Anda di halaman 1dari 60

PEMBUATAN KALDU DARI KEPALA IKAN TUNA DENGAN CARA HIDROLISIS ASAM (Kajian Penambahan Air dan pH)

SKRIPSI

Oleh: MACHBUBATUL CH. 0311033016-103

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2008

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Di Indonesia banyak dijumpai industri pengolahan ikan tuna dengan berbagai ukuran dan jumlah kapasitas produksinya. Komoditi tersebut tidak hanya dipasarkan dalam bentuk tuna segar saja, akan tetapi ikan tuna juga diolah menjadi abon. Pengolahan ikan tuna baik dalam bentuk segar maupun untuk produk olahan banyak menghasilkan limbah padat dari berat ikan yang merupakan limbah terbuang. Komponen limbah tersebut terdiri dari kepala, ekor, tulang dan duri. Limbah ikan tuna diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan industri pengolahan ikan tuna, karena industri tersebut hanya memanfaatkan dagingnya saja, sedangkan kepala, ekor, tulang dan durinya masih belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memberikan nilai tambah terhadap limbah tersebut. Sumber limbah ikan tuna yang cukup besar di Malang adalah dari industri abon ikan tuna yang ada di Sendangbiru yang kapasitas bahan baku ikan tuna untuk produksi sebesar 150 kg per hari. Salah satu aspek pemanfaatan limbah ini dapat digunakan sebagai kaldu, karena kaldu merupakan salah satu produk makanan yang dikonsumsi hampir oleh semua masyarakat. Selain itu produk kaldu yang berada di pasaran selama ini banyak yang berasal dari daging (sapi atau ayam) yang mengandung kadar garam

tinggi dan potensial menyebabkan hipertensi karena tingginya kandungan lemak jenuh dan kolesterol. Faktor yang dijadikan pertimbangan dalam pemilihan kepala ikan tuna adalah karena kepala ikan tuna masih memiliki protein yang cukup tinggi yaitu 13,217%, yang juga kaya akan senyawa-senyawa pemberi rasa. Hadiwiyoto (1993) mengemukakan bahwa rasa yang tajam dari ikan tuna disebabkan karena kadar protein dan lemak yang cukup tinggi. Selain itu ikan tuna memiliki komponen bioaktif yang memiliki efek anti hipertensi karena ikan tuna mengandung omega 3 yang merupakan nomenklatur bagi asam lemak yang tidak jenuh yaitu memiliki ikatan rangkap banyak (Winarno, 1993). Oleh karena itu, sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi ikan lebih banyak daripada daging hewan lainnya. Dari masalah tersebut perlu dikembangkan metode dalam pembuatan kaldu. Salah satu pembuatan kaldu secara kimia adalah metode hidrolisis asam. Keuntungan metode ini adalah mempercepat proses produksi dan mempertinggi kadar protein yang dihasilkan ditinjau dari jumlah asam amino yang dihasilkan dari pemecahan protein (Bodansky, 1993). Hidrolisis seringkali dilakukan dengan menggunakan asam kuat seperti HCl dengan konsentrasi rendah. Suatmadja (1984) mengemukakan bahwa hidrolisis akan berlangsung bila terjadi kontak antara substrat dengan bahan penghidrolisis misalnya asam dengan pH yang rendah. Penambahan air pada proses pembuatan kaldu kepala ikan tuna akan sangat menentukan hasil akhir dari produk yang dihasilkan. Berdasarkan hal

tersebut, maka akan dicari penambahan air dan pH yang tepat untuk memperoleh kaldu ikan tuna yang terbaik.

1.2 Tujuan Mendapatkan kombinasi perlakuan penambahan air dan pH yang tepat pada proses pembuatan kaldu ikan tuna sehingga diperoleh kaldu yang sesuai dengan standart SNI.

1.3 Manfaat 1. Mengetahui pengaruh antara penambahan air dan pH terhadap kualitas kaldu. 2. Dapat memberikan alternatif pemanfaatan limbah ikan tuna.

1.4 Hipotesa Diduga kombinasi penambahan air dan penyesuaian pH yang tepat dapat berpengaruh terhadap kualitas kaldu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Tuna Ikan tuna tergolong jenis scombrid yang sangat aktif dan umumnya menyebar di perairan yang oseanik sampai ke perairan dekat pantai. Pergerakan (migrasi) kelompok ikan tuna di wilayah perairan Indonesia mencakup wilayah perairan pantai, teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Keberadaan tuna di suatu perairan sangat bergantung pada beberapa hal yang terkait dengan spesies tuna, kondisi hidro-oseanografi perairan (Anonymous, 2003a). Kelompok tuna merupakan jenis kelompok ikan pelagis besar, yang secara komersial dibagi atas kelompok tuna besar dan tuna kecil. Tuna besar terdiri dari jenis ikan tuna mata besar (bigeye - Thunnus obesus), madidihang (yellowfin Thunnus albacares), tuna albakora (albacore - Thunnus alalunga), tuna sirip biru selatan (southern blue-fin - Thunnus maccoyii), dan tuna abu-abu (longtail tuna Thunnus tonggol), sedangkan yang termasuk tuna kecil adalah cakalang (skipjack - Katsuwonus pelamis) (Anonymous, 2005a). Tuna adalah ikan laut yang memiliki nilai komersial tinggi. Daging ikan tuna berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot ikan tuna lebih banyak mengandung myoglobin daripada ikan lainnya yang memiliki daging berwarna putih. Beberapa spesies ikan tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru (Bluefin Tuna), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan

aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam (Anonimous, 2007a). Komposisi ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Tuna (dalam % berat) Spesies Air Protein Lemak Blufin - Daging merah 68,70 28,30 1,40 - Daging berlemak 52,60 21,40 24,60 Southern Blufin - Daging merah 65,60 23,60 9,30 - Daging berlemak 63,90 23,10 11,60 Yellowfin 74,20 22,20 2,10 Marlin 72,10 25,40 3,00 Skipjack 70,40 25,80 2,00 Mackerel 62,50 19,80 16,50 Sumber: Murniyati dan Sunarman (2000). Karbohidrat 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,40 0,10 Abu 1,50 1,30 1,40 1,30 1,40 1,40 1,40 1,10

Komposisi daging ikan tuna bervariasi menurut jenis, umur, kelamin, dan musim. Perubahan yang nyata terjadi pada kandungan lemak sebelum dan sesudah memijah. Kandungan lemak yang berbeda nyata pada bagian tubuh yang satu dengan yang lain. Ketebalan lapisan lemak di bawah kulit berubah menurut umur dan musim (Murniyati dan Sunarman, 2000).

2.2 Limbah Ikan Pembangunan perikanan yang sedang digalakkan dewasa ini selain menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan, industri maupun pendapatan yang menghasilkan limbah baik berupa padatan, cairan maupun gas. Sampai saat ini limbah-limbah tersebut umumnya belum dikelola dan dimanfaatkan dengan baik, namun dibuang ke laut, sungai dan tempat-tempat lain (Anonymous,1994). Penanganan limbah yang tidak memadai

dapat menjadi sumber pencemaran yang membahayakan kesehatan. Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan makanan dapat berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah ini umumnya masih mengandung bahan-bahan organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba seperti bakteri, jamur, parasit atau serangga dan hewan pengerat (Purnawijayanti, 2001). Limbah olahan bahan makanan dimasukkan ke dalam bahan buangan organik. Limbah ini seringkali menimbulkan bau busuk yang menyengat hidung. Bila limbah olahan bahan makanan mengandung protein dan gugus amino, maka pada saat degradasi oleh mikroba akan terurai menjadi senyawa yang mudah menguap dan berbau busuk (Wardhana, 1995). Limbah ikan adalah ikan utuh setelah diambil daging ikannya sehingga yang tertinggal adalah bagian yang terdiri dari kepala, ekor, tulang dan duri. Di antara limbah ikan yang cukup besar jumlahnya adalah kepala ikan yaitu sekitar 14,78 % dari berat ikan utuh. Kepala ikan memiliki potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan karena merupakan sumber lemak yang cukup besar. Selama ini limbah ikan hanya digunakan sebagai pupuk pertanian dan tepung ikan untuk pakan ternak (Anonymous, 2005b). Upaya untuk mengurangi pencemaran yaitu dengan melakukan

pengembangan manajemen limbah perikanan. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain melalui peningkatan efisiensi dengan penanganan dan pengolahan hasil perikanan, serta maksimalisasi pemanfaatan limbah sehingga limbah yang dihasilkan dapat ditekan seminimal mungkin. Di samping itu perlu adanya perlakuan terhadap limbah yang sudah tidak dimanfaatkan lagi agar berada di

bawah ambang batas yang telah ditentukan, sehingga apabila limbah tersebut dibuang tidak akan mencemari lingkungan (Anonymous,1994).

2.3 Kaldu Kaldu adalah sari tulang, daging, atau sayuran yang direbus untuk mendapatkan sari bahan tersebut, mempunyai aroma dan citarasa khas, berbentuk cairan, berwarna agak kekuningan. Contohnya adalah kaldu ayam, kaldu daging sapi, kaldu ikan dan lain-lain. Kaldu sebagai produk olahan sangat jarang atau bahkan tidak dikonsumsi secara langsung tanpa makanan lain, tetapi umumnya dijadikan bahan penyerta atau pemberi rasa pada masakan tertentu. Citarasa yang khas ditimbulkan terutama berkaitan dengan senyawa-senyawa protein yang berkombinasi dengan degradasi unsur-unsur gizi lainnya (lemak dan karbohidrat) yang terdapat pada bahan makanan (Anonymous, 2007b). Departemen Perindustrian telah mengeluarkan standar mutu kaldu daging yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-4218-1996. Standar ini meliputi beberapa parameter penting yang mempengaruhi kualitas kaldu daging tersebut. Adapun persyaratan mutu kaldu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persyaratan Mutu Kaldu Parameter Keterangan (%) Warna, bau dan rasa Normal Kadar nitrogen total Min. 0,01 (kaldu daging, kaldu unggas) Min. 0,04 (kaldu daging lainnya) Kadar nitrogen amino Min. 0,02 (kaldu daging lainnya) Nitrogen klorida Maks. 1,25 Lemak Min. 0,3 (kaldu daging berlemak) b Sumber: Anonymous (2003 )

2.4 Hidrolisis Asam Hidrolisis merupakan pemecahan kimiawi suatu molekul karena pengikatan air, menghasilkan molekul-molekul yang lebih kecil. Hidrolisis dapat dilakukan secara asam, alkalis, dan enzimatis (Gaman dan Sherrington, 1992). Hidrolisis asam dapat dilakukan dengan mempergunakan asam kuat anorganik, seperti HCl dan H2SO4 pekat (4-8 normal) dan dipanaskan pada suhu mendidih, dapat dengan tekanan di atas satu atmosfer, dan dilakukan untuk beberapa jam (Sediaoetama, 2004). Pada hidrolisis tersebut akan berlangsung bila terjadi

kontak antara substrat dengan bahan penghidrolisisnya misalnya dengan pH yang rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi hidrolisis adalah konsentrasi asam, suhu, dan lama hidrolisis (Suatmadja, 1984). Hasil hidrolisis kimiawi (dengan asam atau basa) ialah campuran asamasam amino individual sejumlah 20-24 jenis, karena beberapa asam amino mengalami kerusakan dan beberapa lagi mengalami perubahan akibat derivatnya. Menurut Suharsono (1970) dalam Sitompul (2004), menyatakan bahwa asam amino merupakan komponen utama penyusun protein, dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu asam amino esensial dan non esensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi dalam tubuh sehingga sering harus ditambahkan dalam bentuk makanan, sedangkan asam amino non esensial dapat diproduksi dalam tubuh. Kandungan protein atau asam amino dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan serta proses pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau menjadi rusak.

Bahan untuk pembuatan hidrolisat protein adalah protein yang merupakan senyawa makromolekuler (polimer alami) yang terbentuk dari hasil polimerisasi kondensasi dari berbagai asam amino. Protein termasuk kopolimer, dimana dalam setiap molekul protein terdapat 20 jenis asam amino yang terikat dalam jumlah yang bisa mencapai ribuan. Antar asam amino terdapat ikaatan kovalen yang dikenal dengan ikatan peptida yang terjadi antar atom C dari gugus (-COOH) dengan atom N dari gugus amin (NH2) (Carey, 1996). Reaksi hidrolisis adalah sebagai berikut: R1 H O H O X N C C N C C - Y X N C C + H2N N C C Y H H O R2 R2 (Lehninger, 1982). Keuntungan menggunakan asam dalam pengolahan bahan makanan mempunyai peranan penting yang bersifat anti mikroba. Sifat tersebut karena penambahan asam akan mempengaruhi pH di samping juga adanya sifat keracunan mikroba yang khas dari urainya (Supardi dan Sukamto, 1999). Jika dibanding dengan asam sulfat untuk hidrolisis, penggunaan HCl lebih baik karena cepatnya proses hidrolisis dan tingginya nilai hidrosilatnya. Adanya NaCl sebagai hasil penetralan dengan NaOH dapat dijadikan sebagai bahan penyedap rasa (Ventana, 1973). Sebelum dilakukan hidrolisis biasanya bahan dihancurkan agar protein dan lemak yang terkandung di dalam pati dipisahkan terlebih dahulu dengan cara separasi. Adanya penghancuran ini mempermudah penguraian protein lebih lanjut menjadi komponen-komponen yang lebih sederhana. Hasil bahan yang telah

hancur diaduk dengan air, dan ditambahkan asam klorida sampai pH sekitar 2,3 (Tjokroadikoesoemo, 1986). Menurut Buckle (1985), nilai pH makanan merupakan faktor yang penting dalam menentukan besarnya pengolahan dengan panas yang dibutuhkan untuk menjamin tercapainya sterilisasi komersial. Bahan pangan biasanya termasuk satu di antara empat kelompok berikut berdasarkan nilai pH-nya: Bahan pangan tidak asam: pH di atas 5,3 Bahan pangan berasam sedang: pH 5,0 Bahan pangan asam: pH 4,5 Bahan pangan berasam tinggi: pH 4,0 Hasil dari hidrolisis protein pada pengolahan pangan sangat besar, umumnya digunakan sebagai suplemen bahan-bahan yang miskin protein agar dapat meningkatkan mutu gizi, zat pemberi citarasa daging dan bermanfaat bagi pasien yang mempunyai kelemahan pencernaan (Kanoni dkk., 1997). Kelemahan hidrolisis protein dengan asam adalah triptophan mengalami kerusakan dan apabila terdapat karbohidrat dalam bahan akan membentuk senyawa humin yang berwarna kehitaman (Sudarmadji, 1989). Hidrolisis terbesar protein oleh asam terjadi bila bahan diperlakukan pada pH rendah, kemudian dinetralisasi dengan alkali misalnya NaOH sampai mencapai pH 6-7. Modifikasi ini tergantung kondisi asam yang digunakan pada pH optimum, sedangkan alkali berperan menghancurkan protein tertentu yang tidak dapat dihancurkan oleh asam (Veen, 1965).

2.5 Bahan Tambahan 2.5.1 Asam Klorida (HCl) Asam adalah bahan yang larut dalam air dan menghasilkan ion hidrogen, sedangkan asam klorida adalah asam kuat yang mengalami ionisasi sempurna (Gaman dan Sherrington, 1992). Penggunaan asam klorida dalam pengolahan makanan seperti pada corn syrup dan sodium glutamate. Senyawa ini dapat menimbulkan racun dan menyebabkan iritasi pada mata dan kulit. Selain itu, asam klorida mudah masuk melalui nafas dan menyebabkan gangguan tenggorokan, batuk, sakit kepala dan sulit bernafas. Asam klorida mempunyai sifat-sifat: berwarna agak kuning, korosif, larut dalam air, larut dalam alkohol, larut dalam benzene, berasap dan tidak mudah menyala atau terbakar (Leddy, 1980). Asam klorida diproduksi dengan skala industri dari reaksi antara NaCl dan H2SO4, dari NaCl, SO2, udara dan uap air, dari produk sintesis hidrokarbon terklorisasi. Asam klorida diijinkan sebagai pengasam makanan oleh FAO tahun 1974. Secara tidak langsung juga ditemukan pada beberapa aplikasi dalam industri makanan. HCl juga memproduksi garam-garam chloride dari beberapa bahan tambahan yang penting. HCl juga digunakan untuk proses yang membutuhkan hidrolisa pada bahan seperti protein dan pati. HCl juga bisa digunakan untuk produksi corn syrup (Marga dan Anthony, 1994). 2.5.2 Natrium Hidroksida (NaOH) Natrium Hidroksida disebut sebagai soda api yang juga didapat dari reaksi garam dari dasar laut. Netralisasi dengan menggunakan NaOH banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan

cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan NaOH membantu dalam mengurangi kotoran yang berupa getah atau lendir dalam produk (Ketaren, 1986). Menurut Gaman dan Sherrington (1992), menyatakan bahwa dalam proses hidrolisis dilakukan penetralan yang bertujuan untuk menghilangkan sisa asam yang tinggi akibat proses hidrolisis sehingga diperoleh produk yang memenuhi standar. Penetralan yaitu bila kuantitas equimolar dari suatu asam kuat seperti asam klorida dan suatu basa kuat seperti NaOH dicampur dalam suatu larutan air ion hidronium dari asam dan ion hidroksida dari basa akan bersenyawa membentuk garam. Reaksinya adalah sebagai berikut: HCl + NaOH NaCl (garam) + H2O (air)

(asam klorida) (natrium hidroksida)

2.6 Daya Terima Panelis Penilaian organoleptik adalah salah satu penilaian mutu makanan yang bersifat subyektif karena melibatkan panca indera. Daya penerimaan terhadap suatu makanan sangat ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan makanan melalui indera manusia. Faktor utama yang mempengaruhi daya terima adalah citarasa makanan (Winarno, 2003). Moehyi (2002) menyatakan faktor-faktor yang dinilai dalam uji organoleptik ini adalah warna, bentuk, aroma, ukuran, tekstur dan citarasa. Dalam melakukan penilaian indera yang memberikan reaksi pertama kali yaitu mata. Indera kedua setelah mata adalah hidung. Sifat aroma digunakan sebagai kriteria penilaian kualitas kesegaran atau batasan keamanan dari makanan untuk

dikonsumsi. Pengecapan rasa adalah ketiga dari penilaian yang menggunakan mulut dengan tujuan untuk membedakan empat rasa dasar yaitu asam, asin, manis dan pahit. Menurut Winarno (2003), citarasa sangat menentukan daya terima masyarakat secara organoleptik yang terdiri dari: a. Warna Secara visual faktor warna lebih dahulu sangat menentukan. Warna juga dapat digunakan sebagai indikator kesegaran dan kematangan, baik tidaknya cara pencampuran atau cara pengolahan. b. Tekstur Tekstur dari makanan sangat penting untuk menentukan kualitas makanan. Seperti warna, ukuran tekstur tidak pernah konstan akibat adanya perubahan kadar air bahan maupun produk. c. Aroma Aroma adalah rangsangan yang ditangkap oleh indera penciuman. Komponen aroma bahan makanan dapat digunakan untuk membedakan antar bahan makanan yang satu dengan yang lain dan sifat ini sukar dinilai dengan alat. d. Rasa Rasa lebih banyak melibatkan indera lidah. Rasa dapat dibagi menjadi asam, asin, manis dan pahit.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses dan Sistem Industri, dan Pengelolaan Limbah dan Bio Industri Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang, pada bulan September sampai Desember 2007. Untuk analisa dilakukan di Laboratorium Sentral Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Brawijaya Malang.

3.2 Alat dan bahan 3.2.1 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, blender, pisau, erlenmeyer, kain saring, beaker glass, pH meter, autoklaf dan rotary vacuum. Alat yang digunakan dalam analisa adalah timbangan analitik, oven, desikator, gelas ukur, pipet tetes, erlenmeyer, dan kertas saring. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kepala ikan tuna yang diperoleh dari Pasar Besar Malang, sedangkan bahan penghidrolisisnya adalah HCl dan bahan penetral yaitu NaOH dapat diperoleh di Laboratorium Rekayasa Proses dan Sistem Industri TIP. Bahan yang digunakan dalam analisa yaitu : NaOH, aquadest, dan indikator phenol Ptealin (PP).

3.3 Metode Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental dengan rancangan percobaan. Rancangan percobaan yang

digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor. Faktor satu terdiri dari 3 level dan faktor kedua terdiri dari 3 level dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah penambahan air: A1 = penambahan air 100 ml A2 = penambahan air 200 ml A3 = penambahan air 300 ml Faktor kedua adalah penyesuaian pH larutan: B1 = 4 B2 = 4,5 B3 = 5 Dari dua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kombinasi Perlakuan Perlakuan B1 B2 B3 A1 A1B1 A1B2 A1B3 A2 A2B1 A2B2 A2B3 A3 A3B1 A3B2 A3B3 Dari kedua faktor tersebut diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut: A1B1 = penambahan air 100 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 4 A1B2 = penambahan air 200 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 4,5 A1B3 = penambahan air 300 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 5 A2B1 = penambahan air 100 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 4 A2B2 = penambahan air 200 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 4,5

A2B3 = penambahan air 300 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 5 A3B1 = penambahan air 100 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 4 A3B2 = penambahan air 200 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 4,5 A3B3 = penambahan air 300 ml dan penyesuaian pH larutan sampai 5

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dilaksanakan dengan beberapa tahap alur kerja. Diagram alir prosedur penelitian terlihat pada Gambar 1.

Identifikasi Masalah

Studi Literatur

Percobaan Pendahuluan

Penentuan Hipotesis dan Metode Percobaan

Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan dan Analisa Data

Pemilihan Alternatif Terbaik

Kesimpulan Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Penelitian

3.4.2 Pembuatan Kaldu Ikan Tuna Kepala ikan tuna 100 g


Analisa: Lemak, Protein

dibersihkan Air Penambahan Air (ml) 100 200 300 dicuci dipotong kecil dihancurkan (selama 3 menit) Bubur ikan HCl 6 N pH 4; 4,5; 5

Insang Air dan kotoran

dihidrolisis selama 30 menit (suhu 121C dengan tekanan 1 atm) didinginkan pada suhu ruang (2527 C) dinetralkan dengan NaOH 6 N (pH 7) disaring (125 mesh) Filtrat Ampas

didestilasi selama 60 menit (suhu 80C) disaring (125 mesh) Kaldu kepala ikan tuna Partikel halus
Analisa: Rendemen, Lemak, Protein, Asam amino, dan Organoleptik (Rasa, Warna dan Aroma)

Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Kaldu Kepala Ikan Tuna

1. Penghilangan insang, pembersihan dan pencucian Kepala ikan tuna dibelah dan dibuang bagian insangnya, kemudian kepala ikan tuna dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran. 2. Pemotongan Pemotongan kepala ikan tuna menjadi lebih kecil dilakukan dengan pisau untuk memudahkan proses penghancuran. 3. Penghancuran Potongan ikan tuna (100 g) dimasukkan dalam blender dan ditambahkan air sebanyak 100 ml, 200 ml, dan 300 ml selama 3 menit. 4. Penambahan HCl dan hidrolisis Hidrolisis dilakukan dengan menambahkan HCl 6 N dan di tempatkan ke dalam 9 wadah. Pada 3 wadah hidrolisis pertama (A1B1, A2B1, A3B1) ditambahkan HCl sampai pH 4, pada 3 wadah hidrolisis kedua (A1B2, A2B2, A3B2) ditambahkan HCl sampai pH 4,5, kemudian pada 3 wadah hidrolisis ketiga (A1B3, A2B3, A3B3) ditambahkan HCl sampai pH 5. Proses hidrolisis dilakukan dalam autoklaf. Lama proses hidrolisis dilakukan selama 30 menit dengan tekanan 1 atm. 5. Pendinginan Larutan yang diperoleh dari hasil hidrolisis didinginkan sampai mencapai suhu ruang (2527 C). 6. Penetralan Penetralan dilakukan dengan menambahkan NaOH dan pH disesuaikan dengan pH awal (sebelum ditambah HCl).

7. Penyaringan Kaldu tulang ikan tuna disaring dengan menggunakan kain saring untuk mendapatkan filtratnya. 8. Destilasi Filtrat yang keluar dari proses hidrolisis didestilasi dengan menggunakan rotary vacuum selama 60 menit untuk memisahkan partikel-partikel yang menggumpal selama proses. Diagram alir proses pembuatan kaldu dari tulang ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar proses pembuatannya dapat dilihat pada Lampiran 10. 3.4.3 Analisa Kualitas Kaldu Setelah proses pembuatan kaldu selesai lalu kaldu dianalisa rendemen (Setijahartini,1980), kadar lemak (Apriyanto,1989), protein (AOAC,1980), asam amino (AOAC, 1980), dan analisa organoleptik yang meliputi analisa kesukaan terhadap warna, bau, dan rasa (Friedman, 1984). Prosedur analisa dapat dilihat pasa Lampiran 1. 3.4.4 Analisa Data Data kuantitatif hasil percobaan dianalisa dengan menggunakan analisis ragam untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan terhadap nilai kualitas kaldu. Apabila ada beda nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT untuk mengetahui perlakuan mana yang menyebabkan perbedaan.

3.4.5 Pemilihan Alternatif Terbaik Pemilihan alternatif terbaik didasarkan pada hasil pengujian fisik, kimia, dan organoleptik. Kriteria untuk lemak, asam amino dan organoleptik disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) kaldu No. 01-4218-1996. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan atau Hedonic Test. Dalam pelaksanaannya panelis diminta untuk memberikan skor terhadap tingkat kesukaan rasa, aroma dan warna sampel sesuai dengan kesukaan. Sebelum pelaksanaan uji dimulai, panelis diberi sedikit informasi tentang produk yang akan diuji. Selanjutnya kepada panelis disajikan sampel produk yang telah ditempatkan dalam wadah beserta perlengkapan yang lain seperti: air putih, sendok, tissu dan lembar uji organoleptik. Contoh lembar uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2. Selain itu kaldu dari perlakuan terbaik diuji organoleptik (warna, aroma dan kekentalan) dengan membandingkan dengan produk yang ada di pasaran yaitu merk Royko dan Saos Raja Rasa.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Rendemen Hasil rendemen kaldu dari kepala ikan tuna yang dihasilkan berkisar antara 33,833% sampai 64,167%. Rendemen terendah diperoleh pada perlakuan penambahan air 100 ml dan pH 4, sedangkan rendemen tertinggi terdapat pada perlakuan penambahan air 300 ml dan pH 5. Berdasarkan analisis ragam terhadap rendemen (Lampiran 3), bahwa perlakuan berbagai penambahan air menunjukkan adanya beda sangat nyata ( = 0,01), sedangkan perlakuan pH menunjukkan tidak adanya beda nyata. Begitu pula perlakuan penambahan air dan pH menunjukkan tidak adanya interaksi antar kedua perlakuan. Rerata rendemen kaldu dari kepala ikan tuna pada berbagai penambahan air terlihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata Rendemen Kaldu Berdasarkan Penambahan Air Penambahan Air (ml) Rendemen (%) 100 35,778 a 200 55,556 b 300 62,222 c BNT 1% 5,057 Ket: Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( = 0,01) Tabel 4 menunjukkan bahwa rendemen terendah pada perlakuan penambahan air 100 ml dan rendemen tertinggi pada penambahan air 300 ml. Lampiran 4 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai penambahan air

menunjukkan adanya beda sangat nyata ( = 0,01). Hubungan rendemen terhadap penambahan air dan pH terlihat pada Gambar 3.

Rerata Rendemen (%)

80 60 40 20 0

y = 13,25x + 25,593 R 2 = 0,9769 pH 4 pH 4.5 pH 5 Linear (pH 5) A1 A2 Penambahan Air A3

Gambar 3. Grafik Hubungan Rendemen Terhadap Penambahan Air dan pH pada Kaldu dari Kepala Ikan Tuna Gambar 3 menunjukkan hubungan rendemen terhadap penambahan air dan pH pada kaldu dari kepala ikan tuna, dimana penambahan air mempengaruhi rendemen sebesar 97,69 %. Rerata rendemen menunjukkan bahwa rendemen berbanding lurus dengan penambahan air, semakin banyak air yang ditambahkan maka rendemen kaldu yang dihasilkan akan semakin meningkat. Anonymous (2001) menyatakan bahwa bila kandungan air dalam suatu produk tinggi, maka rendemen akan meningkat.

4.2 Kadar Lemak Lemak merupakan bagian terpenting dari semua bahan, lemak berperan dalam penambahan kalori serta memperbaiki tekstur dan citarasa bahan pangan (Winarno, 2003). Hasil analisa laboratorium yang telah dilakukan terhadap bahan penelitian ini menunjukkan kandungan lemak kepala ikan tuna mencapai 1,702%. Rerata kadar lemak kaldu dari kepala ikan tuna pada berbagai kombinasi penambahan air dan pH berkisar antara 0,128% sampai 1,074%. Kadar lemak terendah diperoleh dari perlakuan penambahan air 300 ml dengan pH 5 dan kadar lemak tertinggi diperoleh dari perlakuan penambahan air 100 ml dengan pH 5.

Berdasarkan analisis ragam terhadap kadar lemak kaldu dari kepala ikan tuna yang dihasilkan (Lampiran 4), bahwa perlakuan berbagai penambahan air menunjukkan tidak adanya beda nyata, begitu pula pada perlakuan berbagai pH juga menunjukkan tidak adanya beda nyata, sehingga antar kedua perlakuan (penambahan air dan pH) menunjukkan tidak adanya interaksi, karena kedua perlakuan menunjukkan tidak adanya beda nyata. Sudarmadji (1989) menyatakan bahwa hasil hidrolisis lemak berupa asam lemak dan gliserol. Reaksi hidrolisis mengakibatkan kerusakan lemak, hal ini terjadi karena terdapat sejumlah air dalam lemak tersebut.

4.3 Kadar Protein Protein merupakan bagian yang sangat penting karena sebagian besar jaringan tubuh, protein adalah komponen terbesar setelah air. Protein juga merupakan sumber-sumber asam amino, yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno, 2003). Apabila protein dihidrolisis dengan sempurna maka akan diperoleh hidrolisat yang terdiri dari campuran 18 sampai 20 macam asam amino yang terikat dalam jumlah yang bisa mencapai ribuan, karena antar asam amino terdapat ikatan peptida yang terjadi antara atom C dari gugus (-COOH) dengan atom N dari gugus amin (NH2) Rerata kadar protein kaldu dari kepala ikan tuna pada berbagai kombinasi perlakuan penambahan air dan pH berkisar antara 1,555% sampai 3,726%. Secara keseluruhan kadar protein terlihat pada Gambar 4. Hasil analisa laboratorium yang telah dilakukan terhadap bahan penelitian ini menunjukkan kandungan

protein kepala ikan tuna mencapai 13,217%. Hasil penelitian terhadap kaldu didapatkan kadar protein terendah diperoleh dari perlakuan penambahan air 300 ml dengan pH 4 dan kadar protein tertinggi diperoleh dari perlakuan penambahan air 100 ml dengan pH 5. Berdasarkan analisis ragam terhadap kadar protein kaldu dari kepala ikan tuna yang dihasilkan (Lampiran 5), menunjukkan bahwa penambahan air pada pembuatan kaldu dari kepala ikan tuna berpengaruh sangat nyata ( = 0,01) terhadap penurunan kadar protein. Rerata kadar protein kaldu dari kepala ikan tuna pada berbagai perlakuan penambahan air terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rerata Kadar protein Kaldu Berdasarkan Penambahan Air Penambahan Air (ml) Kadar Protein (%) 100 3,589 c 200 2,588 b 300 1,916 a BNT 1% 0,553 Ket: Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( = 0,01) Tabel 5 menunjukkan bahwa terjadinya penurunan kadar protein pada setiap perlakuan penambahan air. Kadar protein terendah pada perlakuan dengan penambahan air 300 ml dan kadar protein tertinggi pada penambahan air 100 ml. Berdasarkan Tabel terlihat bahwa peningkatan penambahan air akan menurunkan kandungan kadar protein dari kaldu. Hal ini disebabkan karena di dalam air tidak memiliki kandungan protein, sehingga jika dilakukan penambahan air sedangkan jumlah bahan sumber proteinnya tetap, akan menyebabkan prosentase kandungan protein dari kaldu menurun. Hubungan protein kaldu pada berbagai kombinasi penambahan air dan pH terlihat pada Gambar 4.

Rerata Kadar Protein (%)

4 3 2 1 0 A1 A2 Penambahan Air A3 pH 4 pH 4.5 pH 5

Gambar 4. Grafik Hubungan Protein Terhadap Penambahan Air dan pH Pada Pembuatan Kaldu dari Kepala Ikan Tuna Meskipun pH tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap setiap perlakuan, bukan berarti pH tidak memiliki pengaruh terhadap kaldu yang dihasilkan dari proses hidrolisis, akan tetapi diduga karena faktor perlakuan pada pH yang jarak antara pH satu dengan yang lain terlalu dekat. Dari Gambar 4 terlihat bahwa kadar protein terendah terdapat pada perlakuan penambahan air 300 ml dengan pH 4, semakin banyak asam yang ditambahkan (pH rendah), maka semakin banyak protein yang terpecah yang berarti menurunkan kadar protein kaldu. Lehninger (1982) menyatakan bahwa protein sensitif terhadap asam atau basa dengan konsentrasi tinggi. Oleh karena itu penambahan asam atau basa biasanya dilakukan pada pH mendekati netral. Selain itu rendahnya kadar protein pada kaldu kemungkinan juga dipengaruhi oleh hilangnya protein selama proses pemanasan pada saat hidrolisis. Sugiran (2007) menyatakan bahwa pemanasan yang dilakukan secara berlebihan atau waktu yang lama tanpa penambahan karbohidrat, dapat mengakibatkan nilai gizi protein akan berkurang karena terbentuknya ikatan silang dalam protein. Protein merupakan senyawa yang reaktif terhadap panas dimana sisi aktif beberapa asam amino dapat bereaksi dengan komponen lain misalnya lemak.

Hubungan antara kadar protein dan asam amino pada kaldu dari kepala ikan tuna terlihat pada Gambar 5.
1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 1 2 3 4 Rerata Kadar Protein (%) y = 0.1545x + 0.2079 R2 = 0.6435

Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Kadar Protein dan Asam amino Pada Kaldu dari Kepala Ikan Tuna Gambar 5 menunjukkan hubungan kadar protein dan asam amino pada kaldu dari kepala ikan tuna. Dimana asam amino mempengaruhi kadar protein sebesar 64,35%, hal ini menunjukkan bahwa kadar protein dipengaruhi oleh jumlah asam amino dalam bahan, karena tinggi rendahnya kadar protein pada kaldu dari kepala ikan tuna juga dipengaruhi oleh banyaknya asam amino pada kaldu. Semakin banyak asam amino akan meningkatkan kadar protein, karena kadar protein pada kaldu berhubungan langsung dengan kadar asam amino, karena nilai gizi protein tergantung pada asam-asam amino penyusunnya (Hawab, 2003).

4.4 Kadar Asam Amino

Rerata Kadar Asam amino (%)

Asam amino merupakan hasil hidrolisis protein menjadi peptida dan akhirnya menjadi asam amino, semakin besar kadar asam amino maka efisiensi penguraian protein semakin baik (Poedjiaji, 1994). Rerata kadar asam amino kaldu dari kepala ikan tuna pada berbagai kombinasi perlakuan penambahan air dan pH berkisar antara 0,383% sampai 0,835%. Kadar asam amino terendah diperoleh dari perlakuan penambahan air 300 ml dengan pH 5 dan kadar asam amino tertinggi diperoleh dari perlakuan penambahan air 100 ml dengan pH 4. Berdasarkan analisis ragam terhadap kadar asam amino kaldu dari kepala ikan tuna yang dihasilkan (Lampiran 6), menunjukkan bahwa perlakuan berbagai penambahan air dan pH tidak ada interaksi antar kedua perlakuan. Perlakuan dengan berbagai penambahan air menunjukkan adanya beda sangat nyata, sedangkan perlakuan berbagai pH menunjukkan tidak adanya beda nyata. Rerata kadar asam amino kaldu dari kepala ikan tuna pada berbagai penambahan air terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rerata Kadar Asam amino Kaldu Berdasarkan Penambahan Air Penambahan Air (ml) Kadar Asam Amino (%) 100 0,787 c 200 0,596 b 300 0,492 a BNT 1% 0,190 Ket: Nilai rerata yang didampingi oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( = 0,01) Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar asam amino terendah pada perlakuan penambahan air 300 ml dan kadar asam amino tertinggi pada penambahan air 100 ml Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan berbagai penambahan air menunjukkan adanya beda sangat nyata ( = 0,01). Penurunan kadar asam amino diduga karena faktor penambahan air, karena air hampir tidak memiliki

kandungan gizi selain mineral sehingga jika air terus ditambahkan sedangkan jumlah bahan lain yang merupakan sumber asam amino tetap, menyebabkan perbandingan antara total bahan dengan asam amino semakin kecil. Selain itu turunnya asam amino juga diduga disebabkan oleh adanya panas pada saat proses hidrolisis, karena dengan adanya panas, reaksi gugus amino dapat menyebabkan turunnya kadar asam amino (Poedjiaji, 1994). Hubungan asam amino kaldu pada berbagai kombinasi penambahan air dan pH terlihat pada Gambar 6.
Rerata Kadar Asam Amino (%) 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 A1 A2 Penambahan Air A3 pH 4 pH 4.5 pH 5

Gambar 6. Grafik Hubungan Asam amino Terhadap Penambahan Air dan pH Pada Pembuatan Kaldu dari Kepala Ikan Tuna Gambar 6 menunjukkan bahwa kadar asam amino terendah terdapat pada perlakuan dengan pH 5 dan kadar asam amino tertinggi terdapat pada perlakuan dengan pH 4. Hal ini diduga bahwa semakin rendah pH, maka semakin banyak protein yang terpecah sehingga kadar asam amino yang diperoleh juga lebih banyak jika dibandingkan dengan pH yang lebih tinggi. Purnomo (1995) mengemukakan bahwa pH sangat mempengaruhi proses pembentukan zat perantara (peptida) yang akan menghasilkan senyawa asam amino.

4.5 Uji Organoleptik

Uji organoleptik terhadap kaldu dari kepala ikan tuna terdiri dari respon terhadap rasa, warna dan aroma. Menurut Winarno (2003), dalam uji kesukaan indera yang berperan adalah indera penglihatan, pencicipan, peraba dan pendengaran. Untuk produk pangan yang paling jarang digunakan adalah indera pendengaran. Pelaksanaan penilaian kesukaan ini diperlukan panel. Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat atau mutu produk berdasarkan kesan subyektif. Panelis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 20 orang panelis. Uji kesukaan ini bertujuan untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik kaldu dari kepala ikan tuna. Pengujian yang dilakukan bersifat hedonic, sehingga anggota panelis tidak perlu dipilih tanpa dengan melakukan uji indera, melainkan dipilih berdasarkan dapat tidaknya mereka mewakili golongangolongan dalam masyarakat konsumen. Soekarto (1985) menyatakan bahwa panelis hedonic meliputi panelis tidak terlatih dan panelis konsumen, dan untuk menghasilkan panelis hedonic tidak diperbolehkan ada latihan 4.5.1 Rasa Rasa makanan merupakan faktor kedua yang mempengaruhi citarasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri (Moehyi, 1992). Rasa merupakan tanggapan atas adanya rangsangan kimiawi yang sampai di indera pengecap lidah, khususnya jenis rasa dasar yaitu manis, asin, asam, dan pahit (Winarno, 2003). Pada konsumsi tinggi indera pengecap akan mudah mengenal rasa-rasa dasar tersebut. Beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah aroma makanan, bumbu masakan dan bahan makanan,

keempukan atau kekenyalan makanan, kerenyahan makanan, tingkat kematangan dan temperatur. Total rangking kesukaan panelis terhadap rasa kaldu dari kepala ikan tuna berkisar antara 74,5 sampai 113,5 disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan uji Friedman (Lampiran 7), penambahan air dan pH menunjukkan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap nilai kesukaan rasa. Kecenderungan data terlihat pada Gambar 7.
Total Rangking Rasa 107.5 98 104 107 113.5 109 97.5 89 74.5

120 100 80 60 40 20 0

pH 4 pH 4,5 pH 5

A1

A2 Penambahan Air

A3

Gambar 7. Grafik Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Kaldu dari Kepala Ikan Tuna Akibat Perlakuan Penambahan Air dan pH. Dari Gambar 7 menunjukkan bahwa rasa yang paling disukai yaitu pada perlakuan penambahan air 200 ml dan pH 5 dengan total rangking 113,5 dan rerata 3,45 (suka). Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa kaldu dari kepala ikan diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu air yang telah ditambahkan dan juga garam yang dihasilkan dari proses netralisasi, sedangkan rangking paling rendah diperoleh dari perlakuan penambahan air 300 ml dan pH 4,5 dengan total rangking 74,5 dan rerata 2,75 (netral). Pada perlakuan penambahan air 300 ml dan pH 4,5 diduga rasa yang didapatkan dari kaldu kurang karena terlalu banyaknya air yang ditambahkan. Hal

ini disebabkan karena semakin banyak air yang ditambahkan akan semakin mengurangi kandungan lemak yang terdapat pada kaldu, karena lemak dalam bahan pangan yang cukup tinggi dapat menambah nilai gizi dan kalori serta memberikan citarasa yang gurih dari bahan pangan (Ketaren, 1986). Akan tetapi kadar lemak yang tinggi tidak mutlak digunakan sebagai parameter dalam menentukan citarasa kaldu karena uji organoleptik sangat tergantung dari subyektifitas dari panelis. 4.5.2 Warna Warna makanan memiliki peranan utama dalam penampilan makanan, meskipun makanan tersebut lezat, tetapi bila penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya menjadi hilang (Moehyi, 2002). Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan dari makanan, seperti perlakuan penyimpanan yang memungkinkan terjadinya perubahan warna. Oleh karena itu untuk mendapatkan warna yang sesuai dan menarik harus digunakan teknik memasak tertentu atau dengan penyimpanan yang baik. Total rangking kesukaan panelis terhadap warna kaldu dari kepala ikan tuna berkisar antara 71 sampai 115,5 yang disajikan pada Lampiran 8. Hasil uji Friedman menunjukkan interaksi penambahan air dan pH memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap nilai kesukaan warna kaldu dari kepala ikan tuna. Kecenderungan data terlihat pada Gambar 8.

Total Rangking Warna

140 120 100 80 60 40 20 0

115.5 114 71

101 105 82

111 104 96.5 pH 4 pH 4,5 pH 5

A1

A2 Penambahan Air

A3

Gambar 8. Grafik Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Warna Kaldu dari Kepala Ikan Tuna Akibat Perlakuan Penambahan Air dan pH. Dari Gambar 8 terlihat bahwa warna yang paling disukai yaitu pada perlakuan penambahan air 100 ml dan pH 4 dengan total rangking 115,5 dan rerata 3,95 (suka). Hal ini diduga selain pengaruh penambahan air, pH juga memberikan pengaruh yang besar, karena penambahan air dan pH sangat mempengaruhi proses pembentukan zat perantara yang akan menghasilkan senyawa nitrogen dengan berbagai komposisi dan warna yang cukup cerah. Ketaren (1986) mengemukakan bahwa warna kuning dalam kaldu disebabkan oleh kombinasi antara senyawa nitrogen dengan lemak terhidrolisis, sedangkan rangking paling rendah diperoleh dari perlakuan penambahan air 100 ml dan pH 4,5 dengan total rangking 71 dan rerata 3,25 (netral). 4.5.3 Aroma Aroma adalah bau yang sangat subyektif yang sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitivitas dan kesukaan yang berbeda. Meskipun mereka dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang berlainan (Winarno, 2003). Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh senyawa yang mudah menguap. Aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda. Selain

itu, cara memasak yang berbeda akan menimbulkan aroma yang berbeda pula (Moehyi, 1992). Total rangking kesukaan panelis terhadap aroma kaldu dari kepala ikan tuna berkisar antara 84 sampai 116. Data hasil uji Friedman terlihat pada Lampiran 9. Berdasarkan uji Friedman, penambahan air dan pH memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Kecenderungan data terlihat pada Gambar 9.
Total Rangking Aroma 140 120 100 80 60 40 20 0

116 107 91.5

112 95 98

102.5 95 84

pH 4 pH 4,5 pH 5

A1

A2 Penambahan Air

A3

Gambar 9. Grafik Nilai Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Kaldu dari Kepala Ikan Tuna Akibat Perlakuan Penambahan Air dan pH. Dari Gambar 9 terlihat bahwa aroma yang paling disukai yaitu pada perlakuan penambahan air 100 ml dan pH 5 dengan total rangking 116 dan rerata 3,3 (netral), sedangkan rangking paling rendah diperoleh dari perlakuan penambahan air 300 ml dan pH 5 dengan total rangking 84 dan rerata 2,65 (netral). Kecenderungan kesukaan panelis terhadap aroma kaldu semakin menurun dengan meningkatnya air yang ditambahkan. Hal ini diduga karena semakin banyak air yang ditambahkan akan mengurangi kandungan yang ada di dalam kaldu terutama asam amino, karena senyawa asam amino yang terdapat pada kaldu memberikan pengaruh terhadap aroma kaldu dari kepala ikan tuna. Winarno (2003) mengemukakan bahwa asam amino mempengaruhi aroma dan cita rasa produk.

4.6 Pemilihan dan Posisi Perlakuan Terbaik Pemilihan pelakuan terbaik didasarkan pada SNI kaldu No. 01-4218 tahun 1996 dan berdasarkan kualitas produk yang paling baik di antara perlakuan yang lain dan uji organoleptik yang paling disukai oleh panelis. Parameter untuk menentukan perlakuan terbaik terlihat pada Tabel 7. Tabel 7. Parameter Penilaian Perlakuan Terbaik Perlakuan Parameter Penambahan pH Kadar Kadar Kadar Rende Rasa Air (ml) Lemak Protein Asam men (%) (%) amino (%) (%) tn 100 4 0,222 3,428* 33,833 3,25 0,835* 100 4,5 0,181tn 3,613* 0,812* 35,833 3,3 0,714* 37,667 3,3 100 5 1,074* 3,726* tn 200 4 0,269 2,292* 0,546* 56,778 3,25 200 4,5 0,151 tn 2,762* 0,681* 55,445 3 tn 200 5 0,197 2,710* 0,56* 54,444 3,45 300 4 0,156 tn 1,555* 0,56* 60 3,4 tn 300 4,5 0,163 2,028* 0,532* 62,5 2,75 300 5 0,128 tn 2,165* 0,383* 3,1 64,167 SNI Min 0,3 Min0,04 Min 0,02 Normal Ket. Analisis tn bn bn bn tn Ragam Keterangan: * = memenuhi syarat SNI tn = tidak beda nyata bn = beda nyata Angka yang dicetak tebal menunjukkan nilai parameter terbaik Nilai kadar lemak yang memenuhi SNI yaitu minimal 0,3% hanya dicapai pada perlakuan penambahan air 100 ml dengan pH 5. Nilai kadar protein terbaik adalah yang paling tinggi dibandingkan SNI yaitu minimal 0,04%. Semakin tinggi kadar protein maka kualitas kaldu kepala ikan semakin baik, karena kadar protein merupakan prioritas utama dalam menentukan alternatif terbaik.. nilai kadar

Warna

Aroma 2,8 3 3,3 3,2 2,95 2,95 2,9 2,95 2,65 Normal tn

3,95 3,25 3,9 3,65 3,4 3,75 3,75 3,65 3,9 Normal tn

protein dari semua perlakuan memenuhi standar SNI. Nilai kadar protein terbaik diperoleh pada perlakuan penambahan air 100 ml dengan pH 5 sebesar 3,726%. Nilai kadar asam amino yang paling baik juga yang mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan SNI yaitu minimal 0,02%. Nilai kadar asam amino pada semua perlakuan memenuhi SNI. Nilai kadar asam amino terbaik adalah pada penambahan air 100 ml dengan pH 4 sebesar 0, 835%. Pemilihan perlakuan terbaik adalah perlakuan yang menghasilkan kaldu yang memenuhi SNI. Berdasarkan Tabel 7, hanya lemak yang kurang memenuhi SNI dari setiap perlakuan. Akan tetapi lemak tidak dijadikan parameter utama dalam menentukan perlakuan terbaik. Perlakuan terbaik berdasarkan hasil penelitian adalah pada penambahan air 100 ml dan pH 5 dengan nilai kadar lemak 1,074 %, kadar protein 3,726%, kadar asam amino 0,714%, rendemen 37,667%, rasa 3,3 (netral), warna 3,9(suka) dan aroma 3,3(netral). Adapun perlakuan terbaik yang diperoleh kemudian dilakukan perbandingan dengan menggunakan produk kaldu yang sudah beredar di pasaran dengan merk Royko dan Saos Raja Rasa. Uji perbandingan yang dilakukan melipuji warna, aroma dan kekentalan dari masing-masing produk dengan menggunakan panelis ahli sebanyak 3 panel. Perbandingan kaldu kepala ikan tuna dengan kaldu yang sudah ada di pasaran terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Perbandingan Kaldu Kepala Ikan Tuna dengan Kaldu yang ada di Pasar Karakteristik Kaldu Warna Aroma Kekentalan Kaldu kepala ikan tuna 4 (suka) 3,33 (netral) 2,67 (netral) Kaldu dengan merk Royko 2 (tidak suka) 4 (suka) 4,67(sangat suka) Kaldu dengan merk 2 (tidak suka) 4 (suka) 2,33 (netral) Saos Raja Rasa

Berdasarkan Tabel 8 dapat terlihat bahwa kaldu ikan tuna memiliki warna yang lebih baik jika dibandingkan dengan kedua kaldu yang sudah beredar di pasaran, akan tetapi kaldu kepala ikan tuna memiliki aroma yang lebih rendah jika dibandingkan deengan kedua kaldu yang sudah ada di pasar. Jika dilihat dari kekentalannya, maka kaldu dengan merk Royko memiliki kekentalan yang paling baik jika dibandingkan dengan kaldu kepala ikan tuna dan kaldu merk Saos Raja Rasa. Akan tetapi kaldu kepala ikan tuna memiliki kekentalan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kaldu dengan merk Saos Raja Rasa. Dari segi ketersediaan bahan baku, kaldu kepala ikan tuna memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kaldu merk Royko dan Saos Raja Rasa karena ketersediaan kepala ikan tuna lebih banyak dan lebih murah, sehingga harga yang diperoleh juga lebih rendah daripada produk kaldu yang sudah beredar di pasar. Penelitian ini difokuskan pada aspek teknis pembuatan kaldu kepala ikan tuna yang sesuai SNI. Aspek finansial tidak ditekankan dalam penelitian ini karena masih dalam skala laboratorium.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan yang terbaik sesuai dengan SNI No. 01-4218 tahun 1996 dan nilai parameter terbaik yaitu perlakuan penambahan air 100 ml dan pH 5. Produk tersebut mempunyai kadar lemak 1,074%, kadar protein 3,726%, kadar asam amino 0,714%, rendemen 37,667%, rasa 3,3 (netral), warna 3,9 (suka) dan aroma 3,3 (netral).

5.2 Saran 1. Jarak antar perlakuan (pH) kurang sehingga memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata. 2. Perlu dilakukan pengujian organoleptik panelis ahli. lebih lnjut dengan menggunakan

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1994. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Hasil Perikanan Seri I. Direktorat Jendral Perikanan, Bina Usaha Tani dan Pengelolahan Hasil. Jakarta. . 2003a. Potensi dan Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Tuna. http://www.dkp.go.id/content.php. Tanggal akses 4 Juli 2007. . 2003b. Kaldu dan Konsome. Infostandar BSN no 1. hal. 4. . 2005a. Berburu Yen dari Ikan Tuna. http://www.bexi.co.id. Tanggal akses 4 juli 2007. . 2005b. Pengembangan Limbah Sebagai Bahan Baku Sekunder untuk Pakan dan Pupuk. http://www.ampl.or.id/detail/. Tanggal akses 13 November 2007. . 2007a. Tuna. http://id.wikipedia.org/wiki/Tuna.htm. Tanggal akses 29 Mei 2007. . 2007b. Kaldu. http://id.wikipedia.org.tanggal.htm. Tanggal akses 29 Mei 2007. Buckle, K. A., R. A. Edward., G. H. Fleet., M. Wootton., 1985. Ilmu Pangan.diterjemhkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. UI Press. Jakarta. Bodansky, M. 1993. Kimia Peptida. F-MIPA Institut Teknologi Bandung. Bandung. Boniran, S. 1999. Quality Control untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan Ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. Gaman, P.M. dan Sherrington, K.B. 1992. The Science of Food, an Introduction to Food Science, Nutrition and Microbiology. Pergamon Press PLC. England. Heruwati. 2002. Pengolahan Ikan Secara Tradisional: Prospek dan Peluang Pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian. Hawab, H. M. 2003. Pengantar Biokimia. Bayumedia Publishing. Malang.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta. Kanoni, S., S. Hadiwiyoto dan S. Naruki, 1997. Biokimia dan Teknologi Protein Hewani. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Leddy, J.J. 1980. Real World of Industrial Ghemistry The Chlor-Alkaly Industry. Mc Graw Hill Book. New York. Lehninger, A. L. 1982. Dasar Biokimia, Jilid 1. Diterjemahkan oleh Maggi Thenawidjaja. Erlangga. Jakarta. Marga, J. A. and Anthony T.T. 1994. Food Additive and Toxicology. Marcel Dekker Inc. New York. Murniyati, A. S dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan, dan Pengawetan Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Poedjiaji, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI Press. Jakarta. Purnawijayanti, H. A. 2001. Sanitasi Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Penolahan Makanan. Kanisius. Yogyakarta. Suatmadja, S. 1984. Pemanfaatan Ubi Kayu dalam Industri Pertanian. Departemen Perindustrian. Bogor. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bhratara Karya Aksara. Jakarta. Sudarmadji, S., Bambang H., dan Suhardi. 1989. Analisa bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Supardi, I dan Sukamto. 1999. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan Pangan. Alumni. Bandung. Sediaoetama, A. D. 2004. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta. Sitompul, S. 2004. Analisa Asam Amino dalam Tepung Ikan dan Bungkil Kedelai. http://www.pustaka-deptan.go.id. 29 Mei 2007. Sugiran, G. 2007. Efek Pengolahan Terhadap Zat Gizi Pangan. http://jurnalmahasiswa.blogspot.com/2007/09/efek-pengolahanterhadap-zat-gizi.html. Tanggal akses 10 Januari 2008.

Tjokroadikoesoemo, P.S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT Gramedia. Jakarta. Veen, A. G. 1965. Fish and Food. Acadenic Press. New York Ventana, P. 1973. The Posibility of Making Nam Pla from Tuna Condensate by Quick Procedure, for Science and Technology. Departement Graduate School. Karlstart University. Winarno. 1993. Pangan (Teknologi dan Konsumen). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Winarno, F. G. 2003. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wardhana, W. A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta. Widono, Y. A. Subagio, dan Simon, B. W. 2007. Karakterisasi Hidrolisat Protein Kedelai Hasil Hidrolisis. http://journal.discoveryindonesia.com. Tanggal akses 28 Desember 2007.

Lampiran 1. Prosedur Analisa Kimia 1. Rendemen (Setijahartini, 1980) Cara kerja: Bahan dasar awal ditimbang (100 g). Produk akhir yang dihasilkan dari 100 g bahan dasar awal ditimbang. Perhitungan:

R=

b x 100 % a

Keterangan: R = rendemen a = berat bahan awal (g) b = berat bahan akhir (g)

2. Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC, 1980) Cara kerja Sampel diambil sebanyak 15 ml dimasukkan ke dalam labu kjeldahl, ditambahkan 0,5 tablet kjeldahl kemudian ditambahkan K2S2O4 0,35g dan 15ml H2SO4 pekat. Panaskan semua bahan dalam labu kjeldahl dalam lemari asam hingga berhenti berasap. Lanjutkan pemanasan dengan api besar hingga mendidih dan cairan menjadi jernih disertai pemanasan lebih lanjut kurang lebih satu jam, kemudian matikan api dan dinginkan bahan.

Tunggu sampai filtrat dingin, lalu tambahkan 50 ml aquadest dan 90 ml larutan NaOH 45% pada labu kjeldahl pada saat destilasi.

Destilat ditampung dalam erlenmeyer yang diisi 30 ml asam borax 3% dan indikator asam basa.

Destilasi dengan HCl 0,1 N Nitrogen (%) =

3. Kadar N-amino (AOAC, 1980) Cara kerja: - Sampel dihancurkan kemudian ditimbang sebanyak 1 g. Sampel tersebut diencerkanke dalam 50 ml aquadest.

- Sampel diuapkan di atas kompor listrik sampai volumenya menjadi 25 ml dan didinginkan. Sampel disaring dan ditambahkan 2 ml formalin 38 % dan 3 tetes indikator PP lalu dihomogenkan. - Larutan diambil 10 ml dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N Blanko dibuat.

Lampiran 1 (Lanjutan) Perhitungan: % NitrogenA min o =

mlNaOHsampel mlNaOHblankoxNNaOHx14,008 xP mlsampel

4. Kadar Lemak (Apriyanto et.al, 1989) Metode analisa yang digunakan adalah metode ekstraksi Sohclet dengan cara kerja sebagai berikut:

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi Sohclet diambil dan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.

Sampel ditimbang 5 ml langsung dalam saringan timbel yang ukurannya sesuai kemudian ditutup dengan kapas-woolm yang bebas lemak, sebagai alternatif sampel dapat dibungkus dengan kertas saring.

Timbel atau kertas saring yang berisi sampel tersebut diletakkan dalam alatekstraksi ekstraksi Sohclet kemudian dipasang alat kondenser di atasnya dan labu lemak di bawahnya.

Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan secukupnya ke dalam labu lemak sesuai dengan ukuran ekstraksi Sohclet yang digunakan.

Dilakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak berwarna jernih

Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi dan pelarutnya ditampung. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105C.

Lampiran 1 (Lanjutan) Setelah dikeringkan sampai beratnya tetap dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemaknya tersebut ditimbang kemudian dihitung berat lemaknya.

Lampiran 2. Lembar Uji Organoleptik Uji Organoleptik Nama Tanggal Produk : : : kaldu ikan tuna Ujilah contoh-contoh kaldu ikan tuna berikut ini, dan berikan penilaian saudara dengan memberi angka yang menunjukkan penilaian kesukaan saudara terhadap kenampakan, aroma, dan rasa. Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Keterangan: 1. Sangat tidak suka 2. Tidak suka 3. Netral 4. Suka 5. Sangat suka Warna Aroma Rasa

Lampiran 3. Data dan Analisa Rendemen a. Analisa Data Rendemen Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 A1B1 40 30 A1B2 44 32,5 A1B3 40,5 37,5 A2B1 59,333 56,667 A2B2 56,667 53 A2B3 53,333 56,667 A3B1 65 60 A3B2 57,5 65 A3B3 65 65 481,333 456,334 Jumlah b. Tabel Dua Arah Perlakuan B1 33,833 A1 56,778 A2 60 A3 150,611 Jumlah 50,204 Rata-rata c. Tabel ANOVA Sumber db Ragam Kelompok 2 Perlakuan 8 A 2 B 2 AB 4 Galat 16 26 Jumlah Keterangan: tn * ** : tidak berbeda nyata : berbeda nyata pada = 0,05 : berbeda sangat nyata pada = 0,01

Ulangan 3 31,5 31 35 54,333 56,667 53,333 55 65 62,5 444,333

Jumlah 101,5 107,5 113 170,333 166,334 163,333 180 187,5 192,5 1382

Rata-rata 33,833 35,833 37,667 56,778 55,445 54,444 60 62,5 64,167

B2 35,833 55,445 62,5 153,778 51,260

B3 37,667 54,444 64,167 156,278 52,093

Jumlah 107,333 166,667 186,667

Rata-rata 35,778 55,556 62,222

JK

KT

F Hit

79,184 39,592 2,934 3461,407 432,676 32,069 3404,741 1702,371 126,176 16,130 8,065 0,598 40,536 10,134 0,751 215,876 13,492 7217,874

F Tabel 5% 1% 3,63 6,23 2,59 3,89 3,63 6,23 3,63 6,23 3,01 4,77

Notasi tn ** ** tn tn

Lampiran 3 Lanjutan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada Penambahan Air Terhadap Rendemen Kaldu dari Kepala Ikan Tuna 35,778 55,556 62,222 Notasi Perlakuan Keterangan: Setiap data merupakan rerata tiga ulangan Nilai rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( = 0,01) 35,778 0 a A1 55,556 * 0 b A2 62,222 * * 0 c A3 KTG 13,492 BNT 0,01 5,057

Lampiran 4. Data dan Analisa Kadar Lemak a. Analisa Data Kadar Lemak Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 A1B1 0,310 0,246 A1B2 0,154 0,166 A1B3 2,978 0,127 A2B1 0,157 0,259 A2B2 0,129 0,164 A2B3 0,113 0,370 A3B1 0,291 0,104 A3B2 0,118 0,154 A3B3 0,120 0,124 4,37 1,714 Jumlah b. Tabel Dua Arah Perlakuan B1 0,222 A1 0,269 A2 0,156 A3 0,647 Jumlah 0,216 Rata-rata c. Tabel ANOVA Sumber db Ragam Kelompok 2 Perlakuan 8 A 2 B 2 AB 4 Galat 16 26 Jumlah Keterangan: tn * ** : tidak berbeda nyata : berbeda nyata pada = 0,05 : berbeda sangat nyata pada = 0,01

Ulangan 3 0,110 0,224 0,116 0,392 0,161 0,107 0,072 0,216 0,141 1,539

Jumlah 0,666 0,544 3,221 0,808 0,454 0,59 0,467 0,488 0,385 7,623

Rata-rata 0,222 0,181 1,074 0,269 0,151 0,197 0,156 0,163 0,128

B2 0,181 0,151 0,163 0,495 0,165

B3 1,074 0,197 0,128 1,399 0,466

Jumlah 1,477 0,617 0,447 2,541

Rata-rata 0,492 0,206 0,149

JK 0,559 2,157 0,610 0,468 1,079 5,011 9,884

KT 0,280 0,270 0,305 0,234 0,270 0,313

F Hit 0,895 0,863 0,974 0,748 0,863

F Tabel 5% 1% 3,63 6,23 2,59 3,89 3,63 6,23 3,63 6,23 3,01 4,77

Notasi tn tn tn tn tn

Lampiran 5. Data dan Analisa Kadar Protein d. Analisa Data Protein Perlakuan Ulangan 1 A1B1 3,494 A1B2 3,705 A1B3 3,698 A2B1 2,457 A2B2 2,687 A2B3 2,106 A3B1 1,613 A3B2 1,772 A3B3 2,002 23,534 Jumlah e. Tabel Dua Arah Perlakuan B1 3,428 A1 2,292 A2 1,555 A3 7,275 Jumlah 2,425 Rata-rata f. Tabel ANOVA Sumber db Ragam Kelompok 2 Perlakuan 8 A 2 B 2 AB 4 Galat 16 26 Jumlah Keterangan: tn * ** : tidak berbeda nyata : berbeda nyata pada = 0,05 : berbeda sangat nyata pada = 0,01

Ulangan 2 3,568 3,683 3,913 2,320 2,572 3,148 1,929 1,457 1,856 24,446

Ulangan 3 3,222 3,452 3,568 2,100 3,027 2,876 1,123 2,856 2,636 24,86

Jumlah 10,284 10,840 11,179 6,877 8,286 8,130 4,665 6,085 6,494

Rata-rata 3,428 3,613 3,726 2,292 2,762 2,710 1,555 2,028 2,165

B2 3,613 2,762 2,028 8,403 2,801

B3 3,726 2,710 2,165 8,601 2,867

Jumlah 10,767 7,764 5,748 24,279

Rata-rata 3,589 2,588 1,916

JK 0,102 13,909 12,741 1,007 0,161 2,577

KT 0,051 1,739 6,371 0,504 0,040 0,161

F Hit 0,317 10,801 39,571 3,130 0,248

F Tabel 5% 1% 3,63 6,23 2,59 3,89 3,63 6,23 3,63 6,23 3,01 4,77

Notasi tn ** ** tn tn

Lampiran 5 Lanjutan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada Perlakuan Berbagai Penambahan Air Terhadap Kadar Protein Kaldu dari Kepala Ikan Tuna 1,916 2,588 3,589 Notasi Perlakuan Keterangan: Setiap data merupakan rerata tiga ulangan Nilai rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( = 0,01) 1,916 0 a A3 2,588 * 0 b A2 3,589 * * 0 c A1 KTG 0,161 BNT 0,01 0,553

Lampiran 6. Data dan Analisa Kadar Asam amino a. Analisa Data Kadar Asam amino Perlakuan Ulangan 1 Ulangan 2 A1B1 0,924 0,798 A1B2 0,826 0,812 A1B3 0,546 0,840 A2B1 0,420 0,504 A2B2 0,448 0,826 A2B3 0,462 0,434 A3B1 0,574 0,560 A3B2 0,672 0,420 A3B3 0,196 0,546 5,068 5,74 Jumlah b. Tabel Dua Arah Perlakuan B1 0,835 A1 0,546 A2 0,56 A3 1,941 Jumlah 0,647 Rata-rata c. Tabel ANOVA Sumber db Ragam Kelompok 2 Perlakuan 8 A 2 B 2 AB 4 Galat 16 26 Jumlah Keterangan: tn * ** : tidak berbeda nyata : berbeda nyata pada = 0,05 : berbeda sangat nyata pada = 0,01

Ulangan 3 0,784 0,798 0,756 0,714 0,770 0,784 0,546 0,504 0,406 6,062

Jumlah 2,506 2,436 2,142 1,638 2,044 1,68 1,68 1,596 1,148 16,87

Rata-rata 0,835 0,812 0,714 0,546 0,681 0,56 0,56 0,532 0,383

B2 0,812 0,681 0,532 2,025 0,675

B3 0,714 0,56 0,383 1,657 0,552

Jumlah 2,361 1,787 1,475 5,623

Rata-rata 0,787 0,596 0,492

JK 0,057 0,517 0,404 0,074 0,039 0,301 1,392

KT 0,029 0,065 0,202 0,037 0,009 0,019

F Hit 1,526 3,421 10,632 1,947 0,474

F Tabel 5% 1% 3,63 6,23 2,59 3,89 3,63 6,23 3,63 6,23 3,01 4,77

Notasi tn * ** tn tn

Lampiran 6 Lanjutan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Pada Perlakuan Penambahan Air Terhadap Asam amino Kaldu dari Kepala Ikan Tuna 0,492 0,596 0,787 Notasi Perlakuan Keterangan: Setiap data merupakan rerata tiga ulangan Nilai rerata yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata ( = 0,01) 0,492 0 a A3 0,596 tn 0 a A2 0,787 * * 0 b A1 KTG 0,019 BNT 0,01 0,190

Lampiran 7 Data Uji Organoleptik Terhadap Rasa Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rerata A1B1 4 2 2 4 2 4 2 4 3 4 3 3 4 4 4 3 4 2 2 4 65 3,25 A1B2 4 4 4 2 2 2 4 4 4 2 4 4 4 2 2 3 4 4 2 5 66 3,3 A1B3 5 3 4 1 2 2 2 4 3 4 5 4 2 2 2 4 4 4 4 5 66 3,3 A2B1 2 4 4 4 4 3 2 4 2 2 3 5 4 4 4 4 4 2 2 2 65 3,25 A2B2 2 2 2 4 2 2 2 4 2 4 2 4 3 4 4 4 4 2 2 5 60 3 A2B3 2 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3 3 2 4 4 4 2 4 69 3,45 A3B1 5 3 2 4 4 2 2 4 3 4 2 4 4 4 3 5 4 2 2 5 68 3,4 A3B2 2 3 4 2 2 2 4 3 2 2 2 2 2 2 4 2 4 3 4 4 55 2,75 A3B3 2 4 2 5 3 2 3 4 4 2 3 2 3 4 5 2 2 2 4 4 62 3,1

Lampiran 7 Lanjutan Rangking Panelis A1B1 6,5 1 1,5 2 2,5 3 6,5 4 3 5 9 6 3 7 5,5 8 5,5 9 7 10 5 11 3 12 7,5 13 7 14 6,5 15 3,5 16 5,5 17 3 18 3,5 19 3,5 20 98 Jumlah 4,9 Rerata Uji Friedman N X2 db X2 hitung X2 tabel

A1B2 6,5 7,5 7 2,5 3 3,5 8 5,5 8,5 2,5 7,5 6 7,5 2 2 3,5 5,5 8 3,5 7,5 107,5 5,375 20 7,77 8

A1B3 8,5 4 7 1 3 3,5 3 5,5 5,5 7 9 6 1,5 2 2 6,5 5,5 8 8 7,5 104 5,2

A2B1 3 7,5 7 65 8 7,5 3 5,5 2 2,5 5 9 7,5 7 6,5 6,5 5,5 3 3,5 1 107 5,35

A2B2 3 1,5 2,5 6,5 3 3,5 3 5,5 2 7 2 6 4 7 6,5 6,5 5,5 3 3,5 7,5 89 4,45

A2B3 3 7,5 7 4 8 7,5 8 5,5 5,5 7 7,5 6 4 4 2 6,5 5,5 8 3,5 3,5 113,5 5,675

A3B1 8,5 4 2,5 6,5 8 3,5 3 5,5 5,5 7 2 6 7,5 7 4 9 5,5 3 3,5 7,5 109 5,45

A3B2 3 4 7 2,5 3 3,5 8 1 2 2,5 2 1,5 1,5 2 6,5 1,5 5,5 6 8 3,5 74,5 3,725

A3B3 3 7,5 2,5 9 6 3,5 6 5,5 8,5 2,5 5 1,5 4 7 9 1,5 1 3 8 3,5 97,5 4,875

5% 15,5073

1% 20,0902

: 7,77 : 15,5073

X2 hitung < X2 tabel, maka tidak ada beda nyata antar perlakuan terhadap rasa kaldu dari kepala ikan tuna

Lampiran 8 Data Uji Organoleptik Terhadap Warna Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rerata A1B1 4 3 4 4 4 4 3 4 3 5 3 4 5 4 4 4 4 4 5 4 79 3,95 A1B2 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 5 3 2 4 2 3 3 2 2 4 65 3,25 A1B3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 3 4 4 4 4 4 3 4 78 3,9 A2B1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 2 5 4 2 4 4 4 3 2 4 4 73 3,65 A2B2 4 2 4 4 2 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 68 3,4 A2B3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 4 4 2 2 4 4 75 3,75 A3B1 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 5 4 4 4 4 2 3 3 4 4 75 3,75 A3B2 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 5 4 3 4 4 4 3 2 3 4 73 3,65 A3B3 3 4 5 4 4 4 3 3 3 4 5 4 4 4 5 3 4 4 4 4 78 3,9

Lampiran 8 Lanjutan Rangking Panelis A1B1 6,5 1 3 2 4,5 3 5 4 5,5 5 6,5 6 1,5 7 6,5 8 5 9 9 10 1,5 11 5,5 12 9 13 5 14 5,5 15 7 16 7,5 17 7,5 18 9 19 5 20 Jumlah 115,5 Rerata 5,78

A1B2 2 7 4,5 5 5,5 2 6 2 5 2,5 6 1 1,5 5 1 3 3,5 2,5 1 5 71 3,55

A1B3 6,5 7 4,5 5 5,5 6,5 6 6,5 5 6 6 5,5 3,5 5 5,5 7 7,5 7,5 3 5 114 5,7

A2B1 6,5 7 4,5 5 5,5 2 6 6,5 9 1 6 5,5 1,5 5 5,5 7 3,5 2,5 6,5 5 101 5,05

A2B2 6,5 1 4,5 5 1 2 6 2 5 2,5 1,5 5,5 6,5 5 2 3 7,5 7,5 3 5 82 4,1

A2B3 6,5 3 4,5 5 5,5 6,5 6 6,5 5 6 6 5,5 6,5 5 5,5 7 1 2,5 6,5 5 105 5,25

A3B1 6,5 3 4,5 5 5,5 6,5 6 6,5 5 6 6 5,5 6,5 5 5,5 1 3,5 5 6,5 5 104 5,2

A3B2 2 7 4,5 5 5,5 6,5 6 6,5 1 6 6 5,5 3,5 5 5,5 7 3,5 2,5 3 5 96,5 4,82

A3B3 2 7 9 5 5,5 6,5 1,5 2 5 6 6 5,5 6,5 5 9 3 7,5 7,5 6,5 5 111 5,55

Uji Friedman N 20 2 X 11,843 db 8 X2 hitung X2 tabel : 11,843 : 15,5073

5% 15,5073

1% 20,0902

X2 hitung < X2 tabel, maka tidak ada beda nyata antar perlakuan terhadap warna kaldu dari kepala ikan tuna

Lampiran 9 Data Uji Organoleptik Terhadap Aroma

Panelis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rerata

A1B1 2 4 2 2 4 2 2 2 4 3 4 4 2 2 2 3 4 2 2 4 56 2,8

A1B2 4 3 4 4 4 2 2 3 2 2 4 2 4 4 4 4 2 4 4 4 60 3

A1B3 2 4 4 4 3 2 3 3 4 4 2 1 2 4 2 4 3 2 3 4 66 3,3

A2B1 4 4 4 4 3 4 2 4 2 3 2 4 2 4 2 4 2 4 2 4 64 3,2

A2B2 3 2 5 2 2 2 2 2 3 2 2 4 4 2 4 4 2 4 4 4 59 2,95

A2B3 4 4 2 3 2 2 2 2 4 2 4 2 5 3 2 4 2 2 4 4 59 2,95

A3B1 4 3 3 4 4 4 2 2 2 2 3 2 1 4 2 4 2 4 2 4 58 2,9

A3B2 4 3 4 2 2 3 3 3 3 4 4 2 2 2 2 4 2 4 2 4 59 2,95

A3B3 2 2 3 2 4 2 1 2 4 4 3 3 3 2 2 2 2 4 4 2 53 2,65

Lampiran 9 Lanjutan

Rangking Panelis A1B1 2 1 7,5 2 1,5 3 2,5 4 7,5 5 3,5 6 4,5 7 3 8 7,5 9 5,5 10 7,5 11 8 12 3,5 13 2,5 14 4 15 2 16 9 17 2 18 2,5 19 5,5 20 Jumlah 91,5 Rerata 4,57 Uji Friedman N X2 db X2 hitung X2 tabel

A1B2 7 4 6,5 7,5 7,5 3,5 4,5 7 2 2,5 7,5 3,5 7,5 7,5 8,5 6 4 6,5 7,5 5,5 107 5,35 20 6,917 8

A1B3 2 7,5 6,5 7,5 4,5 3,5 8,5 7 7,5 8 2 1 3,5 7,5 4 6 8 2 5 5,5 116 5,8

A2B1 7 7,5 6,5 7,5 4,5 8,5 4,5 9 2 5,5 2 8 3,5 7,5 4 6 4 6,5 2,5 5,5 112 5,6

A2B2 4 1,5 9 2,5 2 3,5 4,5 3 4,5 2,5 2 8 7,5 2,5 8,5 6 4 6,5 7,5 5,5 95 4,75

A2B3 7 7,5 1,5 5 2 3,5 4,5 3 7,5 2,5 7,5 3,5 9 5 4 6 4 2 7,5 5,5 98 4,9

A3B1 7 4 3,5 7,5 7,5 8,5 4,5 3 2 2,5 4,5 3,5 1 7,5 4 6 4 6,5 2,5 5,5 95 4,75

A3B2 7 4 6,5 2,5 2 7 8,5 7 4,5 8 7,5 3,5 3,5 2,5 4 6 4 6,5 2,5 5,5 102,5 5,12

A3B3 2 1,5 3,5 2,5 7,5 3,5 1 3 7,5 8 4,5 6 6 2,5 4 1 4 6,5 7,5 2 84 4,2

5% 15,5073

1% 20,0902

: 6,917 : 15,5073

X2 hitung < X2 tabel, maka tidak ada beda nyata antar perlakuan terhadap aroma kaldu dari kepala ikan tuna

Lampiran 10 Data Uji Organoleptik Terhadap Warna, Aroma dan Kekentalan dengan Menggunakan Panelis Ahli 1. Kaldu Kepala Ikan Tuna Panelis Warna 1 4 2 4 3 4 12 Total 4 (Netral) Rerata 2. Kaldu Merk Royko Panelis Warna 1 2 2 2 3 2 6 Total 2 (Tidak suka) Rerata 3. Kaldu Merk Saos Raja Rasa Panelis Warna 1 2 2 2 3 2 6 Total 2 (Tidak suka) Rerata

Karakteristik Kaldu Aroma 4 3 3 10 3,33 (Suka)

Kekentalan 2 3 3 8 2,67 (Netral)

Karakteristik Kaldu Aroma Kekentalan 4 5 4 5 4 4 12 14 4 (Suka) 4,67 (Sangat suka)

Karakteristik Kaldu Aroma 4 4 4 12 4 (Suka)

Kekentalan 2 2 3 8 2,33 (Netral)

Anda mungkin juga menyukai