Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Ikan gabus

Ikan gabus merupakan salah satu jenis ikan perairan yang kaya akan komponen
makronutrien dan mikronutrien yang terdapat dalam ikan gabus yaitu protein jenis
albumin, protein albumin berperang penting dalam proses penyembuhan luka
(Nadir,2018)

Ikan gabus dimasyarakat saat ini telah diasosiasikan dengan obat. Ikan gabus diolah
menjadi berbagai jenis masakan lalu di sajikan kepada keluarga yang sakit, terutama
bagi yang pasca operasi. Sebenarnya, pemahaman masyarakat tentang ikan gabus
sebagai obat telah dikenal sejak nenek moyang kita dahulu terutama dibeberapa daerah
di Sulawesi selatan seperti wajo, pinrang dan takalar, mereka menyarankan atau
berusaha menyajikan masakan ikan gabus kepada keluarga yang sakit dengan keyakinan
bahwa dapat membantu penyembuhan walaupun saat itu mereka tidak mengetahui
kandungan yang terdapat dalam ikan gabus

Perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian telah mengungkap fakta bahwa ikan
gabus memiliki kandungan nutrisi yang sangat baik untuk kesehatan. Kandungan
tersebut terdiri dari kandungan protein yang tinggi terutama albumin dan asam amino
esensial, lemak khususnya asam lemak esensial, mineral khususnya zink/seng (Zn) dan
beberapa vitamin yang sangat baik untuk kesehatan. Selain itu, secara klinis intervensi
konsentrat protein ikan gabus dalam bentuk suplemen telah membantu mempercepat
penyembuhan pasien pasca-operasi, luka bakar dan stroke pada pasien rawat inap di
rumah sakit (Asfar, 2014)

Menurut Suprayitno (2003), daging ikan gabus memiliki kandungan albumin yang
berpotensi menggantikan serum albumin yang harganya mencapai Rp 1,3 juta per
milliliter. Serum albumin tersebut merupakan jenis protein, terbanyak di dalam plasma
yang mencapai kadar 60%. Albumin bermanfaat untuk pembentukan jaringan sel baru.
Di dalam ilmu kedokteran, albumin ini dimanfaatkan untuk mempercepat pemulihan
jaringan sel tubuh yang terbelah, misalnya karena operasi atau pembedahan. Pemberian
daging ikan gabus atau ekstrak proteinnya telah dicobakan untuk meningkatkan kadar
albumin dalam darah dan membantu penyembuhan beberapa penyakit.

Menurut Astuti (2006), kandungan albumin pada ikan gabus dapat dikemas dalam
bentuk kapsul dan diberikan pada pasien-pasien tuberkulosis, luka akibat penyakit gula,
kurang gizi, dan kanker.

Saat ini, ikan gabus yang memiliki kandungan albumin tinggi telah diolah menjadi obat
dan makanan kesehatan. Karena itu, ikan gabus yang dulunya dikenal sebagai ikan
menjijikkan karena mirip ular serta hidup di rawa-rawa dan saluran air ini naik kelas
menjadi Ikan ekonomis.

Albumin memiliki sejumlah fungsi. fungsi pertama yakni mengatur tekanan osmotik di
dalam darah. Albumin menjaga keberadaan air dalam plasma darah sehingga bisa
mempertahanan volume darah. Bila jumlah albumin turun maka akan terjadi
penimbunan cairan dalam jaringan (edema) misalnya bengkak di kedua kaki. Atau bisa
terjadi penimbunan cairan dalam rongga tubuh misalnya di perut yang disebut ascites.
Fungsi yang kedua adalah sebagai sarana pengangkut/transportasi. Ia membawa
bahanbahan yang kurang larut dalam air melewati plasma darah dan cairan sel. Bahan-
bahan itu seperti asam lemak bebas, kalsium, zat besi dan beberapa jenis obat. Albumin
bermanfaat juga dalam pembentukan jaringan tubuh yang baru. Pembentukan jaringan
tubuh yang baru dibutuhkan pada saat pertumbuhan (bayi, kanak-kanak, remaja dan ibu
hamil) dan mempercepat penyembuhan jaringan tubuh misalnya sesudah operasi, luka
bakar dan saat sakit. Begitu banyaknya manfaat albumin sehingga dapat dibayangkan
apabila mengalami kekurangan maka banyak organ tubuh yang sakit.

Albumin adalah salah satu jenis protein darah yang diproduksi di hati (hepar). Saat Hati
normal mampu memproduksi 11-15 gr Albumin/ hari. Bahkan ia merupakan jenis
protein terbanyak di dalam plasma yang mencapai kadar 60%. Sedangkan nilai normal
dalam darah sekitar 3.5 sampai 5 g/dL.

Albumin merupakan jenis Protein terbanyak dalam plasma mencapai kadar 60%.
Manfaatnya untuk membantu jaringan sel baru. Dalam ilmu kedokteran, albumin ini
digunakan untuk mempercepat pemulihan jaringan sel tubuh yang terbelah/rusak.
Albumin juga berperan mengikat Obat-obatan serta Logam berat yang tidak mudah larut
dalam darah

Ikan gabus memiliki kandungan albumin yang lebih tinggi dibanding ikan konsumsi
lainnya. Albumin merupakan bagian dari protein yang sangat penting untuk tubuh. Ikan
gabus memiliki potensi albumin yang tinggi, akan tetapi pemanfaatannya belum optimal
di masyarakat (Astuti, 2011)

Seperti ikan air tawar lainnya, salah satu kelemahan ikan gabus adalah memiliki bau
lumpur. Namun hal tersebut bukanlah alasan untuk tidak mengkonsumsinya, mengingat
manfaatnya sangat luar biasa. Untuk menyiasatinya, ikan gabus dapat dicuci dengan air
kapur. Bisa juga direbus lebih dulu dengan berbagai rempah, seperti kunyit ataupun
jeruk nipis, baru kemudian diolah sesuai selera. (

2.1.1. Kandungan ikan gabus

Ikan gabus (Channa striata sinonim Ophiocephalus Striatus) merupakan ikan yang
bersifat predator (memangsa ikan-ikan lain yang lebih kecil dari ukuran badannya), dan
ikan asli perariran Indonesia. Penyebaran ikan gabus di Indonesia hamper merata di
seluruh Indonesia dari sabang sampai marauke. Ikan Gabus . Ikan gabus ini juga memiliki
banyak nama daerah seperti ikan bocek (Riau), ikan kutuk (Jawa), haruan (Kalimantan),
bale salo/bale bolong (Bugis), kanjilo (Makassar), Gastor(sentani,papua) dan lain-lain.

Dalam penelitian beberapa ahli, ternyata kandungan protein ikan gabus lebih besar
daripada jenis ikan konsumsi lainnya, seperti lele, nila, bandeng, ikan mas, dan lain-lain.
Kadar albumin ikan gabus relatif tinggi, sekitar tiga kali lipat dari ikan konsumsi lain.
Asam aminonya juga sangat lengkap dan mengandung mineral seng dan trace element
lain yang diperlukan tubuh. Pada Tabel 1 dapat dilihat perbandingan kadar protein ikan
gabus dengan ikan lain dan Tabel 2 perbandingan jenis asam amino pada albumin ikan
gabus, albumin telur dan serum albumin

Tabel 1. Perbandingan Kadar Protein Ikan Gabus dengan Ikan Lain

Jenis Ikan Kandungan Protein

Bandeng 20
Mas 16
Kembung 22
Sarden 21,1
Pindang 28,5
Gabus 58
Asin 42
Teri 33,4
Sumber: Data Hasil Penelitian Prof.Dr.Ir.Eddy Suprayitno, M.S (2003)

Tabel 2. Perbandingan Jenis Asam Amino pada Albumin Ikan Gabus, Albumin Telur dan
Serum Albumin

Jenis Asam Amino Albumin Ikan Albumin Telur Serum Albumin %


Gabus (%) (%)
Fenialanin 7,5 7,5 6,6
Isoleusin 8,34 7,1 2,6
Leusin 14,98 9,9 12,6
Metionin 0,81 5,4 0,8
Valin 8,66 8,8 5,9
Treonin 8,34 4,0 5,8
Lysin 17,02 6,4 12,8
Histidin 4,16 2,4 4,0
Asam Aspartat 17,02 9,2 10,9
Asam Glutamate 30,93 15,7 16,6
Alanin 10,07 5,7 6,8
Prolin 5,19 3,8 4,8
Serin 11,02 8,6 4,2
Glisin 6,99 3,2 1,8
Sistein 0,16 3,0 0,9
Tirosin 7,49 - 6,1
Arginin - - 5,9
Sumber: Data Hasil Penelitian Prof.Dr.Ir.Eddy Suprayitno, M.S (2003)

Sejak dahulu ikan gabus dipercaya dapat mempercepat penyembuhan luka sehingga
dianjurkan untuk dikonsumsi pasca operasi maupun bagi ibu-ibu sehabis melahirkan dan
terjadi robekan perineum, hal ini dikarenakan ikan gabus mengandung protein yang
tinggi (Albumin), sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka (Ir. Sumarno).

2.1.2. Manfaat atau kegunaan

Ikan gabus ini bisa digunakan untuk beberapa penyakit, yaitu:

Allil Sulfida dalam Albumin dapat Mengurangi Resiko Penyakit Kanker

Dalam albumin ikan gabus mengandung allil sulfida yang mampu mengurangi resiko
penyakit kanker. Kanker atau neoplasma ganas merupakan penyakit yang tidak ringan,
ditandai dengan kelainan siklus sel. Kelainan tersebut membuat sel: (1). Tumbuh
abnormal dan tidak terkendali (pembelahan sel melebihi batas normal); (2). Menyerang
jaringan biologis yang normal di dekatnya; (3). Melakukan invasi dan bermigrasi ke
jaringan tubuh yang lain melalui sirkulasi darah, masuk ke pembuluh darah, ikut
bersirkulasi dalam aliran darah dan tumbuh di jaringan normal yang jauh dari asalnya.
Pada tubuh kita yang normal dimulai dari sebuah sel tunggal pada saat pembuahan.
Melalui proses pembelahan sel, mereka mulai mengambil bentuk, sel-sel yang sudah
membelah menjadi dua sel baru, membelah lagi membentuk sel-sel lain, selalu terjadi
proses pergantian sel - sel yang mati dan rusak dengan sel - sel baru. Pada sel - sel
kanker, pembelahan sel baru terus-menerus terjadi meskipun tubuh kita belum
membutuhkan. Sel-sel yang semakin menumpuk (biasa disebut tumor ganas) akan
mendesak dan merusak jaringan normal sehingga mengganggu organ yang
ditempatinya. Kanker bisa menyerang jaringan mana saja dalam organ tubuh. Kanker
tersulit dalam pendeteksian adalah yang terjadi di dalam tubuh, karena kadang-kadang
tidak memiliki gejala dan baru terdeteksi saat stadium lanjut dan sulit diobati. Banyak
penyebab terjadinya kanker. Kandungan Allil Sulfida dalam albumin ikan gabus ini akan
berperan dalam menghambat hormon-hormon pemicu tumbuhnya sel-sel kanker dalam
tubuh.

Albumin Ikan Gabus Menurunkan Kadar Homosistein dalam Darah


Salah satu fungsi albumin dalam ikan gabus adalah membantu menurunkan kadar
homosistein dalam darah yang menjadi penyebab penyakit jantung. Homosistein adalah
asam amino yang merupakan produk antara dalam siklus metionin menjadi sistein.
Peningkatan konsentrasi homosistein yang beredar dalam pembuluh darah merupakan
faktor resiko kerusakan pembuluh darah. Homosistein merupakan faktor resiko
independen penyakit kardiovaskular, dimana homosistein dapat mengakibatkan
peradangan kronis pada pembuluh darah. Jenis-jenis penyakit kardiovaskular adalah
serangan jantung, Angina (nyeri dada) dan stroke. Peradangan kronis tersebut dapat
memacu luka pada pembuluh darah yang selanjutnya akan mengakibatkan terbentuknya
gumpalan plak di dinding pembuluh darah akibat kadar kolesterol dan gula tinggi dalam
darah (biasa diistilahkan aterosklerosis) yang dapat menyumbat jalannya aliran darah
dalam pembuluh. Peningkatan konsentrasi homosistein juga meningkatkan resiko
terjadinya gumpalan darah dalam vena sehingga terjadi penyumbatan pada vena.
Pembuluh darah vena berfungsi mengalirkan darah dari seluruh tubuh ke jantung.
Dengan konsumsi kapsul albumin maka dapat menurunkan kadar homosistein ke dalam
batas normal. Tidak hanya menurunkan kadar homosistein, albumin juga dapat
menguatkan fungsi otot-otot jantung.

Albumin Ikan Gabus untuk Penderita Penyakit Jantung dan Stroke

Albumin ikan gabus mengandung substansi zat asam amino lysin dan prolin yang
berguna untuk jantung. Dengan mengkonsumsi secara teratur albumin yang
mengandung lysin dan prolin dapat melindungi dari penyakit jantung. Albumin dari ikan
gabus yang mengandung 17,02 % asam amino lysine mampu menurunkan kadar lemak
dalam darah dan trigliserida, sehingga akan mengurangi: Resiko stroke; Serangan
jantung; Penyempitan pembuluh darah; serta menurunkan kadar hemosistein dalam
darah. Dengan kandungan prolin yang dikonsumsi secara teratur dapat menguatkan
kembali otot-otot jantung. Kadar homosistein yang tinggi dalam darah juga tekanan
darah yang tinggi merupakan faktor resiko tinggi terjadinya penyakit jantung koroner.
Tingginya kadar kolesterol dalam darah juga merupakan faktor resiko tinggi penyakit
jantung. Mengkonsumsi albumin dari ekstrak ikan gabus secara rutin sangat aman bagi
penderita penyakit jantung dan stroke karena mengadung lemak tak jenuh yang tidak
akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah.

Ikan Gabus Mengandung Zat Aktif

Mengkonsumsi ikan gabus dapat mengurangi resiko penyakit kanker karena ikan gabus
mengandung zat aktif yang dapat mengurangi resiko penyakit kanker. Hasil penelitian di
Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Loma Linda California, dinyatakan bahwa
ikan gabus mengandung zat - zat Allisin, Allil Sulfida dan Furostanol Glicosida disamping
itu juga memiliki nilai asam amino yang sangat lengkap, baik esensial maupun non
esensial yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Fungsi dari zat-zat aktif tersebut antara
lain: (1). Allisin merupakan zat aktif yang dapat menurunkan kadar lemak dalam darah,
termasuk kadar trigliserida, mencegah penyempitan pembuluh darah sehingga mampu
mengurangi resiko stroke dan serangan jantung. Pembuluh darah aorta biasanya
menyempit seiring bertambahnya usia. Zat ini juga dapat berfungsi mengencerkan
darah, baik untuk mengobati penyakit jantung iskemik, radang, kencing manis,
atherosclerosis (penyempitan pembuluh darah), serta

menurunkan kadar homeosistein dalam darah yang berpotensi menyebabkan penyakit


jantung; (2). Allil Sulfida merupakan zat aktif yang dapat mengurangi resiko kanker (zat
aktif ini mampu menghambat hormone pemicu tumbuhnya sel kanker); (3). Furostanol
Glicosida dapat mengobati penyakit yang disebabkan bakteri, jamur dan virus dan juga
digunakan sebagai antibiotik sebagai pengobatan infeksi.

Albumin untuk Kesehatan dan Kecerdasan Anak Dalam masa keemasan anak, yaitu pada
usia 1 – 5 tahun sangat dianjurkan untuk memberikan gizi berprotein yang cukup,
terutama albumin. Kekurangan albumin sangat mengganggu pertumbuhan otaknya.
Semakin sedikit albumin, pertumbuhan sel di otak akan semakin sedikit. Pertumbuhan
sel yang sedikit membuat anak tidak tumbuh menjadi lebih cerdas.

Albumin merupakan bagian dari protein yang sangat penting untuk tubuh. Albumin
berada dalam darah dan berfungsi mengatur keseimbangan air dalam sel, memberikan
gizi pada sel, dan mengeluarkan produk buangan. Selain itu albumin juga berfungsi
mempertahankan pengaturan cairan dalam tubuh. Albumin adalah sumber protein, bila
kadar albumin rendah, maka protein yang dikonsumsi anak akan pecah. Protein yang
seharusnya dikirim untuk pertumbuhan sel, menjadi tidak maksimal. Pada anak yang
kekurangan albumin pun, seperti pada penderita TBC maka obat yang diminum daya
kerjanya kurang maksimal sehinnga lama disembuhkan. Kadar albumin normal dalam
tubuh antara 3,5 - 4,5. Bila kurang dari itu dapat menunjukkan masalah pada tubuh,
utamanya masalah gizi, karena zat gizi yang dibawa dalam darah sangat kurang sehingga
tidak bisa memberi gizi pada sel sehingga anak akan kekurangan gizi, selain itu dapat
berdampak terhadap kekebalan tubuh yang menjadi sangat rendah sehingga anak
mudah sakit. Tubuh memiliki cadangan albumin yang bisa digunakan bila asupan
albumin sangat kurang. Letaknya berada di dalam otot, bila cadangan albumin ini
diambil secara terus menerus, anak akan mengalami gangguan berat badan dengan
terlihat sangat kurus dan tubuh tidak bugar. Bila kadar albumin di dalam tubuh
tercukupi, selain daya tahan tubuh meningkat, proses penyembuhan penyakit pun lebih
cepat. Kelebihan albumin disimpan dalam jaringan lemak yang tidak berbahaya bagi
tubuh. Kasus orang yang mengalami kelebihan albumin jarang sekali ditemukan.

2.1.3 Kebutuhan Protein Ibu post partum


Ibu post partum memerlukan 20 gram protein perhari diatas kebutuhan normal ketika
menyusui. Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya trasformasi menjadi
protein susu tetapi juga untuk sintesa hormone yang memproduksi (prolaktin) serta
yang mengeluarkan ASI (oksitoksin) (Arisma, 2004 : 39). Sumber protein hewani adalah
telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati adalah tempe, tahu,
serta kacang-kacangan

2.2. Konsep dasar proses penyembuhan luka jahitan

2.2.1. Pengertian

Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks karena adanya kegiatan
bioseluler dan biokimia yang terjadi secara berkesinambungan.

luka merupakan suatu bentuk kerusakan jaringan pada kulit yang disebabkan kontak
dengan tindakan medis, maupun perubahan kondisi fisiologis. Luka menyebabkan
gangguan pada fungsi dan struktur anatomi tubuh (handi,2015)

2.2.2 Mekanisme terjadinya luka

Luka insisi (incised wounds), terjadinya karena teriris oleh instrument yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptic) biasanya tertutup oleh sutura
setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (ligasi).

a. Luka memar (contusion wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristik oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

b. Luka lecet (abraded wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

c. Luka tusuk (punctures wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk ke dalam kulit dengan diameter yang kecil.

d. Luka gores (lacerated wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca
atau oleh kawat.

e. Luka tembus (penetrating wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh
bisaanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung
bisanya lukanya akan melebar.

f. Luka bakar (combustion).

2.2.3 Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka

a. Stadium I
luka superficial (non-blanching erithema): yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis
kulit.

b. Stadium II

luka “partial thickness”, yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian
atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi,
blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III

luka “full thickness”, yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis
jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang
mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak
mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau
tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV

luka “full thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya
destruksi/kerusakan yang luas.

2.2.4 Menurut waktu penyembuhan luka

a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2.2.4 Menurut waktu penyembuhan luka

a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2.2.5 Proses penyembuhan luka

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cidera dengan jalan “proses peradangan”,
yang dikarakteristikkan dengan 5 tanda utama: bengkak (swelling), kemerahan
(redness), panas (hot), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impairee fuction). Proses
penyembuhannya mencakup beberapa fase:

a. Fase inflamasi.
Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan
yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuan yang hendak dicapai adalah menghentikan
perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing, sel-sel mati dan bakteri
untuk mempersiapkan dimulainya proses penyembuhan. Secara klinis fase inflamasi ini
ditandai dengan: eritema, hangat pada kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung
sampai hari ke-3 atau hari ke-4.

b. Fase proliferative.

Peran fibroblast sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada
persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses
rekonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan
sel fibroblast sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan sekitar luka ke
dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan
beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan proteoglycans)
yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih
spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan
dengan dikeluarkannya substrak oleh fibroblast, memberikan pertanda bahwa
makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblast sebagai kesatuan unit dapat
memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di
dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan “granulasi”. Fase proliferasi akan
berakhir jika epitel dermis dan lampiran kolagen telah terbentuk, terlihat proses
kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factors yang dibentuk oleh
makrofag dan platelet.

c. Fase maturasi.

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir sampai kurang lebih
12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah: menyempurnakan terbentuknya jaringan
baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblast sudah mulai
meninggalkan jaringan granulasi, regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak
untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai
puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Luka dikatakan sembuh jika terjadi
kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu
untuk melakukan aktifitas normal (Sumantri, 2007: 98).

2.2.6 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

a. Faktor lokal.

Yaitu suplai pembuluh darah yang kurang, denervasi, hematoma,


infeksi, irradiais, mechanical stress, dressing material, tehnik bedah, irrigais,
elektrokoagulasi, suture materials, antibiotic, tipe jaringan, facilitious wounds.
b. Faktor umum.

Yaitu usia, anemia, anti inflammatory drugs, cytotoxic and metabolic drugs, diabetes
mellitus, hormon, infeksi sistemik, jaundice, penyakit menular, malnutrisi, obesitas,
temperature, trauma, hipovolemia dan hipoksia, uremia, vitamin C dan A, trace metals.

2.2.7 Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi penyembuhan luka

Menurut Smeltzer (2002: 493), faktor-faktornya yaitu:

a. Lingkungan.

Dukungan dari lingkungan keluarga, dimana ibu akan selalu merasa mendapatkan
perlindungan dan dukungan serta nasihat-nasihat khususnya orang tua dalam merawat
kebersihan pasca persalinan

b. Tradisi.

Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pasca operasi masih
banyak digunakan, meskipun oleh kalangan masyarakat modern. Misalnya untuk
penyembuhan luka jahitan pasca operasi, masyarakat tradisional menggunakan ikan
kutuk atau ikan gabus untuk dikonsumsi sehari-hari agar bisa mempercepat proses
penyembuhan luka jahitan.

c. Pengetahuan.

Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca operasi SC sangat menentukan lama


penyembuhan luka jahitan. Apabila pengetahuan ibu kurang terlebih masalah makan-
makanan yang dikonsumsi maka penyembuhan luka pun akan berlangsung lama.

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau
masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku
dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan,
khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita dan
Fallah, 2004).

d. Sosial ekonomi.

Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama penyembuhan luka adalah
keadaan fisik dan mental ibu dalam melakukan aktivitas sehari-hari pasca operasi. Jika
ibu memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi penyembuhan luka jahitan
berlangsung lama karena timbulnya rasa malas dalam merawat diri.

Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan
yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan yang rendah sumber energi terutama
diperoleh dari padi-padian, umbi-umbian dan sayur-sayuran. Kenaikan pendapatan
menyebabkan kenaikan variasi konsumsi makanan baik yang berasal dari hewan, gula,
lemak, minyak dan makanan kaleng (Suhardjo, 2008: 47). Penduduk miskin biasanya
mengkonsumsi makanan yang lebih murah dan menu biasanya tidak (kurang) bervariasi.
Sebaliknya pada penduduk yang berpenghasilan tinggi, umumnya mengkonsumsi
makanan yang harganya lebih tinggi, akan tetapi penghasilan yang tinggi tidak menjamin
tercapainya gizi yang baik (Suhardjo, 2007: 21).

e. Penanganan petugas.

Pada saat pasca operasi, pembersihannya harus dilakukan dengan tepat oleh penangan
petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu penyebab yang dapat menentukan
lama penyembuhan luka jahitan.

f. Kondisi ibu.

Kondisi kesehatan ibu baik secara fisik maupun mental, dapat menyebabkan lama
penyembuhan. Jika kondisi ibu sehat, maka ibu dapat merawat diri dengan baik.

g. Gizi.

Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan
segar. Dan akan mempercepat masa penyembuhan luka jahitan. Misalnya dengan
banyak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung albumin seperti ikan gabus
dan gabus.

2.2.8 Faktor-faktor internal yang mempengaruhi penyembuhan luka

Menurut Smeltzer (2002: 495), faktor-faktornya yaitu:

a. Usia.

Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda daripada orang tua. Orang yang
sudah lansia tidak dapat mentorerir stres seperti trauma jaringan atau infeksi.

b. Penanganan jaringan.

Penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat penyembuhan.

c. Hemorargi.

Akumulasi darah menciptakan ruang bagi juga sel-sel mati yang harus disingkirkan. Area
menjadi pertumbuhan untuk infeksi.

d. Hipovolemia.
Volume darah yang tidak mencukupi mengarah pada vasokonstriksi dan penurunan
oksigen dan nutrient yang tersedia untuk penyembuhan luka.

e. Faktor lokal odema.

Penurunan suplai oksigen melalui gerakan meningkatkan tekanan interstisial pada


pembuluh.

f. Defisit nutrisi.

Sekresi insulin dapat dihambat, sehingga menyebabkan glukosa darah meningkat. Dapat
terjadi penipisan protein kalori.

g. Defisit oksigen.

Infusien oksigenasi jaringan: oksigen yang tidak memadai dapat diakibatkan tidak
adekuatnya fungsi paru dan kardiovaskular juga vasokontriksi setempat. Penumpukan
drainase: sekresi yang menumpuk mengganggu proses penyembuhan.

h. Medikasi.

Steroid dapat menyamarkan adanya infeksi dengan mengganggu respon inflamasi


normal. Anti koagulasi dapat menyebabkan hemorargi. Antibiotik spektrum luas/spesifik
atau kontaminasi bakteri. Jika diberikan setelah luka ditutup, tidak efektif karena
koagulasi intravaskular.

i. Overaktivitas.

Menghambat perapatan tepi luka. Mengganggu penyembuhan yang diinginkan.

Perawatan luka jahitan post sc (luka jahitan) adalah sebagai berikut:

1. Menjaga agar luka jahitan selalu bersih dan kering.

2. Menghindari pemberian obat tradisional.

3. Menghindari pemakaian air panas untuk mengkompres.

4. Kontrol ulang maksimal seminggu setelah operasi untuk pemeriksaan


penyembuhan luka.

2.3 Konsep Perawatan Luka SC

2.3.1 Pengertian SC

Luka Post Sectio Caesarea merupakan luka yang membekas dan disebabkan oleh bedah
caesar ketika wanita tidak dapat melahirkan secara normal. Proses ini ditempuh karena
adanya suatu hambatan untuk proses persalinan normal diantaranya seperti lemahnya
tenaga sang ibu untuk melahirkan, detak jantung bayi lemah, ukuran bayi terlalu besar
dan lainnya (Puspitasari, 2011).

2.3.2 Tujuan perawatan luka SC

Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan

fisiologi dan psikologi wanita kembali normal. Periode postoperatif

meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang hidupnya.operasi sampai pasien
melanjutkan rutinitas normal dan gaya

2.3.3 Bentuk luka SC

Pada umumnya, sectio caesarea memiliki dua tipe utama, yaitu segmen atas

dan segmen bawah. Secara teknis, kedua tipe ini adalah sebagai berikut:

a. Segmen atas

Segmen atas pada persalinan sectio adalah pembedahan melalui sayatan

vertikal pada dinding perut (abdomen) yang lebih dikenal dengan classical incision

atau sayatan Klasik. Jenis ini memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan

keluar bayi. Seksoi jenis ini kini jarang digunakan oleh tenaga kedokteran karena

lebih beresiko terhadap kelahiran. Seringkali diperlukan luka insisi yang lebih lebar

karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu.

Indikasi pada persalinan caesar jenis klasik ini diantaranya:

1. Kesulitan menyingkap segmen bawah

a. Adanya pembuluh-pembuluh darah besar pada dinding anterior.

b. Vesica urinaria yang letaknya tinggi dan melekat.

c. Myoma pada segmen bawah.

2. Bayi yang ter pada letak lintang.

3. Beberapa kasus plasenta previa anterior.


4. Malformasi uterus tertentu.

Sayatan pada sectio caesarea klasik

b. Segmen bawah

Pembedahan pada segmen bawah meliputi dua jenis:

1) Insisi melintang

Yaitu dengan melakukan sayatan secara mendatar. Pada jenis ini, dibuat

sayatan kecil melintang di bawah uterus (rahim), kemudian sayatan ini dilebarkan

dengan jari-jari tangan dan berhenti di daerah pembuluh-pembuluh darah uterus. Pada

sebagian besar kasus persalinan, posisi kepala bayi terletak di balik sayatan, sehingga

harus diekstraksi atau didorong, diikuti oleh bagian tubuh lainnya, dan plasenta serta

selaput ketuban.

Keuntungan Caesar jenis ini diantaranya:

1. Insisi terdapat di bagian bawah yang cenderung tibis dan bukan pada

bagian inferior dari segmen atas.

2. Otot tidak dipotong tetapi dipisah ke samping, cara ini dapat mengurangi

pendarahan

3. Insisi atau pembedahan jarang terjadi sampai plasenta

4. Kepala bayi atau janin pada umumnya berada di bawah insisi atau sayatan,

sehingga memudahkan ekstraksi.

5. Lapisan otot pada segmen bawah yang tipis lebih mudah dirapatkan

kembali dibandingkan dengan segmen ats yan lebih tebal.

6. Keseluruhan luka insisi terbungkus oleh lipatan visicouterina sehingga


mengurangi perembesan ke dalam cavum peritonei generalisata.

7. Rupture jaringan cicatrix yang melintang kurang membahayakan jiwa ibu

dan janin karena:

a. Insidensi rupture lebih rendah

b. Kejadian tersebut sebelum aterm, sehingga pasien sudah dalam

pengamanan ketat di rumah sakit.

c. Pendarahan yang ditimbulakan dari segmen bawah lebih sedikit

karena daerah tersebut kurang mengandung pembuluh darah

dibandingkan dengan yang terdapat pada bagian atas.

d. Rupture bekas insisi melintang yang rendah letaknya kadang

diikuti dengan ekspulsi janin atau terpisahnya plasenta, sehingga

masih ada kesempatan untukmenyelamatkan janin.

Kerugian yang dapat ditimbulkan, antara lain:

1. Apabial insisi atau irisan terlalu jauh ke lateral, seperti pada kasus bayi

terlalu besar (giant baby) maka pembuluh darah uterus dapat terobek

sehingga menimbulkan pendarahan yang cukup hebat.

2. Prosedur ini tidak dianjurakn apabila terdapat abnormalitas pada segmen

bawah atau adanya fibroid atau varises yang luas.

3. Adanya pembedahan sebelumnya

4. Kondisi segmen bawah yang kurang baik, sehingga pembedahan sulit

dilakukan.

5. Kadang verisca urinaria melekat pada jaringa cicantrix yang terjadi

sebelumnya sehingga vesica urinaria dapat terluka.

2) Insisi membujur
Pada insisi membujur hampir sama dengan sayatan pada insisi melintang,

hanya saja letak sayatan menjadi vertikal di bawah rahim (uterus).

Keuntungan persalinan dengan insisi membujur, diantaranya:

1. Apabila terjadi pada kasus bayi yang terlalu besar (giant baby), luka

pada insisi ini dapat diperlebar ke atas.

2. Adanya malposisi atau posisi janin yang melintang.

3. Adanya anomali janin seperti pada keadaan bayi kembar yang

menyatu (Iconjoined twins).

Sedangkan kerugian pada persalinan ini, diantaranya:

1. Pendarahan dari tepi sayatan yang lebih banyak karena terpotongnya

otot.

2. Luka insisi meluas sampai ke segmen atas.

Pada kasus-kasus tertentu, sectio cesarea juga dilakukan dengan beberapa

teknik seperti:

a. Seksio caesarea ulang (repeat caesarean section)

Ibu pada kehamilan yang lalu mengalami seksio sesarea (previous

caesarean section) dan kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.

Umumnya, sayatan dilakukan pada luka bekas operasi sebelumya.

b. Seksio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy)

Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea,

dilanjutkan dengan pengangkatan rahim (uterus).

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka SC

a. Lingkungan.
Dukungan dari lingkungan keluarga, dimana ibu akan selalu merasa mendapatkan
perlindungan dan dukungan serta nasihat-nasihat khususnya orang tua dalam merawat
kebersihan pasca persalinan

b. Tradisi.

Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan pasca operasi masih
banyak digunakan, meskipun oleh kalangan masyarakat modern. Misalnya untuk
penyembuhan luka jahitan pasca operasi, masyarakat tradisional menggunakan ikan
kutuk atau ikan gabus untuk dikonsumsi sehari-hari agar bisa mempercepat proses
penyembuhan luka jahitan.

c. Pengetahuan.

Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca operasi SC sangat menentukan lama


penyembuhan luka jahitan. Apabila pengetahuan ibu kurang terlebih masalah makan-
makanan yang dikonsumsi maka penyembuhan luka pun akan berlangsung lama.

Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau
masyarakat untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku
dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Tingkat pendidikan,
khususnya tingkat pendidikan wanita mempengaruhi derajat kesehatan (Atmarita dan
Fallah, 2004).

d. Sosial ekonomi.

Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama penyembuhan luka adalah
keadaan fisik dan mental ibu dalam melakukan aktivitas sehari-hari pasca operasi. Jika
ibu memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi penyembuhan luka jahitan
berlangsung lama karena timbulnya rasa malas dalam merawat diri.

Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitas makanan
yang diperoleh. Pada tingkat pendapatan yang rendah sumber energi terutama
diperoleh dari padi-padian, umbi-umbian dan sayur-sayuran. Kenaikan pendapatan
menyebabkan kenaikan variasi konsumsi makanan baik yang berasal dari hewan, gula,
lemak, minyak dan makanan kaleng (Suhardjo, 2008: 47). Penduduk miskin biasanya
mengkonsumsi makanan yang lebih murah dan menu biasanya tidak (kurang) bervariasi.
Sebaliknya pada penduduk yang berpenghasilan tinggi, umumnya mengkonsumsi
makanan yang harganya lebih tinggi, akan tetapi penghasilan yang tinggi tidak menjamin
tercapainya gizi yang baik (Suhardjo, 2007: 21).
e. Penanganan petugas.

Pada saat pasca operasi, pembersihannya harus dilakukan dengan tepat oleh penangan
petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu penyebab yang dapat menentukan
lama penyembuhan luka jahitan.

f. Kondisi ibu.

Kondisi kesehatan ibu baik secara fisik maupun mental, dapat menyebabkan lama
penyembuhan. Jika kondisi ibu sehat, maka ibu dapat merawat diri dengan baik.

g. Gizi.

Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan
segar. Dan akan mempercepat masa penyembuhan luka jahitan. Misalnya dengan
banyak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung albumin seperti ikan gabus
dan gabus.

2.4 Pengaruh konsumsi ikan gabus terhadap percepatan penyembuhan luka jahitan
perinium

Penggunaan ikan gabus akhir-akhir ini mendapat perhatian dari masyarakat, khususnya
untuk bidang kesehatan. Sebab, ikan gabus merupakan salah satu bahan pangan
alternatif sumber albumin bagi penderita hipoalbumin (rendah albumin) dan luka. Baik
luka pasca operasi maupun luka bakar. Fenomena ikan gabus tersebut pernah diangkat
dalam 1 penelitian khusus oleh Prof. Dr. Ir. Eddy Suprayitno MS. Guru besar ilmu
biokimia ikan Fakultas Perikanan Unibraw pada 2003. Dalam penelitian berjudul albumin
ikan gabus (ophiochepalus striatus) sebagai makanan fungsional mengatasi
permasalahan gizi masa depan, Eddy mengupas habis tentang potensi ikan gabus:
“dilihat dari kandungan asam aminonya, ikan gabus memiliki struktur yang lebih lengkap
dibandingkan jenis ikan lain

Khasiat dan kegunaan yang dimiliki oleh ikan gabus, yaitu

a. Meningkatkan kadar albumin dan daya tahan tubuh.

b. Mempercepat proses penyembuhan pasca operasi.

c. Mempercepat penyembuhan luka dalam/luka luar.

d. Membantu proses penyembuhan pada penyakit:

1. Hepatitis, TBC/infeksi paru, nephritic syndrome, tonsilitis.

2. Typus, Diabetes, patah tulang, gastritis, ITP, HIV.

3. Sepsis, stroke, thalasemia minor.


e. Menghilangkan oedem (pembengkakan).

f. Memperbaiki gizi buruk pada bayi, anak dan ibu hamil.

g. Membantu penyembuhan autis.

h. Sebagai larutan pengganti pada keadaan defisiensi albumin.


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan/ Desain Penelitian

Merupakan hasil akhir dari suatu tahap keputusan yang dibuat oleh peneliti
berhubungan dengan bagaimana statu penelitian bisa diterapkan. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian quasy experimental dengan pendekatan static group
comparison design yaitu penelitian dengan melakukan eksperimen, dimana dalam
desain ini sudah ada kelompok lain sebagai standar eksternal (Arikunto, 2002: 79).
Desain ini disebut juga post test only control group design yang merupakan rancangan
pre eksperimental dengan menambah kelompok kontrol, dengan cara setelah perlakuan
dilakukan pengamatan pada kelompok perlakuan dan pada kelompok kontrol dilakukan
pengamatan saja (Hidayat, 2008 : 62)

4.2 Populasi

Pada penelitian ini populasinya adalah ibu post partum yang mau mengkonsumsi ikan
gabus di BPS Ny. Ninik Artiningsih Dusun Tergilis Kecamatan Prajurit Kulon Mojokerto
sebanyak 21 orang.

4.3 Sampel

Penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu ibu post partum yang mau
mengkonsumsi ikan gabus di BPS Ny. Ninik Artiningsih Dusun Tergilis Kecamatan Prajurit
Kulon Mojokerto sebanyak 20 orang.

Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria inklusi adalah Karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak diteliti.

Adapun kriteria penelitian meliputi :

1. Kriteria inklusi dalam penelitian adalah:

1. Ibu post partum fisiologis dengan luka perineum derajat I dan II

2. ibu post partum hari ke 1 setelah melahirkan


3. Ibu post partum yang mau mengkonsumsi ikan gabus

2. Kriteria eksklusi dalam penelitian adalah:

1. Komplikasi selama persalinan

2. Perdarahan post partum > 500 ml

3. Tidak bersedia menjadi responden

4.4 Tehnik Pengambilan Sampel

Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar
memperoleh sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian
(Nursalam, 2009 : 93). Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel dengan cara
menggunakan teknik purposive sampling yaitu memilih sampel diantara populasi sesuai
yang dikehendaki peneliti (Nursalam, 2009).

4.5 Identifikasi variabel

4.5.1 Variabel bebas (independent variable)

Variabel bebas (independent variable) adalah variable yang nilainnya menentukan


variabel lain (Nursalam, 2009 : 97). Variable bebas (indepenbnt variable) dalam
penelitian ini adalah konsumsi ikan gabus.

4.5.2 Variabel tergantung (dependent variable)

Variable tergantung (dependent variable) adalah variable yang nialinya ditentukan


variable lain (Nursalam, 2009 : 98). Variable tergantung (dependent variable) dalam
penelitian ini percepatan penyembuhan luka jahitan perinium.

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan istilah yang

akan dipergunakan dalam penelitian secara operasional, sehingga mempermudah

pembaca dan penguji dalam mengartikan makna penelitian (Hidayat, 2008: 57-59).

Tabel 4.1 Definisi operasional

Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skor


Operasional

Independen: Memakan Pemberian ikan Timbanga


konsumsi Ikan buas gabus selama n gram
ikan gabus yang hidup di 10
air hari post partu
tawar Sering m dengan
dijuluki “ikan pemberian @
buruk rupa” 100 gram/hari
karena dimasak
kepalanya dengan cara di
menyerupai kukus
kepala ular
Ikan yang
mengandung
banyak
albumin jenis
protein yang
digunakan
untuk
mempercepa
t
penyembuha
n luka
perinium

Dependen: Waktu yang Dikatakan Observasi Ordina Fase Inflamasi


percepatan diperlukan sembuh, jika: l 1.Kemerahan kulit
penyembuha untuk - Diameter < 0,5cm.
n luka jahitan menyatukan 1. Luka tidak
perinium kembali berwarna - Diameter 0,6 -2
jaringan merah cm. - Diameter > 2
tubuh cm.
2. tidak
terdapat 2.Edema -
perdarahan Edema < 0,5
cm. - Edema 0,6
3. Pembentuka – 2 cm. - Edema > 2
n gumpalan cm. 3.Luka
beku darah kering - Tidak
pada fibrin ada cairan. - Ada
4. luka kering cairan. -
Cairan dengan pus.
5. luka tidak
bernanah
Fase Proliferasi

1.Granulasi -
Seluruh bagian luka

- Sebagian luka

- Tidak ada

2.Tepi luka menyatu

- Menyatu sempurna

- Terbuka sebagian.

- Tidak menyatu.

Anda mungkin juga menyukai