Anda di halaman 1dari 14

PAPER PANGAN FUNGSIONAL

“Senyawa Metabolit Sekunder Pada Teripang (Holothuroidea)”

OLEH :
Desi Nuryana
1804111428
Teknologi Hasil Perikanan (A)

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. Rahman Karnila, S.Pi., M. Si

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat

diselesaikan dengan lancar. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan

kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu menjadi teladan bagi umatnya.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Rahman selaku dosen

pembimbing yang telah banyak mengarahkan, dan memberikan masukan bagi

penulis untuk dapat menyelesaikan paper ini dengan baik.

Dilatar belakangi oleh keterbatasan wawasan serta ilmu pengetahuan

yang penulis miliki, Maka dengan kerendahan hati penulis sangat mengharapkan

kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya

penulis mengucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat dijadikan rujukan

untuk menambah wawasan dan bermanfaat untuk kita semua.

Pekanbaru, November 2021

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teripang atau yang lebih dikenal dengan ketimun laut (Sea cucumber)

adalah hewan invertebrata laut yang merupakan anggota hewan berkulit duri

(Echinodermata). Duri pada teripang sebenarnya merupakan rangka atau skelet

yang tersusun dari zat kapur dan terdapat di dalam kulitnya. Rangka dari zat kapur

itu tidak dapat terlihat dengan mata telanjang karena sangat kecil sehingga perlu

menggunakan mikroskop. Meski demikian, tidak semua jenis teripang mempunyai

duri beberapa jenis teripang tidak memiliki duri. Hewan yang bernilai ekonomis

tinggi ini memiliki berbagai kandungan nutrisi, antara lain protein, lemak,

kalsium, natrium, fosfor serta mineral (Rustam, 2006). Kebutuhan produk

teripang cenderung meningkat tiap tahun dan stok produksi sampai saat ini masih

tergantung pada hasil pemungutan atau penangkapan di alam oleh para nelayan

(Yusron, 2003).

Menurut Pillai dan Menon (2000) terdapat sekitar 650 jenis teripang di

dunia. Sedangkan di perairan Indonesia, khususnya di perairan Indonesia Timur

terdapat 17 spesies (Yusron dan Pitra, 2004). Kondisi tersebut menjadikan

Indonesia sebagai negara pengekspor teripang dalam jumlah yang cukup besar,

sehingga masyarakat Indonesia banyak yang mengeksploitasi teripang untuk

kebutuhan makanan rakyat maupun untuk komoditas ekspor tersebut (Rohani,

2011). Teripang memiliki potensi ekonomi yang cukup besar karena mengandung

berbagai bahan yang bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai sumber protein

hewani, obat luka dan anti inflamasi. Teripang merupakan salah satu komoditas
perairan yang memiliki nilai ekonomis penting dan berpotensi dimanfaatkan

sebagai nutraseutikal (jenis makanan yang memiliki manfaat untuk kesehatan

secara medis). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa orang

menunjukan bahwa kandungan nutrisi teripang dalam kondisi kering terdiri dari

protein sebanyak 82%, lemak 1,7%, kadar air 8,9%, kadar abu 8,6%, dan

karbohidrat 4,8% (J.N. Martoyo et al,. 1996). Teripang juga mengandung mineral

yang cukup lengkap berupa kalsium, natrium, fosfor, kromium, mangan, zat besi,

kobal, seng, dan vanadium (Kordi, 2010).

Menurut (Bordbar et al., 2011) salah satu jenis yakni teripang pasir

(Holothuria scabra) merupakan biota laut yang kaya kandungan metabolit

sekunder diantaranya sapogenin, saponin, steroid, triterpenoid, fenol, flavonoid,

glucosamoniglycan, lektin dan alkaloid. (Farouk et al., 2007) menyatakan bahwa

kandungan metabolit sekunder dalam H. scabra tersebut dapat dimanfaatkan

sebagai antikoagulan dan antitrombotik, anti kanker, antitumor, menurunkan

kadar kolesterol dan lemak darah.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi dan Klasifikasi Teripang

Teripang atau yang lebih dikenal dengan ketimun laut merupakan salah

satu organisme dari filum Echinodermata kelas Holothuroidea. Terdapat sekitar

1.250 jenis teripang yang telah didiskripsikan oleh para taksonom. Teripang

teripang tersebut dibedakan dalam enam bangsa (ordo) yaitu Dendrochirotida,

Aspidochirotida, Dactylochirotida, Apodida, Molpadida, dan Elasipoda. (D. L.

Pawson, 1982). Secara taksonomi, klasisfikasi teripang (J.A. Pechenik, 2005)

adalah, Filum : Echinodermata, Subfilum : Echinozoa, Kelas : Holothuroidea,

Subkelas : Aspidochirotacea, Ordo : Aspidochirotida, Famili : Holothuriidae,

Genus : Holothuria, Muelleria, Stichopus.

Tubuh teripang umumnya berbentuk bulat panjang atau silindris sekitar


10-30 cm, dengan mulut pada salah satu ujungnya dan anus pada ujung lainnya.

Mulut teripang dikelilingi oleh tentakel atau lengan peraba yang kadang

bercabang-cabang. Tubuhnya berotot, sedangkan kulitnya dapat halus atau

berbintil (J.N. Martoyo et al., 2010). Habitat teripang tersebar luas di lingkungan

perairan di seluruh dunia, mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam

terutama di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat. Beberapa diantaranya

lebih menyukai perairan dengan dasar berbatu karang, yang lainnya menyukai

rumput laut atau dalam liang pasir dan lumpu (D. L. Pawson, 1982). Jenis

teripang yang termasuk dalam Holothuria, Scitopus dan Muelleria memiliki

habitat berada di dasar berpasir halus, terletak di antara terumbu karang, dan

dipengaruhi oleh pasang surut air laut (P. Darsono, 2005).

Teripang (Holothuroidea) dapat ditemukan atau dijumpai diseluruh

perairan pantai, mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan

yang lebih dalam untuk hidupnya, teripang lebih menyukai perairan bebas dari

pencemar,dan airnya relatif tenang. Teripang sering ditemukan pada malam hari

di wilayah surut terendah, yang secara umum hidup pada daerah berpasir, rumput

laut dan terumbu karang yang merupakan hamparan terumbu karang mati dan di

sela-sela karang hidup (Gasango et al., 2013).


2.2. Kandungan dan Senyawa Metabolit Sekunder pada Teripang

1. Steroid
Steroid adalah molekul bioaktif penting dengan kerangka dasar 17 atom C yang

tersusun dari 4 buah gabungan cincin, 3 diantaranya yaitu sikloheksana dan

siklopentana (Gambar 2.2) (Dang et al., 2018). Senyawa steroid berupa kristal

berbentuk jarum dengan karakteristik mengandung gugus OH, gugus metil, dan

memiliki ikatan rangkap yang tidak terkonjugasi (Suryelita et al., 2017).


Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yanf didapat

dari reaksi penurunan dari terpena atau skuajena. Senyawa yang termasuk turunan

steroid misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan esterogen. Pada

umumnya steroid berfungsi sebagai hormon.

Tugas utama steroid endogen atau yang secara alami terdapat dalam tubuh yaitu

berperan dalam proses regulasi metabolisme seperti metabolisme energi, air dan

keseimbangan natrium, fungsi reproduksi dan fungsi perilaku dan kognitif. Selain

itu, senyawa steroid sintetis dalam jumlah besar secara struktural yang memiliki

target spesifik telah menunjukkan aktifitasnya terhadap beberapa penyakit seperti

kanker, gangguan hati, kardiovaskular, inflamasi, dan penyakit lainnya yang

berhubungan dengan hormon sterid

2. Saponin (Triterpen Glikosida)

Sapogenin dan bentuk glikosidanya yang dikenal sebagai saponin.

Glikosidasi biasanya terjadi pada posisi C-3. Saponin adalah senyawa yang dapat

menimbulkan busa jika dikocok dalam air (karena sifatnya yang menyerupai

sabun, maka dinamakan saponin). Saponin bersifat amfifilik karena sapogenin

bersifat lipofilik serta sakarida yang hidrofilik. Saponin dapat membentuk busa

dan merusak membran sel karna membentuk ikatan dengan lipida dari membran

sel.

Saponin merupakan glikosida (molekul gula) yang terikat dengan aglikon

triterpenoid atau steroid. Saponin adalah senyawa yang memiliki BM tinggi.

Molekul gula biasanya terikat pada gugus OH pada posisi C-3 atau pada 2 gugus

OH, atau pada satu gugus OH dan satu gugus COOH (Farnsworth, 1996). Saponin

dari teripang biasanya terdiri dari gugus gula dan triterpenoid. Gugus triterpenoid
terdiri dari turunan lanosten yang mayoritas termasuk dalam jenis holostane.

Menurut (Putram et al., 2017) saponin (triterpen glikosida) merupakan glikosida

kompleks triterpen yang mengandung karbohidrat pada tumbuhan, bakteri

maupun organisme laut yang banyak memiliki aktivitas biologis, seperti antifungi,

antibakteri dan antikanker. Saponin berfungsi sebagai Antikanker, Antibakteri,

antifungal, antiviral, fotoprotektif

3. Flavonoid

Menurut (Saroya, 2011) flavonoid merupakan senyawa bioaktif yang bersifat

polar dan dikategorikan dalam kelompok penting dari polifenol, senyawa ini

terdistribusi pada organisme darat maupun di laut, terutama tumbuhan. (Mierziak

et al., 2014) menyatakan bahwa beberapa senyawa flavonoid diantaranya

merupakan senyawa yang bersifat antioksidan dan mampu menghambat aktivitas

dari enzim xantin oksidase maupun reaksi superoksida.

4. Kolagen

Kolagen berasal dari bahasa yunani yaitu kola yang mempunyai arti “bahan

pembentuk perekat”. Kolagen ini memberikan kekuatan dan flekstabititas pada

jaringan, tulang bahkan kulit. Kolagen banyak terdapat pada protein dalam

jaringan hewan dengan proporsi 30% dari total protein tubuh yang berasal dari

komponen utama yakni jaringan ikat, otot, gusi dan kulit.

Kolagen merupakan material yang menarik perhatian dalam hal bahwa

bahwa kolagen mempunyai kekuatan rentang, struktur yang berbentuk serat dan

mengandung hidroksilisin dan hidroksiprolin yakni asam-asam amino yang


terdapat dalam beberapa protein lain. Satu zat yang diturunkan dari kolagen

umum adalah gelatin. Jika kolagen dididihkan, struktumya menjadi rusak secara

permanen dan menghasilkan gelatin. Karena adanya sejumlah besar rantai

samping yang hidrofil (suku air) dalam gelatin, maka dalam larutan air

membentuk gel.

Kolagen telah banyak digunakan untuk kepentingan biomedis,

farmasetika, industri makanan, industri obat, dan industri kosmetik. Dalam bidang

kosmetik, kolagen berperan sebagai zat aktif yang dapat memberikan banyak

manfaat untuk kulit seperti sebagai zat pencegah keriput, meningkatkan

kelembaban kulit, menjaga kulit dari radikal bebas, dan menjaga elastisitas kulit.

Dalam tubuh manusia, kadar kolagen dalam kulit akan semakin berkurang seiring

dengan bertambahnya usia, terlebih akan aktifitas manusia yang semakin padat

dan seringkali terpapar oleh cahaya UV-A serta UV-B dari radiasi sinar matahari

(Draelos, 2006).

Keistimewaan penggunaan kolagen berkaitan dengan karakteristik

fisikokimia dari kolagen, diantaranya mudah diserap dalam tubuh, sifat

antigenitas rendah, afinitas dengan air tinggi, tidak beracun, biocompatible dan

biodegradable, relatif stabil, dapat disiapkan dalam berbagai bentuk sesuai

kebutuhan, dan mudah dilarutkan dalam air maupun asam (Lee, Singla dan Lee,

2001). Sumber kolagen yang paling banyak di pasaran umumnya berasal dari kulit

dan tulang sapi ataupun babi yang keamanan dan kehalalannya perlu diwaspadai,

sehingga diperlukan alternatif sumber kolagen yang aman dan halal. Salah satu

biota perairan yang berpotensi sebagai sumber kolagen adalah rumput laut.
Kolagen yang kurang sempurna dalam pembentukannya dapat menyebabkan

timbulnya penyakit sariawan (scurvy) yang ditandai oleh kerusakan pembuluh

darah dan struktur kulit. Teripang mengandung 86 persen protein. Dari jumlah itu,

sekitar 80 persen berupa kolagen, yang berfungsi sebagai pengikat jaringan dalam

pertumbuhan tulang dan kulit. Proteinnya juga mudah diurai enzim pepsin. Secara

umum kolagen pada tubuh manusia akan berkurang seiring dengan bertambahnya

usia. Kolagen diperlukan untuk rambut, tulang, kuku, kulit dan metabolisme di

dalam tubuh. Asupan kolagen alami akan membantu pertumbuhan jaringan kulit,

otot dan tulang, menghambat penuaan dini, mempercantik kulit, meringankan

keluhan pada luka lambung, meningkatkan imunitas tubuh, dan menyembuhkan

luka.

5. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang memiliki atom


nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan hewan. Sebagian besar
senyawa alkaloid bersumber dari tumbuh-tumbuhan, terutama angiosperm. Lebih
dari 20% spesies angiosperm mengandung alkaloid (Wink, 2008). alkaloid
bersifat basa, sehingga dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan
kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Sebagian besar senyawa alkaloid bersumber
pada tumbuh-tumbuhan. Senyawa ini dapat memiliki efek fisiologis yang beragam
pada manusia. Beberapa jenis alkaloid yang populer adalah morfin, strychnine, quinine,
efedrin, dan nikotin. Struktur alkaloid sangat bervariasi. Senyawa ini umumnya
mengandung setidaknya satu atom nitrogen. Kebanyakan alkaloid memiliki satu
atau lebih unsur nitrogen yang biasanya merupakan sistem siklik (cincin). Dalam
reaksi asam-basa, atom nitrogen ini dapat aktif sebagai basa (alkali) dan bereaksi
dengan asam untuk membentuk garam.Dalam bentuk murni, kebanyakan senyawa
alkaloid memiliki ciri sebagai berikut:

 Tidak berwarna
 Tidak mudah menguap
 Berbentuk kristal
 Cenderung memiliki rasa pahit.
Struktur alkaloid biasanya dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan senyawa ini.
Misalnya, alkaloid yang mengandung sistem siklik indol dikenal sebagai alkaloid
indol. Atas dasar inilah, kelas utama alkaloid dibagi menjadi:

 Pyrrolidines
 Pyridine
 Tropanes
 Pyrrolizidines
 Isoquinolines
 Indoles
 Quinolines
 Terpenoid
 Steroid.

Selain dari struktur alkaloid, pengklasifikasian senyawa ini juga dapat

dilakukan berdasarkan tempat keberadaannya. Misalnya, alkaloid yang ditemukan

pada opium tanaman poppy (Papaver somniferum) dinamakan alkaloid opium.

6. Triterpenoid

7. Gluksamina (GAGs)

8. Mucopolysakarida
BAB III
KESIMPULAN

1.1. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

Wink, M. (2008). Ecological Roles of


Alkaloids. Wink, M. (Eds.)Modern
Alkaloids, Structure, Isolation
Synthesis and Biology,Wiley,
Jerman: Wiley-VCH Verlag GmbH
& Co. KgaA.
Murniyati dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan.
Kanisius. Yogyakarta. 220 Halaman. ISBN 976-672-1.

Afrianto, E., E. Liviawaty. 2010. Penanganan Ikan Segar, Bandung : Penerbit


Widya Padjadjaran.

Saulina S. dan Hernita. 2009. Pengendalian Mutu Pada Proses Pembekuan Udang
Menggunakan Statistical Process Control (SPC) di PT. Lola Mina
Jakarta Utara.

Irianto, K., 2006. Mikrobiologi Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2 N.


Nurhayati, ed., Bandung: CV.YRAMA WIDYA.

Moeljanto 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Irawan, A. 1995. Pengawetan Ikan dan Hasil Perikanan, Cara Mengolah dan
Mengawetkan Secara Tradisional dan Modern. Penerbit CV. Aneka
Solo.

Anda mungkin juga menyukai