PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
Wulan Suci Wahyuningtyas
NIM 131710101118
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu komoditi hasil perairan yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan memiliki potensi besar bagi Negara
Indonesia. Didukung dengan wilayah Indonesia yang merupakan Negara
Kepulauan, dimana sebagian besar terdiri dari perairan laut seluas 5,8 juta km 2
dan perairan air tawar seperti sungai (Janhidros, 2006). Indonesia menyimpan
potensi kekayaan sumber daya perairan yang belum dieksplorasi secara optimal,
salah satunya adalah sumber daya perikanan air tawar. Jenis ikan air tawar yang
banyak dibudidayakan saat ini antara lain ikan nila, ikan mas, ikan gurame, ikan
patin, dan ikan lele.
Jenis ikan air tawar lain yang mempunyai potensi menguntungkan adalah ikan
wader (Rasbora Jacobsoni) dan ikan bader (Barbonymus gonionotus).
Ikan
wader dan bader merupakan jenis ikan sungai yang sangat melimpah namun
kurang dalam pemanfaatanya. Perlu dilakukan pemanfaatan yang bisa
meningkatkan nilai ekonomi dari bahan baku yang kurang dimanfaatkan ini. Salah
satunya adalah dengan memanfaatkan kandungan protein ikan tersebut sebagai
produk protein hidrolisat, karena kandungan protein dalam ikan wader dan ikan
bader relatif tinggi yaitu masing-masing sebesar 14,8% (Zaelani, 2012) dan 19%
(Nio, 2012). Hidrolisat protein merupakan produk yang dihasilkan dari
pemecahan protein menjadi peptida sederhana dan asam amino melalui
proses hidrolisis dengan menggunakan enzim, asam atau basa dan panas.
Hidrolisat protein pada umumnya memiliki kandungan protein yang tinggi, asam
amino yang lengkap, daya cerna protein yang tinggi dan sifat fungsional yang
baik. Berbagai
jenis
peptida
terdapat
Antioksidan.
Antioksidan
adalah
senyawa
kimia
yang
dapat
menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga dapat
menunda atau mencegah oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Menurut
penelitian Park et.al (2001), hidrolisat protein dapat menghambat oksidasi lipid
dalam makanan dan seluler sistem. Aktivitas antioksidan dari hidrolisat protein
tergantung pada jenis peptida dalam hidrolisat. Hidrolisat kaya peptida yang
mengandung
asam
amino
hidrofobik,
seperti
Proline-Leucine-Alanine-
yang belum
dorsal, sisik tepi ikan wader bergaris coklat, dan biasanya hidup secara berkoloni.
Ikan wader sering ditemukan hidup berkelompok di dasar sungai-sungai kecil
berbatu yang berarus sedang dengan kisaran suhu antara 22 - 24C dan pH
perairan anta ra 6,0 6,5 (Froese and Pauly, 2010). Menurut Djumanto et al,
(2008) di Indonesia terdapat 43 spesies ikan dari genus rasbora, salah satunya
adalah rasbora jacobsoni yang tersebar diwilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Setiap jenis ikan wader memiliki sifat yang
berbeda, baik ukuran tubuh, kecepatan pertumbuhan, dan rasa dagingnya
(Budiharjo, 2002). Klasifikasi ikan wader (Rasbora jacobsoni) menurut Budiharjo
(2002) adalah sebagai berikut.
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub Philum
: Vertebrata
Class
: Pisces
Ordo
: Cypriniformes
Familia
: Cyprinidae
Genus
: Rasbora
Species
: Rasbora jacobsoni
Ikan wader memiliki kandungan protein yang relatif tinggi yaitu sebesar
14,8% (Zaelani, 2012). Kandungan protein yang tinggi ini membuatnya cocok
untuk diolah sebagai bahan pangan sehari-hari maupun olahan lain seperti
hiddrolisat protein. Pada umumnya ikan wader dimanfaatkan untuk dikonsumsi
secara lokal sebagai lauk, karena selain kandungan proteinya yang tinggi, ikan
wader memiliki tekstur daging yang lembut dan rasa yang gurih, duri di dalam
tubuhnya juga tidak terlalu besar. Ikan wader pada umumnya dimanfaatkan untuk
dikonsumsi secara lokal sebagai lauk (Indrayana, 2012). Berikut adalah
kandungan nilai gizi ikan wader dalam 100 gram daging.
Tabel 2.1 Kandungan gizi ikan wader dalam 100 g daging
Kandungan Gizi
Kalori (Kal)
Air (%)
Protein (g)
Lemak (g)
Kolesterol (mg)
Nilai
84
76
14,8
2,3
58
0,3
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Actinopterygi
Sub Class
: Neopterygi
Ordo
: Cypriniformes
Familia
: Cyprinidae
Genus
: Barbonymus
Species
: Barbonymus gonionotus
adalah kandungan nilai gizi ikan bader dalam 100 gram daging.
Tabel 2.2 Kandungan gizi ikan bader dalam 100 g daging
Kandungan gizi
Energi (kal)
Air (g)
Protein (g)
Nilai
193
66
19
Lemak (g)
Mineral (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (g)
Besi (mg)
Sumber : Neo, 2012
13
20
48
150
0,4
digunakan
untuk
pengempuk
hidrolisat protein (Dwinastiti, 1992). Enzim protease juga bisa didapatkan dari
tanaman biduri baik dari getah, batang, maupun daun. Hasil karakterisasi enzim
protease biduri berdasarkan spesifitasnya termasuk dalam golongan eksopeptidase
(Witono, 2004).
Metode enzimatik lebih disukai dari teknik hidrolisis kimia karena hidrolisis
kimia melibatkan penggunaan asam kuat atau alkali yang dapat menurunkan
kandungan asam amino. Namun, hidrolisis dengan menggunakan enzim biasanya
menghasilkan jumlah asam amino bebas yang rendah tergantung pada enzim yang
digunakan (Ghaly et al, 2013). Hidrolisis protein dipengaruhi oleh konsentrasi
bahan penghidrolisis, suhu, pH dan waktu hidrolisis. Peningkatan konsentrasi
enzim akan meningkatkan volume hidrolisat protein ikan yang bersifat tak
larut menjadi senyawa nitrogen yang bersifat larut (Hidayat, 2005).
2.4 Hidrolisat Protein
Hidrolisat protein merupakan produk yang dihasilkan dari peruraian protein
menjadi senyawa-senyawa berantai pendek karena adanya proses hidrolisis baik
oleh enzim, asam maupun basa. Hidrolisat protein bisa didapatkan dari bahan
pangan yang mengandung protein seperti kacang-kacangan, daging, maupun ikan.
Pengolahan ikan menjadi hidrolisat protein bertujuan untuk mengatasi kerusakan
ikan dan mendapatkan bahan pangan yang lebih mudah dicerna oleh tubuh karena
proteinya telah terurai menjadi asam amino dan peptida yang lebih sederhana.
Pemanfaatan hidrolisat protein ikan adalah untuk pembuatan pepton yang
digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme dan dibutuhkan dalam
perkembangan bioteknologi (Wijayanti, 2009). Hidrolisat protein ikan pada
industri pangan dapat ditambahkan ke dalam suplemen makanan diet dan pada
industri farmasi digunakan untuk pembuatan produk-produk dermatologis, seperti
krim pembersih muka dan pelembab kulit. Selain itu, hidrolisat protein ikan dapat
digunakan secara fungsional sebagai bahan pengemulsi (Schimidi et al., 1994).
Dewasa ini, telah dikembangkan hidrolisat protein ikan dari jenis ikan air
tawar yaitu ikan bader dan wader. Produksi hidrolisat protein dari ikan wader dan
ikan bader merupakan proses yang cukup sederhana (Sari, 2015). Langkah awal
yang dilakukan adalah pencampuran bahan baku dengan air, kemudian diikuti
dengan penyesuaian suhu dan pH optimal, penambahan enzim dan reaksi
hidrolisis enzimatis pada waktu tertentu, selanjutnya penginaktivasian enzim, dan
langkah terakhir adalah pengeringan dan pemekatan (Kristinsson, 2000).
Hidrolisat protein memiliki sifat fungsional penting dalam pengolahan pangan,
seperti flavour enhancer, pembentuk tekstur, dan kelarutan tinggi dalam air (Hall
dan ahmad, 1992). Komposisi kimia hidrolisat ikan dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Komposisi kimia hidrolisat ikan wader per 100 g
Kandungan gizi
Air (g)
Abu (g)
Lemak (g)
Total Nitrogen (g)
Nilai
7,28
8,19
16,27
20,07
kepada
radikal
bebas,
sehingga
penelitian
tentang
pencernaan
secara
in
vitro
menghambat peroksidasi
donor
proton
dan
menghambat
pengikatan
ion
logam. Peptida
antioksidan umumnya terdiri dari 2 10 residu asam amino, dan urutan asam
sangat
penting
untukbeberapa
oksidasi
pembentukan
logam.
Menggunakan ferritin (serum polipeptida) sebagai contoh, ion (Fe 3+) yang
tidak terlalu reaktif dibatasi dalam rongga polipeptida, membentuk atom dan
bersatu membentuk Fe(OH)3 yang tidak bisa dikonversi menjadi ion (Fe2+) yang
lebih reaktif. Terganggunya
berkurangnya Fe2+ bebas,
keseimbangan
dengan
redoks
demikian
besi
mencegah
menyebabkan
penguraian
pH optimum enzim. Reaksi kimia berjalan lebih cepat pada suhu optimum
(Koesoemawardani, dkk., 2001)
Selain metode Lowry yang merupakan metode basah dengan melibatkan
reaksi-reaksi reagent, terdapat metode untuk penentuan kadar nitrogen yang
disebut metode Dumas. Metode Dumas menggunakan cara kering yaitu dengan
membakar sample dan membebaskan Nitrogen dari ikatan molekul yang lain.
Nitrogen ini selanjutnya akan didorong oleh gas pembawa berupa Helim atau
Argon melewati suatu detector. Pada umumnya detector yang digunakan adalah
jenis TCD (Thermal Conductivity Detector). Detector selanjutnya akan mengubah
jumlah nitrogen yang melewatinya dalam bentuk tegangan listrik. Tegangan listrik
selanjutnya akan dihitung kembali oleh komputer sebagai jumlah nitrogen.
2.7.2 Kadar Lemak dan Klasifikasi Lemak
Penentuan kadar minyak atau lemak suatu bahan dapat dilakukan
dengan alat ekstraktor Soxhlet. Ekstraksi dengan alat Soxhlet merupakan
cara ekstraksi yang efisien, karena pelarut yang digunakan dapat diperoleh
kembali. Dalam penentuan kadar minyak atau lemak, bahan yang diuji harus
cukup kering, karena jika masih basah selain memperlambat proses ekstraksi,
air dapat turun ke dalam labu dan akan mempengaruhi dalam perhitungan
(Ketaren, 1986).
Penentuan klasifikasi lemak dapat menggunakan TLC (Thin Layer
Chromatography) yang biasa disebut Kromatografi lapis tipis (KLT). Pada
kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform)
pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium,
atau pelat plastik. Penjerap yang paling sering digunakan pada TLC adalah silika
dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi-desorpsi (suatu mekanisme
perpindahan solut dari fase diam ke fase gerak atau sebaliknya) yang utama
pada TLC adalah partisi dan adsorbsi. Lapisan tipis yang digunakan sebagai
penjerap juga dapat dibuat dari silika yang telah dimodifikasi, resin penukar ion,
gel eksklusi, dan siklodekstrin yang digunakan untuk pemisahan kiral. Beberapa
penjerap TLC serupa dengan penjerap yang digunakan pada HPTLC. Lempeng
silika gel dapat dimodifikasi untuk membentuk penjerap fase terbalik dengan cara
senyawa
yang
memiliki
kemampuan
membentuk khelat dengan logam seperti besi (Fe 2+). Penggunaan chelating
logam
melalui reaksi Fenton dan Haber Weis, sehingga mengurangi terjadinya stres
oksidatif dan mengurangi ketersediaan ion logam seperti besi (Fe2+) untuk
membentuk -amyloid plaques (agregrasi Amyloid peptide) (Smith et al.,
2007). Penentuan aktivitas chelating logam ion besi
didapat dari getah buah pepaya, enzim biduri yang didapat dari getah tanaman
biduri, gelatin, dan cystein.
Bahan kimia yang digunakan adalah pure analysis yang meliputi aquades,
NaOH 0,1 N, heksan, dietil eter, asam asetat, asam fosfomolibdat, etanol,
asetonitril, DPPH, metanol, larutan buffer fosfat, TCA, besi klorida, kalium
ferricianide, asam etilen diamin tetra acetic, asetonitril, dan trifluoroasetat.
3.1.2
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan meliputi pisau stainless steel, blender stainless
steel, gelas ukur (pyrex), beaker glass (pyrex), pipet tetes, pipet mikro, ball pipet,
tabung reaksi, labu ukur, mortar, kuvet pH meter, vortex, lemari pendingin,
waterbath, neraca analitik, pemanas listrik, spatula, oven, cawan porselen, penjepit
spektrofotometer, desikator, FP-528 LECO nitrogen analyser, kromatografi lapis
tipis (KLT), gel filtration chromatography
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil
Pertanian, dan Laboratorium Analisa Terpadu Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, pada bulan Desember hingga
Februari 2016/2017.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian
Tahap awal penelitian adalah pembuatan hidrolisat ikan wader dan ikan
bader menggunakan enzim biduri yang didapatkan dari getah tanaman biduri dan
enzim papain yang didapatkan dari getah buah pepaya. Selanjutnya adalah
pembuatan hidrolisat kering ikan wader dan bader dimulai dengan memfillet
ikan untuk memisahkan daging dengan kepala, kotoran, sisik dan tulangnya.
Daging ikan yang didapat dari proses filleting kemudian ditimbang sebanyak
100
gram
dan
pengukusan
ini
dilakukan
adalah
pengukusan selama
untuk
dihancurkan
dan
memunculkan
penambahan
aquades dengan
melunakkan
flavor
10
daging ikan
ikan.
perbandingan
menit.
Setelah
aquades
Fungsi
agar
dari
mudah
itu, dilakukan
dan bahan 2:1
(berat/volume) dari berat daging ikan wader dan bader sebelum dilakukan
pengukusan. Suspensi ikan diatur pHnya dengan ditambahkan NaOH 0,1 N
hingga mencapai pH 7. Pengaturan pH ini bertujuan agar enzim biduri dan
berdasarkan
berat
daging
ikan
wader sebelum
dilakukan
Selanjutnya
Penghancuran
Suspensi daging ikan
Kepala, kotoran,
sisik dan tulang
NaOH 0,1 N
Pengaturan pH 7
Pencampuran
Hidrolisis
Suhu 55C, selama 3 jam
Inaktivasi enzim
Pendidihan 100C selama 10 menit
Hidrolisat basah
Pengeringan oven 60C selama 18 jam
Penghalusan
Hidrolisat kering
ikan wader dan bader
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Hidrolisat Kering Ikan Wader dan Bader
3.3.2 Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif terhadap dua
perlakuan yaitu hidrolisat protein dari ikan wader dan ikan bader.
3.4 Parameter Analisis
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
1. Total protein (Saint-Denis & Goupy, 2004)
2. Kadar lemak dan klasifikasi lemak (Folch, Lees, and Stanley, 1957)
3. Distribusi berat molekul hidrolisat
4. Aktivitas antioksidan
a. DPPH
b. Reducing power (Oyaizu, 1988)
c. Aktivitas Chelating besi (Fe2+) (Decker and Welch, 1990)
3.5 Prosedur Analisa
3.5.1 Total Protein (Saint-Denis & Goupy, 2004)
Kandungan total protein dari hidrolisat protein ikan wader dan ikan bader
ditentukan menggunakan alat berupa nitrogen analyzer FP-528 LECO (LECO, St
Joseph, MI, USA) yang dikalibrasi dengan asam ethylene diamine tetra acetic.
Pengukuran total protein dengan menggunakan nitrogen analyzer FP-528 LECO
didasarkan pada metode Dumas.
3.5.2
Kadar lemak dan klasifikasi lemak (Folch, Lees, and Stanley, 1957)
Kadar lemak dan klasifikasi lemak yang terkandung dalam hidrolisat
protein ikan wader dan ikan bader ditentukan dengan alat yaitu kromatografi lapis
tipis (KLT) dengan menggunakan pelarut berupa heksana, dietil eter atau asam
asetat (65: 35: 1). lempeng disemprot dengan 10% asam fosfomolibdat yang
dilarutkan dalam etanol dan dipanaskan pada suhu 120 C selama 5 menit.
3.5.3
DPPH (%) = (1
A sampel A kontrol
)
A blanko
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, F., Saleh, M., Tazwir dan Hak, N., 2003, Optimasi Proses Produksi
Hidrolisat Protein Ikan dari Mujahir (Oreochromis mossambicus), Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia, 9:11-21
Budiharjo, A. 2002. Seleksi dan Potensi Budidaya Jenis-Jenis Ikan Wader dari
Genus Rasbora. Biodiversitas. 3 (2): 225-230.
Chalamaiah, M., Dinesh kumar, B., Hemalatha, R., & Jyothirmayi, T. (2012). Fish
protein hydrolysates: proximate composition, amino acid composition,
antioxidant activities and applications: a review. Food Chemistry, 135(4),
3020-3038
Dvalos, A., Miguel, M., Bartolom, B., & Lpez-Fandio, R. (2004).
Antioxidant activity of peptides derived from egg white proteins by
enzymatic hydrolysis. Journal of Food Protection, 67, 19391944.
Decker, E. A., & Welch, B. (1990). Role of ferritin as a lipid oxidation catalyst in
muscle food.Journal of Agricultural and Food Chemistry, 38,674677.
Djumanto, Budi, S.P., dan E. Setyobudi. 2008. Perkembangan Embrio Wader Pari
(Rasbora lateristriata) di Sungai Ngrancah Kabupaten Kulon Progo.
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Hasil Penelitian Perikanan dan
Kelautan V. Jurusan Perikanan dan Kelautan Fakultas Pertanian
UGM.Yogyakarta. 30 Juni 2008.
Dwinastiti, A. 1992. Pengaruh varietas dan penambahan NaCl pada getah
pepaya terhadap rendemen dan mutu papain. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian. Istitut Pertanian Bogor.
Folch, J., Lees, M., & Stanley, G. H. S. (1957).A simple method for the isolation
and purification of total lipids from animal tissues.The Journal of
Biological Chemistry, 226,497509.
Froese, R. and D. Pauly. Editors. 2010. Rasbora lateristriata, Yellow
Rasbora.
FishBase. World Wide Web electronic publication.
<www.fishbase.org>, version (05/2010). [Akses 15 Maret 2016].
Ghaly, A., Ramakrishnan, V., Brooks, M., Budge, S., & Dave, D. (2013). Fish
processing wastes as a potential source of proteins. Amino acids and oils:
a critical review. Journal of Microbial and Biochemical Technology, 5,
107-129.
Gordon, M.H. 1990. The Mechanism of Antioxidants Action In Vitro. In
Food Antioxidants. B.J.F. Hudson, Ed. Elvesier Applied Science.
London
Hall, G.M and Ahmad, N.H. 1992. Surimi and Fish Mince Product. In: Fish
Processing Tecnology. Editor: G.M. Hall. Blackie Academic &
Professional. New York.
Harnedy, P.A. & R.J. FitzGerald. 2012. Bioactive peptidas from marine
processing waste and shellfish: A review. Journal of Functional Foods. 4:
6-24.
Haslaniza, H. 2010. The effects of enzyme concentration, temperature and
incubation time on nitrogen content and degree of hydrolysis of
protein precipitate from cockle (Anadara granosa) meat wash water.
International Food Research Journal 17: 147-152.
Hidayat, T. 2005. Pembuatan hidrolisat protein dari ikan selar kuning (Caranx
leptolepis) dengan menggunakan enzim papain. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Indrayana, Y. Ikan Wader Bintik Dua. http://fwflovers.blogspot.com/
2012/12/ikan-wader-bintik-dua.html. [Akses 31 Maret 2016]
Jawatan Hidro-Oseanografi (Janhidros) TNI AL. (2008), Kajian Oseanografi dan
Meteorologi Pada Rencana Lokasi Pelabuhan Komadu Pulau Giliraja
Giligenting Kabupaten Sumenep Madura.
Je, J. Y., Lee, K. H., Lee, M. H., & Ahn, C. B. (2009). Antioxidant and
antihypertensive protein hydrolysates produced from tuna liver by
enzymatic hydrolysis. Food Research International, 42,12661272.
Johnson, A.H. dan M.S. Peterson. 1974. Encyclopedia of Food Technology, Vol.
II. The AVI Publisher Inc., Westport, Connecticut.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama.
Jakarta : UI-Press.
Kitts, D. D. and K. Weiler. 2003. Bioactive proteins and peptides from food
sources. Applications of bioprocesses used in isolation and recovery. Cur.
Pharm. Design. 9: 13091323.
Kochhar, S.P dan Rossel, S.B. 1990. Detection, Estimation, and Evaluation
of Antioxidant in Food System. Food Antioxidant. Elsevier Sci Publ
Ltd. London, New York
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993.
Freshwater fishes of western Indonesia and Sulawesi. Hongkong: Periplus
edition (HK) Ltd. In collaborated with EMDI Project.
Kristinsson, H. G., & Rasco, B. A. (2000). Fish protein hydrolysates: production,
biochemical, and functional properties.Critical Reviews in Food Science
and Nutrition, 40(1), 43-81.
Mendis, E., Rajapakse, N., & Kim, S. K. (2005). Antioxidant properties of a
radicalscavenging peptide purified from enzymatically prepared fish skin
gelatin hydrolysate. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 53, 581
587.
Muthmainnah. D. 2008. Ikan Tawes Barnoides gonionotu. www.brppu.com.
[Akses 17 Maret 2016]
Nelson S. Josep, 2006. Fishes of the World, Wiley, Canada.
Nio, O. K. 2012. Daftar Analisis Bahan Makanan. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nisa, Fatma Zuhrotun, Dkk. 2007. Efek Hipokolesterolemik Susu Kedelai Fermentasi
Steril dan Secara In Vitro. Yogyakarta: Jurnal Vol. 23, No. 2, UGM.
Oyaizu, M. (1988).Antioxidative activity of browning products of glucosamine
fractionated by organic solvent and thin-layer chromatography.Nippon
Shokuhin Kogyo Gakkaishi, 35,771775.
Park, P. J., Jung, W. K., Nam, K. S., Shahidi, F., & Kim, S. K. (2001). Purification
and characterization of antioxidative peptides from protein hydrolysate of
lecithin free egg yolk.Journal of the American Oil Chemists Society, 78,
651656.
Rajapakse, N., Mendis, E., Byun, H. G., & Kim, S. K. (2005). Purification and in
vitro antioxidative effects of giant squid muscle peptides on free radicalmediated oxidative systems. Journal of Nutritional Biochemistry, 16, 562
569.