Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

FAKULTAS TEKNIK

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK ORGANIK CAIR


CANGKANG KULIT KERANG DARAH (Anadara
Granosa) TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN
CABAI MERAH (Capsicum Annum L)

Disusun Oleh :

Nama : Zakenia Khairunnisa Falah


NPM : 170140004
Jurusan : Teknik Kimia
Pembimbing :

Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat


Dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1)

UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
JURUSAN TEKNIK KIMIA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berjuta potensi. Dengan
luas wilayah perairannya Indonesia memiliki potensi besar dalam hal pengelolaan
kekayaan laut khususnya dalam sektor perikanan. Berdasarkan luas wilayah,
potensi perikanan di Indonesia dapat mencapai 6,7 juta ton ikan per tahun. Oleh
sebab itu, perikanan merupakan subsektor yang sangat potensial untuk
dikembangkan dalam rangka pembangunan di Indonesia. Selain ikan, potensi lain
dari perairan laut Indonesia adalah kerang.
Dari sekian banyak potensi kerang yang dihasilkan di Indonesia,
kebanyakan masyarakat hanya memanfaatkan daging kerangnya saja, sedangkan
cangkang kerang belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini menimbulkan
permasalahan berupa sampah cangkang kerang yang menumpuk di daerah-daerah
pesisir pantai. Cangkang kerang yang tidak dimanfaatkan ini menimbulkan
serangkaian masalah lain, terutama dalam hal kebersihan lingkungan yang
terganggu sehingga menyebabkan kesehatan masyarakat juga terganggu. Padahal
pemanfaatan cangkang kerang secara optimal mampu menghasilkan berbagai
macam kerajinan tangan jika dikembangkan, selain itu juga nilai ekonomisnya
tidak kalah tinggi.
Produksi kerang darah (Anadara granosa) tahun 2012 di Indonesia
menurut Direktorat Jendral Perikanan Tangkap Indonesia (2013) yaitu 48 994 ton
dan pada setiap tahunnya mengalami peningkatan. Produksi ini tergolong terbesar
se-Asia Tenggara. Produksi kerang darah tersebut secara langsung akan berefek
dengan banyaknya limbah cangkang kerang yang dihasilkan. Limbah cangkang
kerang darah mempunyai nilai presentasi yang sangat besar jika dibandingkan
dengan jumlah bobot total kerang, yakni berkisar antara 75.70% - 77.30% atau
jika dikalkulasikan dari 48 994 ton produksi kerang darah maka akan didapatkan
limbah cangkang yang berkisar antara 37 672 ton – 36 599 ton (No et al. 2003).
Jika kondisi tersebut tidak menjadi perhatian dan dikelola dengan baik, maka akan
berpotensi menjadi limbah yang menumpuk dan berakibat buruk terhadap
lingkungan, kesehatan, maupun estetika.
Cangkang kerang darah jika di kaji dari sisi kandungannya, maka akan
didapatkan unsur kalsium (Ca) yang cukup besar, yang kemudian unsur ini
merupakan potensi dalam pembuatan amelioran. Berikut ini adalah hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Maryam (2006) terhadap serbuk cangkang
kerang darah yang hasilnya mempunyai persentasi basa-basa yang cukup tinggi
yakni; 66.70% CaO, 22.28% MgO, 7.88% SiO2, 1.25% Al2O, dan 0.03% Fe2O3.
Disisi lain, 67 % dari total tanah yang terdapat di wilayah Indonesia
mempunyai nilai pH kurang dari 5.5 (masam) hal ini dikarenakan wilayah
Indonesia memiliki curah hujan dan intensitas yang tinggi (Mulyani et al. 2004).
Curah hujan dan intensitas yang tinggi akan mengakibatkan kandungan sumber
kejenuhan basa seperti kalsium, kalium, magnesium, dan natrium tanah
mengalami pencucian (leaching). Berbagai kendala teknis akan dihadapi dalam
pemanfaatan lahan tanah mineral masam, terutama pada keracunan Al, fiksasi P
tinggi, kandungan basa-basa dapat dipertukarkan dan KTK rendah, kandungan Fe
dan Mn yang mendekati batas meracuni, peka erosi, serta miskin elemen biotik.
Pada umumnya, toksisitas Al merupakan kendala utama untuk pengembangan
tanaman pada lahan masam, selain itu juga sering terjadi kahat terutama pada
unsur P, Ca, Mg, N, dan K (Marschner 1995).
Jika dihubungkan antara kondisi tanah Indonesia dengan potensi limbah
cangkang kerang darah, maka akan didapatkan potensi implementasi cangkang
kerang darah sebagai amelioran alternatif pengganti kapur pertanian. Selain itu
implementasi produk amelioran cangkang kerang darah akan menimbulkan usaha
pertanian yang lebih ramah lingkungan, usaha pengurangan produk limbah kerang
darah, serta mampu berkontribusi sebagai usaha peningkatan nilai taraf
perekonomian baik bagi nelayan kerang darah maupun petani.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimana memanfaatakan limbah cangkang kulit kerang?
2. Bagaimana pengaruh pemberian cangkang kulit kerang halus terhadap
pertumbuhan tanaman?
3. Bagaimana pertumbuhan terbaik dari berbagai perlakuan konsentrasi
pupuk organik pada tanaman?

1.3. Batasan Masalah


Untuk mempermudah di dalam penelitian dan mencegah terjadinya
perluasan masalah serta mempermudah dalam memahami masalah, maka perlu
adanya pembatasan sebagai berikut :
1. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah konsentrasi pupuk organik cair
cangkang kulit kerang darah.
2. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tanaman cabai merah
(Capsicum annum L).
3. Parameter Penelitian
Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinggi tanaman,
jumlah daun dan biomassa tanaman cabai merah (Capsicum annum L).

1.4. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah :
1. Menganalisis dan mengamati pengaruh pemberian cangkang kulit kerang
halus terhadap pertumbuhan tanaman
2. Menguji pertumbuhan terbaik dari berbagai perlakuan konsentrasi pupuk
organik pada tanaman

1.5. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk sosialisasi ke masyarakat
khususnya petani, bahwa cangkang kerang dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk organik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi masyarakat (pembudidaya)
1) Menambah pengetahuan dan informasi kepada masyarakat untuk
menambah wawasan tentang pembuatan pupuk organik dari bahan
campuran limbah kulit cangkang kerang untuk meningkatkan pertumbuhan
tanaman.

b. Bagi peneliti
1) Dapat menambah wawasan, pengetahuan, maupun keterampilan peneliti
khususnya yang terkait tentang pembuatan pupuk organik dari bahan
campuran limbah kulit cangkang kerang.
2) Menambah wawasan keilmuan dan pengalaman dalam penelitian
khususnya dalam membuat pupuk organik dari bahan campuran limbah
kulit cangkang kerang

c. Bagi peneliti selanjutnya


1) Memberikan sumbangan pemikiran dan dapat dipakai sebagai bahan
masukan apabila melakukan penelitian yang sejenis.
2) Penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk referensi bagi peneliti
selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Kerang Darah


Kerang darah merupakan salah satu hewan dalam golongan molluska
termasuk dalam kelas bivalvia ataua pelecypoda. Moluska dibagi menjadi lima
kelas diantaranya cephalopoda, bivalvia, gastropoda, scaphopoda dan amphineura.
Kerang mempunyai dua cangkang keras yang berguna sebagai pelindung tubuh
dari musuh. Habitat utama kerang didaerah pantai dengan pasir berlumpur dengan
kedalaman kurang lebih 4-6 meter dan perairan relatif tenang. Pada umumnya
kerang hidup berkelompok dan lebih suka menenggelamkan tubuhnya di dalam
lumpur (WWF-Indonesia, 2015).
Kerang darah dengan nama ilmiah Anadara granosa merupakan salah satu
jenis kerang yang banyak ditemukan dikawasan Asia Tenggara dan Asia Timur
(Masindi dan Herdyastuti, 2017). Selain itu, Kerang darah (Anadara granosa)
adalah spesies kerang yang dapat hidup di daerah pantai berpasir atau tanah
berlumpur. Hewan ini juga dapat hidup di laut terutama daerah litorial atau hidup
di daerah dasar peraiaran yang berpasir (Ahmad, 2017). Kerang darah atau dikenal
sebagai cockle ini merupakan kelompok yang mempunyai belahan cangkang
melekat satu sama lain pada batas cangkang (Anggraini, 2016). Kerang ini dapat
menghasilkan cairan merah yang berisi hemoglobin (Masindi dan Herdyastuti,
2017). Kerang darah memiliki pigmen darah merah atau haemoglobin yang
disebut bloody cockles, sehingga kerang ini dapat hidup pada kondisi kadar
oksigen yang relatif rendah (Anggraini, 2016). Anadara granosa juga banyak
dimanfaatkan sebagai makanan pengganti lauk di Indonesia (Bahri et al., 2015).
2.1.1 Klasifikasi Kerang Darah
Kelas Bivalvia meliputi kerang, tiram, remis dan sebangsanya. Kerang
darah termasuk dalam filum molluska dan kelas pelecypoda/ bivalvia. Berikut ini
klasifikasi ilmiah dari kerang darah :
Kingdom : Animalia
Filum : Mollusca
Kelas : Pelecypoda / Bivalvia
Sub Kelas : Lamelladibranchia
Ordo : Taxodonta
Family : Arcidae
Genus : Anadara
Spesies : Anadara granosa
(Anggraini, 2016).

2.1.2 Morfologi Cangkang Kerang Darah


Famili Arcidae memiliki bentuk cangkang segitiga, persegi panjang atau
oval, memiliki rib-rib (penebalan pada permukaan cangkang) dari pusat umbo
sampai ke bagian tepi cangkang. A. granosa mempunyai ciri-ciri diantaranya
tubuh kerang tebal dan menggembung, alur berjumlah antara 18-20 buah dengan
rusuk yang kokoh, kedua cangkang equilateral dengan umbo berada ditengah
antara bagian posterior dan anterior. Panjang cangkang kerang darah berkisar 4-9
cm (Ekawati, 2010).
Kelas bivalvia atau pelecypoda mempunyai karakteristik khas yaitu tubuh
pipih lateral dan seluruh tubuhnya tertutup dua keping cangkang (Ekawati, 2010).
Oleh karena itu, cangkang ini disebut tangkup (valve) berjumlah dua buah
(Ahmad, 2017). Kedua cangkang tersebut tergabung dibagian dorsal oleh hinge
ligament yang berupa pita elastis terdiri dari bahan organik (Ekawati, 2010).
Kedua keping cangkang tersebut ditautkan oleh otot adduktor yang terdiri dari
adduktor posterior dan adduktor anterior sehingga dapat terbuka dengan adanya
ligamen dan tertutup karena kontraksi dari otot adduktor. Antara otot adduktor
dan hinge ligament bekerja secara otomatis (Ekawati, 2010). Bagian lunak dari
tubuh kerang darah tertutup oleh dua belahan yang disebut mantel terletak antara
tubuh dan cangkang.
Cangkang kerang darah tumbuh dari bagian hinge (umbo) yang
merupakan bagian tertua dari cangkang (Ekawati, 2010). Disekitar bagian umbo
terdapat garis interval pertumbuhan dan sel-sel epitel bagian luar dari mantel
menghasilkan zat pembuat cangkang. Menurut Anggraini (2016) cangkang kerang
darah terdiri dari 3 lapisan yaitu periostrakum, prismatic dan nakreas :
a. Periostrakum merupakan lapisan pada bagian terluar yang terbuat dari
bahan organik konkiolin, sering tidak ada pada bagian umbo;
b. Prismatik merupakan lapisan pada bagian tengah yang terbuat dari kalsium
karbonat;
c. Nakreas merupakan lapisan pada bagian dalam yang terbuat dari kristal-
kristal kalsium karbonat. Lapisan nakreas dihasilkan oleh seluruh permukaan
mantel, sedangkan lapisan periostrakum dari lapisan prismatik dihasilkan oleh
bagian tepi mantel (Anggraini, 2016).

2.1.3 Kandungan Kimia Cangkang Kerang Darah


Cangkang kerang darah mengandung beberapa senyawa kimia penting
yang dapat digunakan oleh manusia. Cangkang kerang darah memiliki senyawa
kimia seperti kitin, kalsium karbonat, kalsium hidrosiapatit dan kalsium fosfat
(Masindi dan Herdyastuti, 2017). Kerang darah mengandung sebagian besar
mineral yaitu kalsium yang dapat digunakan untuk mensintesis hidroksiapatit.
Senyawa hidroksiapatit diperoleh dari hasil sintesis kalsium dan fosfat.
Kandungan kalsium pada cangkang kerang darah sebesar 28,85% (Anggraini,
2016).
Menurut Ahmad (2017) mengatakan bahwa limbah cangkang kerang
mengandung kalsium karbonat yang tinggi yakni sebesar 98% yang berpotensi
untuk dimanfaatkan. Hasil penelitian yang dilakukan Anggraini (2016)
menyatakan bahwa pada cangkang kerang darah mengandung kalsium karbonat
sebesar 98,99 %, sedangkan 4 hasil penelitian Bharatham et al (2014) kandungan
kalsium karbonat pada cangkang kerang darah sebesar 96 %. Umumnya kalsium
karbonat (CaCO3) sering digunakan dalam produk pasta gigi berfungsi sebagai
bahan abrasif digunakan untuk membantu menambah kekentalan dalam pasta gigi.
Oleh karena itu, kalsium karbonat yang terkandung pada cangkang kerang
dilakukan isolasi kalsium oksida (CaO) dan kemudian senyawa ini dapat diolah
lebih lanjut menjadi hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2) sehingga bahan ini
merupakan salah satu bahan aktif yang dapat ditambahkan pada produk pasta gigi
untuk perlindungan terhadap demineralisasi gigi (Ahmad, 2017).
Kandungan kitin yang menyebabkan cangkang kerang darah bisa diolah
menjadi kitosan. Cangkang kerang darah mempunyai potensi untuk dijadikan
produk berupa kitosan sebab memiliki kandungan kitin sebesar 14-35% (Masindi
& Herdyastuti, 2017). Hasil penelitian yang dilakukan Cakasana et al., (2014)
menyatakan pada kitosan cangkang kerang darah rendemen hasil proteinasi rata-
rata menghasilkan 71,92%. Rendemen hasil demineralisasi mempunyai rata-rata
sebesar 30,78% dari hasil deproteinasi. Rendemen yang diperoleh hasil dari hasil
deasetilasi rata-rata bernilai 87,96% dari hasil demineralisasi. Total kitosan yang
dihasilkan hanya sebesar 19,45% dari berat awal.

2.2. Cabai Merah


2.2.1 Klasifikasi
Menurut (Dalimartha, 2003) klasifikasi tanaman cabai merah adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermathophyta
Subdivision : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Sub klas : Sympetalae
Ordo : Tubiflora
Family : solanaceae
Genus : Capsium
Spesies : Capsicum annum L.
Tanaman cabai merah tergolong tanaman setahun dan berbunga. Cabai
merah atau lombok (bahasa jawa) adalah buah dan tumbuhan anggota genus
Capsicum. Buah nya dapat digolongkan sayuran maupun bumbu, tergantung bagai
mana digunakan Cabai atau lombok tergolong dalam suku terong-terongan
(Solanaceae) dan merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah
maupun di dataran tinggi (Jai,2011).
2.2.2 Morfologi
Tanaman cabai berbentuk perdu tegak, tinggi100-125 cm. Batang berkayu,
percabangan lebar, batang muda berambut halus berwarna hijau. Daun tunggal
dan bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm). Helaian daun bentuknya bulat telur
sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip,
panjang 1,5-12cm, lebar 1-5 cm,berwarna hijau (Dalimartha, 2003).
Bunga tunggal berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun
Buah muda berwarna hijau tua setelah masak menjadi merah cerah. Biji yang
masih muda berwarna kuning, setelah tua berwarna coklat, berbentuk pipih,
berdiameter sekitar 4 mm, rasa buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata
orang yang mencium buahnya berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok,
meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap,
diameter 1-2 cm, panjang4-17cm, bertangkai pendek, rasanya pedas (Dalimartha,
2003).
2.2.3 Kandungan Gizi Cabai Merah
Buah cabai merah mengandung karbohidrat dan vitamin A yang relatif
tinggi. Kandungan gizi buah cabai merah dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Cabai merah
Kandungan Gizi Jumlah Gizi

Energi 31,00 kal


Protein 1,00 g
Lemak 0,30 g
Karbohidrat 7,30g
Kalsium 29,00 mg
Fosfor 24,00 mg
Serat 0,30 g
Besi 0,50 mg
Vitamin A 71,00 mg
Vitamin B1 0,05 mg
Vitamin B2 0,03 mg
Vitamin C 18,00 mg
Niacin 0,20 mg
Sumber : Wirahadikusumah ( 1985) dalam Arianto dan Indarto (2004).
2.2.4 Kegunaan Buah Cabai Merah
Buah cabai merah umumnya digunakan sebagai bumbu masak. Selain
bumbu masak buah cabai juga dapat dimanfaatkan untuk terapi kesehatan dan
bahan ramuan tradisional. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa buah
cabai merah dapat membantu penyembuhan kejang otot, rematik, sakit
tenggorokan, dan alergi. Buah cabai merah juga dapat membantu melancarkan
sirkulasi darah dalam jantung. Selain itu, buah cabai merah dapat digunakan
sebagai obat oles kulit untuk meringankan rasa pegal dan dingin akibat rematik
dan encok karena buah cabai merah bersifat analgesik (Wiryanta 2002).
Berbagai khasiat buah cabai merah tersebut disebabkan oleh senyawa
kapsaisin (C18H27NO3). Buah cabai merah mengandung lima senyawa
kapsaisinoid yaitu, nordihidrokapsaisin, kapsaisin, dihidrokapsaisin,
homokapsaisin, dan homodihidrokapsaisin (Wiryanta ,2010).
Buah cabai merah juga mengandung kapsikidin yang terdapat dalam biji
yang berguna untuk memperlancar sekresi asam lambung dan mencegah infeksi
sistem pencernaan. Senyawa lain yang terdapat dalam buah cabai adalah kapsikol
yang berfungsi sebagai pengganti minyak kayu putih untuk mengurangi pegal-
pegal, rematik, sakit gigi, sesak napas, dan gatal-gatal (Wiryanta, 2002).

2.3. Pupuk Organik


Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik baik
tumbuhan kering (humus) maupun limbah dari kotoran ternak yang diurai
(dirombak) oleh mikroba hingga dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik sangat
penting artinya sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga
dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan (Supartha, 2012).
Susunan kimia pupuk kandang berbeda-beda tergantung dari jenis ternak, umur
ternak, macam pakan, jumlah amparan, cara penanganan dan penyimpanan pupuk
yang berpengaruh positif terhadap sifat fisik dan kimiawi tanah, mendorong
kehidupan mikroba tanah yang mengubah berbagai faktor dalam tanah sehingga
menjamin kesuburan tanah (Sajimin, 2011). Pupuk organik dapat meningkatkan
anion-anion utama untuk pertumbuhan tanaman seperti nitrat, fosfat, sulfat, borat,
dan klorida serta meningkatkan ketersediaan hara makro untuk kebutuhan
tanaman dan memperbaiki sifat fisika, kimia dan biologi tanah (Lestari, 2015).
Menurut Hadisuswito dan Sukamto dalam Oktavia (2015) pupuk organik
berdasarkan bentuk dan strukturnya dibagi menjadi dua golongan yaitu pupuk
organik padat dan pupuk organik cair.
Pupuk organik mengandung asam humat dan asam folat serta zat pengatur
tumbuh yang dapat mempercepat pertumbuhan tanaman (Supartha, 2012).
Frekuensi pemberian pupuk dengan dosis yang berbeda menyebabkan hasil
produksi jumlah daun yang berbeda pula dan frekuensi yang tepat akan
mempercepat laju pembentukan daun. Penggunaan pupuk organik mampu
menjadi solusi dalam mengurangi aplikasi pupuk buatan yang berlebihan
dikarenakan adanya bahan organik yang mampu memperbaiki sifat fisika, kimia,
dan biologi tanah. Perbaikan terhadap sifat fisik yaitu menggemburkan tanah,
memperbaiki aerasi dan drainase, meningkatkan ikatan antar partikel,
meningkatkan kapasitas menahan air, mencegah erosi dan longsor, dan
merevitalisasi daya olah tanah (Kelik, 2010).

2.2.1 Standar Baku Mutu SNI Pupuk Organik


Berdasarkan Standarasasi Nasional Indonesia SNI-19-7030-2004
mengenai mengenai standar kualitas pupuk organik adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Standar SNI pupuk organic

Syarat menurut SNI-19-7030-


NO Pengujian Satuan 2004
Min Maks
1. Suhu 0C
- ± 30
2. pH - 6,8 7,49
3. Warna Kehitaman
4. Bau Tanah
5. Kadar Air % - 50
6. Rasio C/N % 10 20
7. Karbon (C) % 9,80 32
8. Nitrogen (N) % 0,40
9. Kalium (K2O) % 0,20
10. Phosfor (P2O5) % 0,10
Sumber: SNI-2030-2004 dalam Wellang (2015).
2.2.2 Manfaat Pupuk Organik
Menurut Musnawar dan Suriawiria dalam Sentana (2010), pupuk organik
mempunyai beberapa manfaat. Pertama meningkatkan kesuburan tanah
dikarenakan pupuk organik memiliki kandungan unsur hara makro (N, P, K) dan
mikro (Ca, Mg, Fe, Mn, Bo, S, Zn, Co) yang dapat memperbaiki komposisi tanah.
Unsur organik dapat bereaksi dengan ion logam seperti Al, Fe, dan Mn yang
bersifat racun dan membentuk senyawa yang kompleks, sehingga senyawa Al, Fe,
dan Mn yang bersifat racun di dalam tanah dapat berkurang (Setyorini dalam
Sentana, 2010). Kedua memperbaiki kondisi fisika, kimia, dan biologi tanah,
pupuk organik dapat melancarkan sistem pengikatan dan pelepasan ion dalam
tanah sehingga dapat meningkatkan kesuburan dalam tanah. Kemampuan pupuk
organik dalam mengikat air dan meningkatkan porositas tanah yang dapt
memperbaiki respirasi tanah sehingga dapat mendukung pertumbuhan akar dalam
tanah. Pupuk organik dapat merangsang mikroorganisme tanah yang
menguntungkan, seperti rhizobium, mikoriza, dan bakteri.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif. Jenis
penelitian ini adalah Eksperimental Design.

3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Teknik Kimia Universitas
Malikussaleh dimulai dari November 2020 sampai Desember 2020.

3.3. Alat dan Bahan


3.3.1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Termometer
2. Gelas Kimia
3. Neraca Analitik
4. Oven
5. Mill
6. Ayakan

3.3.2. Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Cangkang Kulit Kerang Darah
2. EM 4
3. Gula
4. Air
3.4. Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel Tetap
1. Air : 15 liter
2. EM4 : 300 ml
3. Gula : 3000 gram
4. Temperatur operasi saat berada didalam oven 100oC
5. Waktu operasi saat berada didalam oven 60 menit
6. Waktu operasi saat fermentasi 15 hari

3.4.2. Variabel Bebas


1. Variasi massa cangkang kulit kerang darah : 2000 gram, 2500 gram, 3000
gram, 3500 gram dan 4000 gram

3.4.3. Variabel Terikat


1. pH
2. Temperatur
3. Tinggi Tanaman
4. Jumlah Daun
5. Biomassa Tanaman

3.5. Prosedur Kerja


Ekstrak cangkang kulit kerang darah dibuat dengan mengguanakan
cangkang kulit kerang darah yang telah dibuat menjadi tepung. Langkah
pembuatan ekstrak cangkang dan pembuatan pupuk organic cair yaitu :
1. Cangkang kerang darah yang telah dipisahkan dari isinya dibersihkan
dengan air yang bersih.
2. Cangkang kerang darah dimasukkan kedalam oven selama 60 menit.
3. Cangkang kerang darah digiling halus menggunakan mill, kemudian
diayak dengan menggunakan ayakan dan dimasukkan ke dalam wadah.
4. Tepung cangkang kerang darah dimasukkan ke dalam wadah
lain,kemudian dimasukkan air sebanyak 15 liter.
5. Kemudian di dalam wadah tersebut dimasukkan EM4 dan gula. Lalu
diaduk hingga merata.
6. Kemudian tutup dengan plastik dan diikat dengan rapat.
7. Difermentasikan ditempat yang teduh dan dibiarkan selama 15 hari hingga
dapat digunakan.
8. Setelah difermentasi selama 15 hari, maka pupuk tersebut dianggap
konsentrasi 100%.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah diharapakannya pemanfaatan


limbah cangkang kulit kerang darah dapat menjadi pupuk organic cair yang
mampu memenuhi kebutuhan zat kimia tumbuhan. Sehingga hal tersebut dapat
mengurangi penggunaan pupuk organik cair berbahan dasar sintetis. Selain itu,
pemanfaatan limbah cangkang kulit kerang darah dapat menjadi salah satu solusi
bagi masyarakat sekitar lingkungannya yang memiliki banyak limbah seperti ini.
DAFTAR PUSTAKA

Romadona, Kurnia. 2017. Aplikasi Pemberian Limbah Cangkang Kerang Darah


(Anadara Granosa) dan Kapur Pertanian Kalsit Terhadap Kesuburan
Kimia Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis pada Tanah
Podsolik Dramaga. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Hafisko, Handra. 2014. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kerang Darah (Anadara
Granosa L) Dalam Sintesis Nanohidroksiapatit Bone Omplan Untuk
Kerusakan Tulang. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
Dalimartha, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta : Puspa
Swara.
Ahmad, I. 2017. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kerang Darah (Anadara
granosa) Sebagai Bahan Abrasif dalam Pasta Gigi. Galung Tropika.
Masindi, T., & Herdyastuti, N. 2017. Karakterisasi kitosan dari cangkang kerang
darah (Anadara granosa). Jurnal of Chemistry.

Anda mungkin juga menyukai