Anda di halaman 1dari 40

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan yang

merupakan bagian utama penunjang dalam memperoleh energi dan metabolisme sel

dalam tubuh. Mengkonsumsi makanan yang berkualitas merupakan hal yang sangat

penting guna memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan

tubuh (Supriyatin et al., 2022). Oleh karena itu, keanekaragaman jenis pangan yang

dikonsumsi perlu diperhatikan dalam menghindari defisit atau kelebihan pada zat gizi

tertentu. Makanan dikategorikan sebagai makanan sehat apabila dalam makanan

tersebut terkandung unsur-unsur zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, tidak

mengandung bibit penyakit dan racun. Nuraini (2007) juga menyatakan bahwa

makanan yang sehat adalah makanan yang mempunyai nilai gizi yang cukup

seimbang, serta tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan atau merusak

kesehatan.

Saat ini masyarakat lebih cenderung mengkonsumsi makanan praktis ataupun

siap saji (ready to eat) yang cenderung tinggi lemak jenuh, gula, dan rendah serat.

Konsumsi fast food mulai menjadi kebiasaan di masyarakat karena jenis makanan

tersebut mudah diperoleh dan dapat disajikan dengan cepat. Salah satu produk

makanan siap saji yang populer beredar di masyarakat adalah nugget (Wibowo et al.,

2014).

Nugget merupakan jenis makanan cepat saji yang dibuat menggunakan daging

giling dan diberi bumbu kemudian dicampur bahan pengikat serta dicetak dalam

1
bentuk tertentu, dikukus lalu dipotong dan dilumuri perekat telur kemudian diselimuti

tepung roti. Nugget ini dapat dikonsumsi setelah digoreng dan disimpan pada freezer

untuk mempertahankan mutu selama penyimpanan (Astawan, 2007).

Salah satu jenis nugget yang beredar di pasaran adalah nugget ikan atau fish

nugget. Keunggulan nugget ikan, yaitu memiliki kandungan gizi seperti protein dan

asam lemak lebih baik dibandingkan dengan nugget yang lain. Ikan memiliki

kandungan protein yang tinggi dengan kualitas protein yang mudah dicerna

(Jayasinghe, 2013).

Ikan tuna merupakan salah satu jenis ikan yang dapat digunakan sebagai

bahan baku produk nugget karena memiliki kadar protein hampir dua kali lebih tinggi

dari kadar protein telur. Dalam 100 g daging ikan tuna mengandung protein sebesar

22 g dan omega 3 sebesar 2,1 g (Trisnaningsih et al., 2014). Berdasarkan penelitian

yang dilakukan oleh Daroyani et al., (2022), serat pangan total ikan tuna yaitu 1,91%.

Serat ini masih tergolong rendah sehingga perlu dilakukan kombinasi produk nugget

dengan menggunakan ampas wortel yang memiliki serat pangan yang tinggi, yaitu

berkisar 2,3% - 3,2% (Kurniawati, 2010). Selain itu ampas wortel juga kaya akan

kandungan gizi seperti β-karotenoid sebagai sumber antioksidan alami, tokoferol,

asam askorbat, dan α-tokoferol (Ali et al., 2003 dalam Melisa, 2011).

Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan kajian pembuatan nugget

dengan rasio penggunaan ikan tuna dan ampas wortel untuk penganekaragaman

produk nugget yang bergizi dan kaya serat. Hal ini diharapkan dapat memberikan

nilai tambah pada produk nugget sehingga menjadi produk yang berkualitas.

2
1.2 Rumus Masalah

Penelitian ini memilih ampas wortel dan ikan tuna sebagai bahan baku

pembuatan nugget karena bahan baku pertanian ini melimpah, namun mudah rusak.

Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui formulasi nugget yang tepat

dengan menggunakan persentase ikan tuna dan ampas wortel (90% : 10%, 80% :

20%, 70% : 30%).

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase rendemen, kadar serat,

dan uji organoleptik, menentukan formulasi nugget dari bahan baku ikan dan ampas

wortel, serta mengetahui karakteristik nugget yang baik dari segi organoleptik

(warna, rasa, aroma dan tekstur).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat,

industri makanan, maupun peneliti tentang pemanfaatan ampas wortel dan ikan tuna

terhadap nilai gizi nugget yang dihasilkan. Menghasilkan produk pangan unggulan

yang menggunakan sumber pangan lokal menjadi nugget yang bernilai gizi baik.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nugget

Nugget merupakan salah satu bentuk produk makanan beku siap saji, yaitu

produk yang telah mengalami pemanasan sampai setengah matang (precooked),

kemudian dibekukan. Produk beku siap saji ini hanya memerlukan waktu

penggorengan selama 1 menit pada suhu 150ºC (Afrisanti, 2010).

Nugget dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan bahan dasar yang

digunakan, yaitu berupa bahan hewani dan bahan nabati. Nugget berbahan hewani

yang berasal dari daging hewan seperti nugget daging ayam, nugget daging sapi,

nugget daging ikan, dan nugget udang. Nugget daging ayam merupakan salah satu

nugget hewani yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat. Nugget berbahan

nabati atau nugget analog berbahan dasar tumbuhan seperti nugget tahu, nugget

tempe, dan nugget sayuran (Inarest et al., 2014).

2.2 Wortel

Wortel (Daucus carota L.) merupakan sayuran yang termasuk ke dalam

keluarga Apiaceae. Wortel memiliki nama-nama yang berbeda pada setiap negara

maupun daerahnya seperti: carrot (inggris), bortel (Belanda), bortol (Sunda), wortel

(Madura). Wortel pada umumnya bisa ditanam di daerah yang dingin dengan

ketinggian 1200 mdpl. Wortel bisa ditanam sepanjang tahun untuk daerah dataran

yang tinggi. Wortel memiliki batang, daun yang basah berupa sekumpulan pelepah

(tangkai daun) yang muncul dari pangkal sayuran bagian atas (umbi akar), mirip

dengan tanaman daun seledri. Bagian yang dapat dimakan dari wortel adalah bagian

4
umbi atau akarnya. Wortel memiliki batang yang pendek, akar tunggang yang bentuk

dan fungsinya berubah menjadi umbi bulat dan memanjang. Kulit umbi wortel tipis

dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. Wortel memiliki rasa manis

karena terdapat kandungan karbohidrat sehingga rasa manis alami dapat terasa pada

saat dikonsumsi (Lidiyawati et al., 2013).

Ampas wortel merupakan sisa dari penggilingan wortel yang diambil sari

ekstraknya yang telah dipisahkan dan biasanya sisa-sisa ini mengendap diatas

permukaan sari atau bahkan menggumpal dengan sendirinya apabila terjadi proses

penyaringan. Ampas pada umumnya memiliki nilai ekonomis yang rendah karena

ampas biasanya hanya dibuang begitu saja tanpa ada penanganan lebih lanjut dari

ampas tersebut. Ampas wortel ini pada umumnya hanya sebagai sampah yang berasal

dari serat penggilingan dari pemisahan sari dan ampas wortel, seharusnya ada

penanganan yang lebih lanjut untuk meningkatkan nilai ekonomis pada ampas wortel

dengan cara mengolahnya menjadi produk seperti selai. Ampas wortel memiliki

kandungan gizi yang sama dengan wortel yang utuh, hanya saja kadar kandungan gizi

yang terdapat pada ampas wortel tidak sebanyak wortel utuh karena pada umumnya

kandungan gizi yang terdapat pada wortel termasuk ke dalam daging sayuran atau

sari yang telah dihancurkan dan disaring (Kurniawati, 2010).

Kandungan yang terdapat pada ampas wortel salah satunya, yaitu vitamin A,

vitamin B, vitamin C dan kandungan gizi lainnya. Kandungan yang tertinggi pada

ampas wortel terdapat pada vitamin B atau betakaroten, karena betakaroten

merupakan terbentuknya warna atau pigmen pada wortel, sehingga pada saat

pemisahan sari dan ampas masih ada pigmen yang terdapat pada ampas wortel.

5
Vitamin A yang terkandung pada ampas wortel sedikit karena proses penggilingan

wortel yang menghasilkan sari wortel (Solikha, 2016).

2.3 Ikan Tuna

Ikan laut banyak mengandung sejumlah asam lemak tak jenuh omega-3, dan

turunan asam dokoheksanoat (DHA) dan asam eikosapentanoat (EPA) yang berfungsi

dalam perkembangan otak, saraf dan penglihatan. Maka dari itu dalam

mengkonsumsi ikan laut bukan hanya untuk kesehatan fisik, melainkan juga untuk

perkembangan kognitif (Farida et al., 2018). Salah satu jenis ikan laut yang bisa

diolah menjadi nugget adalah ikan tuna.

Ikan tuna termasuk dalam family scrombidae dengan bentuk tubuh seperti

kerucut yang memiliki dua sirip punggung, sirip depan pendek dan terpisah dari sirip

belakang, mempunyai jari-jari sirip tambahan yang terletak dibelakang sirip

punggung dan sirip dubur, serta sirip dada yang terletak agak ke atas dan sirip ekor

dengan berbentuk bulan sabit (Sahubawa, 2018).

Ikan tuna juga memiliki kandungan gizi mineral kalsium, fosfor, besi dan

sodium, vitamin A, vitamin B (thiamin, riboflavin dan niasin), serta lemak yang

rendah antara 0,2 – 2,7 g/100 g daging. Sispaditanianggi (2017), menyatakan bahwa

ikan tuna memiliki kadar kolesterol lebih rendah yaitu 38-45 mg per 100 g daging

dibandingkan dengan pangan hewani lainnya.

6
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2023. Analisis kadar serat, dan

kadar abu dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan dan Hasil Pertanian (APHP)

Universitas Syiah Kuala. Analisis rendemen dan organoleptik dilakukan di

Laboratorium Pengolahan Pangan Agroindustri, Politeknik Indonesia Venezuela.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan selama proses penelitian ini, yaitu pisau, talenan,

parutan, spatula, saringan, wajan, kompor, blender, baskom, timbangan, sarung

tangan. Adapun alat yang digunakan untuk analisis, yaitu erlenmeyer, pendingin

tegak, corong Bucher, kertas saring Whatman 541, cawan uji, cawan kurs, neraca

analitik, botol timbang, kompor listrik, tanur, desikator, penjepit botol/kurs, kurs

porselin, muffle, kompor, labu destilasi, dan erlenmeyer.

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi ampas wortel dan

ikan tuna yang diperoleh dipasar Lambaro Aceh Besar, telur. garam, tepung terigu,

merica, bawang merah, bawang putih, tepung panir, minyak goreng. Adapun bahan

yang digunakan untuk analisis, yaitu larutan H2SO4 1,25%, NaOH 3,25%, aquades,

etanol 96%, kapuas aktif, asam sulfat, silical gel, alumunium oksida, kalium klorida,

kalium hidroksida, kalium sulfat, atau barium oksida.

7
3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) non faktorial dengan faktor rasio penggunaan ikan tuna dan ampas

wortel yang terdiri dari 3 perlakuan, yaitu (P1) = 90% : 10%, (P2) = 80% : 20%, dan

(P3) = 70% : 30%. Setiap perlakuan dilakukan 6 kali ulangan sehingga menghasilkan

18 satuan percobaan. Susunan kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Susunan Kombinasi Perlakuan


Ulangan
Perlakuan
1 2 3 4 5 6

P1 P1U1 P1U2 P1U3 P1U4 P1U5 P1U6

P2 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4 P2U5 P2U6

P3 P3U1 P3U2 P3U3 P3U4 P3U5 P3U6

Data yang dihasilkan akan dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA

(Analisis of Variance), dengan model liniernya adalah sebagai berikut:

𝑌𝑖𝑗 = 𝜇 + 𝜏𝑖 +∈𝑖𝑗

dengan :

Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke-𝑖 dan ulangan ke-𝑗.

µ = rata – rata umum

𝜏i = pengaruh perlakuan ke-𝑖

∈𝑖𝑗 = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-𝑖 dan ulangan ke-𝑗

Sumber: Persulessy et al., (2016).

8
Bila hasil pengujian menunjukkan adanya pengaruh perbedaan nyata antar

perlakuan, maka akan dilalakukan dengan uji lanjut Beda Nyata (BNT) dengan rumus

sebagai berikut:

BNT a = tax
√ 2 KTG
n

Keterangan :

ta ( x ) : nilai baku (t) pada huruf uji (a ) dan derajat bebas galat (x).

KTG : kuadrat tengah galat.

n : jumlah ulangan.

Sumber: Suprianto, (2018).

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Persiapan Bahan Baku

Ikan tuna dibersihkan dengan cara membuang isi perutnya, dipisahkan dari

tulangnya, lalu dicuci dengan air bersih kemudian ditimbang sesuai perlakuan (90%,

80%, 70%) dan di tambahkan jeruk nipis sebanyak 5 mL disetiap perlakuan,

kemudian dihaluskan menggunakan chooper sehingga menghasilkan daging giling.

Wortel yang telah dikupas kulit dan dicuci hingga bersih, kemudian di Juicer

untuk mendapatkan Ampas Wortel, lalu dilakukan sortasi untuk memisahkan wortel

yang masih utuh. Ampas wortel kemudian ditimbang sesuai dengan perlakuan (10%,

20%, 30%), dan dimasukkan kedalam wadah.

3.4.2 Pembuatan Nugget


Bahan baku pembuatan nugget ikan mengacu pada penelitian Simanjuntak

(2018), daging ikan tuna dan ampas wortel yang sudah ditimbang sesuai dengan

9
perlakuan. Kemudian ditambahkan bahan baku pendukung lainnya seperti, tepung

terigu 100 g, merica 4 g, larutan bawang merah 30 g, larutan bawang putih 15 g, telur

4 g dan garam 8 g kedalam wadah untuk dilakukan pengadonan. setelah semua bahan

tercampur rata kemudian dimasukkan kedalam cetakan berukuran 15x10x4 cm dan

dikukus selama 20 menit dengan suhu 100oC.,

Nugget kemudian didiamkan pada suhu ruang 25oC yang bertujuan untuk

menurunkan temperatur internal sehingga struktur nugget ikan akan menjadi padat.

Nugget dipotong dengan ukuran balok 3x3x1 cm dan dimasukkan ke dalam adonan

pelapis (pelumuran) yang dibuat dengan cara mencampurkan 3 butir telur ayam dan

digulirkan dalam 250 g tepung panir agar adonan pelapis tersebut melekat.

Setelah proses pelumuran nugget dengan tepung panir, Nugget digoreng

dalam 500 mL minyak pada suhu 150 OC selama 3 menit, sampai nugget berubah

warna menjadi kekuning-kuningan. Prosedur pembuatan nugget dengan rasio

penggunaan ikan tuna dan ampas wortel dapat dilihat pada Gambar 1.

10
Daging ikan tuna
Ampas wortel

Ditimbang dan Dihaluskan


Ditimbang
Ditambah perasan jeruk nipis

penambahan garam. tepung. telur. bawang. putih. bawang merah. merica

kemudian dimasukan kedalam loyang

Dikukus selama 20 menit

Analisis
Rendemen Didinginkan dan dipotong ukuran 3x3x1 cm
Kadar serat
Kadar Abu

Dibaluri (telur + tepung panir)

Digoreng (3 menit, suhu 150 oC)

Nugget yang sudah digoreng


Analisis
Organoleptik
Nugget Warna
Rasa
Aroma
Tekstur

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

11
3.5 Parameter Pengamatan

Parameter yang diuji pada nugget ikan tuna dan ampas wortel adalah

rendemen, kadar abu, kadar serat dan uji organoleptik.

3.5.1. Rendemen
Analisis rendemen adalah perbandingan berat bobot kering produk yang

dihasilkan dengan berat bobot basah bahan baku Rendemen dihitung berdasarkan

perbandingan berat akhir (berat yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa

sel yang digunakan) dikalikan 100% (Sani et al., 2014).

Berat Nugget ( g )
% Rendemen= ×100 %
Bera t Bahan Baku ( g )

3.5.2. Kadar Serat

Ditimbang 1-2 gram sampel (dibebaskan lemaknya dengan cara ekstrasi

soxhletasi atau dengan cara mengaduk, mengendap tuangkan sampel dalam pelarut

organik sebanyak 3 kali kemudian dikeringkan contoh dan dimasukan ke dalam

Erlenmeyer 500 mL) ditambahkan 50 mL larutan H 2SO4 1,25% kemudian dididihkan

selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Sebanyak 50 mL NaOH

3,25% ditambahkan kemudian dididihkan lagi selama 30 menit. Dalam keadaan

panas disaring dengan corong Bucher yang berisi kertas saring Whatman 541 tak

berbau yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya (W1). Endapan yang terdapat

pada kertas saring dicuci berturut- turut dengan H 2SO4 1,25% panas, aquades panas,

dan etanol 96%. Kertas saring diangkat dan dimasukan pada kotak timbang yang

telah diketahui bobotnya (W2) kemudian dikeringkan pada suhu 105°C didinginkan

dan ditimbang sampai bobot tetap (W3) (Abdul et, al, 2018).

12
( w 3−w 2 )−w 1
% seratkasar = ×100 %
beratsempel

3.5.3. Kadar Abu


Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang

terdapat pada suatu bahan pangan dan merupakan residu organik dari proses

pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu

produk menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut,

kemurnian, serta kebersihan suatu produk yang dihasilkan (Akolo, 2019). Kadar abu

dilakukan dengan metode pemanasan tanur (AOAC, 2005) yakni pertama-tama

ditimbang berat cawan porselen dengan neraca analitik (a gram). Sekitar 3 gram

sampel ditimbang dalam cawan porselen (w gram). Sampel di arangkan di atas hot

plate selama 30 - 60 menit sampai tidak berasap. Kemudian sampel di abukan dalam

tanur bersuhu 600°C selama 3 jam dan ditimbang (x gram). Kemudian didinginkan

dalam desikator 15 - 30 menit

%𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 = W1−W2 W 𝑋 100%

Dimana:

W1 = bobot wadah dan sampel sesudah dilakukan pengabuan (g)

W2 = bobot wadah kosong (g)

W = bobot sampel sebelum dilakukan pengabuan (g)

3.5.4. Uji organoleptik


Pengamatan dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Dalam pengujian

organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panel-panel ini berbeda

tergantung dari tujuan pengujian tersebut. Pengujian organoleptik pada penelitian ini

13
memakai panel tidak terlatih karena hanya perlu sekelompok orang yang mempunyai

kemampuan untuk membedakan reaksi dari penilaian organoleptik yang diujikan.

Jumlah anggota panel tidak terlatih berkisar antara 25 orang

(Ayustaningwarno, 2014). Tingkat kesukaan pada uji hedonik disebut skala

hedonik. Skala hedonik ada yang memiliki skala numerik 1-5, 1-7 hingga 1-9.

Menurut Satiarini (2006), skala hedonik dari 1 sampai 5 meliputi:

1. Sangat tidak suka : 0,00-1,49


2. Tidak suka : 1,50-2,49
3. Agak suka : 2,50-3,49
4. Suka : 3,50-4,49
5. Sangat suka : 4,50-5,59

14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Rendemen

Rendemen merupakan bentuk persentase rasio antara hasil produk akhir

terhadap bahan baku awal yang digunakan. Semakin rendah rendemen maka semakin

tinggi nilai (berat) rendemen suatu produk. Perbandingan bobot kering produk yang

dihasilkan dengan berat basah bahan baku rendemen ekstrak dihitung berdasarkan

perbandingan berat ahkir (nugget) dengan berat awal (nugget) dikalikan 100% (Sani

et al., 2014).

Data hasil analisis rendemen nugget dengan pemberian ikan tuna dan ampas

wortel pada persentase yang berbeda (P1= 90% : 10%, P2= 80% : 20%, P3= 70% :

30%) nilai yang diperoleh berkisar antara 75,93% - 90,34% dengan nilai rata-rata

99,12% (Lampiran 1a). Hasil sidik ragam (Lampiran 1b) menunjukkan bahwa

persentase nugget ikan tuna dan ampas wortel tidak berpengaruh nyata (P<0,05)

terhadap nilai rendemen nugget ikan tuna dan ampas wortel. Sani et al., (2014),

menyatakan bahwa rendemen dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat

yang dihasilkan) dengan berat awal (berat bahan total yang digunakan) dikalikan

100%. Menurut Anggraeni et al., (2014), granula pati dapat mengembang jika

menyerap air, apabila pati yang sudah menyerap air jika dipanaskan, maka energi

panas dapat memecahkan ikatan hidrogen sehingga kemampuan pati dalam mengikat

air semakin meningkat dan mengakibatkan pati dapat mengembang lebih besar.

Jumlah pati dan jumlah air yang terserap akan berpengaruhi pada rendemen produk.

15
4.2 Uji Kadar Serat
Pengujian kadar serat nugget dari ikan tuna dan ampas wortel dengan

persentase yang berbeda (P1= 90% : 10%, P2= 80% : 20%, P3= 70% : 30%) nilai

yang diperoleh berkisar antara 2,66% - 3,79% dengan nilai rata-rata 3,01 (Lampiran

2a). Hasil sidik ragam (Lampiran 2b) mnenunjukkan bahwa persentase rasio nugget

ikan tuna dan ampas wortel tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar serat

nugget ikan tuna ampas wortel yang dihasilkan.

Perbedaan kadar serat kasar pada tiap perlakuan nugget oleh kandungan

masing-masing ampas wortel yang berbeda antara satu sama lain, semakin tinggi

penambahan ampas wortel pada nugget semakin tinggi pula kandungan serat kasar

yang terkandung dalam nugget. Perbedaan kadar serat kasar pada tiap perlakuan

nugget ini diakibatkan oleh kandungan masing-masing ampas wortel yang berbeda

antara satu sama lain serta akibat dari proses pengolahan. Hal ini sejalan dengan

penelitian Wibowo (2014) yang menyatakan bahwa kadar serat nugget yang

dihasilkan umumnya mengalami kenaikan dari masing-masing perlakuan. Hasil rata-

rata tertinggi adalah 3,09 (P1) dan terendah 2,88 (P2).

4.3 Uji Kadar Abu

Pengujian kadar abu pada nugget ikan tuna ampas wortel dengan persentase

yang berbeda (P1= 90% : 10%, P2= 80% : 20%, P3= 70% : 30%) nilai yang

diperoleh berkisar antara 0,90% - 1,98% dengan nilai rata-rata 1,38% (Lampiran 3a).

Hasil sidik ragam (Lampiran 3b) menunjukkan bahwa persentase nugget ikan tuna

dan ampas wortel tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu nugget ikan

tuna dan ampas wortel yang dihasilkan. Hasil rata-rata tertinggi adalah 1,66 (P2) dan

16
terendah 1,20 (P3). Menurut Putri et al., (2019) dalam proporsi kecil abu

mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia yang bersumber dari

bahan pangan.

Proses pengukusan ikan diindikasikan dapat mengurangi kadar abu, hal ini

terjadi karena kadar abu akan larut oleh air yang digunakan. Penentuan kadar abu ada

hubungannya dengan mineral suatu bahan, kandungan mineral total dalam bahan

pangan dapat diperkirakan sebagai kandungan abu yang merupakan residu anorganik

yang tersisa setelah bahan-bahan organik terbakar habis, semakin banyak kandungan

mineralnya, maka kadar abu menjadi tinggi begitu juga sebaliknya apabila kandungan

mineral sedikit maka kadar abu bahan juga sedikit (Karmila et al., 2016). Hal ini

sesuai dengan pendapat Hasniar dan Fadilah (2019), bahwa semakin tinggi kadar abu

dari suatu bahan pangan menunjukkan tingginya kadar mineral dari bahan tersebut.

Menurut Giram et al., (2017) pada umumnya mineral tidak terpengaruh oleh adanya

proses pengolahan.

4.4 Uji Organoleptik

Pengamatan dilakukan berdasarkan tingkat kesukaan panelis. Dalam

pengujian organoleptik dikenal beberapa macam panelis. Penggunaan panel-panel ini

berbeda tergantung dari tujuan pengujian tersebut. Untuk pengujian organoleptik pada

penelitian ini memakai panel terlatih karena hanya perlu sekelompok orang yang

mempunyai kemampuan untuk membedakan reaksi dari penilaian organoleptik yang

diujikan. Jumlah anggota panel terlatih berkisar antara 25 orang (Ayustaningwarno,

2014).

17
4.2.1 Uji Organoleptik Warna
Hasil pengamatan uji organoleptik warna nugget ikan tuna dan ampas wortel

dengan persentase pencampuran yang berbeda (P1= 90% : 10%, P2= 80% : 20%, P3=

70% : 30%), terlihat bahwa analisis organoleptik warna yang dihasilkan berkisar

antara 2,92-3,88 (tingkat penerimaan agak suka hingga suka). Nilai rata-rata

keseluruhan uji organoleptik warna nugget ikan tuna ampas wortel adalah 3,51

(tingkat penerimaan suka) (Lampiran 4a). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4b)

menunjukkan bahwa perlakuan persentase pencampuran ikan tuna dan ampas wortel

yang yang berbeda berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik warna

nugget ikan tuna ampas wortel yang dihasilkan. Hasil uji lanjut BNT0,05 pengaruh

persentase substitusi ikan tuna dan ampas wortel terhadap warna nugget yang

dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.

Organoleptik Warna
3.700 3.660 b
3.593 b
3.600

3.500
Warna

3.400
3.287 a
3.300

3.200

3.100
P1 = 90% : 10% P2 = 80% : 20% P3 = 70% : 30%
Perbandingan Ikan Tuna : Ampas Wortel

Gambar 2. Pengaruh persentase pemberian ikan tuna dan ampas wortel yang berbeda
berdasarkan uji organoleptik warna (nilai yang diikuti huruf yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata BNT 0,05 =0,20, KK, 10,61%)

18
Gambar 2 menunjukkan bahwa penambahan ikan tuna dan ampas wortel

dengan persentasi pencampuran yang berbeda, nilai rata-rata kesukaan terhadap

warna tertinggi diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 3,66 (tingkat penerimaan suka) dan

nilai rata-rata kesukaan terhadap warna terendah diperoleh pada perlakuan P3 yaitu

3,28 (tingkat penerimaan agak suka), Warna yang dihasilkan nugget dengan rasio

penggunaan ikan tuna dan ampas wortel yaitu kuning keemasan. Menurut Winarno

(2008), warna cokelat merupakan hasil akhir dari reaksi aldehid yang aktif

terpolimerisasi dengan gugus amino membentuk senyawa cokelat yang disebut

melanoidin. Menurut Leo dan Nollet (2007), tingkat intensitas warna yang

ditimbulkan dipengaruhi oleh lama penggorengan, suhu, dan komposisi kimia yang

terdapat pada permukaan luar bahan dari bahan pangan. Oleh karena itu warna dapat

menjadi faktor yang dapat mempengaruhi apakah produk pangan disukai atau tidak

(Defri, Jayiyah, and Nasichah 2021). Warna suatu produk pangan merupakan hasil

dari proses pengolahan pangan. Selama proses pengolahan terjadi berbagai reaksi dan

perubahan dapat memberikan petunjuk terkait mutu dan tingkat penerimaan

konsumen (Muchtar, pangan, dan Hastian 2020).

4.2.2 Uji Organoleptik Rasa

Pengolahan penggorengan selain menghasilkan warna dan aroma, juga

menghasilkan rasa yang gurih. Data hasil pengamatan uji organoleptik aroma nugget

ikan tuna dan ampas wortel dengan persentase pencampuran yang berbeda (Lampiran

6a), nilai analisis organoleptik aroma yang dihasilkan berkisar antara 3,43-3,51

(tingkat penerimaan agak suka sampai suka). Nilai rata-rata keseluruhan uji

organoleptik aroma pada nugget ikan tuna ampas wortel yaitu 3,47 (tingkat

19
penerimaan agak suka). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 6b) memperlihatkan

bahwa setiap perlakuan dengan persentase pemberian ikan tuna dan ampas wortel

yang berbeda (P1= 90% : 10%, P2= 80% : 20% : P3=70%, 30%) tidak berpengaruh

nyata (P<0,05) terhadap nilai organoleptik aroma nugget ikan tuna ampas wortel yang

dihasilkan.

Menurut Fazil et al., (2022), proses pengorengan nugget memberikan rasa

lezat dan gurih karena terjadi penyerapan minyak selama proses penggorengan.

Kombinasi antara bahan utama dan bahan tambahan akan menghasilkan rasa yang

khas dan dapat menyebabkan terjadinya peningkatan ataupun penurunan rasa

makanan (Arisanti, 2017). Terbentuknya rasa makanan diperoleh dari gabungan

berbagai rasa yang berasal dari bahan-bahan yang digunakan. Umumnya produk hasil

olahan berbahan baku ikan disebabkan oleh kandungan asam amino penyusun protein

ikan misalnya glisin, alanin, lisin dan asam glutamat dan jenis-jenis asam amino

tersebut menghasilkan rasa yang khas (Nursholeh et al., 2022).

4.2.3. Uji Organoleptik Aroma

Dalam industri pangan, aroma salah satu indikator sensori yang dihasilkan

dalam proses pengolahan pangan yang dapat menjadi daya tarik kuat sehingga dapat

merangsang indera penciuman dan akhirnya menimbulkan selera untuk mencoba

makanan (Ratulangi dan Rimbing, 2021). Pengujian aroma dan bau dianggap sebagai

pengujian yang paling penting, dimana aroma atau bau dengan cepat memberikan

hasil penilaian terhadap produk terkait, baik diterima atau tidaknya suatu produk.

Data hasil pengamatan uji organoleptik aroma nugget ikan tuna dan ampas

wortel dengan persentase pencampuran yang berbeda (Lampiran 7a), nilai analisis

20
organoleptik aroma yang dihasilkan berkisar antara 3,46-3,55 (tingkat penerimaan

agak suka sampai suka). Nilai rata-rata keseluruhan uji organoleptik aroma pada

nugget ikan tuna ampas wortel yaitu 3,50 (tingkat penerimaan suka). Hasil analisis

sidik ragam (Lampiran 7b) memperlihatkan bahwa setiap perlakuan dengan

persentase pemberian ikan tuna dan ampas wortel yang berbeda (P1= 90% : 10%,

P2= 80% : 20% : P3=70%, 30%) tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai

organoleptik aroma nugget ikan tuna ampas wortel yang dihasilkan.

Hal ini tidak ada perubahan spesifik pada aroma nugget, sehingga panelis

memberikan tingkat penilaian yang hampir sama pada aroma nugget yaitu suka .

Dapat disimpulkan bahwa nugget ikan tuna ampas wortel tidak berpengaruh nyata

terhadap aroma nugget. Berdasarkan pendapat Khofifah (2018) ampas memiliki

karakteristik warna, aroma khas dan lembut sehingga terbentuknya aroma juga

disebabkan karena adanya berbagai senyawa yang mudah menguap dan beberapa

reaksi sebagai akibat oleh aktivitas enzim maupun tanpa adanya aktivitas enzim

(Muchtar, et al. 2021).

4.2.4. Uji Organoleptik Tekstur

Dari hasil pengamatan uji organoleptik tekstur nugget ikan tuna dan ampas

wortel dengan persentase pencampuran yang berbeda (P1= 90% : 10%, P2= 80% :

20%, P3= 70% : 30%), terlihat bahwa analisis organoleptik tekstur yang dihasilkan

berkisar antara 3,63-3,89 (tingkat penerimaan suka) (Lampiran 8a). Nilai rata-rata

keseluruhan uji organoleptik tekstur nugget ikan tuna dan ampas wortel adalah 3,74

(tingkat penerimaan suka). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 8b) menunjukkan

bahwa perlakuan persentase pencampuran ikan tuna dan ampas wortel tidak

21
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai organoleptik tekstur nugget ikan tuna

ampas wortel yang dihasilkan.

Hal ini disebabkan tidak ada perubahan spesifik pada tekstur nugget, sehingga

panelis memberikan tingkat kesukaan terhadap tekstur nugget yaitu suka. Surawan

(2007) Menyatakan bahwa penambahan pati yang banyak dapat membuat tekstur

lebih badat dan keras, serta tekstur akan berubah dengan berubahannya kandungan

air, sedangkan Zulkarnain (2013) menjelaskan bahwa pati memagang peranan penting

dalam menentukan tekstur makanan, apabila campuran granula pati dan air

dipanaskan akan menentukan gel. Pati yang berubah menjdi gel bersifat irreversible,

molekul-molikul pati saling melekat membentuk suatu gumpalan sehingga

membentuk tekstur.

Tekstur dapat dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat dari setiap jenis bahan

pengisi yang digunakan. Demikian pula yang dijelaskan oleh Sormin et al., (2020)

bahwa kandungan karbohidrat yang berfungsi sebagai bahan pengikat dalam

pembuatan nugget adalah untuk menyatukan bahan-bahan yang digunakan dan

berfungsi untuk membentuk tekstur yang baik pada suatu rangsangan fisik yang

terjadi saat makanan bersentuhan dengan rongga mulut (Hidayah et al., 2021). Setiap

jenis makanan memiliki sifat tesktur masing-masing yang dipengaruhi oleh keadaan

fisik, ukuran serta bentuk sel penyusunnya. Untuk penilaian tekstur terdiri dari

beberapa kategori misalnya kekerasan, elastisitas atau kerenyahan (Suartini,

Indriastuti, dan Saiya, 2018).

22
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diversifikasi nugget ikan tuna (Thunnus thynnus)

dan ampas wortel (Daucus carota L.) sebagai produk olahan pangan sehat untuk

meningkatkan nilai tambah, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pembuatan nugget ikan tuna ampas wortel pada persentase pencampuran yang

berbeda (P1= 90% : 10%, P2 = 80% : 20%, P3= 70% : 30%) tidak berpengaruh

nyata terhadap rendemen, kadar serat, kadar abu, uji organoleptik aroma, tekstur

dan rasa, tetapi berpengaruh nyata terhadap uji organoleptik warna nugget ikan

tuna ampas wortel.

2. Analisis pengujian rendemen pada setiap taraf perlakuan, nilai tertinggi terdapat

pada perlakuan P2 (ikan tuna 80% : ampas wortel 20%), yaitu 98,60% dan nilai

terendah terdapat pada perlakuan P3 (ikan tuna 70% : ampas wortel 30%), yaitu

90,16%.

3. Analisis pengujian kadar serat pada setiap taraf perlakuan, nilai tertinggi terdapat

pada perlakuan P1 (ikan tuna 90% : ampas wortel 10%), yaitu 3,09% dan nilai

terendah terdapat pada perlakuan P2 (ikan tuna 80% : ampas wortel 20%), yaitu

2,88%

4. Analisis pengujian kadar abu pada setiap taraf perlakuan tertinggi terdapat pada

perlakuan P2 (ikan tuna 80% : ampas wortel 20%), yaitu 1,66% dan nilai terendah

terdapat pada perlakuan P3 (ikan tuna 70% : ampas wortel 30%), yaitu 1,20%.

23
5. Produk nugget ikan tuna ampas wortel dengan penerimaan tertinggi dari segi

warna dan tekstur terdapat pada perlakuan (P2) 80% : 20%, yaitu warna (3,66) dan

tekstur (3,89) dengan tingkat penerimaan suka. Adapun penerimaan tertinggi dari

segi aroma dan rasa terdapat pada perlakuan (P1) 90% : 10%, yaitu aroma (3,55)

dan rasa (3,51) dengan tingkat penerimaan suka.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti memberikan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang nugget ikan tuna dan

penambahan ampas wortel dengan presentase pencampuran yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pencampuran komoditi yang

berbeda.

3. perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap daya simpan nugget ikan tuna

dan ampas wortel

24
DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical


Chemists. Benjamin Franklin Station. Washington.

Astawan, M. 2007. Nugget Ayam Bukan Makanan Sampah. PT. Gramedia Pusaka
Utama. Jakarta.

Anggraeni, D.A, Widjanarko, S.B, Ningtyas, D.W. 2014. Proporsi Tepung Porang
(Amorphophallus muelleri Blume): Tepung Maizena Terhadap Karakteristik
sosis ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2(3):214-223

Arisanti, D. 2017. Varian Ikan Nike (Awaous melanocephalus) dan Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) Terhadap Mutu Kerupuk. JURNAL
TECHNOPRENEUR: Technology and Enterpreneur 5(2):44–53.

Ayustaningwarno, F. 2014. Teknologi Pangan, Teori Praktis dan Aplikasi. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Abdul, R.H., Korompot, Fatimah F., dan Wuntu, A. D. 2018. Kandungan Serat Kasar
dari Bakasang Ikan Tuna (Thunnus sp), pada Berbagai Kadar Garam, Suhu
dan Waktu Fermentasi. Jurnal Ilmiah Sains, Program Studi Kimia, FMIPA
Universitas Sam Ratulangi Manado, Vol 11118 no. 1, April 2018.

Akolo, R.A. 2019. Karakteristik Mutu Kadar Air, Kadar Abu dan Organoleptik pada
Penyedap Rasa Instan. Journal of Agritech Science, 3(2), 60-77.

Defri, Ifwarisan, Jariyah, dan Nasichah, A. 2021. Kajian Penambahan Crude


Bromelin dan Lama Perendaman pada Pembuatan Nugget Daging Ayam
Petelur Afkir. Jurnal Teknologi Pangan 15(2):39–59.

Daroyani, D.I., Yusasrini, N.L.A. dan Sugitha, I.M. 2022. Pengaruh Perbandingan
Ikan Tuna (Thunnus sp.) dengan Puree Jantung Pisang (Musa paradisiaca sp.)
Terhadap Karakteristik Nugget. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 11(2).

Farida dan Roosita, K. 2018. Kebiasaan Konsumsi Ikan Laut, Tingkat Konsumsi,
Status Gizi, dan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar di Daerah Pantai dan
Bukan Pantai. Jurnal Gipas: ISSN 2599-0152.

Fazil, Ayu, dan Zalfiatri. 2022. Karakteristik Sifat Kimia dan Organoleptik Nugget
Ikan Kembung (Rastrelliger Sp) dengan Penambahan Jamur Tiram. Jurnal
Agroindustri Halal 8(1):104–15.

25
Giram, S.J. Agrawal, R.S. and Shere, D.M. 2017. Organoleptic and Nutritional
Evaluation of Cookies Supplemented with Oat and Finger Millet.
International Journal of Pure and Applied Bioscience, 5 (5). pp. 360–365.

Hasniar., Rais, M., dan Fadilah R. 2019. Analisi Kandungan Gizi dan Uji
Organoleptik pada bakso tempe dengan Penambahan Daun Kelor (Moringa
oleifera). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian. 5:189-200.

Hidayah., Restu., Oktaningrum, G.N., Fatikasari, M.H., dan Subiharta. 2021. Kualitas
Sensori Nugget Ayam Kub. Mediagro 17(2) : 146-153

Inarest, Fathonah, S., dan Rosidah. 2014. Jurusan Teknik Jasa Produksi, Fakultas
Teknik, Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Jayasinghe, C.V.L., S.S.G. Silva., and J.M.J.K. Jayasinghe. 2013. Quality


Improvement of Tilapa Fish Nuggets by Addition of Legume Flour as
Extenders. Journal of Food and Agriculture.

Kamila, A.A.C. 2016. Analisis Dampak Kebijakan Relokasi Pedagang Pasca


Kebakaran Pasar dari Sisi Pedagang dan Masyarakat (Studi Kasus : Pasar
Panorama Lembang, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat). Jurnal
Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Universitas Pasundan. Bandung.

Kurniawati, L. 2010. Pemanfaatan Bekatul dan Ampas Wortel (Daucus carota) dalam
Pembuatan Cookies. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian.

Khofifah, S.M.K, 2018. Manfaat Ampas Tahu untuk Kesehatan.


https://radarpekalongan.co.id/20624/manfaat ampas tahu untuk kesehatan/
(Diakses, 19 Juli 2019).

Leo M. dan L. Nollet. 2007. Handbook of Meat Poultry and Seafood Quality.
Blackwell Publishing Jhon Wiley and Sons., Inc. New York.

Lidiyawati, R., Dwijayanti, F., Yuwita S., dan Pradigdo, S.F. 2013. Mentel (Permen
Wortel) sebagai Solusi Penambah Vitamin A. Jurnal Ilmiah Mahasiswa.

Melisa, N. 2011. Pengaruh Pencampuran Tepung Ampas Tahu dan Tepung Terigu
sebagai Bahan Pengikat Terhadap Mutu Nugget Wortel (Daucus carota).
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Andalas, Padang.

Muchtar, Febriana, Panga, dan Hastian. 2020. Pengaruh Penyimpanan pada Suhu
Rendah Terhadap Kandungan Protein dan Sifat Organoleptik Tahu. J. Sains dan
Teknologi Pangan (JSTP). 5(5):3256–64.

26
Muchtar, Febriana, Paridah, dan Yunawati, I. 2021. Uji Sensori dan Penentuan Indeks
Glikemik Nasi Beras Putih (Oryza satifa L.) Subtitusi Pisang Kepok (Musa
paradisiaca Forma Typical). J. Sains dan Teknologi Pangan. 6(6):4497–4512.

Nuraini, H. 2007. Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal.
Qultumedia. Jakarta.

Nursholeh, Muhammad, Azis, L., Hariyandi, dan Dzulfikri, M.A. 2022. Efek Rasio
Penambahan Tepung Singkong dan Ikan Tongkol (Euthynnus affini)
Terhadap Sifat Organoleptik dan Daya Kembang Kerupuk. Jurnal Teknologi
dan Mutu Pangan1(2).

Persulessy, E.R., Lembang, F.K., dan Djidin, H. 2016. Penilaian Cara Mengajar
Menggunakan Rancangan Acak Lengkap. BAREKENG: Jurnal Ilmu
Matematika dan Terapan. 10(1), 9-16.

Putri, Cindy Y. K., Pranata, Fransiskus S., Swasti, dan Yuliana R. 2019. Kualitas
Muffin dengan Kombinasi Tepung Pisang Kepok Putih (Musa paradisiaca
forma typica) dan Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata). Biota Vol. 4
(2): 50–62.

Ratulangi F.S., dan Rimbing, S.C. Mutu Sensoris dan Sifat Fisik Nugget Ayam yang
Ditambahkan Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L). Zootec 41(1):230-
239.

Satiarini, B. 2006. Kajian Produksi dan Profitabilitas Pembuatan Susu Jagung.


Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Surawan, F.E.D. 2007. Penggunaan Tepung Terigu, Tepung Beras, Tepung


Tapioka dan Tepung Maizena Terhadap Tekstur dan Sifat Sensoris Fish Nugget
Ikan Tuna. Jurnal Sain Peternakan Indonesia.

Sispaditanianggi, L. 2017. Perancangan Mesin Penggiling Ikan Tuna untuk Bahan


Baku Pembuatan Nugget dengan Kapasitas 60kg/jam. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Malang. Malang.

Sahubawa, L. 2018. Teknik Penanganan Hasil Perikanan. Gadjah Mada University


Press. Yogyakarta.

Simanjuntak, G.T.Y. BR. 2018. Pemanfaatan Ampas Jus Kedelai dan Ikan Patin
dalam Pembuatan Nugget serta Uji Daya Terima dan Kandungan Gizinya.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

27
Sani, R.N., Fithri C.N., Ria, D.A., dan Jaya, M.M. 2014. Analisis Rendemen dan
Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Mikroalga Laut Tetrasilmis chuii. Jurnal
Pangan dan Agroindustri 2(2): 121-126.

Suartini, A. Indriastuti, T.D., dan Saiya, H.V. 2018. Pengaruh Penggunaan Bahan
Pengisi (Filler) Terhadap Tepung Keladi (Colocasia esculenta) pada
Pembuatan Nugget Ayam Terhadap Uji Organoleptik. Musamus Journal of
Animal Livestock Science1(1):33–38.

Supriyatin, T., Damayanti, F., dan Arfa, A.N. 2022. Kreasi Olahan Nugget dari
Jantung Pisang Sebagai Alternatif Cemilan Sehat. Jurnal Pengabdian
Masyarakat Biologi dan Sains.

Solikha, H. P. 2016. Pengaruh Perbandingan Wortel (Daucus carota L.) dengan Apel
(Malus sylvestris Mill.) Varietas Rome Beauty dan Konsentrasi Gula Terhadap
Karakteristik Selai Wortel Apel. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan Fakultas
Teknik Universitas Pasundan, Bandung.

Suprianto,(2018).Analisis Hasil Pemamfaatan Media Pembelajaran Interaksi Aljabar


Logika Dengan User Acceptance Test (UAT).Smatika Jurnal

Sormin, F. 2020. The Influence of Size, Leverage and Corporate Social


Responsibilityon tax Avoidance. International Journal of Academic Research
in Accounting, Finance and Management Sciences, Vol.10, No.2, pp 31-34.

Trisnaningsih, D. 2014. Kadar Protein dan Betakaroten Bakso Ikan Tuna yang
Diperkaya Jamur Merang (Volvariella volvaceae) dan Umbi Wortel. Artikel
Publikasi Ilmiah. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Wibowo, A. Hamzah, F., dan Johan, V.S. 2014. Pemanfaatan Wortel (Daucus carota
L.) dalam Meningkatkan Mutu Nugget Tempe. Jurnal Jurusan Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Riau. Riau.

Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Zulkarnain. 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Bumi Aksara. Jakarta

28
Lampiran 1. Form Uji Organoleptik
Pembuatan diversifikasi nugget dengan rasio penggunaan ikan tuna (thunnus
thynnus) dan ampas wortel (daucus carota l) Sebagai produk olahan pangan sehat
untuk meningkatkan nilai tambah
Tanggal uji :
Nama Panelis :
NIM :
Jurusan :
Petunjuk : Nyatakan penilaian anda dengan menuliskan skor kesukaan antara
(1-5) pada kolom tanggapan kesukaan warna, aroma, rasa, dan
tekstur dengan kode sample yang tertera pada kolom.
Keterangan Notasi : Nilai kategori
1. Sangat tidak suka 4. Suka
2. Tidak suka 5. Sangat suka
3. Agak suka
Kode sample Warna Rasa Aroma Tekstur

29
Lampiran 2. Hasil Analisis Rendemen Nugget Ikan Tuna dan Ampas Wortel
a. Nilai rendemen

PERLAKUA ULANGAN TOTA RATA-


N U1 U2 U3 U4 U5 U6 L RATA

P1 94,87 75,93 90,83 90,76 96,79 97,83 547,01 91,17


P2 99,12 99,34 90,15 98,05 96,77 95,87 591,58 98,60
P3 83,51 93,53 86,40 98,25 90,59 88,68 540,95 90,16
279,2 268,8 267,3 290,9 290,7 282,3
TOTAL 1679,54 279,92
7 0 9 9 2 7
Rata-rata 93,09 89,60 89,13 97,00 96,91 94,12 559,85 93,31
Y= 93,31
Keterangan : P1 = Ikan Tuna 90% , Ampas Wortel 10%
P2 = Ikan Tuna 80%, Ampas Wortel 20%
P3 = Ikan Tuna 70%, Ampas Wortel 30%

b. Hasil analisis sidik ragam


F-Tabel
F-Hit KET
SK DB JK KT
0,05 0,01
141,6
Perlakuan 2 5 70,83 2,05 3,68 6,36 TN
571,6
Galat/Sisa 15 1 34,51
659,2
Total 17 6
KK = 6,34%
Kesimpulan : Dari tabel analisis sidik ragam di atas diketahui bahwa F hitung < F
Tabel 0,05, maka analisis tersebut tidak dilakukan uji lanjut BNT
(Beda Nyata Terkecil)
Keterangan tn : Tidak berpengaruh nyata

KK (%) ¿
√ KTG × 100
rata−rata

¿√
34 ,51
×100
93 ,31

6 , 21
¿ ×100
93 , 31

30
¿ 6,65%

Lampiran 3. Hasil Analisis Kadar Serat Nugget Ikan Tuna dan Ampas Wortel
a. Nilai kadar serat

ULANGAN RATA-
PERLAKUAN TOTAL
U1 U2 U3 U4 U5 U6 RATA
P1 3,79 3,12 2,95 2,82 3,08 2,78 18,55 3,09
P2 2,66 2,67 2,95 3,21 2,73 3,04 17,26 2,88
P3 2,93 2,97 3,20 3,16 3,19 2,84 18,29 3,05
TOTAL 9,38 8,77 9,10 9,19 8,99 8,66 54,10 9,02
Rata-rata 3,13 2,92 3,03 3,06 3,00 2,89 18,03 3,01
Y = 3,01
Keterangan : P1 = Ikan Tuna 90% , Ampas Wortel 10%
P2 = Ikan Tuna 80%, Ampas Wortel 20%
P3 = Ikan Tuna 70%, Ampas Wortel 30%

b. Hasil analisis sidik


ragam
F-Tabel
SK DB JK KT F-Hit KET
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,16 0,08 1,11 3,68 6,36 TN
Galat/Sisa 15 1,06 0,07
Total 17 1,21
KK = 8,83%
Kesimpulan : Dari tabel analisis sidik ragam di atas diketahui bahwa F hitung < F
Tabel 0,05, maka analisis tersebut tidak dilakukan uji lanjut BNT
(Beda Nyata Terkecil)
Keterangan tn : Tidak berpengaruh nyata

KK (%) ¿
√ KTG × 100
rata−rata

¿√
0 ,07
×100
3 , 01

0 ,27
¿ ×100
3 , 01

31
¿ 8,83%

Lampiran 4. Hasil Analisis Kadar Abu Nugget Ikan Tuna dan Ampas Wortel
a. Hsil uji kadar abu
RATA-
ULANGAN TOTAL
PERLAKUAN RATA
U1 U2 U3 U4 U5 U6
P1 0,99 1,16 1,29 1,98 1,10 1,06 7,58 1,26
P2 1,26 1,91 1,85 1,94 1,86 1,15 9,97 1,66
P3 1,13 1,28 1,16 0,93 1,82 0,90 7,21 1,20
TOTAL 3,37 4,36 4,30 4,84 4,78 3,10 24,76 4,13
Rata-rata 1,12 1,45 1,43 1,61 1,59 1,03 8,25 1,38
Y = 1,38
Keterangan : P1 = Ikan Tuna 90% , Ampas Wortel 10%
P2 = Ikan Tuna 80%, Ampas Wortel 20%
P3 = Ikan Tuna 70%, Ampas Wortel 30%

b. Hasil analisis sidik ragam


SK DB JK KT F-Hit F-Tabel KET
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,75 0,37 3,00 3,68 6,36 TN
Galat/Sisa 15 1,87 0,12
Total 17 2,61
KK = 25,54
Kesimpulan : Dari tabel analisis sidik ragam di atas diketahui bahwa F hitung < F
Tabel 0,05, maka analisis tersebut tidak dilakukan uji lanjut BNT
(Beda Nyata Terkecil)
Keterangan tn : Tidak berpengaruh nyata

KK (%) ¿
√ KTG × 100
rata−rata

¿√
0 ,12
× 100
1 , 38

0 ,35
¿ ×100
1 ,38

32
¿ 25,54%

Lampiran 5. Hasil Analisis Organoleptik Warna Nugget Ikan Tuna dan Ampas Wortel
a. Hasil uji organoleptik warna

PERLAKUA ULANGAN TOTA RATA-


N U1 U2 U3 U4 U5 U6 L RATA
P1 3,56 3,60 3,32 3,88 3,56 3,64 21,56 3,59
P2 3,60 3,52 3,52 4,04 3,60 3,68 21,96 3,66
P3 3,48 3,12 3,44 3,36 2,92 3,40 19,72 3,28
10,6 10,2 10,2 11,2 10,0 10,7
TOTAL 63,24 10,54
4 4 8 8 8 2
Rata-rata 3,54 3,41 3,42 3,76 3,36 3,57 21,08 3,51
Y = 3,51
Keterangan : P1 = Ikan Tuna 90% , Ampas Wortel 10%
P2 = Ikan Tuna 80%, Ampas Wortel 20%
P3 = Ikan Tuna 70%, Ampas Wortel 30%

b. Hasil analisis sidik ragam


SK DB JK KT F-Hit F-Tabel KET
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,48 0,24 6,01 3,68 6,36 *
Galat/Sisa 15 0,594 0,040
Total 17 1,070
KK = 10,61%
Kesimpulan : Dari table analisis sidik ragam diatas diketahui bahwa F hitung
>F table 0,05, maka analisis tersebut dilakukan uji lanjut BNT
(Beda Nyata Terkecil).
Keterangan * :Berpengaruh nyata

BNT 0,05 = α ×
√ 2 KTG
n

= 1,753 ×
√ 2 × 0,040
6
= 1,753 × √ 0 , 013

33
= 1,753 × 0,114
= 0,201

c. Tabel Hasil
Perlakuan Rata-rata BNT 0.05 Total
P1 3,593 0,201 3,794
P2 3,660 0,201 3,861
P3 3,287 0,201 3,488

d. Tabel Notasi
Perlakuan Rata-rata Total BNT Notasi
P3 3,660 3,861 a
P1 3,287 3,488 b
P2 3,593 3,794 b

34
Lampiran 6. Hasil Analisis Organoleptik Rasa Nugget Ikan Tuna dan Ampas Wortel
a. Hasil uji organoleptik rasa
PERLAKUA ULANGAN RATA-
TOTAL
N RATA
U1 U2 U3 U4 U5 U6
P1 3,72 3,60 3,44 3,32 3,56 3,40 21,0 3,51
P2 3,32 3,52 3,64 3,40 3,16 3,56 20,6 3,43
P3 3,60 3,56 3,36 3,52 3,36 3,40 20,8 3,47
TOTAL 10,64 10,68 10,44 10,24 10,08 10,36 62,44 10,41
RATA-RATA 3,55 3,56 3,48 3,41 3,36 3,45 20,81 3,47
Y = 3,47
Keterangan : P1 = Ikan Tuna 90% , Ampas Wortel 10%
P2 = Ikan Tuna 80%, Ampas Wortel 20%
P3 = Ikan Tuna 70%, Ampas Wortel 30%

b. Hasil sidik ragam


F-Tabel
SK DB JK KT F-Hit KET
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,02 0,01 0,38 3,68 6,36 TN
Galat/Sisa 15 0,319 0,021
Total 17 0,335
KK = 4,20%
Kesimpulan : Dari tabel analisis sidik ragam di atas diketahui bahwa F hitung < F
Tabel 0,05, maka analisis tersebut tidak dilakukan uji lanjut BNT
(Beda Nyata Terkecil)
Keterangan tn : Tidak berpengaruh nyata

KK (%) ¿
√ KTG × 100
rata−rata

¿
√0,021 ×100
3 , 47

0,146
¿ × 100
3 , 47

¿ 4,20%

35
Lampiran 7. Hasil Analisis Organoleptik Aroma Nugget Ikan Tuna dan Ampas Wortel
a. Hasil uji organoleptik aroma
ULANGAN RATA-
PERLAKUAN TOTAL
RATA
U1 U2 U3 U4 U5 U6
P1 3,68 3,56 3,48 3,56 3,52 3,52 21,32 3,55
P2 3,32 3,48 3,56 3,48 3,64 3,32 20,80 3,46
P3 3,24 3,60 3,56 3,64 3,48 3,40 20,92 3,48
TOTAL 10,64 10,60 10,40 10,36 10,84 10,32 63,04 3,50
RATA-RATA 3,41 3,54 3,53 3,56 3,54 3,41 21,01 3,50
Y = 3,50
Keterangan : P1 = Ikan Tuna 90% , Ampas Wortel 10%
P2 = Ikan Tuna 80%, Ampas Wortel 20%
P3 = Ikan Tuna 70%, Ampas Wortel 30%

b. Hasil analisis sidik ragam


SK DB JK KT F-Hit F-Tabel KET
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,02 0,01 0,86 3,68 6,36 TN
Galat/Sisa 15 0,216 0,014
Total 17 0,241
KK = 3,42%
Kesimpulan : Dari tabel analisis sidik ragam di atas diketahui bahwa F hitung < F
Tabel 0,05, maka analisis tersebut tidak dilakukan uji lanjut BNT
(Beda Nyata Terkecil)
Keterangan tn : Tidak berpengaruh nyata

KK (%) ¿
√ KTG × 100
rata−rata

¿√
0,014
× 100
3 , 50

0,120
¿ ×100
3 ,50

¿ 3,42%

36
Lampiran 8. Hasil Analisis Organoleptik Tekstur Nugget Ikan Tuna dan Ampas
Wortel
a. Hasil uji organoleptik tekstur
ULANGAN RATA-
PERLAKUAN TOTAL
RATA
U1 U2 U3 U4 U5 U6
P1 3,72 3,96 3,72 3,68 3,60 3,52 22,2 3,70
P2 3,60 3,60 4,00 3,72 4,92 3,52 23,4 3,89
P3 3,60 3,60 3,60 3,80 3,64 3,52 21,8 3,63
TOTAL 10,92 11,16 11,32 11,20 12,16 10,56 67,32 11,22
RATA-RATA 3,64 3,72 3,77 3,73 4,05 3,52 67,32 3,74
Y= 3,74
Keterangan : P1 = Ikan Tuna 90% , Ampas Wortel 10%
P2 = Ikan Tuna 80%, Ampas Wortel 20%
P3 = Ikan Tuna 70%, Ampas Wortel 30%

b. Hasil analisis sidikragam


F-Tabel
SK DB JK KT F-Hit KET
0,05 0,01
Perlakuan 2 0,23 0,11 1,09 3,68 6,36 TN
Galat/Sisa 15 1,562 0,104
Total 17 1,790
KK = 8,62%
Kesimpulan : Dari tabel analisis sidik ragam di atas diketahui bahwa F hitung < F
Tabel 0,05, maka analisis tersebut tidak dilakukan uji lanjut BNT
(Beda Nyata Terkecil)
Keterangan tn : Tidak berpengaruh nyata

KK (%) ¿
√ KTG × 100
rata−rata

¿
√0,104 × 100
3 ,74

0,323
¿ ×100
3 ,74

37
¿ 8,62%

Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian

Daging Ikan Tuna Perlakuan Proses Penimbangan Ampas Wortel

Proses Pencampuran Daging Ikan Tuna Proses Pemotongan Nugget


dan Ampas Wortel

38
Hasil dari Proses Pemotongan Nugget Proses Penggorengan Nugget

Nugget Goreng Proses Pembuatan Kertas Sampel

Uji Organoleptik Uji Hedonik Terhadap Warna, Tekstur,


Aroma, dan Rasa.

39
RIWAYAT HIDUP

Nama : Analisda
TTL : Pucuk Lembang, 10 Juni 2002
Agama: Islam
Asal : Desa Pucuk Lembang

Penulis dilahirkan 21 tahun yang lalu di Kab Aceh Selatan, Kec Kluet Timur

tepatnya pada tanggal 10 Juni 2002 dari keluarga yang sederhana. Penulis merupakan

anak ke 2 dari 3 bersaudara dari Bapak Abdul Haji dan Ibu Marziah.

Tahun 2014 penulis lulus SD Negeri Pucuk Lembang, kemudian tahun 2017

penulis lulus SMP Negeri Pucuk Lembang, selanjutnya penulis lulus SMA Negeri 2

Pucuk Lembang 2020. Pada tahun 2020 penulis diterima di kampus Politeknik

Indonesia Venezuela (Poliven) melalui Beasiswa KIP sebagai mahasiswa Program

Studi Agroindustri. Pada bulan Desember tahun 2022 penulis menyelesaikan Bakti

Profesi dengan judul “Pembuatan Sirup Ekstra Buah Nenas di Desa Lamceu

Kabupaten Aceh Besar” dan pada bulan November tahun 2022 penulis menyelesaikan

Magang dengan judul” Manajemen Mutu Minyak Kelapa Sawit di PT Agro Sinergi

Nusantara Kabupaten Aceh Barat dan pada bulan September 2023 penulis

menyelesaikan Tugas Akhir dengan Judul “Diversifikasi Nugget dengan Rasio

Penggunaan Ikan Tuna (Thunus thynnus) dan Ampas Wortel (Daucus carota L.)

Sebagai Produk Olahan Pangan Sehat.

40

Anda mungkin juga menyukai