TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Gabus(Ophiocephalus striatus)
Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan air tawar dan merupakan ikan
konsumsi yang populer dikalangan masyarakat Indonesia, ikan ini dikenal dengan nama
latin Ophiocephalus striatus. Secara morfologi ikan gabus ini memiliki ciri yaitu bentuk
badan yang bulat di depan dan pipih di belakang. Mempunyai punggung yang berwarna
coklat tua hampir hitam dengan perut putih kecoklatan.Ukuran maksimal ikan ini dapat
mencapai 90 cm. Ikan gabus dapat hidup di sungai, danau, rawa air tawar dan air payau.
Ikan gabus merupakan ikan karnivora yang makanannya antara lain adalah udang, dan
ikan kecil (Anonim, 2012a).
Klasifikasi ikan gabus menurut Anonim (2012), yaitu sebagai berikut:
Filum: Chordata
Kelas: Pisces
Ordo: Labyrinthicea
Famili : Ophiochepaloidea
Genus: Ophiocephalus
Spesies Ophiocephalus
striatus
Kandungan gizi ikan gabus per 100 gram daging ikan dapat di lihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 01.Komposisi Kimia Ikan Gabus (dalam 100 g daging ikan)
Komponen Kimia Ikan Gabus Segar
Kalori (kal) 69
Protein 25,2
Lemak (g) 1,7
Besi (mg) 9,0
Kalsium (mg) 62
Fosfor (mg) 176
Vit A (SI) 150
Vit B1 (mg) 0,04
Air (g) 69
Sumber: Sediaoetama, 1985
Di dalam daging ikan gabus terdapat albumin yaitu jenis protein yang
mempercepat proses penyembuhan luka dan pembentukan jaringan baru terutama bagi
mereka pasca operasi dan melahirkan, zat ini juga membantu pertumbuhan anak dan
menambah berat badan orang dengan HIV/AIDS. Selain membantu pembentukan jaringan
baru, albumin yang berada di dalam darah juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan
air di dalam sel, memberikan gizi di dalam sel, dan membantu mengeluarkan produk
buangan.Albumin juga berfungsi mempertahankan pengaturan cairan di dalam
tubuh. Sangat disarankan bagi mereka untuk mengkonsumsi daging ikan gabus dengan
cara dipanggang, direbus, dikukus, ataupun dibuat sup. Ikan gabus goreng atau bakar
memang lebih nikmat, tetapi nilai gizinya turun. Selain itu, menggoreng biasanya
dilakukan dengan minyak berlebih, sehingga dapat meningkatkan kadar lemak pada
ikan(Anonim, 2012b).
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber vitamin, protein dan mineral yang
sangat baik dan prospektif. Hasil peneltian menunjukkan bahwa dalam 100cc ekstrak ikan
gabus
mengandung 6,2224 gram albumin dengan kandungan 68 kkal serta zat gizi lainnya.
Albumin merupakan bagian protein yang sangat penting untuk tubuh, di mana tubuh
terdiri dari 60% plasalbumin.Albumin berada dalam darah yang berfungsi mengatur
keseimbangan air dalam sel dan mengeluarkan produk buangan. Bila kadar albumin
rendah, maka protein yang dikonsumsi anak akan pecah, yang seharusnya dikirim untuk
pertumbuhan sel yang tidak maksimal. Kadar albumin normal dalam tubuh 3,5 - 4,5, bila
kurang dari 2,2 menunjukkan adanya masalah dalam tubuh (Cavallo, 1998).
Protein adalah komponen terbesar setelah air.Protein juga merupakan sumber
asam-asam amino yang mengandung unsur
C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat.Molekul protein juga
mengandung fosfor dan belerang dan ada juga jenis protein yang mengandung unsur
logam seperti besi dan
tembaga (Winarno, 2004).
Protein ikan gabus segar mencapai 25,1%, sedangkan
6,224 % dari protein tersebut berupa albumin. Jumlah ini sangat tinggi dibanding sumber
protein hewani lainnya. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang
mencapai kadar 60 persen dan bersinergi dengan mineral Zn yang sangat dibutuhkan
untuk perkembangan sel maupun pembentukan jaringan sel baru seperti akibat luka dan
penyembuhan luka akibat operasi. Selain itu, kadar lemak ikan gabus relatif rendah
dibandingkan kadar lemak jenis-jenis ikan lain (tongkol 24,4% dan lele 11,2% lemak)
memungkinkan umur simpan ikan gabus lebih panjang karena kemungkinan mengalami
ketengikan lebih lama(Suprayitno, 2006).
B. Protein Ikan
Protein ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai
penambah jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein
dalam menu. Menurut Hadiwiyoto (1993), protein yang terdapat pada daging ikan,
berdasarkan sifat kelarutannya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu protein
sarkoplasma yang larut dalam air, protein miofibrillar yang larut dalam air garam dan
protein stoma yang larut dalam alkali. Jumlah masing-masing kelompok akan berbeda
berdasarkan spesiesnya. Lebih jauh lagi jumlah yang dapat diekstraksi bergantung pada
proses penghancuran, pencampuran, pH, dan tingkat denaturasi selama penyimpanan dan
pengolahan (Sikorski et al. 1990).
Protein sarkoplasma merupakan penamaan terhadap protein yang terdapat dalam
sarkolema.Sarkolema merupakan kompleks cairan yang terdapat dalam endomisium yang
memisahkan antara satu miofibril dengan miofibril lainnya (Pearrson dan Young 1989).Di
samping mengandung asam nukleat, lipoprotein dan darah, kebanyakan protein sarkolema
ini merupakan enzim (Sikorski et al. 1990).Pada waktu ikan masih hidup, enzim–enzim
tersebut berfungsi dalam sintesa senyawa–senyawa yang diperlukan tubuh.Setelah ikan
mati, fungsi enzim–enzim tersebut berubah menjadi perusak tubuh ikan (Hadiwijoyoto
1993).Walaupun tidak lebih rendah nilai gizinya dibanding dengan protein miofibrillar
namun karena sifatnya yang dapat merugikan, protein ini dibuang selama penyucian
daging lumat pada pembuatan surimi (Suzuki 1991).
Protein miofibrillar adalah protein yang menyusun miofibril dan merupakan unit
struktur dasar yang bertanggung jawab terhadap kontraksi selama pergerakan (Pearson dan
Young 1989).Protein ini terutama sekali terdiri dari miosin aktin, dan protein pengatur
seperti troponin, tropomiosin, dan aktinin.Miosin merupakan komponen utama protein
miofibrillar dan menyusun antara 50-56% dari keseluruhan protein miofibrillar.Kandungan
aktin lebih sedikit yaitu antara 15-20%, sedangkan troponin, tropomiosin, dan aktinin
hanya menyusun sekitar 10% (Sikorski et al. 1990).Miofibril juga disusun oleh protein
sitoskeletal, namun persentasenya lebih kecil (Pearson dan Young 1989). Residu setelah
semua protein sarkoplasma dan miofibrillar diekstrak adalah stroma yang merupakan
jaringan pengikat.Komponen stroma terdiri dari kolagen dan elastin (Sikorski et al.
1990).Disamping terdapat dalam urat daging, protein ini terikat juga pada tulang, gigi,
jaringan mukosa, lapisan luar organ dalam, dan pada sistem kardiovaskular (Pearson dan
Young 1989).
Kandungan protein ikan erat kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya.Ikan
yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki protein dalam jumlah besar, sedangkan
pada ikan gemuk sebaliknya. Kandungan protein ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan hewan darat yang akan menghasilkan kalori lebih tinggi. Dalam tubuh manusia
protein memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan.Kandungan asam amino
esensial pada daging ikan dapat dikatakan sempurna, artinya semua jenis asam amino
esensial terdapat pada daging ikan, tetapi perlu diperhatikan beberapa asam amino tidak
mencukupi kebutuhan manusia diantaranya fenilalanin, triptofan, dan metionin.Kandungan
protein pada daging ikan cukup tinggi dan berpola mendekati pola kebutuhan asam amino
di dalam tubuh manusia.Iakn mempunyai nilai biologis yang tinggi.Berdasarkan hasil
penelitian daging ikan mempunyai nilai biologis sebesar 90% (Adawyah 2007).
C. Pengeringan
Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan yang dikeringkan dengan media pengering yang biasanya berupa panas.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
disimpan dalam waktu yang lama.Pada pengeringan terjadi disorganisasi konsentrasi dan
subtansi-subtansi yang larut (Apandi, 1984).
Menurut Taib (1987), tujuan dari pengeringan yaitu:
1. Agar produk dapat disimpan lebih lama
Pengocokan
Pencampuran hingga
rata
Pengadukan sampai
Tepung terigu, vanili,
terbentuk adonan
baking powder, susu
Biskuit
G. Aspek Pengolahan
Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing),
pencetakan (cutting) dan pemanggangan (bucking).
a. Pencampuran
Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan dan untuk
memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen. Adonan yang diperoleh
harus bersifat cukup kohesif dan relatif tidak lengket sehingga mudah
dibentuk (Hui, 1992)
Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang dilakukan dengan
mencampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai spesifikasi biskuit yang akan
dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang bertekstur menyerpih didapat dengan
mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan gula cair,
garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang bertekstur seperti kue pie (Faridi,
1994).
Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai produk akhir
yang ingin dihasilkan.Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana yang
dioperasikan dengan tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam jumlah
besar maka menggunakan peralatan yang sesuai yaitu mixer (Fellous, 1990).
b. Pencetakan
Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan biskuit manis diberi nomor
urut masakan dan kemudian adonan tersebut dicetakdengan mesin pencetak secara
vertikal (vertically reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga adonan yang
tidak tercetak akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada proses pemipihan
untuk dicetak kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan dengan berbagai bentuk
mesin pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan biskuit yang diinginkan.
Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu mencetak ± 115 buah biskuit
(Fellous, 1990).
c. Pemanggangan
Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara dilewatkan dalam
oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan penetrasi panas
terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian tengah berjalan
lambat sehingga mudah terbentuk rongga udara dan pembentukan struktur crumb.
Pembakaran menggunakan oven yang menggunakan system noozle menggunakan
empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbeda-beda. Suhu
pemanggangan biskuit yang digunakan pada oven 290oC. Proses pemanggangan ini
memerlukan waktu ± 5-7 menit tergantung dari kecepatan konveyer dan jenis biskuit
yang diproduksi. Oven yang digunakan dalam pembuatan biskuit asin ini hanya 2 line
sementara dalam pembuatan biskuit manis berjumlah 4 line. Parameter yang harus
diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah mengendalikan kecepatan konveyer
dan membuka tutup cerobong asapoven (Faridi, 1994).
H. Bahan Tambahan
a. Susu Bubuk
Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk yang
merupakan hasil pengeringan dari susu segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat
terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk. Susu
skim adalah susu bubuk tanpa lemak yang dibuat dengan cara pengeringan untuk
menghilangkan sebagian air dan lemak tetapi masih mengandung laktosa (Buckle et
al, 1987).
Susu yang digunakan adalah susu skim/susu bubuk. Fungsi susu dalam
pembuatan biskuityaitu menambah nilai gizi, menambah rasa dan aroma. Susu harus
memiliki butiran halus, aroma harum khas susu, tidak apek, bersih dari kotoran, warna
sesuai dengan aslinya dan tidak menggumpal. Susu yang berkualits baik akan
menghasilkan produk biskuityang bergizi tinggi dengan aroma dan rasa yang gurih
dan harum (Smith, 1972).
b. Gula (sukrosa)
d. Telur
Pengunaan telur dalam pembuatan biskuit, terutama berfungsi sebagai
pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan.Selain itu, juga
berperan dalam meningkatkan dan menguatkan flavor, warna dan kelembutan,
senyawa yang berfungsi sebagai emulsifier adalah lesitin dan sephalin yang merupakan
lemak telur (Matz, 1978).
Adanya albumin telur membantu pembentukan struktur adonan selama
pemanggangan biskuit, karena membantu memerangkap udara saat adonan dikocok,
sehingga udara dapat menyebar merata diseluruh adonan.Selain itu, telur juga dapat
meningkatkan kerenyahan (crispy)biskuit (whiteley, 1971).
e. Baking Powder
Baking powder sebagai leavening agent (bahan pengembang) dipakai secara
luas dalam produksi kue kering.Baking powder merupakan bahan pengembang hasil
reaksi asam dengan natrium bicarbonat.Ketika pemanggangan berlangsung baking
powder menghasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada
biskuit.Fungsi baking powder dalam pembuatan biskuitadalah mengembangkan
adonan dengan sempurna, menyeragamkan remahan (crumb) dan menjaga kue agar
tidak rusak (Aliem, 1995).
f. Garam (NaCl)
Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa yang digunakan
dalam makanan sebagai pemberi rasa asin.Natrium sendiri mempunyai reaksi alkalis,
sedangkan klorida mempunyai reaksi asam. Natrium, klor,kalsium, magnesium,
belerang dan air merupakan unsur-unsur mineral (Winarno, 2004).
Dalam pembuatan biskuit garam berfungsi memberi rasa dan aroma,
memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih.Dalam pembuatan biskuit garam
digunakan dalam adonan dan bahan pelapis adonan sehingga menghasilkan produk
biskuit yang renyah (Aliem, 1995).
g. Tepung Terigu
Biskuit memerlukan tepung dari golongan soft dan weak dengan kandungan
protein yang rendah. Biasanya pada pembuatan biskuit digunakan tepung terigu
dengan kadar protein 7-8 %(soft). Pemakaian tepung ini selain manfaat dari
komposisinya yang mengandung nutrisi terdapat juga kandungan karbohidrat dalam
daging ikan berupa polisakarida, yaitu yang terdapat di dalam sarkoplasma diantara
miofibril-miofibril. Kadar karbohidrat tepung ikan cukup tinggi dibandingkan pada
ikan segar. Hal ini dikarenakan terjadi pengurangan sejumlah besar air dan lemak pada
proses pengepresan ikan sehingga kadar karbohidrat meningkat. Di dalam pengolahan
biskuit sendiri selain dapat mempengaruhi tekstur produk akhir juga meningkatkan
nilai gizi berupa energi (Whiteley, 1971).
Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan produk
biskuit.Secara garis besar ada dua jenis tepung yaitu tepung keras (strong flour) dan
tepung lunak (soft flour). Perbedaan utama dari kedua jenis tepung tersebut adalah
glutennya, dimana tepung terigu keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan
tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Tepung terigu sebagai bahan
dasar pembuatan biskuit yang berfungsi antara lain sebagai pembentuk adonan selama
proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lainnya, serta mendistribusikan
secara merata, dan pemangganan, membentuk struktur biskuit( Apriyanto, 2006).
Salah satu kelebihan terigu dibanding komoditas lain terdapat pada sifat
pembentukan gluten. Gluten merupakan campuran antara dua jenis protein gandum
yaitu glutenin dan gliadin.Glutenin memberikan sifat yang tegar dan gliadin mem-
berikan sifat yang lengket, sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama
pro-ses pengembangan adonan. Gluten bersama pati gandum akan membentuk struktur
disbanding sel (building block) menghasilkan produk remah (Winarno, 2002).