Anda di halaman 1dari 26

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal di Indonesia, dibuat dengan cara fermentasi atau peragian. Pembuatannya merupakan hasil industri rumah tangga. Tempe diminati oleh masyarakat, selain harganya murah, juga memiliki kandungan protein nabati yang tinggi. Setiap 100 g tempe mengandung protein 20,8 g; lemak 8,8 g; serat 1,4 g; kalsium 155 mg; fosfor 326 mg; zat besi 4 mg; vitamin B1 0,19 mg; dan karoten 34 g. Mutu protein tempe lebih tinggi jika dibandingkan dengan kedelai rebus. Tempe memiliki padatan terlarut 34% sedangkan kedelai rebus 14%; nitrogen terlarut tempe sebesar 39%, kedelai rebus 6,5%; asam amino bebas 7,3--12%, kedelai rebus 0,5%; dan daya cerna tempe sebesar 83%, sedangkan kedelai rebus 75% (Astuti, 1999). Menurut Murata et al. (1967), tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara jumlah protein dan mineral antara tempe dan kedelai, namun terdapat perbedaan antara jumlah asam amino bebas tempe yang lebih tinggi hingga 8,5 dibandingkan dengan kedelai. Perbedaan signifikan lainnya yaitu penambahan jumlah serat setelah kedelai difermentasi menjadi tempe. Tempe kedelai memiliki serat kasar yang merupakan karbohidrat atau polisakarida sebanyak 7,2g/100g bahan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Walaupun serat kasar tidak memberi nilai gizi yang tidak berarti bagi tubuh tetapi berperan sangat penting bagi kesehatan pencernaan. (Sarwono, 2003). Tempe juga mengandung vitamin B12 yang sangat tinggi dan diperlukan oleh mereka yang menu sehari-harinya terdiri dari bahan makanan nabati (Koswara,1998). VitaminB12 diperlukan dalam pembentukan butir-butir darah merah dan bila dikonsumsi sebanyak 100g/hari jumlahnya lebih dari cukup disbanding yang dianjurkan oleh FAO (3mcg/orang dewasa), sehingga dapat mencegah penyakit anemia. Pengolahan tempe pada umumnya masih terbatas sebagai bahan sayur, digoreng sebagai lauk-pauk atau dibuat keripik. Sifat tempe yang mudah rusak

dengan daya tahan 2 sampai 3 hari dapat diawetkan dengan cara pengeringan. Tempe kering yang baik dapat disimpan berbulan-bulan pada suhu ruang tanpa perubahan nyata pada warna dan rasa. Jika pengeringan dilakukan dengan penjemuran atau dalam alat pengering pada suhu 60-70oC maka tempe yang telah diiris tipis harus direbus dulu dalam air pada suhu didih selama 5 menit untuk mematikan cendawan (Sadikin, 1985). Sebagian besar bahan baku pakan, seperti tepung ikan, tepung kedelai, jagung, meat bone meal, dan bahan lainnya merupakan bahan impor. Tepung ikan yang diimpor Indonesia pada tahun 2008 sebesar 44.073,22 ton, tahun 2009sebesar 47.518,97 ton dan pada tahun 2010 menjadi 39.261,69 ton. Sedangkantepung kedelai yang diimpor tahun 2008 sebesar 35.849,98 ton, tahun 2009menjadi 53.474,80 ton, tahun 2010 meningkat menjadi 55.805,86 (Anonim 2011). Bahan baku utama dalam penyusunan ransum pakan ikan adalah tepung ikan, karena tepung ikan merupakan bahan baku utama sumber protein dalam pakan ikan. Namun, saat ini produksi tepung ikan lokal baru dapat memenuhi 6070% dari kebutuhan dengan kualitas dan kuantitas yang berfluktuatif. Oleh karena itu diperlukan penelitian yang mendalam terhadap berbagai bahan baku alternatif pengganti tepung ikan. Suatu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan harus memenuhi persyaratan tertentu, yaitu mempunyai nilai gizi yang tinggi, tersedia dalam jumlah melimpah dan kontinyu dan secara ekonomi tidak menjadikan harga pakan tinggi (Mudjiman, 2004). Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting peranannya dalam kehidupan. Kedelai mengandung 35% protein sedangkan kadar protein pada varietas unggul dapat mencapai 40 - 43 %. Kebutuhan protein sebesar 55 gram per hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari kedelai sebanyak 157,14 gram. (Radiyati, 1992) Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Susu kedelai dapat digunakan sebagai alternatif pengganti susu sapi karena mengandung gizi yang hampir sama dengan harga yang lebih murah. Protein susu kedelai memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Kandungan protein

susu kedelai mencapai 1,5 kali protein susu sapi. Selain itu, susu kedelai juga mengandung lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, vitamin B1 vitamin B2, dan isoflavon. Kandungan asam lemak tak jenuh pada susu kedelai lebih besar serta tidak mengandung kolesterol. Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan. Pengindraan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran. B. Tujuan Menganalisis pengaruh subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri nasi terhadap kadar protein, kalsium, dan uji organoleptik cookies.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tempe Tempe merupakan salah satu produk pangan yang sangat popular di Indonesia yang diolah dengan proses fermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. Pada awalnya tempe masih dianggap sebagai makanan inferior yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat lapisan menengah ke bawah, karena harganya yang relatif murah. Meskipun dahulu tempe diremehkan sebagai makanan khusus bagi golongan menengah ke bawah, namun para ahli telah membuktikan bahwa tempe merupakan pemasok tinggi dalam kebutuhan gizi dan memberi manfaat besar bagi kesehatan tubuh. Sebagai sumber protein nabati, tempe tidak hanya disukai oleh rakyat Indonesia saja, tetapi juga oleh bangsa-bangsa di Eropa dan Amerika (Ko Swan Djien,1965). Kecenderungan ini diduga karena orang mulai menyadari makin mahalnya dan terbatasnya bahan makanan sumber protein hewani. Protein nabati dari tempe kedelai potensial sebagai pengganti protein hewani dari susu, daging sapi dan telur ayam disamping harganya yang jauh lebih murah. Menurut Koswara (1995), tempe potensial sebagai makanan sumber protein khususnya untuk rakyat Indonesia karena kandungannya mencapai 18,9g per 100g bahan. Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbeda dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia. Terutama kaum vegetarian di seluruh dunia banyak yang telah menemukan tempe sebagai pengganti daging. Dengan ini sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia, tidak hanya di Indonesia. Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga menghambat proses penuaan dan mencegah penyakit degeneratif (aterosklerosis, jantung koroner, diabetes melitus, kangker dan lain-lain). Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurun kolesterol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan lain-lain.

Manfaat tempe bagi tubuh sangat besar sehingga tempe digunakan sebagai bahan makanan alternatif yang berfungsi ganda yaitu sebagai sumber gizi bagi tubuh dan sebagai bahan makanan kesehatan. Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi racun (toxin), namun sebaliknya mampu melindungi tempe terhadap racun aflatoksin dari kapang yang memproduksinya (Koswara,1995). Proses fermentasi tempe mampu meningkatkan aktifitas dan jumlah enzim superoksida dismutase, salah satu enzim antioksidan yang dipergunakan untuk menjaga tubuh dari serangan radikal oksigen bebas yang tidak terkendali yaitu penyakit kanker (Syarief,1998). Tempe juga mengandung vitamin B yang sangat tinggi dan diperlukan oleh mereka yang menu sehari-harinya terdiri dari bahan makanan nabati (Koswara,1998). VitaminB 12 diperlukan dalam pembentukan butir-butir darah merah dan bila dikonsumsi sebanyak 100g/hari jumlahnya lebih dari cukup disbanding yang dianjurkan oleh FAO (3mcg/orang dewasa), sehingga dapat mencegah penyakit anemia. Tempe kedelai memiliki serat kasar yang merupakan karbohidrat atau polisakarida sebanyak 7,2g/100g bahan yang tidak dapat dicerna oleh tubuh. Walaupun serat kasar tidak memberi nilai gizi yang tidak berarti bagi tubuh tetapi berperan sangat penting bagi kesehatan pencernaan. (Sarwono, 2003). Tempe mempunyai daya hipokolesterolemik yaitu kemampuan untuk menurunkan kadar kolesterol sehingga dapat mencegah penyakit degeneratif seperti jantung koroner, stroke dan kanker (Suprapti, 2003). Menurut Syarief (1999), efek

hipokolesterolemik tempe atau potensi tempe dalam menurunkan kadar kolesterol telah teruji baik yaitu dengan mengkonsumsi tempe sebanyak 200g setiap hari dapat mencegah peningkatan kadar kolesterol. Namun tempe yang dikonsumsi tersebut tidak diolah dengan digoreng karena kolesterol dalam makanan juga dapat disintesa didalam tubuh dari asam lemak jenuh yang terdapat pada makanan yang digoreng. Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan karbohidratnya tidak banyak berubah dibanding kedelai. Namun, karena adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka protein, lemak, dan karbohidrat pada

tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu, tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari bayi hingga lansia), sehingga bisa dibuat sebagai makanan semua umur (Yudana, 2003). Untuk melihat kandungan gizi tempe dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Gizi Tempe Per 100 Gram Kandungan gizi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Besi Vitamin A Vitamin B Jumlah 149 18,3 4 12,7 129 10 50 0,17 kalori Gram Gram Gram Miligram Miligram SI Miligram Satuan

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan, (2004) B. Tepung Tempe Tempe merupakan sumber protein nabati yang mampu bersaing dengan protein hewani dalam segi kualitas, kuantitas dan harga. Selain itu tempe kaya akan asam amino lisin tetapi miskin metionin. Adapun terigu kaya akan asam amino metionin tetapi miskin lisin. Oleh sebab itu, penggunaan tempe sebagai sumber protein diharapkan dapat memperbaiki nilai gizi cookies campuran tepung tempe tanpa peningkatan harga yang cukup berarti (Astawan,2008). Cara pembuatan tepung tempe yang baik adalah tempe segar yang telah dipotong-potong, diblansir (100Oc, 10 menit), lalu dikeringkan dengan oven (55Oc, 24 jam). Setelah kering, digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 3040 mesh (Astawan, 2008). Tepung tempe dapat baik ditambahkan pada makanan lain tanpa mengurangi atau mengubah cita rasa makanan yang ditambahkan. Selain itu

tepung tempe juga dapat digunakan sebagai sumber protein utama dalam makanan tambahan anak sapihan yang siap untuk dimasak. C. Cookies Cookies atau kue kering merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5%.Biasanya formulasi biscuit dibuat dengan diperkaya bahan-bahan tambahan seperti lemak, gula (ataupun garam) serta bahan pengembang. Cookies dibuat dengan bermacam-macam jenis, terutama dibedakan atas keseimbangan yang ada antara bahan utama tepung, gula, lemak, dan telur. Kemudian juga bahan tambahan seperti coklat, buah-buahan, dan rempah-rempah yang memiliki pengaruh terhadap cita rasa. Sifat masing-masing cookies ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula dan lemak, kondisi dari bahan-bahan tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran (missal ukuran kristal), metode pencampuran (batch, kontinyu, kriming, pencampuran satu tahap), penanganan adonan dan metode pemanggangan. Kualitas cookies selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya. Kerenyahan merupakan karakteristik mutu yang sangat penting untuk diterimanya produk kering. Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh kandungan protein dalam bentuk gluten tepung yang digunakan. a. Bahan-bahan Pembuatan Cookies Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan cookies ialah tepung, bahan pengembang, shortening, telur, gula, garam, susu dan air. 1. Tepung Tepung merupakan bahan baku utama untuk pembuatan kering dan umumnya yang digunakan adalah tepung terigu. Tepung terigu merupakan tepung yang mengandung protein rendah (Low protein flour/Pastry flour). Kadar protein yang dimiliki sekitar 6%-8% yang diperlukan untuk membuat adonan yang

bersifat renyah dan lembut. Tepung terigu dalam pembuatan kue kering berfungsi untuk membentuk kerangka kue yang kering dan renyah. 2. Lemak Lemak berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan cookies yang renyah. Lemak yang dapat digunakan antara lain shortening, mentega, dan margarin. Shortening merupakan lemak yang terbuat dari minyak kelapa sawit yang memiliki kadar lemak 100%. Penggunaan shortening membuat kue kering lebih renyah dan tidak mudah hancur tetapi tidak beraroma gurih. Mentega dan margarin pada dasarnya memiliki fungsi yang sama yaitu membuat tekstur kue semakin lembut. Perbedaan dari keduanya yaitu terletak pada bahan utama pembuatnya. Mentega berasal dari hewani yaitu susu sapi memiliki kadar lemak 99%, sedangkan margarin berasal dari lemak nabati yang terbuat dari minyak kelapa sawit, memiliki kadar lemak berkisar 80-85%. Aroma yang dimiliki oleh mentega ataupun margarin itu berbeda. Mentega mempunyai aroma yang harum dan khas, sedangkan margarin tidak terlalu harum. 3. Gula Gula atau pemanis tidak hanya berfungsi sebagai pemberi rasa manis, tetapi juga berfungsi sebagai pemberi warna dan aroma pada kue kering. Jenis gula yang digunakan dalam pembuatan kue kering diantaranya adalah: Gula Palem Gula palem adalah gula yang terbuat dari sari batang bunga pohon aren atau nira. Berbentuk seperti gula pasir berwarna cokelat dan memiliki aroma yang khas gula palem. Gula Kastor Gula kastor adalah gula pasir yang memiliki butirnya lebih halus dari gula pasir, warnanya putih bersih. Keunggulan gula kastor adalah muda sekali larut. Brown Sugar Brown sugar adalah gula pasir yang dalam pembuatannya ditambah molasses sehingga berwarna kecokelatan seperti gula palem dan beraroma karamel memiliki rasa yang legit, tetapi tidak semanis gula pasir.

Penggunaan brown sugar dalam pembuatan kue kering, membuat tekstur kue lebih lembut. Madu Madu digunakan dalam pembuatan kue kering untuk jenis kue yang memiliki tekstur yang liat. Madu dapat digunakan sebagai olesan untuk mendapatkan tampilan yang glossy atau mengkilap. Gula Bubuk Gula bubuk adalah gula pasir yang mengalami penghalusan sehingga berbentuk bubuk. Gula jenis ini disebut sebagai tepung gula. Corn Sirup Corn sirup atau sirup jagung terbuat dari pati jagung. Rasa dari corn sirup tidak semanis sirup dari gula pasir. Penggunaan corn sirup dalam pembuatan kue kering yaitu untuk jenis-jenis kue yang memiliki tekstur liat. 4. Telur Menurut Flick (1964), beberapa jenis telur digunakan dalam produksi kebanyakan kue kering. Penggunaannya tidak seperti bahan lain, baik sebagai agensia pengeras ataupun pengempuk. Dalam telur yang utuh terdapat kombinasi dari keduanya. Komposisi telur utuh ialah 64% putih telur (pengeras) dan 36% kuning telur (pengempuk). 5. Bahan Pengembang Fungsi bahan pengembang adalah untuk mengembangkan produk dengan cara menghasilkan gas karbondioksida. Sumber gas tersebut umumnya adalah natrium bikarbonat yang populer digunakan karena harganya murah dan toksisitasnya rendah. Jenis-jenis bahan pengembang, yaitu: Baking Soda Fungsi soda kue dalam pembuatan kue kering sebagai improver atau pengembang. Soda kue dalam penggunaannya akan menghasilkan tekstur kue kering yang kering dan renyah. Baking Powder Penggunaan baking powder akan mempermudah kue kering mengembang dan lebih cepat matang.

6.

Garam Garam ditambah dalam jumlah satu persen atau kurang. Garam berfungsi

untuk menambah flavor, menghilangkan flavor hambar dan rasa kurang enak dari bahan-bahan yang digunakan. 7. Air Air mempunyai sifat yang nyata terhadap sifat-sifat adonan. Menurut Winarno (2004), air dalam adonan selain berfungsi untuk melarutkan garam, juga membantu menghasilkan adonan yang homogen. Air juga berfungsi untuk membasahi pati dan protein tepung yang nantinya dapat membentuk kerangka dalam adonan (Flick,1964 dalam Desrosier,1988). Air dianggap sebagai agensia pengeras, karena bergabung dengan protein dari tepung dan membantu dalam pembentukan gluten (Desrosier,1988). Air mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pembuatan produk kue kering yaitu membantu pembentukan gluten bila menggunakan tepung terigu, mengendalikan suhu adonan, melarutkan bahan-bahan, dan membantu proses gelatinisasi pati. Teknologi kue kering atau cookies ini mencakup suatu pengetian dan aplikasi sebagai berikut: Pengaruh berbagai bahan pengeras dan pengempuk yang digunakan dalam produksi kue keringan . Pencampuran yang tepat dari bahan ini dengan menggunakan tepung sebagai kerangka untuk menghasilkan suatu produk dengan ukuran, keempukkan cita rasa dan kualitas makan yang dikehendaki . Pengendalian pencampuran, suhu, dan pemanggangan yang tepat untuk menjamin kesegaraman produk. Pencampuran dan pemanggangan pada formula kue yang sama, bila dicampur dengan metode yang berbeda-beda akan menghasilkan kue keringan yang berbeda, tidak hanya mengenai kenampakan luar dan ukuran, tetapi juga mengenai kualitas makan yang berbeda.

10

b.

Proses Pembuatan Cookies Proses pembuatan cookies secara garis besar terdiri dari pencampuran

(mixing),

pembentukan

(forming)

dan

pemanggangan

(bucking).

Tahap

pencampuran bertujuan meratakan pendistribusian bahan-bahan yang digunakan dan untuk memperoleh adonan dengan konsistensi yang halus. Terdapat tiga metode pencampuran yaitu single-stage, multiple-stage dan continous. Pada metode single-stage, semua bahan dicampur menjadi satu dan dimixer bersamaan. Pada multiple-stage, mungkin terdiri dari dua tahap atau lebih. Pertama yang dicampur adalah lemak dan gula., kemudian bahan-bahan cair, selanjutnya bahan-bahan lainnya. Pada metode continous biasanya dipilih karena keefektifannya, memaksimalkan output dan meminimalkan input karena proses yang kontinu (Kobs, 2001a). Pencampuran adonan cookies biasanya diawali pencampuran antara gula dan shortening (disebut creaming method) kemudian bahan-bahan lain seperti tepung dan bahan pengembang dimasukkan. Adonan yang diperoleh selanjutnya dicetak sesuai dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan. Adonan biskuit dibentuk lembaran-lembaran dan dipotong-potong dengan pisau pemotong atau alat pencetak biskuit. Adonan yang telah dicetak selanjutnya dipanggang dengan oven. Menurut Desrisier (1998) pemanggangan merupakan hal yang penting dari seluruh urutan proses yang mengarah pada produk yang berkualitas. Selama pemanggangan, lemak mencair, gula larut, bahan pengembang melanjutkan aktifitasnya, struktur terbentuk, cairan dipindahkan dan terjadi crust pada permukaan dan pembentukan warna. Suhu oven untuk proses pemanggangan tergantung pada jenis, bentuk dan ukuran dari produk yang dibuat dan dijaga sifat-sifat dari bahan-bahan penyusunnya. Pada umumnya suhu pemanggangan biskuit antara lain 218-2320C dalam waktu 15-20 menit (Fellows,1992). Semakin sedikit kandungan gula dan lemak, suhu pemanggangan dapat lebih tinggi. Oven sebaiknya tidak terlalu panas ketika bahan dimasukkan sebab bagian luar akan terlalu cepat matang. Hal ini dapat menghambat pengembangan dan permukaan cookies menjadi retak-retak.

11

Setelah pengembangan, diperlukan penanganan selama pendinginannya. Jika cookies terlalu cepat didinginkan bisa terjadi keretakan. Keretakan internal biasanya tidak segera terlihat, tetapi karena kerusakan selama pengemasan dan pendistribusiannya. Mutu cookies disamping ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan oleh warna, aroma, cita rasa dan kerenyahannya. Dari sekian parameter tersebut, menurut yang paling menentukan adalah kerenyahannya. D. Ikan Teri Ikan teri atau ikan bilis adalah sekelompok ikan laut kecil anggota keluarga Engraulidae. Nama ini mencakup berbagai ikan dengan warna tubuh perak kehijauan atau kebiruan. Walaupun anggota Engraulidaei ada yang memiliki panjang maksimum 23 cm, nama ikan teri biasanya diberikan bagi ikan dengan panjang maksimum 5 cm. Moncongnya tumpul dengan gigi yang kecil dan tajam pada kedua-dua rahangnya. Mangsa utama ikan teri ialah plankton. Ikan Teri adalah bahan makanan hewani laut yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Ikan Teri mengandung energi sebesar 74 kilokalori, protein 10,3 gram, karbohidrat 4,1 gram, lemak 1,4 gram, kalsium 972 miligram, fosfor 253 miligram, dan zat besi 3,9 miligram. Selain itu di dalam Ikan Teri juga terkandung vitamin A sebanyak 42 IU, vitamin B1 0,24 miligram dan vitamin C 0 miligram. Hasil tersebut didapat dari melakukan penelitian terhadap 100 gram Ikan Teri, dengan jumlah yang dapat dimakan sebanyak 100 %. Untuk melihat kandungan gizi ikan teri segar dapat dilihat pada Tabel 2.

12

Tabel 2. Kandungan Gizi Ikan Teri Segar Per 100 Gram Kandungan gizi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Jumlah 77 16 1 0 500 500 1 150 0,05 0 Satuan Kilokalori Gram Gram Gram Miligram Miligram Miligram IU Miligram Miligram

Dan kandungan gizi ikan teri kering dapat dilihat pada Tabel 3 Tabel 3. Kandungan Gizi Ikan Teri Kering Per 100 Gram Kandungan gizi Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Jumlah 170 33,4 3 0 1200 1500 4 210 0,15 0 Satuan Kilokalori Gram Gram Gram Miligram Milligram Miligram SI Miligram Miligram

Adapun manfaat mengkonsumsi ikan teri, seperti : a. Mencegah Osteoporosis Menurut Dr Hendradi Khumarga SpBO, FICS, FAJR , untuk mencegah osteoporosis setiap orang memerlukan kalsium sebanyak 1 gram per hari.

13

Kebutuhan kalsium tersebut bisa diperoleh dari ikan teri yang banyak terdapat di wilayah Indonesia. Ikan teri yang selama ini lebih banyak di konsumsi oleh kalangan menengah ke bawah, ternyata merupakan salah satu sumber kalsium terbaik untuk mencegah pengeroposan tulang. Ia juga mengatakan, ikan teri merupakan sumber kalsium yang tahan dan tidak mudah larut dalam air. Namun, karena di masyarakat kita punya anggapan mengonsumsi ikan teri adalah indikator mereka yang secara ekonomi tidak mampu, akhirnya banyak yang mengabaikannya. Padahal, ikan teri sangat baik sebagai sumber kalsium yang murah dan mudah didapat, ujarnya. b. Memperkuat Gigi Menurut Harun A Gunawan, untuk menjaga agar lapisan gigi sehat, masyarakat hanya perlu makan 5 gram teri dalam 100 gram makanan yg di konsumsinya sehari-hari, cukup dua kali semiggu saja karena di dalam teri jengki terdapat fluor yang cukup tinggi.

14

BAB III PEMBAHASAN Tepung tempe adalah tepung yang terbuat dari tempe yang di kukus lalu dijemur sampai kering dan digiling menjadi tepung. Sedangkan tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang terkandung di dalam tubuh ikan. Penambahan tepung tempe dan tepung ikan teri nasi ke dalam biskuit diharapkan dapat meningkatkan nilai gizi cookies terutama protein dan kalsium. Namun, penambahan tepung ikan ke dalam biskuit dapat mempengaruhi kualitas organoleptik dari cookies yang dihasilkan. Berdasarkan jurnal pengaruh subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri nasi terhadap kandungan protein, kalsium, dan organoleptik cookies

(Rahmawati.H dan Ninik, 2013), cookies dibuat menggunakan bahan baku tepung terigu, tepung tempe, tepung ikan teri, gula halus, margarin, susu skim, kuning telur, dan baking soda. Dalam penentuan formulasi subtitusi tepung tempe dan subtitusi tepung ikan teri nasi, formulasi dilakukan tiga kali ulangan dan diuji secara simplo, sedangkan uji organoleptik cookies dilakukan satu kali. Pada penelitian utama, data yang dikumpulkan adalah kadar protein, kadar kalsium, dan organoleptik. Kadar protein diukur dengan menggunakan metode Micro-Kjedahl dan kadar kalsium diukur dengan menggunakan permanganografi. A. Kadar Protein Hasil Analisis Protein Cookies dengan Subtitusi Tepung Tempe Dan Tepung ikan Teri secara singkat dapat dilihat pada tabel 4.

15

Tabel 4. Hasil Analisis Protein Cookies dengan Subtitusi Tepung Tempe Dan Tepung ikan Teri Subtitusi Tepung Teri Nasi 0%a Subtitusi Tepung Tempe 0% 5% 15% 25% 9,800,56c 10,731,49bc 14,091,33a 14,141,49a 14,570,44a 12,860,45ab 13,360,85ab 5% 10%

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada parameter menunjukkan beda nyata dari analisis Anova Two Ways Berdasarkan tabel di atas, kadar protein cookies dengan perlakuan mempunyai nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan cookies tanpa substitusi. Kadar protein tertinggi adalah cookies dengan substitusi tepung tempe 5% dan tepung ikan teri 10%, yaitu 14,57%. Berdasarkan analisa statistik dengan Anova Two Ways menunjukkan bahwa substitusi tepung tempe juga tidak berpengaruh terhadap kadar protein (p=0,204). Untuk substitusi tepung ikan teri juga tidak meningkatkan kadar protein cookies (p=0,233). Namun interaksi substitusi tepung tempe dan tepung ikan teri nasi berpengaruh secara nyata terhadap kadar protein cookies (p=0,001). Hal ini disebabkan kadar protein pada tepung tempe sebesar 45,82% dan tepung teri 71,43% lebih besar dibandingkan kadar protein tepung terigu sbagai bahan utama yaitu 11,5%. Kadar protein tepung teri hampir dua kali lebih tinggi dibanding kadar protein tepung tempe. Secara teoritis pada subtitusi tepung tempe 5% dan 15%, semakin tinggi subtitusi tepung teri pada cookies akan meningkatkan kadar protein. Akan tetepi pada subtitusi tepung tempe 25%, semakin meningkat subtitusi tepung teri maka kadar protein cookies akan menurun. Dari hasil diketahui pada subtitusi tepung tempe 15%, cookies yang disubtitusi tepung teri 5% lebih tinggi dibanding cookies dengan subtitusi tepung teri 10%. Ada kemungkinan cookies tersebut mengandung kadar air yang lebih rendah dibandingkan cookies yang lain karena air bebas yang terlepas pada saat

pemanasan lebih tinggi dibanding cookies lain. (Tien dan Fitriyono, 2010)

16

Kadar protein tertinggi adalah cookies dengan subtitusi tepung tempe 5% dan tepung ikan teri 10% yaitu 14,57%. Secara teoritis, kadar protein tertinggi terdapat pada cookies dengan subtitusi 25% tepung tempe dan 5% tepung teri. Hal ini disebabkan kemungkinan cookies tersebut mengandung kadar air yang lebih rendah dibandingkan cookies yang lain karena air bebas yang terlepas lebih tinggi. Namun berdasarkan uji statistik, terdapat interaksi antara subtitusi tepung tempe dn tepung teri terhadap kadar protein cookies. Subtitusi kombinasi kedua bahan makanan tersebut menyumbang peningkatan kadar protein dalam cookies dan memberikan efek komplementari asam amino essensial. B. Kadar Kalsium Hasil Analisis Kalsium Cookies dengan Subtitusi Tepung Tempe Dan Tepung ikan Teri secara singkat dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 5. Hasil Analisis Kalsium Cookies dengan Subtitusi Tepung Tempe Dan Tepung ikan Teri Subtitusi Tepung Teri Nasi 0%d Subtitusi Tepung Tempe 0%c 5%b 15%a 25%a 5,270,44 37,470,85 50,531,65 45,590,29 48,110,48 40,630,27 53,371,54 5%c 10%b

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada parameter menunjukkan beda nyata dari analisis Anova Two Ways Pada tabel 5 di atas, menunjukkan kadar kalsium cookies dengan perlakuan mempunyai nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan cookies tanpa substitusi. Kadar kalsium tertinggi adalah cookies dengan substitusi tepung tempe 25% dan tepung ikan teri 10%, yaitu 53,93%. Berdasarkan analisa statistik dengan Anova Two Ways menunjukkan bahwa interaksi substitusi tepung tempe dan tepung ikan teri nasi berpengaruh secara nyata terhadap kadar protein cookies (p=0,000). Hasil analisa kadar kalsium tertinggi adalah cookies dengan subsitusi tepung tempe 25% dan tepung teri 10%, yaitu 53,93mg/100g. Berdasarkan uji statistik

17

diketahui bahwa ada peningkatan kadar kalsium pada cookies dengan substitusi tepung tempe dibandingkan cookies tanpa subtitusi karena kandungan kalsium tempe sebesar 55,68mg/100g. Pada tepung ikan teri juga memberikan peningkatan kadar kalsium pada cookies karena kandungan kalsium pada tepung ikan teri sebesar 645,36mg/100g yang lebih tinggi daripada kalsium tepung terigu yaitu 15,77mg/100g. Kedua bahan tersebut mempengaruhi kadar kalsium cookies dikarenakan kalsium dalam bahan makanan tidak terpengaruh oleh adanya proses pengolahan. (Winarno, 1997) Dari hasil diketahui semakin tinggi subtitusi tepung teri pada cookies dengan subtitusi tepung tempe 15% mengakibatkan penurunan kadar kalsium. Seharusnya secara teoritis, semakin tinggi subtitusi tepung teri pada cookies yang disubtitusi tepung tempe 15% akan meningkatkan kadar kalsium. Pada cookies dengan subtitusi tepung tempe 15% dan tepung teri 5% mempunyai kadar kalsium yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan kemungkinan cookies tersebut mengandung kadar air yang lebih rendah dibandingkan cookies yang lain karena air bebas yang terlepas semakin tinggi. (Tien dan Fitriyono, 2010) Substitusi tepung tempe dan tepung ikan teri tidak meningkatkan kadar protein cookies, tetapi interaksi substitusi tepung tempe dan tepung ikan teri berpengaruh terhadap kadar protein cookies. Substitusi tepung tempe, substitusi tepung ikan teri, serta interaksi substitusi tepung tempe dan tepung ikan teri meningkatkan kadar kalsium cookies. C. Uji Organoleptik Uji organoleptik untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap cookies dengan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri menggunakan uji hedonik. Uji hedonik yang dilakukan meliputi tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur, warna, aroma dan rasa. Uji organoleptik ini dalakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap cookies yang dihasilkan terutama dari nilai sensorisnya. a. Tekstur

18

Nilai rerata kesukaan panelis terhadap tekstur cookies berbahan dasar tepung terigu dengan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Tingkat Kesukaan Terhadap Tekstur Cookies Subtitusi Tepung Teri Nasi 0% 5% 10 % a Subtitusi 0% 3,90 1,51 Tepung Tempe (suka) 5% 3,80 1,00a 2,85 1,23b (suka) (netral) b 15 % 3,00 1,29 2,95 1,32b (netral) (netral) b 25 % 3,05 1,15 2,50 1,32b (netral) (netral) Keterangan : huruf superscript yang berbeda pada parameter menunjukkan beda nyata dari analisis Friedman Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies yang paling disukai adalah cookies tanpa subtitusi. sedangkan tekstur cookies yang paling rendah tingkat kesukaannya adalah cookies dengan subtitusi tepung tempe 25 % dan tepung ikan teri 10 %. Uji statistic dengan nilai p = 0,001 menunjukkan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri berpengaruh terhadap tingkat kesukaan tekstur cookies. Cookies merupakan jenis biskuit yang bertekstur padat dan renyah. hasil tingkat kesukaan terhadap tekstur menunjukkan cookies tanpa subtitusi memiliki tingkat kesukaan tertinggi, sedangkan cookies dengan subtitusi tepung tempe 5 % dan tepung ikan teri 10 % memiliki tingkat kesukaan terendah. Hasil uji statistik Friedman menunjukkan terdapat pengaruh subtitusi tepung tempe dan ikan teri pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur. Cookies dengan subtitusi tepung tempe dan ikan teri memiliki tekstur agak keras. Hal ini dapat dipengaruhi oleh rendahnya kadar gluten yang terkandung dalam tepung terigu akibat meningkatnya presentase subtitusi tepung tempe dan ikan teri. Dibandingkan dengan protein tepung tempe dan tepung ikan teri, tepung terigu memiliki kandungan protein yang lebih rendah. Gluten mempunyai sifat

19

fisik yang elastic dan dapat mengembang. Selama pemanggangan, udara dan uap air akan terperangkap di dalam adonan, sehingga adonan akan mengembang. Rendahnya kandungan gluten mengakibatkan rongga-rongga adonan yang terbentuk hanya sediki sehingga cookies yang dihasilkan bertekstur keras. Akan tetapi pembuatan cookies memang tidak dibutuhkan gluten dalam jumlah yang besar , karena cookies tidak memerlukan pengembangan adonan yang besar. Umumnya, cookies dibuat dari tepung terigu. Tepung terigu yang biasanya digunakan untuk membuat cookies adalah tepung terigu lunak, dengan kadar protein rendah (7-9%). Tepung terigu lunak digunakan karena cenderung membentuk adonan yang lebih lembut dan lengket. Adonan cookies memang tidak diinginkan terlalu mengembang selama pemanggangan. Oleh karena itu, pada produk cookies, tepung lain yang tidak mengandung gluten berpotensi sangat besar untuk menggantikan tepung terigu (Manley, 1998). Subtitusi tepung tempe dan ikan teri contohnya. b. Warna Nilai rerata kesukaan panelis terhadap warna cookies berbahan dasar tepung terigu dengan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri dapat dilihat pada tabel 7. Tabel 7. Tingkat Kesukaan Terhadap Warna Cookies Subtitusi Tepung Teri Nasi 0% 5% 10 % Subtitusi 0% 4,40 0,82 Tepung Tempe (suka) 5% 4,35 0,88 4,20 1,06 (suka) (suka) 15 % 3,85 1,42 4,15 1,18 (suka) (suka) 25 % 4,40 0,68 4,40 0,82 (suka) (suka) Keterangan : huruf superscript yang berbeda pada parameter menunjukkan beda nyata dari analisis Friedman

20

Tingkat kesukaan panelis terhadap warna cookies yang paling disukai adalah cookies tanpa subtitusi, cookies dengan subtitusi tepung tempe 25 % dan tepung ikan teri 5 %, dan cookies dengan subtitusi tepung tempe 25 % dan tepung ikan teri 10 %. Warna cookies yang paling rendah tingkat kesukaannya adalah cookies dengan subtitusi tepung tempe 15 % dan tepung ikan teri 5 %. Uji statistik dengan nilai p = 0,506 menunjukkan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri tidak berpengaruh terhadap tingkat kesukaan warna cookies. Berdasarkan hasil tingkat kesukaan terhadap warna cookies menunjukkan bahwa yang paling disukai cookies tanpa subtitusi dan cookies dengan subtitusi tepung tempe 25 % dan tepung ikan teri 10 %. Warna cookies yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis tepung yaitu tepung temped an tepung ikan teri yang berwarna kecoklatan. Warna cookies tanpa subtitusi lebih terang dibandingkan cookies dengan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri. Semakin banyak tepung tempe dan tepung ikan teri yang ditambahkan, maka warna cookies yang dihasilkan semakin kecoklatan. Pigmen coklat terbentuk akibat reaksi maillard, umumnya terjadi pada bahan makanan yang mengalami proses pemanasan seperti pengeringan pada suhu tinggi. Reaksi ini akibat bereaksinya lisin dan gula sederhana yang terdapat pada tepung ikan teri nasi dan susu skim. Reaksi maillard akan menghasilkan senyawa hydroxymethyl furfural yang akhirnya akan menjadi furfural. Furfural yang terbentuk kemudian berpolimerisasi membentuk senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Pencoklatan pada cookies terjadi karena reaksi antara gugus NH2 dari protein dengan gugus gula pereduksi dengan adanya pemanasan. Faktor yang mempengaruhi reaksi maillard adalah suhu dan waktu pemanasan. Semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu pemanasan, reaksi maillard akan semakin banyak terjadi. c. Aroma Nilai rerata kesukaan panelis terhadap aroma cookies berbahan dasar tepung terigu dengan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri dapat dilihat pada tabel 8.

21

Tabel 8. Tingkat Kesukaan Terhadap Aroma Cookies

Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cookies yang paling disukai adalah cookies tanpa substitusi, sedangkan aroma cookies yang paling rendah tingkat kesukaannya adalah cookies dengan substitusi tepung tempe 15% dan tepung ikan teri 10%. Hal ini dipengaruhi oleh terciumnya aroma-aroma yang tidak diinginkan seperti aroma amis dan langu yang berasal dari substitusi tepung tempe dan tepung teri nasi. Aroma dari suatu produk terdeteksi ketika zat yang mudah menguap (volatil) dari produk tersebut terhirup dan diterima oleh sistem penciuman. Bau yang dihasilkan dari makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut (Rampengan dkk., 1985). Aroma amis merupakan aroma khas pada ikan yang disebabkan oleh komponen nitrogen yaitu guanidin, trimetil amin oksida (TMAO), dan turunan imidazol. Daging ikan mengandung banyak nitrogen nonprotein. Enzim alami ikan menghasilkan perubahan otolisis yang meningkatkan persediaan makanan bernitrogen, seperti amines dan asam amino, dan glukosa untuk

perkembangbiakan bakteri. Bakteri tersebut kemudian mengubah senyawa ini menjadi trimethylamine (TMA), amonia, amines, dan aldehida. Produk-produk akhirnya dapat berupa hidrogen sulfida dan sulfida lainnya, mercaptans, dan indole, produk-produk yang menunjukkan pembusukan. Pada banyak spesies laut yang mengandung senyawa trimethylamine oksida (TMAO) yang tidak berbau, satu reaksi yang nyata adalah pengurangannya menjadi TMA. Reaksi tersebut dicirikan dengan adanya bau seperti amonia, namun dalam kombinasi dengan

22

senyawa lainnya dapat menimbulkan bau amis. Kedelai juga mempunyai bau langu yang disebabkan oleh adanya aktivitas enzim lipoksigenase yang secara alami terdapat didalam kacang-kacangan (Muchtadi, 1992). Karena enzim ini dapat aktif pada suhu rendah, seringkali menjadi masalah pada kacang-kacangan yang dibekukan tanpa melalui proses blanching terlebih dahulu (Muchtadi, 1992). d. Rasa Nilai rerata kesukaan panelis terhadap rasa cookies berbahan dasar tepung terigu dengan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9. Tingkat Kesukaan Terhadap rasa Cookies

Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa menunjukkan cookies tanpa substitusi memiliki tingkat kesukaan tertinggi, sedangkan cookies dengan substitusi tepung tempe 15% dan tepung ikan teri 10% memiliki tingkat kesukaan terendah. Substitusi tepung tempe dan tepung ikan teri menghasilkan rasa

cenderung pahit dan rasa khas teri yang sangat kuat yang menyebabkan rasa cookies kurang disukai panelis. Rasa pahit disebabkan oleh hidrolisis asam-asam amino yang terjadi pada reaksi Maillard pada pengolahan tepung tempe maupun cookies. Asam amino lisin merupakan asam amino yang memiliki rasa paling pahit dibandingkan asam amino lainnya. Rasa yang pahit tidak disukai panelis.

23

Cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen, yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Jadi apabila aroma dari bahan pangan itu tidak menyenangkan, maka akan berpengaruh terhadap rasa dari bahan pangan itu . Oleh karena itu adanya substitusi tepung tempe dan tepung ikan teri pada cookies harus diperhatikan kadarnya, jangan sampai mempengaruhi rasa dan bau pada cookies.

24

BAB IV PENUTUP A. 1. Kesimpulan Cookies atau kue kering merupakan produk pangan hasil pemanggangan yang dibuat dengan bahan dasar tepung terigu, dengan kadar air akhir kurang dari 5% 2. Cookies yang dibuat adalah dengan subtitusi tepung tempe dan ikan teri. Formulasi subtitusi tepung tempe dan subtitusi tepung ikan teri nasi, formulasi dilakukan tiga kali ulangan dan diuji secara simplo, sedangkan uji organoleptik cookies dilakukan satu kali. Pada penelitian utama, data yang dikumpulkan adalah kadar protein, kadar kalsium, dan organoleptik. 3. Subtitusi tepung tempe dan ikan teri tidak meningkatkan kadar protein cookies tetapi interaksi subtitusi tepung tempa dan tepung ikan teri berpngaruh terhadap kadar protein cookies 4. Subtitusi tepung tempe, tepung ikan teri serta interaksi subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri meningkatkan kadar kalsium cookies 5. Tingkat kesukaan (tekstur, aroma, rasa dan warna) cookies dengan subtitusi tepung tempe dan tepung ikan teri levih rendah dari cookies control.

B.

Saran Diperlukan penelitian selanjutnya untuk menghasilkan cookies yang

diubtitusi tepung tempe dan tepung teri yang lebih disukai baik tekstur, aroma, rasa dan warnanya. Berdasarkan nilai gizi dan kesukaan, cookies yang direkomendasikan adalah cookies dengan subtitusi tepung tempe 5% dan tepung ikan teri 10%.

25

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, Waysima. 2009. Evaluasi Sensori Produk Pangan. Edisi 1.Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Astawan, M., 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan dengan Tempe. PT Dian Rakyat, Jakarta. Ko Swan Djien.1965. Tinjauan Terhadap Penelitian Fermentasi Foods Indonesia IV, Research di Indonesia 1945-1965, Bidang Teknologi dan Industri Departemen Urusan Research Nasional RI. Koswara, S. 1995. Teknologi Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Koswara,S.1995.Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Manley D. 1998. Technology of Biscuit, Cracker, and Cookies Third Edition. Washington: CRC Press Muchtadi TR dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB. Muchtadi, Tien dan Fitriyono A. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1985. Dasar-dasar Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.Bandung:Alfabeta. Suprapti,M.L.2003. Pembuatan Tempe. Kanisius. Yogyakarta. Syarief, R dan A.Irawati.1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Winarno,F.G dan T.S.Rahayu.1994. Bahan Tambahan Untuk Makanan Dan Kontaminan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Winarno,F.G.1997. Kimia, Pangan Dan Gizi. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:Gramedia.

26

Anda mungkin juga menyukai