Anda di halaman 1dari 14

II.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Gabus(Ophiocephalus striatus)
Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan air tawar dan merupakan ikan
konsumsi yang populer dikalangan masyarakat Indonesia, ikan ini dikenal dengan nama
latin Ophiocephalus striatus. Secara morfologi ikan gabus ini memiliki ciri yaitu bentuk
badan yang bulat di depan dan pipih di belakang. Mempunyai punggung yang berwarna
coklat tua hampir hitam dengan perut putih kecoklatan.Ukuran maksimal ikan ini dapat
mencapai 90 cm. Ikan gabus dapat hidup di sungai, danau, rawa air tawar dan air payau.
Ikan gabus merupakan ikan karnivora yang makanannya antara lain adalah udang, dan
ikan kecil (Anonim, 2012a).
Klasifikasi ikan gabus menurut Anonim (2012), yaitu sebagai berikut:
Filum: Chordata

Sub Filum: Vertebrata

Kelas: Pisces

Ordo: Labyrinthicea

Sub Ordo: Ophiochepaloidea

Famili : Ophiochepaloidea

Genus: Ophiocephalus

Spesies Ophiocephalus
striatus
Kandungan gizi ikan gabus per 100 gram daging ikan dapat di lihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 01.Komposisi Kimia Ikan Gabus (dalam 100 g daging ikan)
Komponen Kimia Ikan Gabus Segar
Kalori (kal) 69
Protein 25,2
Lemak (g) 1,7
Besi (mg) 9,0
Kalsium (mg) 62
Fosfor (mg) 176
Vit A (SI) 150
Vit B1 (mg) 0,04
Air (g) 69
Sumber: Sediaoetama, 1985
Di dalam daging ikan gabus terdapat albumin yaitu jenis protein yang
mempercepat proses penyembuhan luka dan pembentukan jaringan baru terutama bagi
mereka pasca operasi dan melahirkan, zat ini juga membantu pertumbuhan anak dan
menambah berat badan orang dengan HIV/AIDS. Selain membantu pembentukan jaringan
baru, albumin yang berada di dalam darah juga berfungsi untuk mengatur keseimbangan
air di dalam sel, memberikan gizi di dalam sel, dan membantu mengeluarkan produk
buangan.Albumin juga berfungsi mempertahankan pengaturan cairan di dalam
tubuh. Sangat disarankan bagi mereka untuk mengkonsumsi daging ikan gabus dengan
cara dipanggang, direbus, dikukus, ataupun dibuat sup. Ikan gabus goreng atau bakar
memang lebih nikmat, tetapi nilai gizinya turun. Selain itu, menggoreng biasanya
dilakukan dengan minyak berlebih, sehingga dapat meningkatkan kadar lemak pada
ikan(Anonim, 2012b).
Sebagai bahan pangan, ikan merupakan sumber vitamin, protein dan mineral yang
sangat baik dan prospektif. Hasil peneltian menunjukkan bahwa dalam 100cc ekstrak ikan
gabus
mengandung 6,2224 gram albumin dengan kandungan 68 kkal serta zat gizi lainnya.
Albumin merupakan bagian protein yang sangat penting untuk tubuh, di mana tubuh
terdiri dari 60% plasalbumin.Albumin berada dalam darah yang berfungsi mengatur
keseimbangan air dalam sel dan mengeluarkan produk buangan. Bila kadar albumin
rendah, maka protein yang dikonsumsi anak akan pecah, yang seharusnya dikirim untuk
pertumbuhan sel yang tidak maksimal. Kadar albumin normal dalam tubuh 3,5 - 4,5, bila
kurang dari 2,2 menunjukkan adanya masalah dalam tubuh (Cavallo, 1998).
Protein adalah komponen terbesar setelah air.Protein juga merupakan sumber
asam-asam amino yang mengandung unsur
C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat.Molekul protein juga
mengandung fosfor dan belerang dan ada juga jenis protein yang mengandung unsur
logam seperti besi dan
tembaga (Winarno, 2004).
Protein ikan gabus segar mencapai 25,1%, sedangkan
6,224 % dari protein tersebut berupa albumin. Jumlah ini sangat tinggi dibanding sumber
protein hewani lainnya. Albumin merupakan jenis protein terbanyak di dalam plasma yang
mencapai kadar 60 persen dan bersinergi dengan mineral Zn yang sangat dibutuhkan
untuk perkembangan sel maupun pembentukan jaringan sel baru seperti akibat luka dan
penyembuhan luka akibat operasi. Selain itu, kadar lemak ikan gabus relatif rendah
dibandingkan kadar lemak jenis-jenis ikan lain (tongkol 24,4% dan lele 11,2% lemak)
memungkinkan umur simpan ikan gabus lebih panjang karena kemungkinan mengalami
ketengikan lebih lama(Suprayitno, 2006).

B. Protein Ikan
Protein ikan adalah protein yang istimewa karena bukan hanya berfungsi sebagai
penambah jumlah protein yang dikonsumsi, tetapi juga sebagai pelengkap mutu protein
dalam menu. Menurut Hadiwiyoto (1993), protein yang terdapat pada daging ikan,
berdasarkan sifat kelarutannya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu protein
sarkoplasma yang larut dalam air, protein miofibrillar yang larut dalam air garam dan
protein stoma yang larut dalam alkali. Jumlah masing-masing kelompok akan berbeda
berdasarkan spesiesnya. Lebih jauh lagi jumlah yang dapat diekstraksi bergantung pada
proses penghancuran, pencampuran, pH, dan tingkat denaturasi selama penyimpanan dan
pengolahan (Sikorski et al. 1990).
Protein sarkoplasma merupakan penamaan terhadap protein yang terdapat dalam
sarkolema.Sarkolema merupakan kompleks cairan yang terdapat dalam endomisium yang
memisahkan antara satu miofibril dengan miofibril lainnya (Pearrson dan Young 1989).Di
samping mengandung asam nukleat, lipoprotein dan darah, kebanyakan protein sarkolema
ini merupakan enzim (Sikorski et al. 1990).Pada waktu ikan masih hidup, enzim–enzim
tersebut berfungsi dalam sintesa senyawa–senyawa yang diperlukan tubuh.Setelah ikan
mati, fungsi enzim–enzim tersebut berubah menjadi perusak tubuh ikan (Hadiwijoyoto
1993).Walaupun tidak lebih rendah nilai gizinya dibanding dengan protein miofibrillar
namun karena sifatnya yang dapat merugikan, protein ini dibuang selama penyucian
daging lumat pada pembuatan surimi (Suzuki 1991).
Protein miofibrillar adalah protein yang menyusun miofibril dan merupakan unit
struktur dasar yang bertanggung jawab terhadap kontraksi selama pergerakan (Pearson dan
Young 1989).Protein ini terutama sekali terdiri dari miosin aktin, dan protein pengatur
seperti troponin, tropomiosin, dan aktinin.Miosin merupakan komponen utama protein
miofibrillar dan menyusun antara 50-56% dari keseluruhan protein miofibrillar.Kandungan
aktin lebih sedikit yaitu antara 15-20%, sedangkan troponin, tropomiosin, dan aktinin
hanya menyusun sekitar 10% (Sikorski et al. 1990).Miofibril juga disusun oleh protein
sitoskeletal, namun persentasenya lebih kecil (Pearson dan Young 1989). Residu setelah
semua protein sarkoplasma dan miofibrillar diekstrak adalah stroma yang merupakan
jaringan pengikat.Komponen stroma terdiri dari kolagen dan elastin (Sikorski et al.
1990).Disamping terdapat dalam urat daging, protein ini terikat juga pada tulang, gigi,
jaringan mukosa, lapisan luar organ dalam, dan pada sistem kardiovaskular (Pearson dan
Young 1989).
Kandungan protein ikan erat kaitannya dengan kandungan lemak dan airnya.Ikan
yang mengandung lemak rendah rata-rata memiliki protein dalam jumlah besar, sedangkan
pada ikan gemuk sebaliknya. Kandungan protein ikan umumnya lebih tinggi dibandingkan
dengan hewan darat yang akan menghasilkan kalori lebih tinggi. Dalam tubuh manusia
protein memegang peranan penting dalam pembentukan jaringan.Kandungan asam amino
esensial pada daging ikan dapat dikatakan sempurna, artinya semua jenis asam amino
esensial terdapat pada daging ikan, tetapi perlu diperhatikan beberapa asam amino tidak
mencukupi kebutuhan manusia diantaranya fenilalanin, triptofan, dan metionin.Kandungan
protein pada daging ikan cukup tinggi dan berpola mendekati pola kebutuhan asam amino
di dalam tubuh manusia.Iakn mempunyai nilai biologis yang tinggi.Berdasarkan hasil
penelitian daging ikan mempunyai nilai biologis sebesar 90% (Adawyah 2007).

C. Pengeringan
Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari
permukaan bahan yang dikeringkan dengan media pengering yang biasanya berupa panas.
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
disimpan dalam waktu yang lama.Pada pengeringan terjadi disorganisasi konsentrasi dan
subtansi-subtansi yang larut (Apandi, 1984).
Menurut Taib (1987), tujuan dari pengeringan yaitu:
1. Agar produk dapat disimpan lebih lama

2. Mempertahankan daya fisiologik biji-bijian/benih

3. Pemanenan dapat dilakukan lebih awal

4. Mendapatkan kualitas yang lebih baik


5. Menghemat biaya pengangkutan
Sedangkan cara pengeringan ada 2 cara yaitu :
1. Pengeringan dengan Sinar Matahari
Cara ini adalah cara yang mudah dan murah dilakukan. Akan tetapi produk yang
dihasilkan sangat tergantung pada cuaca.Jadi kualitasnya tidak selalu terjamin. Proses
pengeringan yang lama menyebabkan hilangnya gula oleh respirasi dan fermentasi
menurunkan kualitas dan produksi.
2. Pengeringan dengan menggunakan alat pengering buatan
Keuntungan yang diperoleh dengan cara ini yaitu kondisi pengeringan terkontrol
dan waktu pengeringan bisa lebih cepat dengan tidak terganrung oleh cuaca. Kedua hal ini
menyebabkan produk bisa lebih baik kualitasnya, namun memerlukan banyak biaya.

D. Proses Pembuatan Tepung Ikan Gabus


Tepung ikan adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan
ikan.Sifat ikan yang sangat mudah rusak ini memerlukan penanganan dan pengolahan
yang pada dasarnya bertujuan untuk mencegah kerusakan atau pembusukan sehingga
dapat memperpanjang daya tahan simpan ikan.Oleh karena itu, usahapenanganan dan
pengolahannya sangat penting untuk mempertahankan kualitas zat gizi yang
terdapatdidalamnya.Pada pembuatan tepung ikan sebagai pakan ternak seluruh bagian ikan
digunakan terutama limbah ikan.Tapi pada pembuatan tepung ikan yang digunakan pada
penelitian ini kulit dan isi perut ikan dibuang.Pembuangan kulit bertujuan agar tepung ikan
yang dihasilkan memiliki warna yang lebih cerah, sedangkan pembuangan isi perut
bertujuan
untuk menghambat kerusakan ikan sebelum ditangani, dalam pembuatan filet ikan isi
perut yang menjadi sumber enzim dan bakteri harus disiangi agar tidak mencemari daging
ikan(Hasbullah, 2001).
Tepung ikan memiliki nilai gizi yang tinggi terutama kandungan proteinnya yang
kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu tepung ikan
juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat yang rendah. Tepung
ikan merupakan juga merupakan sumber kalsium (Ca) dan phospor (P). Tepung ikan juga
mengandung trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) dan
kobalt (Co) (Moeljanto 1982).
Tepung ikan yang bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut,
butir-butirannya agak seragam, bebas dari sisa tulang, mata ikan dan benda-benda asing
lainnya. Tepung ikan yang dibuat dari bahan offal (sisa dari industry fillet ikan) akan
mempunyai kadar protein yang lebih rendah dari kadar mineral yang lebih tinggi dari pada
tepung ikan yang dibuat dari filletikan utuh. Cara pengolahan secara tradisional dan
modern memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar protein tepung ikan
(Moeljianto, 1992).
Secara umum tepung ikan pangan dikategorikan sebagai Fish Protein
Concentrate (FPC) atau Konsentrat Protein Ikan (KPI) yang memiliki tipe A, B dab C.
Dari ketiga tipe diatas yang digunakan untuk pangan adalah tipe A dan B, sementara tipe
C dimanfaatkan untuk pakan. FAO telah menentukan spesifikasi untuk FPC, hal ini
dipandang penting supaya mutu FPC yang dikonsumsi manusia dapat terjamin (Buckle et
al., 1985).Persyaratan FPC dapat dilihat pada tabel 02.

Tabel 02. Standar Tepung Ikan Menurut FAO


Kandungan Tipe A Tipe B Tipe C
Protein, min (%) 67,5 65 60
Daya cerna pepsin, min (%) 92 92 92
Lisin, min (%) dari protein 6,5 6,5 6,5
Air, maks (%) 10 10 10
Lemak, maks (%) 0,75 3 10
Klorida, maks (%) 1,5 1,5 2
SiO2, maks (%) 0,5 0,5 0,5
Bau dan Rasa Lemah Tidak ada Tidak ada
spesifikasi spesifikasi
Sumber: FAO, (1964) dalam Buckle et al., (1985)
Pembuatan Ikan tepung ikan gabus dibersihkan dikeluarkan sisik dan siripnya
serta isi perutnya kemudian dicuci bersih dengan perbandingan air 1:5, sebanyak kurang
lebih 3 kali lalu ikan dikukus selama 30 menit pada suhu 1000C. Kemudian ikan di pres
menggunakan pres ulir setelah dipisahkan dari tulangnya.Langkah selanjutnya adalah
pengeringan yang dilakukan dengan alat pengering pada suhu 600C selama 48 jam.
Kegiatan terakhir adalah penepungan, dilakukan dengan menggunakanayakan dan
selanjutnya diayak dengan menggunakan ayakan + 200 mesh sehingga diperoleh tepung
ikan yang butirannya halus, kandungan tepung ikan gabus memiliki kadar protein albumin
sebesar 6,224% dan kadar air 8.5%(Departemen Perindustrian, 1990).
E. Pembuatan Biskuit
Biskuit merupakan salah satu kue kering yang sangat popular dan sangat
digemari, inti pembuatan kue kering adalah pencampuran antara tepung dan air yang
dijadikan adonan kemudian ditambah dengan bahan yang mengandung lemak agar
renyah.Biskuit dibuat dengan adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah, bila
dipatahkan penampang potongnya berongga-rongga. Bahan baku yang digunakan dalam
pembuatan biskuit terdiri dari dua bagian yaitu bahan-bahan yang berfungsi sebagai
pengikat adalah tepung, telur, air, dan garam serta bahan-bahan yang berfungsi sebagai
pelembut adalah gula, shortening (mentega), leaving agent (baking powder) sebagai bahan
pengembang dan kuning telur(Departemen Perindustrian, 2003).
Kandungan air dalam bahan pangan ikut menentukan penerimaan, kesegaran dan
daya tahan pangan tersebut. Pada proses pemanggangan biskuit, terjadi proses pemanasan
dan proses pengurangan kadar air. Kandungan air pada biskuit akan mempengaruhi
penerimaan konsumen terutama pada atribut tekstur (kerenyahan). Biskuit dengan kadar
air tinggi cenderung tidak renyah sehingga teksturnya kurang disukai (Winarno, 2004).
Tabel 03. Persyaratan Mutu Biskuit (SNI No. 01-2973-1991)
Kriteria Uji Persyaratan
Air Maks 5%
Protein Min 9%
Abu Maks 1,5%
Lemak Min 9,5%
Karbohidrat Min 70%
Logam Berbahaya Negatif
Serat Kasar Maks 0,5%
Kalori Min 400%
Jenis Tepung Terigu
Bau dan Rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Sumber : Dewan Standarisasi Nasional (1992)
Biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan proses
pemanasan dan pencetakan, sebagai bahan makanan kering hasil pemanggangan, dengan
bahan dasar tepung terigu dan bahan tambahan lain yang membentuk suatu formula
adonan, yang pada gilirannya akan membentuk produk dengan sifat dan struktur tertentu
serta mempunyai umur simpan relatif lama dan mudah dibawa karena volume dan
beratnya relatif kecil sebagai akibat dari proses pengeringan. Biskuit diproses dengan
pemanggangan sampai kadar air tidak lebih dari 5%. Kualitas biskuit selain ditentukan
oleh nilai gizinya juga ditentukan dari warna, aroma, cita rasa, dan kerenyahannya.
Kerenyahan salah satunya ditentukan oleh kandungan protein dalam bentuk gluten tepung
yang digunakan.Sifat masing-masing biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan,
proporsi gula dan lemak, metode pencampuran batch, kontinyu, kriming,(pencampuran
satu tahap), penanganan adonan dan metode pemanggangan (Matz, 1978).
Biskuit dengan rasa yang lebih enak lebih disukai oleh banyak masyarakat
dikarenakan oleh tekstur dan konsistensi bahan akan mempengaruhi citarasa yang
ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat
ditimbulkan oleh bahan tersebut dapat merubah bau dan rasa karena dapat mempengaruhi
kecepatan timbulnya ransangan terhadap sel reseptor olfaktori dari kelenjar air
liur(Winarno 2004).
Proses pembuatan biskuit menurut Sunaryo (1985) yang dimodifikasi oleh
Hiswaty (2002) adalah telur, tepung gula, margarin dikocok sampai mengembang selama
15 menit, kemudian pencampuran sampai rata, lalu tepung terigu, vanili, baking powder,
susu dimasukkan dalam adonan setelah itu dicetak dan dipanggang dalam oven 1550c
selama 15 menit kemudian menjadi biskuit. Diagram alirnya dapat dilihat pada gambar 1.

Pencampuran telur, tepung gula,


margarin

Pengocokan

Pencampuran hingga
rata

Pengadukan sampai
Tepung terigu, vanili,
terbentuk adonan
baking powder, susu

Pencetakan dengan tebal


3mm

Pemanggangan dalam oven pada


suhu 1550c selama 15 menit

Biskuit

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Biskuit (Sunaryo,1985 yang dimodifikasi oleh


Hiswaty, 2002)
F. Manfaat Biskuit Ikan Gabus
Ikan gabus memiliki kandungan albumin yang baik untuk kesehatan.Albumin
dari ikan gabus tidak terdapat pada ikan jenis yang lainnyahal ini karena kandungan
albumin yang ada pada ikan gabus sangat bagus.Kandungan gizi dan manfaat ikan gabus
bagi kesehatan sangat bagus hal ini telah teruji baik secara klinis maupun
nonklinis.Budidaya ikan gabus serta pembuatan industri biskuit berbahan dasar tepung
ikan gabus memberikan manfaat ekonomi dan juga pengembangan industri.Pengembangan
produk dapat dilakukan melalui sektor industri rumah tangga (Home Industry)
memberikan banyak manfaat dalam menggerakkan perekonomian masyarakat termasuk
pemberdayaan petani tambak dalam pemanfaatan teknologi budidaya ikan gabus serta
memberikan nilai tambah dan meningkatkandaya saing komoditi lokal melalui sektor
perikanan darat (ikan air tawar) sebagai ikon nasional, maupun internasional(Anonim,
2012c).
Pada anak dengan gizi buruk dan berat badan kurang, pemberian biskuit dari
bubuk ikan gabus, membuat berat badan mereka naik minimal 1 kilogram per
bulan.Hampir semua pasien berkadar albumin rendah yang diberi suplemen dari ikan
gabus ini, kadar albuminnya naik lebih cepat dari pada pemberian albumin lewat
infus(Anonim, 2011a).

G. Aspek Pengolahan
Proses pembuatan biskuit secara garis besar terdiri dari pencampuran (mixing),
pencetakan (cutting) dan pemanggangan (bucking).
a. Pencampuran
Pencampuran bertujuan untuk meratakan bahan yang digunakan dan untuk
memperoleh adonan dengan konsistensi halus dan homogen. Adonan yang diperoleh
harus bersifat cukup kohesif dan relatif tidak lengket sehingga mudah
dibentuk (Hui, 1992)
Cara pembuatan biskuit meliputi pembuatan adonan yang dilakukan dengan
mencampur bahan. Pencampuran bahan dilakukan sesuai spesifikasi biskuit yang akan
dibuat, misalnya untuk mendapatkan kue yang bertekstur menyerpih didapat dengan
mencampurkan tepung, lemak terlebih dahulu, kemudian ditambahkan gula cair,
garam dan bahan-bahan lain untuk biskuit yang bertekstur seperti kue pie (Faridi,
1994).
Pada tahap ini terdapat peluang kreasi dan inovasi formula sesuai produk akhir
yang ingin dihasilkan.Pencampuran dilakukan dengan peralatan sederhana yang
dioperasikan dengan tangan apabila jumlah adonannya sedikit dan bila dalam jumlah
besar maka menggunakan peralatan yang sesuai yaitu mixer (Fellous, 1990).
b. Pencetakan
Adonan biskuit asin yang telah mengembang dan biskuit manis diberi nomor
urut masakan dan kemudian adonan tersebut dicetakdengan mesin pencetak secara
vertikal (vertically reciprocating cutter/embrossing machine) sehingga adonan yang
tidak tercetak akan kembali ke bagian awal mesin penipis pada proses pemipihan
untuk dicetak kembali. Pencetakan adonan biskuit dilakukan dengan berbagai bentuk
mesin pencetak biskuit sesuai dengan jenis adonan biskuit yang diinginkan.
Selama 1 menit mesin pencetak vertikal mampu mencetak ± 115 buah biskuit
(Fellous, 1990).
c. Pemanggangan
Setelah proses pencetakan, adonan dipanggang dengan cara dilewatkan dalam
oven yang dilengkapi dengan belt konveyer. Selama pemanggangan penetrasi panas
terjadi di bagian bawah dan atas adonan. Penetrasi panas bagian tengah berjalan
lambat sehingga mudah terbentuk rongga udara dan pembentukan struktur crumb.
Pembakaran menggunakan oven yang menggunakan system noozle menggunakan
empat macam bumer dengan suhu pemanggangan yang berbeda-beda. Suhu
pemanggangan biskuit yang digunakan pada oven 290oC. Proses pemanggangan ini
memerlukan waktu ± 5-7 menit tergantung dari kecepatan konveyer dan jenis biskuit
yang diproduksi. Oven yang digunakan dalam pembuatan biskuit asin ini hanya 2 line
sementara dalam pembuatan biskuit manis berjumlah 4 line. Parameter yang harus
diperhatikan dalam proses pemanggangan adalah mengendalikan kecepatan konveyer
dan membuka tutup cerobong asapoven (Faridi, 1994).

H. Bahan Tambahan
a. Susu Bubuk

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah susu bubuk yang
merupakan hasil pengeringan dari susu segar. Susu ini memiliki reaksi mengikat
terhadap protein tepung. Dalam pembuatan biskuit susu berfungsi untuk
meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah nilai gizi produk. Susu
skim adalah susu bubuk tanpa lemak yang dibuat dengan cara pengeringan untuk
menghilangkan sebagian air dan lemak tetapi masih mengandung laktosa (Buckle et
al, 1987).
Susu yang digunakan adalah susu skim/susu bubuk. Fungsi susu dalam
pembuatan biskuityaitu menambah nilai gizi, menambah rasa dan aroma. Susu harus
memiliki butiran halus, aroma harum khas susu, tidak apek, bersih dari kotoran, warna
sesuai dengan aslinya dan tidak menggumpal. Susu yang berkualits baik akan
menghasilkan produk biskuityang bergizi tinggi dengan aroma dan rasa yang gurih
dan harum (Smith, 1972).

b. Gula (sukrosa)

Sukrosa adalah oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam


pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor.
Sukrosa merupakan gula asli, namun pada pembuatan sirup dimana sukrosa dilarutkan
dalam air dan dipanaskan maka sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan
fruktosa yang disebut gula invert atau gula buatan (Winarno, 2004).
Gula yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah gula halus agar mudah
larut dan hancur dalam adonan.Gula harus benar-benar kering dan tidak menggumpal.
Gula yang tidak kering akan mempengaruhi adonan karena adonan akan menggumpal,
sedangkan adonan yang menggumpal tidak bisa bercampur rata dengan bahan lainnya
sehingga rasanya tidak merata (Aliem, 1995).
c. Lemak (shortening)

Lemak yang digunakan dalam pembuatan biskuit berfungsi untuk


memperbaiki citarasa dan penampilan.Adanya lemak dalam makanan membuat
masakan menjadi enak. Shortening adalah suatu istilah komersil yang digunakan
untuk memberi maksud yang mana minyak atau lemak. Sumber dari minyak
kebanyakan datang dari tumbuhan,sedang lemak diambil dari hewan(Smith, 1972).
Pada adonan yang terfermentasi ini gluten mengembang penuh karena air
yang ditambahkan memungkinkan terjadi pengembangan tersebut sebesar 30%. Hal ini
mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk akhir, penyusutan panjang setelah
pencetakan dan pemanggangan. Biasanya produk akhir mempunyai sifat cryspinnes
tertentu,dengan kadarlemak 25% - 30% (Sunaryo, 1985).
Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit, karena
berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah aroma dan
menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa digunakan
dalam pembuatan biskuit yaitu dapat berasal dari lemak susu (butter) atau dari lemak
nabati (margarine) atau campuran dari keduanya (Anonim, 2011b).
Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti
biskuit, kue kering, dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah. Lemak nantinya
akan memecah struktur kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga dihasilkan
biskuit yang renyah.Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan,
kelembutan, tekstur, dan aroma(Gaman danSherrington, 1992).

d. Telur
Pengunaan telur dalam pembuatan biskuit, terutama berfungsi sebagai
pengemulsi yang dapat membantu mempertahankan kestabilan adonan.Selain itu, juga
berperan dalam meningkatkan dan menguatkan flavor, warna dan kelembutan,
senyawa yang berfungsi sebagai emulsifier adalah lesitin dan sephalin yang merupakan
lemak telur (Matz, 1978).
Adanya albumin telur membantu pembentukan struktur adonan selama
pemanggangan biskuit, karena membantu memerangkap udara saat adonan dikocok,
sehingga udara dapat menyebar merata diseluruh adonan.Selain itu, telur juga dapat
meningkatkan kerenyahan (crispy)biskuit (whiteley, 1971).

e. Baking Powder
Baking powder sebagai leavening agent (bahan pengembang) dipakai secara
luas dalam produksi kue kering.Baking powder merupakan bahan pengembang hasil
reaksi asam dengan natrium bicarbonat.Ketika pemanggangan berlangsung baking
powder menghasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada
biskuit.Fungsi baking powder dalam pembuatan biskuitadalah mengembangkan
adonan dengan sempurna, menyeragamkan remahan (crumb) dan menjaga kue agar
tidak rusak (Aliem, 1995).

f. Garam (NaCl)
Garam (natrium klorida) merupakan suatu zat asam basa yang digunakan
dalam makanan sebagai pemberi rasa asin.Natrium sendiri mempunyai reaksi alkalis,
sedangkan klorida mempunyai reaksi asam. Natrium, klor,kalsium, magnesium,
belerang dan air merupakan unsur-unsur mineral (Winarno, 2004).
Dalam pembuatan biskuit garam berfungsi memberi rasa dan aroma,
memperkuat gluten dan memberi warna lebih putih.Dalam pembuatan biskuit garam
digunakan dalam adonan dan bahan pelapis adonan sehingga menghasilkan produk
biskuit yang renyah (Aliem, 1995).

g. Tepung Terigu
Biskuit memerlukan tepung dari golongan soft dan weak dengan kandungan
protein yang rendah. Biasanya pada pembuatan biskuit digunakan tepung terigu
dengan kadar protein 7-8 %(soft). Pemakaian tepung ini selain manfaat dari
komposisinya yang mengandung nutrisi terdapat juga kandungan karbohidrat dalam
daging ikan berupa polisakarida, yaitu yang terdapat di dalam sarkoplasma diantara
miofibril-miofibril. Kadar karbohidrat tepung ikan cukup tinggi dibandingkan pada
ikan segar. Hal ini dikarenakan terjadi pengurangan sejumlah besar air dan lemak pada
proses pengepresan ikan sehingga kadar karbohidrat meningkat. Di dalam pengolahan
biskuit sendiri selain dapat mempengaruhi tekstur produk akhir juga meningkatkan
nilai gizi berupa energi (Whiteley, 1971).
Tepung terigu merupakan bahan dasar utama dalam pembuatan produk
biskuit.Secara garis besar ada dua jenis tepung yaitu tepung keras (strong flour) dan
tepung lunak (soft flour). Perbedaan utama dari kedua jenis tepung tersebut adalah
glutennya, dimana tepung terigu keras mengandung gluten sekitar 13% sedangkan
tepung terigu lunak kandungan glutennya sekitar 8,3%. Tepung terigu sebagai bahan
dasar pembuatan biskuit yang berfungsi antara lain sebagai pembentuk adonan selama
proses pencampuran, menarik atau mengikat bahan lainnya, serta mendistribusikan
secara merata, dan pemangganan, membentuk struktur biskuit( Apriyanto, 2006).
Salah satu kelebihan terigu dibanding komoditas lain terdapat pada sifat
pembentukan gluten. Gluten merupakan campuran antara dua jenis protein gandum
yaitu glutenin dan gliadin.Glutenin memberikan sifat yang tegar dan gliadin mem-
berikan sifat yang lengket, sehingga mampu memerangkap gas yang terbentuk selama
pro-ses pengembangan adonan. Gluten bersama pati gandum akan membentuk struktur
disbanding sel (building block) menghasilkan produk remah (Winarno, 2002).

Tabel04. Komposisi Kimia Tepung Terigu


Komponen Kadar (%)
Pati 70
Air 14
Protein 11,5
Mineral 0,4
Gula 1
Lemak 1
Sumber : Sediaoetama, 1993
Gluten akan rusak bila Jumlah kadar abunya terlalu tinggi, waktu pengadukan
adonan kurang, atau waktu pengadukan adonan berlebih. Gluten akan lunak dan lembut
bila diberikan gula, diberikan lemak, diberikan asam (proses fermentasi) (Astawan,
2004).

Anda mungkin juga menyukai