Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MARIKULTUR

TEKNIK KULTUR KERANG HIJAU (Perna viridis L.)

Dosen Pengampu :

Dr. Ir. syafruddin Nasution, M.Sc

DISUSUN OLEH:
Armando (1904124875)
Candri Moulidia (1904110616)
Govinda Hendra Manalu (1904110495)

JURUSAN ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Teknik Kultur Kerang Hijau (Perna viridis)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen dan yang

telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah ini. Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah Marikultur.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna

baik materi maupun penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan

segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga selesai dengan baik.

Dengan rendah hati dan tangan terbuka penulis menerima masukan, saran dan usul

guna menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat berguna dan

ermanfaat bagi seluruh pembaca.

Pekanbaru, 22 Maret 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

ii
DAFTAR GAMBAR

iii
I. PENDAHULUAN

I.1 Klasifikasi Kerang Hijau


Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu komoditas sumber daya laut
yang memiliki nilai ekonomis. Kerang ini tergolong dalam filum Mollusca makanan
laut yang banyak ditemukan di pasaran Indonesia dan termasuk hidangan yang
banyak diminati. Hasil penelitian (Feri, 2010) menjelaskan bahwa kerang hijau
termasuk organisme yang memiliki kadar protein tinggi yaitu 11,84 % dan kadar
lemak rendah 0,70 %, dengan kadar air 78,86 %, abu 3,60 %, serta karbohidrat 4,70
%, sehingga menjadikan kerang hijau sebanding dengan daging sapi, telur maupun
daging ayam. Daging kerang hijau hanya sekitar 30% dari bobot keseluruhan (daging
dan cangkang), tetapi dalam 100 gram daging kerang hijau mengandung 100 kalori
yang tentunya sangat bermanfaat untuk ketahanan tubuh manusia dan juga
mengandung asam lemak omega 3 rantai panjang yang baik bagi kesehatan jantung
(Fitriah, E., et al (2018)
Kerang hijau Perna viridis mempunyai potensi besar untuk dimanfaatkan,
karena populasinya cukup besar di perairan Indonesia. Budidaya kerang hijau relatif
mudah dilakukan di perairan pantai. Kerang hijau merupakan organisme filter feeder,
dimana cara mendapatkan makanan dengan memompa air melalui rongga mantel
sehingga mendapatkan partikel-partikel yang ada dalam air. micro algae adalah
makanan utamanya, sedangkan makanan tambahan berupa zat organik terlarut dan
bakteri. Namun seiring dengan meningkatnya industri di Indonesia, maka
konsekuensinya adalah buangan limbah dari industri baik yang berupa buangan
organik maupun anorganik, baik yang berupa padatan maupun cairan yang
mengandung logam berat baik Pb maupun Cu hal ini tergntung dari industrinya.
Sayangnya banyak industri di Indonesia belum menyertakan ubit pengolah limbah
yang baik sehingga, masih banyak limbah yang dibuang ke saluran dan akhirnya
menuju perairan pantai (Suryono, 2013).
Perairan indonesia yang luas adalah potensi dalam pengembangan budidaya
kerang hijau. Atas dasar itulah penulis memilih judul ini sebagai pedoman dan
penambah wawasan untuk kedepannya.

I.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana pemilihan lokasi yang baik untuk teknik kultur kerang hijau?
b. Bagaimana cara pemanenan benih kerang hijau?
c. Apa saja metode yang digunakan untuk teknik kultur kerang hijau?

I.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pemilihan lokasi yang baik untuk teknik kultur kerang
hijaua.
b. Untuk mengetahui cara pemanenan benih kerang hijau.
c. Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan untuk teknik kultur kerang
hijau.
d.

1
II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Klasifikasi Kerang Hijau

Adapun klasifikasi ilmiah dari kerang hijau menurut Meidira, S. (2017) adalah
sebagai berikut:

Filum : Mollusca

Kelas : Bivalvia

Subkelas : Lamelibranchiata

Superordo : Filibrachiata

Ordo : Anisomaria

Famili : Mitylidae

Genus : Perna

Spesies : Perna viridis L

Gambar 1 Kerang Hijau


Sumber: dwiputra, k.o (2019)

II.2 Morfologi Kerang Hijau

Jika dibuat sayatan memanjang dan melintang, tubuh kerang akan tampak
bagian-bagian sebagai berikut. Paling luar adalah cangkang yang berjumlah sepasang,
fungsinya untuk melindungi seluruh tubuh kerang. Mantel, jaringan khusus, tipis dan

2
kuat sebagai pembungkus seluruh tubuh yang lunak. Pada bagian belakang mantel
terdapat dua lubang yang disebut sifon.Sifon atas berfungsi untuk keluarnya air,
sedangkan sifon bawah sebagai tempat masuknya air.Insang, berlapis-lapis dan
berjumlah dua pasang. Dalam insang ini banyak mengandung pembuluh darah. Kaki
pipih. Bila akan berjalan kaki dijulurkan ke anterior. Di dalam rongga tubuhnya
terdapat berbagai alat dalam seperti saluran pencernaan yang menembus jantung,
alat peredarn, dan alat ekskresi (ginjal) (Kastawi, 2008). Cangkang kerang terdiri atas
tiga lapis, yaitu urut dair luar ke dalam sebagai berikut:

a. Periostrakum, merupakan lapisan tipis dan gelap yang tersusun atas zat
tanduk yangdihasilkan oleh tepi mantel; sehingga sering disebut lapisan
tanduk, fungsinya untuk melindungi lapisan yang ada di sebelah dalamnya
dan lapisan ini berguna untuk melindungicangkang dari asam karbonat
dalam air serta memberi warna cangkang..

b. Prismatic, lapisan tengah yang tebal dan terdiri atas kristal-kristal kalsium
karbonat yang berbentuk prisma yang berasal dari materi organik yag
dihasilkan oleh tepi mantal.

c. Nakreas merupakan lapisan terdalam yang tersusun atas kristal-kristal halus


kalsium karbonat. merupakan lapisan mutiara yang dihasilkan oleh seluruh
permukaan mantel. Dilapisan ini, materi organik yang ada lebih banyak
daripada di lapisan prismatic. Lapisan initampak berkilauan dan banyak
terdapat pada tiram/kerang mutiara. Jika terkena sinar, mampu
memancarkan keragaman warna. Lapisan ini sering disebut sebagai lapisan
mutiara (Sa’adah, 2010)

II.3 Sistem Reproduksi


Kerang berkembang biak secara kawin. Umumnya berumah dua dan
pembuahannya internal. Telur yang dibuahi sperma akan berkembang manjadi larva
glosidium yang terlintang oleh dua buah katup. Ada beberapa jenis yang dari
katupnya keluar larva panjang dan hidupsebagai parasit pada hewan lain, misalnya
pada ikan. Setelah beberapa lama larva akan keluar dan hidup sebagaimana nenek
moyangnya (Sa’adah, 2021). Dalam reproduksinya, Hewan ini memiliki alat kelamin
yang terpisah atau diocious, bersifat ovipora yaitu memiliki telur dan sperma yang
berjumlah banyak dan mikroskopik. Induk kerang hijau yang telah matang kelamin
mengeluarkan sperma dan sel telur kedalam air sehingga bercampur dan kemudian
terjadi pembuahan, telur yang telah dibuahi tersebut setelah 24 jam kemudian
menetas dan tumbuh berkembang menjadi larva kemudian menjadi spat yang masih
bersifat planktonik hingga berumur 15-20 hari kemudian benih/ spat tersebut
menempel pada substrat dan akan menjadi kerang hijau dewasa (Induk) setelah 5 – 6
bulan kemudian.

3
Gambar 2 Biologi Reproduksi Kerang Hijau
Sumber: Susanto. H. (2019)

II.4 Kebiasaan dan cara makan


Kerang hijau makan dengan cara menyaring makanan yang terlarut di dalam
air (filter feeder) (Riani, 2004). Kerang hjau digolongkan dalam kelompok filter
feeder, karena kerang hijau memperoleh makanan dengan cara menyaring partikel-
partikel atau organisme mikro yang berada dalam air dengan menggunakan sistem
sirkulasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Vikaly (1989) yang menyatakan
semua bivalva lamelli branch termasuk filter feeder. Cilia khusus terletak antara
filamen insang yang berfungsi menghasilkan aliran air yang memindahkan air ke
dalam bagian inhalent pada mantle cavity (rongga mantel) dan ke arah atas ke dalam
rongga exhalent (Martin, 2005).

Partikel makanan atau material tersuspensi lainnya yang berukuran lebih besar
dari ukuran tertentu disaring dan air oleh cilia insang dan dihimpun pada bagian
rongga inhalent berhadapandengan lamellae insang. Material ini kemudian
dipindahkan oleh cilia lainnya ke arah tepi bagian ventral insang atau di bagian dasar
organ yang berbentuk huruf-W dimana terletak alur makanan (food grooves). Setelah
berada di food grooves, makanan bergerak ke arah depan hingga mencapai palps,
yang berada di sisi mulut. Material berukuran halus dibawa oleh cilia ke dalam mulut.
Partikel yang lebih kasar dihimpun di tepi palps dari secara periodik dikeluarkan
oleh proses kontraksi otot ke dinding mantel (Martin, 2005).

4
5
III. PEMBAHASAN

III.1 Metode Kultur


Kultur kerang hijau dapat dilakukan dengan menggu-nakan 4 macam metoda
yaitu: metoda tancap (post method), rakit apung (raft method), rakit tancap/rak (rack
method) dan tali rentang (long line method). Sedangkan kondisi lingkungan perairan
antara lain harus terhindar dari gangguan arus kencang, perubahan suhu yang
mendadak, dan salinitasnya antara 27-35 permil. Selain itu harus
terhindar dari fluktuasi kadar garam yang tinggi, jauh dari pengaruh sungai besar,
bebas dari pencemaran limbah industri dan rumah tangga karena dapat
membahayakan untuk dikonsumsi.

Ada dua macam bahan yang digunakan untuk membuat kerangka yaitu bambu
dan kayu, namun pada umumnya yang digunakan adalah bahan dari bambu. Untuk
rakit dengan ukuran 6m x 8m (48 m2) dibutuhkan bambu 18 batang. Dengan jumlah
tali gantungan untuk 1 unit adalah 96 tali dengan panjang 3 meter per tali. Sedangkan
untuk pelampung menggunakan drum plastik sebanyak 8 buah. Dan untuk
pemberatnya menggunakan karung semen sebanyak 2 buah dengan bobot masing-
masing pemberat 25 kg.       

Metode kultur kerang hijau terbagi atas empat kelompok, yaitu metode tancap,
metode rakit apung, metode rakit tancap, dan metode tali rentang (long line).

a. Metode tancap

Metode ini menggunakan tonggak kayu atau bambu yang ditancapkan


ke dasar perairan. Oleh karena itu, metode ini hanya dapat diterapkan di
daerah pantai yang dasarnya berlumpur. Metode yang sangat sederhana ini
cocok untuk perairan dengan kedalaman 3-5 cm. Panjang bambu yang
digunakan antara 5-10 m. Ujung atasnya harus tetap terendam air sewaktu air
surut terendah. Tonggak yang digunakan kerap kali dirangkaikan satu sama
lain sehingga berbentuk bagan tancap. Untuk 1 ha, usaha budi daya kerang
dibutuhkan kurang lebih 500 batang bambu. Bambu atau kayu yang
digunakan tersebut sering cepat rusak karena membusuk ataupun dilubangi
oleh hewan-hewan penggerek. Secara normal, setiap metode tancap dapat
menghasilkan 10 kg/m. Satu kolektor tancap dapat menghasilkan lebih kurang
3o kg kerang per tahun.

b. Metode rakit apung


Bahan yang digunakan pada metode ini terdiri atas tali dan rakit (tali,
bambu, pelampung, dan jangkar). Metode ini biasanya digunakan pada
perairan dengan kedalaman 3-4 m pada saat surut terendah. Untuk ukuran satu

6
unit rakit, dapat dibuat 6 m x 8 m, 5 x 5 m, 15 x 15 m, atau 3o x 30 m yang
diberi jarak pada rakit untuk pelampung.

c. Metode rakit tancap

Pembesaran kerang hijau dengan metode rakit tancap ini hampir sama
dengan pembesaran rakit apung. Perbedaannya pada penggunaan pelampung.
Rakit tancap, menggunakan kayo atau bambu yang ditancapkan pada dasar
perairan sehingga tidak bergerak. Penempatan rakit harus memperhitungkan
tinggi rendah pasang surut untuk menghindari rakit dari kekeringan. Ukuran
rakit biasanya 4 m x 4 m dengan kebutuhan material berupa bambu diameter
4-5 cm sebanyak 15-2o batang, tali temali (polietilen) 3-5 kg, dan kawat 2-3
gulung/kg. Jumlah kerang hijau per kolektor atau tali pembesaran yang dapat
diperoleh selama pembesaran 6-7 bulan untuk satu kali antara 20-25 kg.
Dengan demikian, produksi total dalam 1 rakit tancap ukuran 4 m x 4 m
adalah kurang lebih 40o kg.

d. Metode tali rentang (long line)


Metode ini disebut juga dengan metode tali memanjang atau long line,
yaitu merentangkan tali secara memanjang/horizontal. Metode ini
menggunakan pelampung besar yang dihubungkan satu dengan yang lainnya
untuk memberikan daya apung pada tali. Setiap deret tali penyangga pada
kedua ujung terakhir diikatkan pada jangkar untuk menjaga agar pelampung
tidak tertarik ke tengah pada saat penambahan berat.

III.2 Proses Pemeliharaan


Proses pemeliharaan menjadi unsur yang menentukan keberhasilan budi daya
kerang hijau. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam proses pemeliharaan kerang hijau
adalah sebagai berikut.

a. Sortasi

Penyortiran perlu dilakukan agar kerang hijau yang dihasilkan


seragam sehingga produksi dan waktu panen dapat ditentukan. Penyortiran
dilakukan karena kerang hijau yang menempel pada tali kolektor sering kali
tidak seragam ukurannya.

b. Penambahan pelampung

Penambahan pelampung dilakukan saat terjadi penambahan beban tali


yang disebabkan oleh pertumbuhan dan pertambahan bobot kerang hijau.
Penambahan pelampung berguna untuk menyangga tali agar tetap
mengapung. 

3.3 Pengendalian Hama dan Penyakit

7
Hama yang biasa menyerang budi daya kerang hijau adalah jenis teritip
(Teredo sp. dan Manus sp.), bintang laut, burung, dan kepiting. Sedangkan Kepiting
adalah hama utama bagi juvenile dan kerang dewasa. Kepiting dapat menghabiskan
satu lusin kerang hijau setiap harinya. Sementara itu, teritip dan hewan penempel
lainnnya akan sangat mengganggu pertumbuhan kerang hijau. Sampai saat ini di
Indonesia belum didapati penyakit yang mengancam budi daya kerang hijau. Kerang
hijau sendiri dapat terjangldt penyakit yang disebabkan oleh pencemaran di atas
ambang batas.

3.4 Panen

Kerang hijau dapat dipanen setelah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan.
Ukuran kerang hijau dapat dikonsumsi adalah 6-8 cm. Ciri lainnya adalah daging
tebal dan berwarna krem. Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kerang hijau
yang dihasilkan memuaskan adalah sebagai berikut.

a. Pemanenan dilakukan pada saat kerang hijau dalam fase istirahat.


b. Pengikisan atau perontokan kerang saat dilepaskan dari pancang bambu atau
dari tali dengan benda tajam dapat memperkecil luka pada benang byssus-nya
sehingga kerang mempunyai daya tahan hidup lebih lama

8
IV. PENUTUP

9
DAFTAR PUSTAKA

Dwiputra, K.O. (2019). www.klikdokter.com.


Fitriah, (2018). Pemanfaatandaging dan cangkang kerang hijau sebagai bahan olahan
pangan tinggi kalsium. Proceding of the urecol.
Fitriah, E., Maryuningsih, Y., & Roviati, E. (2018). Use of Green Scallop Meat and
Shells (Perna Viridis) As a High Calcium Food Ingredient. Proceeding of The
URECOL, 412-423.
Kastawi, yusuf. Dkk. 2008. Zoologi Avertebrata. Jica: Malang.
Martin, C. (2005). The surface texture bible. 20th edition. New york: ABRA
Meidira, S. (2017). Identifikasi fibrio cholerae pada kerang hijau (perna viridis) yang
dijual di tambak lorok semarang, Muhammadiyah Universitas semarang).
Pebrian, Feri. (2010). Penapisan Awal Senyawa Antibakteri Dari Ekstrak Kerang
Hijau. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Jurnal
Riani, E., & surjono, H. S. (2004). Penangan limbah B3 dengan sistem biofilter
kerang hijau di teluk Jakarta. Research project report pemda dkiipd.
Sa’adah, F. L., Ambarwati, R. (2021). Struktur komunitas dan potensi gizi bivalvia di
pantai selatan kecamatan sreseh, madura. Lenterabio: Berkala ilmiah biologi,
2021, 10.1:94-105
Suryono, C. A. (2013). Filtrasi kerang hijau perna viridis terhadap micro algae pada
media terkontaminasi logam berat. Buletin Oseanografi marina, 2(1), 41-47.
Vakily, jan M.(1989). The biology and culture of mussels of the genus perna.

10
11

Anda mungkin juga menyukai