PROPOSAL PENELITIAN
Oleh
Wulan Suci Wahyuningtyas
NIM 131710101118
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan merupakan
salah
satu komoditi
hasil
perairan
yang
banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan memiliki potensi besar bagi Negara
Indonesia. Didukung dengan wilayah Indonesia yang merupakan Negara
Kepulauan, dimana sebagian besar terdiri dari perairan laut seluas 5,8 juta km 2
dan perairan air tawar seperti sungai (Janhidros, 2006). Indonesia menyimpan
potensi kekayaan sumber daya perairan yang belum dieksplorasi secara optimal,
salah satunya adalah sumber daya perikanan air tawar. Jenis ikan air tawar yang
banyak dibudidayakan saat ini antara lain ikan nila, ikan mas, ikan gurame, ikan
patin, dan ikan lele.
Jenis ikan air tawar lain yang mempunyai potensi menguntungkan adalah ikan
wader (Rasbora Jacobsoni) dan ikan bader (Barbonymus gonionotus).
Ikan
wader dan bader merupakan jenis ikan sungai yang sangat melimpah namun
kurang dalam pemanfaatanya. Perlu dilakukan pemanfaatan yang bisa
meningkatkan nilai ekonomi dari bahan baku yang kurang dimanfaatkan ini. Salah
satunya adalah dengan memanfaatkan kandungan protein ikan tersebut sebagai
produk protein hidrolisat, karena kandungan protein dalam ikan wader dan ikan
bader relatif tinggi yaitu masing-masing sebesar 14,8% (Zaelani, 2012) dan 19%
(Nio, 2012). Hidrolisat protein merupakan produk yang dihasilkan dari
pemecahan protein menjadi peptida sederhana dan asam amino melalui
proses hidrolisis dengan menggunakan enzim, asam atau basa dan panas.
Hidrolisat protein pada umumnya memiliki kandungan protein yang tinggi, asam
amino yang lengkap, daya cerna protein yang tinggi dan sifat fungsional yang
baik. Berbagai
jenis
peptida
terdapat
Antioksidan.
Antioksidan
adalah
senyawa
kimia
yang
dapat
menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga dapat
menunda atau mencegah oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas. Menurut
penelitian Park et.al (2001), hidrolisat protein dapat menghambat oksidasi lipid
dalam makanan dan seluler sistem. Aktivitas antioksidan dari hidrolisat protein
tergantung pada jenis peptida dalam hidrolisat. Hidrolisat kaya peptida yang
mengandung
asam
amino
hidrofobik,
seperti
Proline-Leucine-Alanine-
yang belum
dorsal, sisik tepi ikan wader bergaris coklat, dan biasanya hidup secara berkoloni.
Ikan wader sering ditemukan hidup berkelompok di dasar sungai-sungai kecil
berbatu yang berarus sedang dengan kisaran suhu antara 22 - 24C dan pH
perairan anta ra 6,0 6,5 (Froese & Pauly, 2010). Menurut Djumanto et al,
(2008) di Indonesia terdapat 43 spesies ikan dari genus rasbora, salah satunya
adalah rasbora jacobsoni yang tersebar diwilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan,
Bali, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Setiap jenis ikan wader memiliki sifat yang
berbeda, baik ukuran tubuh, kecepatan pertumbuhan, dan rasa dagingnya
(Budiharjo, 2002). Berikut adalah klasifikasi ikan wader (Rasbora jacobsoni)
Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub Philum
: Vertebrata
Class
: Pisces
Ordo
: Cypriniformes
Familia
: Cyprinidae
Genus
: Rasbora
Species
: Rasbora jacobsoni
Ikan wader memiliki kandungan protein yang relatif tinggi yaitu sebesar
14,8% (Zaelani, 2012). Kandungan protein yang tinggi ini membuatnya cocok
untuk diolah sebagai bahan pangan sehari-hari maupun olahan lain seperti
hiddrolisat protein. Pada umumnya ikan wader dimanfaatkan untuk dikonsumsi
secara lokal sebagai lauk, karena selain kandungan proteinya yang tinggi, ikan
wader memiliki tekstur daging yang lembut dan rasa yang gurih, duri di dalam
tubuhnya juga tidak terlalu besar. Ikan wader pada umumnya dimanfaatkan untuk
dikonsumsi secara lokal sebagai lauk (Indrayana, 2012). Berikut adalah
kandungan nilai gizi ikan wader dalam 100 gram daging.
Tabel 2.1 Kandungan gizi ikan wader dalam 100 g daging
Kandungan Gizi
Kalori (Kal)
Air (%)
Protein (g)
Lemak (g)
Kolesterol (mg)
Nilai
84
76
14,8
2,3
58
0,3
: Animalia
Phylum
: Chordata
Class
: Actinopterygi
Sub Class
: Neopterygi
Ordo
: Cypriniformes
Familia
: Cyprinidae
Genus
: Barbonymus
Species
: Barbonymus gonionotus
adalah kandungan nilai gizi ikan bader dalam 100 gram daging.
Tabel 2.2 Kandungan gizi ikan bader dalam 100 g daging
Kandungan gizi
Energi (kal)
Air (g)
Protein (g)
Nilai
193
66
19
Lemak (g)
Mineral (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (g)
Besi (mg)
Sumber : Neo, 2012
13
20
48
150
0,4
digunakan
untuk
pengempuk
hidrolisat protein (Dwinastiti, 1992). Enzim protease juga bisa didapatkan dari
tanaman biduri baik dari getah, batang, maupun daun. Hasil karakterisasi enzim
protease biduri berdasarkan spesifitasnya termasuk dalam golongan eksopeptidase
(Witono, 2004).
Metode enzimatik lebih disukai dari teknik hidrolisis kimia karena hidrolisis
kimia melibatkan penggunaan asam kuat atau alkali yang dapat menurunkan
kandungan asam amino. Namun, hidrolisis dengan menggunakan enzim biasanya
menghasilkan jumlah asam amino bebas yang rendah tergantung pada enzim yang
digunakan (Ghaly et al, 2013). Hidrolisis protein dipengaruhi oleh konsentrasi
bahan penghidrolisis, suhu, pH dan waktu hidrolisis. Peningkatan konsentrasi
enzim akan meningkatkan volume hidrolisat protein ikan yang bersifat tak
larut menjadi senyawa nitrogen yang bersifat larut (Hidayat, 2005).
2.4 Hidrolisat Protein
Hidrolisat protein merupakan produk yang dihasilkan dari peruraian protein
menjadi senyawa-senyawa berantai pendek karena adanya proses hidrolisis baik
oleh enzim, asam maupun basa. Hidrolisat protein bisa didapatkan dari bahan
pangan yang mengandung protein seperti kacang-kacangan, daging, maupun ikan.
Pengolahan ikan menjadi hidrolisat protein bertujuan untuk mengatasi kerusakan
ikan dan mendapatkan bahan pangan yang lebih mudah dicerna oleh tubuh karena
proteinya telah terurai menjadi asam amino dan peptida yang lebih sederhana.
Pemanfaatan hidrolisat protein ikan adalah untuk pembuatan pepton yang
digunakan sebagai media pertumbuhan mikroorganisme dan dibutuhkan dalam
perkembangan bioteknologi (Wijayanti, 2009). Hidrolisat protein ikan pada
industri pangan dapat ditambahkan ke dalam suplemen makanan diet dan pada
industri farmasi digunakan untuk pembuatan produk-produk dermatologis, seperti
krim pembersih muka dan pelembab kulit. Selain itu, hidrolisat protein ikan dapat
digunakan secara fungsional sebagai bahan pengemulsi (Schimidi et al., 1994).
Dewasa ini, telah dikembangkan hidrolisat protein ikan dari jenis ikan air
tawar yaitu ikan bader dan wader. Produksi hidrolisat protein dari ikan wader dan
ikan bader merupakan proses yang cukup sederhana (Sari, 2015). Langkah awal
yang dilakukan adalah pencampuran bahan baku dengan air, kemudian diikuti
dengan penyesuaian suhu dan pH optimal, penambahan enzim dan reaksi
hidrolisis enzimatis pada waktu tertentu, selanjutnya penginaktivasian enzim, dan
langkah terakhir adalah pengeringan dan pemekatan (Kristinsson, 2007).
Hidrolisat protein memiliki sifat fungsional penting dalam pengolahan pangan,
seperti flavour enhancer, pembentuk tekstur, dan kelarutan tinggi dalam air (Hall
dan ahmad, 1992). Komposisi kimia hidrolisat ikan dapat dilihat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Komposisi kimia hidrolisat ikan wader per 100 g
Kandungan gizi
Air (g)
Abu (g)
Lemak (g)
Total Nitrogen (g)
Nilai
7,28
8,19
16,27
20,07
kepada
radikal
bebas,
sehingga
menghambat peroksidasi
donor
proton
dan
menghambat
pengikatan
ion
logam. Peptida
antioksidan umumnya terdiri dari 2 10 residu asam amino, dan urutan asam
amino menjadi faktor penentu keberhasilan antioksidan peptida. Keberadaan
asam amino tertentu terutama histidin, tirosin, triptofan, methionin, sistein
dan prolin, berkorelasi signifikan dengan aktivitas peptida menangkap radikal
bebas. Pengikatan ion logam oleh peptida juga bisa merubah siklus redoks
yang
sangat
penting
untukbeberapa
oksidasi
pembentukan
logam.
Menggunakan ferritin (serum polipeptida) sebagai contoh, ion (Fe 3+) yang
tidak terlalu reaktif dibatasi dalam rongga polipeptida, membentuk atom dan
bersatu membentuk Fe(OH)3 yang tidak bisa dikonversi menjadi ion (Fe2+) yang
lebih reaktif. Terganggunya
berkurangnya Fe2+ bebas,
keseimbangan
dengan
redoks
demikian
besi
mencegah
menyebabkan
penguraian
senyawa
yang
memiliki
kemampuan
membentuk khelat dengan logam seperti besi (Fe 2+). Penggunaan chelating
logam
melalui reaksi Fenton dan Haber Weis, sehingga mengurangi terjadinya stres
oksidatif dan mengurangi ketersediaan ion logam seperti besi (Fe2+) untuk
membentuk -amyloid plaques (agregrasi Amyloid peptide) (Smith et al.,
2007). Penentuan aktivitas chelating logam ion besi
getah tanaman biduri. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, NaOH 0,1 N,
heksan, dietil eter, asam asetat, asam fosfomolibdat, etanol, asetonitril, DPPH,
metanol, larutan buffer fosfat, ferricianide.
3.1.2
Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan meliputi blender stainless steel, sentrifuse dan
tabungnya, gelas ukur, beaker glass, pipet mikro, pipet ukur, ball pipet, tabung
reaksi, labu ukur, mortar, kuvet pH meter, vortex, lemari pendingin, waterbath,
neraca analitik, pemanas listrik, spatula, oven, labu kjeldahl, aluminium foil,
spektrofotometer, destilator, desikator, FP-528 LECO nitrogen analyser,
kromatografi lapis tipis (KLT), gel filtration chromatography
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil
Pertanian, dan Laboratorium Analisa Terpadu Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember, pada bulan Desember hingga
Februari 2016/2017.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pelaksanaan Penelitian
Tahap awal penelitian adalah pembuatan hidrolisat ikan wader dan ikan
bader menggunakan enzim biduri yang didapatkan dari getah tanaman biduri dan
enzim papain yang didapatkan dari getah buah pepaya. Selanjutnya adalah
pembuatan hidrolisat kering ikan wader dan bader dimulai dengan memfillet
ikan untuk memisahkan daging dengan kepala, kotoran, sisik dan tulangnya.
Daging ikan yang didapat dari proses filleting kemudian ditimbang sebanyak
100
gram
dan
pengukusan
ini
dilakukan
adalah
pengukusan selama
untuk
melunakkan
10
menit.
daging ikan
Fungsi
agar
dari
mudah
aquades dengan
perbandingan
aquades
Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menguunakan metode deskriptif yang terdiri
dari dua faktor. Faktor A yaitu hidrolisat protein dari bahan baku ikan wader.
Faktor B yaitu hidrolisat protein dari bahan baku ikan bader.
3.4 Parameter Analisis
Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
1. Total protein
2. Kadar lemak dan klasifikasi lemak
3. Distribusi berat molekul hidrolisat
4. Aktivitas antioksidan
a. DPPH
b. Reducing power
c. Aktivitas Chelating besi (Fe2+)
3.5 Prosedur Analisa
3.5.1 Total Protein
Kandungan total protein dari hidrolisat protein ikan wader dan ikan bader
ditentukan menggunakan alat berupa nitrogen analyzer FP-528 LECO (LECO, St
Joseph, MI, USA) yang dikalibrasi dengan asam ethylene diamine tetra acetic.
3.5.2 Kadar lemak dan klasifikasi lemak
Kadar lemak dan klasifikasi lemak yang terkandung dalam hidrolisat
protein ikan wader dan ikan bader ditentukan dengan alat yaitu kromatografi lapis
tipis (KLT) dengan menggunakan pelarut berupa heksana, dietil eter atau asam
asetat (65: 35: 1). lempeng disemprot dengan 10% asam fosfomolibdat yang
dilarutkan dalam etanol dan dipanaskan pada suhu 120 C selama 5 menit.
3.5.3 Distribusi berat molekul protein
Distribusi berat molekul dari hidrolisat protein ikan wader dan bader
diukur dengan menggunakan alat berupa gel filtration chromatography dengan
FPLC AKTA(Amersham Biosciences, Uppsala, Swedia) menggunakan kolom
Superdex Peptida10/300 GL dengan detektor UV pada 254 nm. Pelarut eluen yang
dipakai adalah 30% asetonitril dengan 0,1% asam trifluoroasetat pada kecepatan
aliran 0,5 ml / menit. Kurva kalibrasi berat molekul dibuat dengan menggunakan
standart sebagai berikut:
Ribonuklease A (13.700 Da), Aprotinin (6500 Da), Angiotensin I (1296 Da),
Bradikinin (1060 Da) dan Triglicin (189 Da).
3.5.4 Aktivitas Antioksidan
1. DPPH
Aktivitas antioksidan dalam mereduksi radikal bebas dari hidrolisat protein
ikan ditentukan dengan kemampuanya dalam mereduksi DPPH. Sebanyak 50L
sampel dicampur dengan 100L dari Tris larutan buffer (50 mM, pH 7.4) dan
dengan 850 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dalam 0,1 mM metanol.
Campuran itu kemudian disimpan pada suhu kamar 30 menit dalam keadaan
gelap. Reduksi radikal DPPH kemudian diukur pada absorbansi 515 nm. Selain
pengukuran terhadap sampel, juga dilakukan pengukura nterhadap blanko.
Pengukran nilai blanko ini dilakukan untuk memperoleh nilai absorbansi yang
nantinya digunakan sebagai acuan dari nilai absorbansi sampel. aktivitas
antioksidan DPPH dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
DPPH (%) = (1
A sampe l A kontrol
)
A blanko
2. Reducing power
Reducing power dari hidrolisat protein ikan wader dan ikan bader ditentukan
menurut metode dari Oyaizu (1988). Sebanyak 2 mL dari setiap hidrolisat pada
konsentrasi protein yang berbeda (3-20 mg / mL), ditambahkan ke 2 mL dalam
0,2 mM bufer fosfat (pH 6,6) dan 2 ml (konsentrasi 1%) kalium ferricyanide.
Campuran reaksi diinkubasi pada 50 C selama 20 menit dan kemudian
ditambahkan 2 mL (konsentrasi 10%) TCA. Campuran disentrifugasi pada 1500
selama 10 menit. Sebanyak 2 mL dari supernatan dicampur dengan 2 mL air
destilasi dan 0,4 mL besi klorida (konsentrasi 0,1%). Absorbansi larutan yang
dihasilkan tercatat sebesar 700 nm setelah 10 menit.
3. Aktivitas Chelating besi (Fe2+)
Aktivitas chelating besi dari hidrolisat protein ikan wader dan bader diukur
dengan metode Decker dan Welch (1990). Sebanyak 3,7 ml air destilasi
ditambahkan ke dalam 1 mL dari setiap hidrolisat protein ikan pada konsentrasi
yang berbeda (0,2-1 mg / mL). Kemudian, ditambahkan 100L besi klorida 2
mM. Setelah 3 menit, reaksi dihambat oleh penambahan 200l ferrozine 5 mM.
Campuran tersebut dikocok dengan kuat dan dibiarkan pada suhu kamar selama
10 menit. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 562 nm. Selain pengukuran
pada sampel, juga dilakukan pengukuran pada blanko yang dibuat dengan cara
yang sama tanpa menambahkan ferrozine. Kapasitas chelating besi dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
A sampel A kontrol
(1
)
Aktivitas chelating besi (%) =
A blanko