menentukan uji lanjut yang sebaiknya
digunakan.Menurut Hanafiah (2001), hubungan nilai KK dan uji lanjutan yang
sebaiknya digunakan adalah sebagai berikut:
1. Jika KK besar (minimal 10% pada kondisi homogen atau minimal 20% pada
kondisi heterogen) uji lanjutan yang sebaiknya digunakan adalah uji Duncan
atau DMRT (Duncan Multiple Range Test).
37

2. Jika KK sedang (antara 5% sampai 10% pada kondisi homogen atau minimal
20% pada kondisi heterogen) uji lanjutan yang sebaiknya dipakai adalah uji
BNT (Beda Nyata Terkecil).
3. Jika KK kecil (maksimal 5% kondisi homogenatau maksimal 10% pada
kondisi heterogen) uji lanjutan yang sebaiknya digunakan adalah BNJ (Beda
Nyata Jujur).
Untuk menghitung koefisien keragaman (KK) digunakan rumus sebagai
berikut:

KTE
KK =

YijK
x 100 %
Keterangan: KK = Koefisien Keragaman
KTE = Kuadrat tengah Eror
YijK = ∑ rata-rata dibagi perlakuan (t)

3.9.Penentuan Perlakuan Terbaik


Menurut De Garmo et al (1984), untuk penentuan perlakuan terbaik
digunakan metode indeks efektivitas dengan rumus sebagai berikut :

Nilaiperlakuan−Nilaiterjelek
Neff =
Nilaiterbaik−Nilaiterjelek

Menurut De Garmo et al (1984), prosedur penentuan perlakuan terbaik dengan


menggunakan indeks efektivitas adalah sebagai berikut :
a. Memberi bobot masing-masing variabel dengan angka-angka relative
0 sampai 1. Bobot nilai yang diberikan tergantung masing-masing
variabel yang dihasilnya serta diperoleh sebagai perlakuan.
b. Variabel seperti kadar air, protein, lemak, dan karbohidrat diberi
bobot 1 karena 3 variabel tersebut merupakan pelengkap kualitas
produk yang dihasilkan, sedangkan bobot 0,9 diberi kepada sifat
organoleptik.
c. Mengelompokkan variabel-variabel yang menjadi dua kelompok
yaitu:
38

1. Kelompok A terdiri dari variabel-variabel yang tinggi rata-rata


makin baik, yaitu : kadar protein, kadar karbohidrat, dan sifat
organoleptik (warna, aroma, rasa, dan tekstur).
2. Sifat B terdiri dari variabel-variabel yang makin tinggi rata-
ratanya makin jelek yaitu kadar air, kadar lemak, dan kadar abu.
d. Menentukan bobot normal yaitu :
Bobot variabel
Bobot Total
e. Menentukan nilai efektivitas (Neff) dengan rumus :

Nilai perlakuan−Nilai terjelek


Nilai terbaik−Nilai terjelek

Untuk menentukan variabel dengan rata-rata makin tinggi makin baik,


nilai terendah sebagai nilai terjelek dan nilai tertinggi sebagai nilai terbaik,
sedangkan untuk variabel rata-rata terbaik dan nilai tertinggi sebagai nilai
terjelek.
f. Menghitung nilai hasil (Nhsl) yang bobot normalnya x nilai
efektivitasMenjumlahkan nilai hasil dari semua variabel dan
perlakuan terbaik dipilih dari perlakuan dengan nilai hasil tertinggi.
39

3.10. Jadwal Rencana Pelaksanaan Kegiatan


Adapun jadwal penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 13. sebagai berikut :
Tabel 13. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Bulan/Minggu
No Kegiatan Maret April Mey Juni July
Agustus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penelitian
proposal
sksripsi

2 Konsultasi
Proposal skripsi

3 Seminar
penelitan
proposal skripsi

4 Penyusun
proposal skripsi
dan distribusi

5 Konsultasi
laporan
penelitian
skripsi

6 Penelitian
skripsi

7 Seminar hasil
skripsi
8 Ujian
skripsi/sidang
9 Distribusi hasil
laporan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2005. Kedelai. Jakarta : Penebar Swadaya


40

Afrisanti, D. W. 2010. Kualitas Kimia dan Organoleptik NuggetDaging Kelinci


dengan Penambahan Tepung Tempe. Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Surakarta.
Anonim. 2008. Manfaat Tanaman Nenas. http://attayaya.blogspot.com [21
September 2008 ].

Anonim. 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Laboratorium Biologi UMS :


Surakarta.

Anggraini, R.P., A.H.D. Rahardjo., & S.S. Santosa. 2013. Pengaruh level enzim
bromelin dari nanas masak dalam pembuatan tahu susu terhadap rendemen
dan kekenyalan tahu susu. Jurnal Ilmiah Peternakan, Vol.1(2): 507-513.

Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Indonesia. Statistics Indonesia and


Directorat General of Foodcrops. Jakarta

D. Lawal (2013). Medicinal, Pharmacological and Phytochemical Potentials of


Annona comsus Linn. Peel – A Review. Bayero Journal of Pure and
Applied Sciences. Vol. 6(1), Hlm. 101-104.
Daulay, D. 1991. Buku/Monografi Fermentasi Keju. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Dalimartha Setiawan. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Bogor : Trubus


Agriwidya
De Garmo, E.D., W.G. Sulivan dan J. R. Canada. 1984. Engineering Economis.
Mc Millan Publishing Company. New York.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia (Edisi 4). Departemenen Kesehatan
Republik Indonesia: Jakarta.

Dewi MT, Hidajati N (2012). Peningkatan mutu minyak goreng curah


menggunakan absorben bentonit teraktivasi. Jurnal Kimia UNESA, 1(2):
47-52.
Dinar, F. (2013). Manfaat Tempe terhadap Kesehatan Tubuh. Jurnal Pengabdian
kepada Masyarakat, 19 (71): 21-24.

Earle, R. L. 1982, Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan, Penerjemah Z.


Nasution, Sastra Hudaya, Jakarta.

Firman M. Nur , Rudy Agung Nugroho , Syafrizal Fachmy. 2015. Pengaruh


Suplementasi Ekstrak Propolis Trigona sp. Terhadap Kelulus hidupan Ikan
Patin (Pangasius djambal), JurusanBiologi, Fakultas MIPA, Universitas
Mulawarman Jalan Barong Tongkok No. 4 Kampus Gunung Kelua
Samarinda, Kalimantan Timur.
41

Funna, R. A. (2013). https://rifky1116058.wordpress.com/2013/01/09/apa-itu-


ujiorganoleptik. Diakses Tanggal 29 September 2018. Palangka Raya.
Harti, A. S., Nurhidayati, A., dan Handayani., D. 2013. Potensichito-
oligosaccaride(COS) sebagai prebiotik dan pengawet alami dalam
pembuatan tahu sinbiotik.Prosiding SNST ke-4. Fakultas Teknik.
Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
Hanafiah, K. A. (2001). Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Raja Grafindo
Indonesia. Jakarta.

Hou, H.J., K.C. Chang, and M.C. Shin. 1999. Yield and textural properties of soft
tofu as affected by coagulation method. J. Food. Sci. 62(4): 824-827.
Ilyas S. 2003, Kemungkinan Membuat Makanan dengan Kadar Protein Ikan
Tinggi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta:
Departemen Pertanian.
J.Dostalova, P. K. (2009). The Changes of - Galaktosidase during Germination
and High Pressure Treament of Legume Seeds. Czech J. Food Sience , S76.
Januaresti, Aldia., Sutrisno, Ela, Turmala&Taufik, Yusman. 2016. Pengaruh
Konsentrasi Inokulum Acetobacter aceti Dan Lama Fermentasi Terhadap
Karakteristik Vinegar Murbei (Morus alba). Skripsi. Jurusan Teknologi
Pangan,Fakultas Teknik, Universitas Pasun dan, Bandung.

Kusuma, Indah Wijaya. 2010. Kajian Pemberian Ikan Patin (Pangasius


pangasius) Terhadap Kualitas Biskuit Vanili. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka
Raya. Palangka Raya.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2011 Statistik Kelautan dan


Perikanan 2009. Jakarta.

Luthfi Assadad dan Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2011, Pemanfaatan Garam
DalamIndustri Pengolahan Produk Perikanan.Squalen (Buletin Pasca
panen & Bioteknologi Kelautan dan Perikanan), Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Vol 6 No. 1, Mei 2011.
Akreditasi No.148/Akred LIPI/P2MBI/03/2009.ISSN.19780249.

Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap karaktristik


nugget dari ikan patin (Pangasius hypothalamus). Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Moore, D.J. and J.C. Caygill. 1999. Moore, D.J. and J.C. Caygill. 1999.
ProteolitikActivity of Malaysian Pineapple. Tropical Science,London.
42

Monalisa, K., Islam, M. Z., Khan, T., Abdullah, A. T. M., dan Hoque, M. M.
2012. Comparative Study on Nutrient Contents of Native and Hybrid Khoi
(Anabas testudineus) and Pangas (Pangasius pangasius, Pangasius
hypotalamus) Fish in Bangladesh. International Food Research Journal.
20(2): 79-797 (203).
Moeljanto. 1992, Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Mustaufik, 2003. Pemanfaat bahan penggumpal alami dari ekstrak buah nenas dan
pepaya pada pembuatan tahu dari susu layu. Laporan Penelitian. Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Unsoed, Purwokerto.

Muchtadi D. 2013, Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut
Pertanian Bogor. Alfabeta, Bandung..

Nugroho, A.T.K., & M. Hayati. 2014. Pemanfaatan berbagai ekstrak buah lokal
sebagai alternatif acidulant alami dalam upaya peningkatan kualitas tahu
susu. Jurnal Cendekia, Vol. 12(3): 49-55. ISSN: 1693-6094.
Permadi A., 2008. Membuat Kebun Tanaman Obat. Jakarta : Pustaka Bunda.

Purwaningsih, E. 2007.Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai Ganeca


Exact :Jakarta.

Park, S.C. (2005). Stability and quality of fi sh oil duringtypical domestic


application. Master’s thesis. WonsanUniversity of Fisheries. Kangwon
Province. Korea.
Santoso. 2005. TeknologiPengolahanKedelai (Teori dan Praktek).
UniversitasWidyagama, Malang.
Sarpian, T. 2003. PedomanBerkebun Lada dan Analisis Usaha Tani. Kanisius.
Yogyakarta.
Sembiring, B. 2007. Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat.
Warta Publitbangbun. Vol. 13. No. 12.

SII. 1990. SII 0270-1990 (Mutu dan Cara Uji Tahu). Departemen Perindustrian
RI, Jakarta

Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992). Cara Uji Makanan dan


Minuman. Dewan Standarisasi Nasional.
Susanto. H., dan Amri. K., 1996. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya,
Depok.Maghfiroh, I. 2000. Pengaruh penambahan bahan pengikat terhadap
karakteristik nugget dari ikan Patin (Pangasius hypothalamus). Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan Institut
Pertanian Bogor.
43

Susanto. H. &Amri. 2008.BudidayaIkanPatin. PenebarSwadaya, Jakarta.


Susanto, H. 2009. Pembenihan dan PembesaranPatin. Jakarta: PenebarSwadaya.

Suprapti, M. L. 2005. PembuatanTahu. Kanisius: Yogyakarta.

Susianto, M. K. M., & Rita Ramayulis, D. C. N. (2013). Fakta Ajaib Khasiat


Tempe. Jakarta Timur: Penebar Swadaya Grup.
Sutrisna, N., Ishaq, I., Suwalan, S. (2003). Kajian
RakitanTeknologiBudidayaBawangDaun (Allium fistulosum, L.) pada
LahanDataran Tinggi di Bandung, Jawa Barat. JurnalPengkajian dan
PengembanganTeknologiPertanian 6(1).
Sobri. 2008, Analisis Proksimat Tepung Ikan. Laboratorium Nutrisi. Buku Ajar.
Fapetrik Universitas Muhamadiyah.
Sunaryo E. 1990, Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian IPB.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidroponik. CV.
Nuansa Aulia, Bandung.
Thammapat P, Raviyan P, Siriamorpon S. 2010. Proximate and fatty Acids
Composition of Muscles and Viscera of ASIA Catfish (Pangasius bucourti).
Food Chem 122:223-227. DOI:10. 1016/j. Foodchem. 2010. 02. 065
Wahyuningsih, H.P., S.S. Santosa., & M. Sulistyowati. 2013. Pengaruh level
enzim bromelin dari nanas masak dalam pembuatan tahu susu terhadap
rendemen dan kekenyalan tahu susu. Jurnal Ilmiah Peternakan, Vol. 1(2):
513- 535.
Weber, M & De Beaufort. 1913. The Fishes of the Indo-Austrialian Archipelago
II. E.J Brill Ltd. Leiden. 2: 404 pp.
Wilson, I.D., Michael, C., Colin, F.P., dan Edward, R.A. 2000. Encyclopedia of
Separation Science. Academic-Press, 118-119. New York.

Wijayanti, I., Romadhon and Rianingsih, L.. 2016. Karakteristik Hidrolisat


Protein Ikan Bandeng (Channos channos Forsk) dengan Konsentrasi
yang Berbeda. Jurnal Saintek Perikanan, 11(2), pp. 129–133.

Wuryanti. 2004. Isolasi dan Penentuan Aktivias Spesifik Enzim Bromelin dari
Buah Nanas ( Ananas comosus L.). J Kim. Sains & Apl, VIII(3), pp. 78–
82.
Yamamoto, A. 1995. Proteolytic enzymes. Pp. 15-18. In: G. Reed ( E d . ) , E n z
y m e s i n F o o d Academic Press, New York.
44

Yulianingsih, E,. Mei Sulistyoningih,. Maria Ulfah. 2016. Pengaruh Penambahan


Ekstrak Nanas Dan Lama Pemasakan Terhadap Kadar Protein Dan
Organoleptik Tahu Susu. Bioma, vol. 5 no. 2.

Anda mungkin juga menyukai