Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state)

dengan 17.499 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 104.000 km 2

(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014). Indonesia memiliki potensi

sumberdaya ikan yang sangat besar dan keanekaragaman hayati yang

tinggi. Sumberdaya tersebut mencakup 37% dari spesies ikan di dunia.

Kondisi ini merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan

perikanan tangkap di Indonesia (Zamani,2011). Di wilayah perairan laut

Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain

: tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi-cumi, ikan-ikan

karang, ikan hias, kerang, dan rumput laut (Adisanjaya, 2010).

Ikan tongkol komo merupakan ikan yang memiliki harga ekonomis

tinggi. Ikan tongkol komo termasuk dalam familia scrombidae yang

merupakan salah satu jenis ikan konsumsi (Oktaviani, 2008). Nilai

produksi tangkapan ikan tongkol komo dari tahun ke tahun menggalami

peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada data stastistik dari kementerian

Kelautan dan perikanan yang menyebutkan bahwa hasil pertumbuhan

produksi ikan tongkol komo pada triwulan l sampai triwulan lll pada tahun

2015 menggalami peningkatan, yang mana pada produksi ikan tongkol


2

komo pada triwulan l 219.880/ton, triwulan ll 228.980/ton, dan triwulan lll

274.630/ton (Kementerian Kelautan dan Perikanan 2015).

Ikan tongkol komo merupakan salah satu ikan konsumsi yang

sangat digemari masyarakat. Daging ikan tongkol komo memiliki cita rasa

yang enak dan memiliki kandungan gizi yang sangat dibutuhkan dan

bermanfaat bagi tubuh. Kandungan gizi daging ikan tongkol per 100 gram

yaitu terdiri dari air 69,40%, lemak 1,50%, protein 25,00% dan karbohidrat

0,03%. Protein pada ikan tongkol memiliki komposisi asam amino yang

lengkap yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia (Andini, 2006).

Mineral yang terkandung dalam daging ikan tongkol terdiri dari

magnesium, fosfor, yodium, fluor, zat besi, copper, zinc, kalsium dan

selenium. Omega 3 dan omega 6 yang terkandung dalam asam lemak

berguna untuk memperkuat daya tahan otot jantung, meningkatkan

kecerdasan otak, melenturkan pembuluh darah, menurunkan kadar

trigliderida dan mencegah penggumpalan darah (Susanto dan Fahmi,

2012).

Namun, ikan tergolong kedalam bahan pangan yang mudah sekali

menggalami pembusukan, karena kadar airnya yang tinggi, aktifitas

enzim, bakteri, dan oksidasi lemak. Kualitas ikan yang menurun dapat

menyebabkan sakit pada orang yang mengkonsumsinya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, usaha yang dapat dilakukan

adalah dengan cara pengolahan (Diversifikasi). Diversifikasi atau

penganekaragamaan produk olahan ikan merupakan salah satu upaya


3

untuk meningkatkan daya tarik konsumen. Tujuannya untuk meningkatkan

konsumsi ikan melalui usaha mengolah ikan kedalam bentuk yang lebih

praktis dan menarik tanpa mengurangi nilai gizinya. Produk yang dapat

diolah melalui teknologi diversifikasi adalah Amplang.

Amplang merupakan salah satu makanan ringan tradisional dari

Kalimantan Timur berupa kerupuk yang terbuat dari ikan. Sama seperti

kerupuk ikan lainnya, amplang memiliki rasa ikan yang renyah dan gurih.

Namun, amplang memiliki bentuk seperti ujung jari kelingking yang

meruncing dan ada pula yang berukuran lebih kecil menyerupai kuku

macan. Kriteria hasil jadi amplang yang baik ialah memiliki warna putih

kecoklatan atau krem, memiliki aroma khas dari bahan baku utamanya

atau ikan, memiliki rasa gurih, bertekstur renyah, dan memiliki

pengembangan hingga 2-3 kali lipat dari ukuran sebelum digoreng

(Badarudin, 2009).

Bahan baku pembuatan amplang adalah ikan. Di daerah

Kalimantan, ikan yang digunakan ialah ikan belida atau ikan pipih. Namun,

kebedaraan ikan belida semakin sulit dijumpai, sehingga menggunakan

ikan gabus sebagai alternatif bahan baku utamanya. Berdasarkan

identifikasi ikan yang digunakan dalam pembuatan amplang, maka

karakteristik ikan harus memiliki ciri daging tebal dan duri yang besar di

bagian tengah (Badarudin, 2009). Ikan yang mudah dijumpai dan memiliki

ciri daging tebal dan duri yang terdapat di bagian tengah, salah satunya

adalah ikan tongkol.


4

Untuk memperbaiki tekstur amplang supaya menjadi elastis dan

tidak mudah hancur diperlukan adanya penambahan bahan pengisi yaitu

tepung. Tepung yang biasa digunakan dalam mengolah amplang adalah

tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung terigu.

Beberapa penelitian sebelumnya mengenai amplang telah

dilakukan seperti Studi Perbandingan Tepung Tapioka dengan Tepung

Terigu Terhadap Karakteristik Amplang Kerang Simping (Placuna

placenta) yang Dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat

disimpulkan bahwa perlakuan terbaik, terletak pada perlakuan C (Tepung

tapioka 75% dan tepung terigu 25%) dengan hasil analisa kimia kadar air

8,27%, kadar lemak 19,86%, kadar protein 13,48%, dengan skor uji

organoleptik terhadap warna 2,11%, rasa 2,21%, aroma 2,08% dan

tekstur 2,03% (Yuslinawat dan Rifni, 2016). Penelitian selanjutnya,

Pengaruh Penggunaan Jumlah Tapioka dan Soda Kue Terhadap Hasil

Jadi Amplang Ikan Lele (Clarias Sp.), Penggunaan jumlah tapioka dan

soda kue berpengaruh terhadap hasil jadi amplang ikan lele yang meliputi

warna, rasa, kerenyahan, kemekaran dan tingkat kesukaan, sedangkan

pada aroma tidak berpengaruh (Shabrina dan Choirul, 2016). Dan

penelitian lainnya yaitu, Perbedaan kualitas kerupuk amplang yang

dihasilkan dari berbagai sumber protein. Berdasarkan hasil pembahasan

diketahui bahwa perbedaan kualitas kerupuk amplang udang rebon,

udang jerbung, ikan lele, dan ikan patin bentuk seperti stik pada uji jenjang

hasil terbaik terdapat pada x2 (3,96) dengan kategori agak seperti stik
5

(Rabiyatun, 2009). Beberapa penelitian tersebut belum memanfaatkan

rumput laut sebagai bahan pengisi amplang.

Oleh karena itu, perlu pemanfaatan tepung rumput laut sehingga

diharapkan dapat memberikan nuansa baru dalam pengolahan pangan

secara umum, bahwa Amplang tidak hanya diolah dengan bahan pengisi

tepung tapioka saja tetapi juga dapat diolah dengan menggunakan bahan

pengisi lain yaitu tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii).

Menurut Astawan (2004), Pemanfaatan rumput laut dapat

dimaksimalkan dengan diversifikasi produk olahan rumput laut yang

merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya guna dan nilai

ekonomis dari rumput laut. Salah satu usaha diversifikasi tersebut adalah

dengan cara mengolah rumput laut jenis Kappaphycus alvarezii menjadi

tepung, dimana rumput laut dalam bentuk tepung dapat dikembangkan

menjadi berbagai produk olahan makanan. Pengembangan produk perlu

diarahkan untuk menciptakan suatu produk baru yang memiliki beberapa

sifat yang dapat dinikmati oleh masyarakat dari berbagai kalangan.

Beberapa contoh pemanfaatan tepung rumput laut telah banyak

dilakukan pada produk olahan seperti Fishstick Ikan Toman (Channa

micropeltes), pembuatan ekado, dan Tahu Sumedang. Pada pembuatan

Tahu sumedang bahwa tepung rumput laut yang harus ditambahkan pada

produk tahu untuk memperoleh tahu dengan nilai terbaik dari segi

kekuatan gel adalah yang memiliki tingkat konsentrasi 0,25% dan 0,5%,

Nilai kandungan iodium pada penambahan tepung rumput laut 0%, 0,25%
6

dan 0,5% masing-masing adalah 60,66 µg/100g, 197,29 µg/100g dan

238,93 µg/100g (Hudaya, 2008). Pada pembuatan ekado subtitusi tepung

rumput laut berpengaruh secara bermakna terhadap peningkatan kadar

yodium. Penilaian kesukaan terhadap produk ekado sebagai makanan

tambahan dengan subtitusi tepung rumput laut yang meliputi warna,

aroma, tekstur dan rasa dapat diterima oleh panelis. Ekado yang dibuat

pada penelitian ini mengandung yodium paling tinggi yaitu ekado dengan

subtitusi tepung rumput laut 50% dengan kandungan yodium sebesar 9,63

µg/g (Listiyana, 2014). Pada olahan fishstick ikan toman diperoleh hasil

yaitu kadar air terendah terdapat pada perlakuan penambahan tepung

rumput laut 3%; kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan

penambahan tepung rumput laut 5%; kadar serat tertinggi terdapat pada

perlakuan penambahan tepung rumput laut 5% (Aryani dkk, 2016)

Pada contoh pemanfaatan tepung rumput laut (kappaphycus

alvarezii) di atas dapat disimpulkan bahwa tepung rumput laut memiliki

kandungan nilai nutrisi yang besar, diantaranya sebagai sumber protein,

karbohidrat, mineral, dan vitamin. Di samping itu, tepung rumput laut

merupakan salah satu sumber bahan pangan yang kaya akan iodium dan

serat pangan. Menurut Rahayu, (2005) dalam Pramita EA, (2012)

Kandungan Kimia Tepung Rumput Laut adalah Kadar air (%) dengan nilai

1,42 ± 0,01, Kadar abu (%) dengan nilai 4,67 ± 0,02 Kadar protrein (%)

dengan nilai 2,15 ± 0,03, Kadar lemak (%) dengan nilai 0,16 ± 0,02, Kadar

karbohidrat (%) dengan nilai 91,61 ± 0,06 Serat pangan tidak larut (%)
7

dengan nilai 27,58 ± 0,13, Serat pangan larut (%) dengan nilai 40,60 ±

0,33, Serat pangan total(%) dengan nilai 68,18 ±0,46, Yodium (µg/g)

dengan nilai 3,86 ± 0,01. Kandungan pada setiap 125 gram tepung rumput

laut mengandung 80% yodium, 4% kalsium, 6 gram zat besi, 2 gram

karbohidrat , dan 40 mg sodium (Junio, 2013 ).

Oleh karena itu pada penelitian ini akan diuji cobakan untuk

memperoleh karya inovatif yang baru dalam mengolah amplang yang

bergizi dan kaya serat dengan penambahan tepung rumput laut

(Kappaphycus alvarezii) melalui Teknologi Diversifikasi Pengolahan Ikan

dengan memanfaatkan hasil tangkapan ikan dan rumput laut yang cukup

melimpah di beberapa wilayah di indonesia.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Apakah penambahan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)

berpengaruh terhadap kandungan nutrisi (protein, karbohidrat dan

kadar air) amplang ikan tongkol komo (Euthynnus affinis) ?

2. Bagaimana tingkat kesukaan panelis terhadap amplang ikan tongkol

komo (Euthynnus affinis) yang ditambahkan tepung rumput laut

(Kappaphycus alvarezii).
8

C. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui kandungan nutrisi (protein, karbohidrat dan kadar

air) amplang ikan tongkol komo (Euthynnus affinis) yang ditambahkan

tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)

2. Untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap amplang ikan

tongkol komo (Euthynnus affinis) yang ditambahkan tepung rumput laut

(Kappaphycus alvarezii) melalui uji hedonik.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan alternatif peluang usaha kepada masyarakat untuk

memproduksi amplang dari bahan dasar ikan lainnya yang belum

pernah dimanfaaatkan.

2. Memberikan alternatif peluang usaha kepada masyarakat untuk

memproduksi amplang dari bahan pengisi ( tepung) yang berbeda yaitu

memanfaatkan tepung rumput laut (Kappaphycus alvarezii)

3. Meningkatkan nilai ekonomis ikan tongkol komo (Euthynnus affinis) dan

rumput laut (Kappaphycus alvarezii)

4. Memberikan pengetahuan tambahan yang berhubungan dengan

penelitian Uji Hedonik dan karakteristik hasil jadi amplang ikan tongkol

komo (Euthynnus affinis) menggunakan tepung rumput laut

(Kappaphycus alvarezii)
9

5. Untuk meningkatkan kualitas makanan tradisional indonesia yang

bermutu baik dari segi nutrisi, kesehatan, selera maupun daya saing

sehingga tidak terimbas oleh masuknya berbagai macam makanan dari

manca negara yang dianggap lebih menarik dan bergengsi.

6. Meningkatkan kesadaran akan potensi makanan tradisional indonesia.

Anda mungkin juga menyukai