Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan kerapu adalah salah satu komoditas unggulan perikanan Indonesia yang
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Beberapa jenis ikan kerapu yang sudah
merambat pasar domestik hingga ekspor, antara lain kerapu bebek seharga
Rp.350.000/kg, kerapu macan Rp.125.000/kg dan salah satu kerapu yang banyak di
minati adalah kerapu batik Rp.140.000/kg. Budidaya ikan kerapu banyak diminati
karena cukup menguntungkan, namun dalam kegiatan usaha budidaya masih terdapat
kendala. Salah satunya adalah pertumbuhan yang lambat sehingga mempengaruhi
ketersediaan benih (Ismi et al. 2014). Harga jual benih ikan kerapu di pasar online
pada situs Tokopedia tergolong mahal yaitu berkisar Rp.4.000 – Rp.5.000/ekor.
Permintaan pasar yang tinggi menuntut agar pembudidaya dapat meningkatkan
produksi benih secara kontinyu sehingga dapat mencukupi kebutuhan benih dalam
usaha pembenihan kerapu (Ismi et al. 2014).
Teknologi hibridisasi dapat menghasilkan benih ikan kerapu dengan kualitas
yang baik. Prospek budidaya dengan menggunakan benih hibrid dapat menambah
diverfikasi spesies. Selain itu, berpeluang untuk meningkatkan produksi perikanan
(Surnama et al. 2007). Oleh karena itu perlu adanya peningkatan produksi dan
kualitas benih melalui hibridisasi. Salah satu kerapu hasil hibidisasi adalah kerapu
cantik yaitu hasil persilangan antara kerapu macan (E. fuscoguttatus) dengan kerapu
batik (E. polyphekadion)
Pratik Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan sebagai salah satu sarana praktik
langsung dalam kegiatan usaha budidaya di lapangan. Kegiatan PKL dengan topik
pembenihan ikan kerapu hibrid CV. Musi Jaya, Bali ini dilaksakan untuk menambah
wawasan kemampuan teknis taruna/i dalam proses usaha budidaya

1
1.2 Tujuan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) IV tentang kegiatan budidaya pada segmen
pembenihan ikan kerapu cantik di CV. Musi Jaya, Bali ini bertujuan :
1. Mempelajari teknik pembenihan ikan kerapu cantik;
2. Mengetahui analisis usaha dalam kegiatan pembenihan ikan kerapu cantik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Kerapu


2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi dan morfologi dari ikan kerapu dapat di kelompokan berdasarkan
struktur dan internal tubuh atau ciri-ciri luar ikan. Menurut Sudrajat (2008),
klasifikasi ikan kerapu macan sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichyes
Subclass : Actinopterigi
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Family : Serranidae
Subfamily : Epinephelinae
Genus : Epinephelus
Species : Epinephelus fuscoguttatus

Gambar 1. Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)


Sumber : Ismi et al. (2014)

Menurut Sudrajat (2008), ciri fisik ikan kerapu macan yaitu bentuk ujung sirip
ekor, sirip dada, dan sirip dubur ikan berupa busur. Kepala dan badannya berwarna
abu-abu pucat kehijauan atau kecokelatan. Badan dipenuhi bintik-bintik gelap

3
berwarna jingga kemerahan atau cokelat gelap. Bintik-bintik dibagian tengah lebih
gelap dibanding yang dipinggir. Ukuran bintik semakin mengecil ke arah mulut.
Adapun punggung dan pangkal sirip punggung ikan terdapat bercak besar kehitaman.
Untuk lebih jelas morfologi ikan kerapu macan dapat dilihat pada Gambar 1.
Sedangkan kerapu batik (Epinephelus microdon), secara sistematik menurut
Kordi (2010) diklasifikasikan sebagai berikut:
Filum : Chordata
Klas : Pisces
Ordo : Perciformes
Family : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Ephinepelus microdon (Bleeker)

Gambar 2. Ikan Kerapu Batik


Sumber : Ismi et al. (2014)
Badan kerapu batik agak memanjang dan agak pipih. Lengkung kepala bagian
atas agak cembung, Interorbital datar. Mulut besar dengan bibir tebal, ujung belakang
maxilla mencapai jauh bagian belakang mata. Tulang penutup insang bagian atas
berlekuk tajam. Sirip dada tidak panjang, sirip ekor bundar. Kepala, badan, dan sirip
kecokelatan dengan bintik-bintik gelap. Kepala bagian atas, badan bagian atas dengan
bercak cokelat tua. Batang ekor bagian atas dengan bercak hitam. Sirip dada bagian
ujung kehitaman (Kordi 2010).

4
2.1.2 Habitat dan Penyebaran
Penyebaran ikan kerapu di Indonesia banyak ditemukan pada perairan Pulau
Sumatra, Jawa, Sulawesi, Bali, Papua, Ambon, Bueu, Bacan dan Kayoa (Gusrina
2008). Jumlah spesies di seluruh dunia adalah 159, di kawasan Asia Tenggara adalah
46 dan dapat ditemukan 39 spesies di Indonesia (WWF Indonesia 2011). Umumnya
kerapu memiliki habitat di dasar perairan laut tropis dan subtropis.
Sebagian besar spesies kerapu berasosiasi dengan terumbu karang di daerah
dangkal dan beberapa tinggal di daerah estuaria yang berbatu, berpasir dan
berlumpur, meskipun juvenil ikan kerapu ditemukan di lamun. Suhu 28 – 32ºC dan
salinitas 30 – 32 ppt merupakan standar baku mutu air untuk pembenihan ikan
kerapu. Kondisi lingkungan yang dijelaskan di atas merupakan kondisi lingkungan
terumbu karang (Yulianti 2012).
Beberapa spesies kerapu ditemukan pada kedalaman 100 – 200 meter, kadang
sampai kedalaman 500 meter. Habitat ikan kerapu pada stadia larva hidup di perairan
karang pantai dengan kedalaman 0,5 – 3 m. Saat beranjak dewasa, ikan kerapu akan
berpindah pada perairan yang lebih dalam yaitu berkisar antara 7 – 40 m (Syarifudin
et al. 2007).

2.1.3 Kebiasaan Makan


Menurut Risamasu (2008), jenis ikan famili Serranidae berdasarkan periode
aktifnya termasuk dalam ikan nokturnal. Aktivitas ikan nokturnal mencari makan saat
hari mulai gelap. Ikan tersebut digolongkan pula pada ikan soliter, dimana aktivitas
makannya dilakukan secara individu. Ikan kerapu merupakan ikan predator yang
memangsa ikan kecil, krustase, cumi, dan sotong. Umumnya, ikan ini bersembunyi di
karang untuk menyerang musuhnya. Selain itu, lebih banyak menggunakan indra
penciuman serta perasa dari pada penglihatannya.

2.2 Pembenihan Ikan Kerapu


2.2.1 Pengelolaan Induk
Indukan kerapu dapat diperoleh dengan cara membeli hasil tangkapan dari
alam. Induk jantan dan betina dewasa sukar untuk dibedakan dari penampakan

5
luarnya. Oleh karena itu, diperlukan ikan dalam berbagai ukuran. Ikan kerapu
termasuk ikan hermaprodit protogini yaitu tumbuh dewasa sebagai betina pada
awalnya dan kemudian berganti kelamin menjadi jantan pada usia yang lebih lanjut
(Pir et al. 2007). Ukuran terkecil kerapu macan dewasa yang ditangkap di Filipina
tercatat dari kerapu macan dewasa yang tumbuh di penangkaran dan diberi makan
pelet kering adalah 2,2 kg (betina) dan 3,5 kg (jantan).
Cara lain untuk memperoleh indukan adalah dengan cara membesarkan ikan
hasil pembenihan. Ikan yang dibesarkan di keramba, kolam atau tangki, sudah
terbiasa dengan kondisi pembudidayaan sehingga lebih mudah dijadikan indukan.
Namun, diperlukan waktu sekitar 4 tahun untuk membesarkan kerapu macan juvenil
hingga mencapai ukuran indukan. Menurut Syaifudin et al. (2007), produksi telur
ikan sangat dipengaruhi oleh sumber induk, teknik pemeliharaan, pematangan gonad
serta pemijahannya.
Induk yang diperoleh adalah induk dari alam yang sudah beradaptasi terhadap
lingkungan budidaya, dengan teknik pemeliharaan terkontrol dalam bak-bak beton
dan sistem air mengalir selama 24 jam. Pematangan gonad dilakukan dengan
pemberian pakan berupa ikan segar yang mempunyai kandungan protein diatas 70%
serta pemberian multivitamin. Moretti et al. (1999) mencatat sifat-sifat yang dapat
dijadikan indikator untuk memilih induk ikan yang baik pada seabass Eropa
(Dicentrarchus labrax) dan ikan gilthead seabream (Sparus aurata). Indikator
tersebut dapat diterapkan pada ikan kerapu, diantaranya:
a. Bentuk tubuh dan warna yang normal;
b. Tidak adanya kelainan bentuk tulang;
c. Status yang sehat secara keseluruhan, yaitu tidak adanya luka yang besar,
pendarahan, infeksi dan parasit;
d. Perilaku yang normal, seperti reaksi yang baik terhadap pemberian makanan, daya
apung yang terkendali agar dapat mempertahankan posisi di kolom air;
e. Pertumbuhan dan tingkat konversi pakan yang terbaik dalam kelompok umurnya.

6
2.2.2 Persiapan Media
Langkah awal persiapan media pemeliharaan dengan pencucian bak. Pencucian
bak dilakukan dengan menurunkan volume air hingga kedalaman 30 – 50 cm dari
dasar bak atau hingga 60 – 70%. Sebelum bak digunakan, bak dicuci dengan chlorine
sebanyak 100 – 150 ppm (Subyakto dan Cahyaningsih 2003). Selanjutnya, bak
disikat dan dibilas dengan air laut yang dialirkan melalui selang spiral ke seluruh
permukaan bak sampai bersih.

2.2.3 Pemijahan
Syarat utama induk ikan kerapu adalah calon induk ikan kerapu sudah matang
kelamin dan matang tubuh. Matang kelamin artinya induk jantan sudah menghasilkan
sperma dan induk betina sudah menghasilkan telur matang atau siap dibuahi. Matang
tubuh artinya secara fisik indukan sudah siap menjadi induk produktif. Syarat lain
yaitu sehat, tidak cacat, gerakan lincah, dan sangat responsif terhadap pakan yang
diberikan, bentuk idealnya dengan berat 1 – 3 kg dan sudah matang gonad (Mustamin
1995).
Langkah agar seleksi induk lebih mudah, terlebih dahulu dapat dilakukan
pembiusan sebelum pemeriksaan kematangan gonad. Obat bius yang sering
digunakan antara lain ethyleneglycol monophenylether dengan dosis 100 ppm atau
minyak cengkeh dengan dosis 50 ppm (Mustamin 1995).
Pemijahan kerapu dibagi menjadi 2 yaitu pemijahan alami (natural spawning),
pemijahan buatan (stripping atau artificial fertilization). Terjadinya pemijahan ikan
kerapu yaitu ikan betina yang telah dewasa bila akan memijah mendekati ikan jantan.
Bila waktu memijah tiba, ikan jantan dan ikan betina akan berenang bersama-sama
dipermukaan air. Pemijahan terjadi pada malam hari antara pukul 18.00 – 22.00
WITA (Sigit 1993).
Induk ikan kerapu yang telah matang kelamin dapat dipijahkan secara alami
tanpa rangsangan hormon. Induk ikan yang matang telur dimasukkan kedalam bak
berukuran 3 – 5 m² dengan perbandingan jantan dan betina 3 : 1. Bak ini dilengkapi
dengan sistem aerasi yang cukup dan pada siang hari diberi aliran air laut. Pemijahan

7
biasanya terjadi beberapa hari sesudah dan sebelum bulan purnama atau disekitar
bulan gelap dan pemijahan terjadi pada malam hari (Sunyoto dan Mustahal 2002).
Keberhasilan dalam pemijahan buatan sangat ditentukan oleh tingkat
kematangan gonad. Induk betina pengambilan telur dilakukan dengan cara
memasukkan selang kanulla yang berdiameter 1mm kedalam lubang genital sedalam
5 – 10 cm, kemudian telur diisap dan selang kanulla dicabut perlahan-lahan.
Pengambilan sperma pada induk jantan dilakukan dengan cara mengurut bagian perut
ikan kearah lubang genital untuk menghindari keluarnya sperma yang berlebihan.
Keluarnya sperma yang berlebihan dapat merusak organ bagian dalam (Akbar dan
Sudaryanto 2002).

2.2.4 Penetasan Telur


Menurut Sugama (2013), telur ikan kerapu yang telah dibuahi akan mengapung
dibagian permukaan air. Oleh karena itu, bak pemijahan induk dirancang dengan
sistem pembungan air permukaan sekaligus berfungsi untuk membuang kotoran dan
sisa pakan. Bagian luar saluran pembuangan air pada bagian atas dibuat bak
penampungan telur (egg colector) berukuran 500 – 600 mikron. Kolektor telur harus
selalu terendam air sehingga telur yang terbawa oleh air permukaan akan terkumpul
dalam egg colector. Telur yang sudah terkumpul akan mudah dipindahkan dalam bak
penetasan telur.
Telur yang sudah terkumpul di egg colector selanjutnya dipindahkan ke bak
penetasan telur. Kepadatan telur sekitar 10 butir telur/liter. Salinitas air dalam bak
penetasan telur dan pembesaran larva berkisar antara 31 – 34 ppt dan suhu air
berkisar antara 27 – 29ºC. Dengan kondisi air begini telur akan menetas setelah 16 –
18 jam setelah terjadi pembuahan. Karena larva sangat rentan terhadap sentuhan
benda asing, maka disarankan untuk pemeliharaan larva dilakukan pada bak
penetasan telur sekaligus untuk menghindari stres pada larva.
Menurut Subaktyo dan Cahyaningsih (2009), sebelum telur ditebar pada bak
penetasan telur, telur harus diaklimatisasi selama 10 – 20 menit dengan cara
memasukkan kantong plastik kedalam bak penetasan telur. Selanjutnya telur

8
direndam dalam larutan iodin dengan dosis 20 ppm selama 15 – 20 menit sebagai
desinfektan. Setelah proses perendaman telur dicuci dengan air laut selama ± 5 menit
dan telur siap ditebar.

2.2.5 Perkembangan Larva


Menurut Akbar dan Sudaryanto (2002), padat penebaran larva yaitu 50 – 100
larva/liter dengan ukuran panjang 1,69 – 1,79 mm. penebaran dilakukan pada saat
larva baru menetas dengan cara menyeroknya menggunakan gayung plastik secara
perlahan dan ditempatkan pada bak larva.
Larva ikan kerapu yang baru menetas mempunyai panjang total tubuh sekitar
2,0 – 2,5 mm, membawa kantong kuning telur dengan diameter 1,0 – 1,2 mm.
Perkembangan berikutnya tubuh semakin panjang, sedangkan kantong telur dan
gelembung minyak semakin mengecil. Pembentukan sirip punggung mulai terjadi
pada hari pertama. Pada hari kedua sirip dada mulai terbentuk dan jaringan usus telah
berkembang sampai ke anus. Berikutnya pada hari ke tiga mulai terjadi pigmentasi
saluran pencernaan bagian atas dan bukaan mulut berukuran 125 µ. Hari ke empat
kuning telur telah habis terabsorbsi (Ditjenkan 2004). Menurut Kordi (2010), Setelah
larva berumur 1 minggu (D7), duri punggung mulai berkembang dan pigmentasi di
seluruh badan mulai tampak. Semua organ pada larva terbentuk dengan sempurna
pada umur larva 1 bulan (D30).

2.3 Manajemen Pakan


Menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2009), secara alami larva ikan kerapu
yang baru menetas dibekali cadangan makanan berupa egg yolk. Beberapa jenis
pakan yang digunakan dalam pemeliharaan larva yaitu rotifera, naupli artemia, dan
udang rebon.
Larva ikan kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa
kuning telur. Pakan ini dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan
selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan pakan dari luar. Umur 3 hari
(D3) kuning telur mulai terserap habis sehingga perlu diberi pakan luar berupa
Rotifera branchionus plicatis dengan kepadatan 1 - 3 ekor/ml. Selain itu,

9
ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan 5,10 - 10 sel/ml.
Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan penambahan secara
bertahap hingga kepadatan rotifera branchionus plicatis mencapai kepadatan 5 - 10
ekor/ml dan phytoplankton 10 - 21 sel/ml media. Umur D9, larva mulai diberi
nauplius artemia dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan
artemia sampai larva berumur D25 dengan peningkatan kepadatan hingga mencapai
kepadata 2 - 5 ekor/ml media (Slamet 1993). Manajemen pemberian pakan dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Manajemen pakan larva ikan kerapu cantik
Manajemen Pakan
No. Umur Larva
Jenis Pakan Dosis Frekuensi/hari
1 D0 - - -
2 D1 Egg yolk - -
3 D2 Egg yolk - -
4 D3-D7 Rotifera 3-5 ind/ml 3x
5 D8-D16 Rotifera 3-5 ind/ml 3x
6 D17 Rotemia 8 gr 2x
Rotifera 3-5 ind/ml 3x
Rotemia 8 gr 2x
7 D18-D20 Artemia 1-3 nd/ml 2x
Rotifera 3-5 ind/ml 3x
Rotemia 8 gr 3x
Artemia 1-3 nd/ml 2x
Sumber : BPBAP Situbondo (2011)

2.4 Manajemen Kualitas Air


Monotoring kualitas air dilakukan untuk menjaga kualitas air agar media
pemeliharaan agar tidak terjadi goncangan dan jiuka terjadi goncangan dapat diatasi
sejak dini sehingga larva ikan kerapu tidak mengalami stres. Pengelolaan air
dilakukan dengan sistem pergantian air dan sirkulasi air setiap hari (Muhammad
Murdjani 1997)
Menurut Subyakto dan Cahyaningsih (2009), pergantian air dilakukan dengan
melihat kondisi larva. Pergantian air dapat dilakukan mulai umur 8 - 20 hari sebanyak
10 – 20 %. Pada umur 21 - 30 hari pergantian air dapat ditingkatkan sebanyak 20 – 50

10
%, mulai umur 31 - 45 hari pergantian air ditingkatkan sebanyak 50 – 75 %, mulai
umur 46 - 50 hari pergantian air dapat ditingkatkan sebanyak 75 – 100 %, umur 51
sampai panen pergantian air dapat dilakukan secara flowtrough sebanyak ± 100%.
Selama pemeliharaan, pengamatan kualitas air dilakukan untuk mengantisipasi
agar tidak terjadi perubahan kualitas air secara mendadak. Selama pemeliharaan
larva, parameter kualitas air adalah suhu 28 – 32ºC, salinitas 31 – 32 ppt, pH 7,8 -
8,3, DO >5 ppm, nitrit <1 ppm, dan amonia <0,01 ppm. Ketika malam hari cenderung
terjadi fluktuasi suhu yang tinggi, sehingga perlu dilakukan penutupan bak dengan
plastik transparan. Standar kualitas air untuk benih produksi kerapu cantang dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Standar kualitas air untuk benih produksi kerapu
Produksi benih Produksi benih
Parameter Produksi Telur D40, D50, D60 dan D40, D50, D60 dan
D75 di bak D75 di tambak
Suhu 28 oC – 32 oC 28 oC – 32 oC 28 oC – 32 oC
Salinitas 28 g/l – 33 g/l 28 g/l – 33 g/l 24 g/l – 33 g/l
Alkalinitas 80 mg/l – 120 mg/l 80 mg/l – 120 mg/l 80 mg/l – 120 mg/l
Ph 7,5 – 8,5 7,5 – 8,5 7,5 – 8,5
DO ≥ 4 mg/l ≥ 4 mg/l ≥ 4 mg/l
Fosfat 10 mg/l - 1.100 mg/l 10 mg/l - 1.100 mg/l Sesuai baku mutu
Amoniak(NH3) ≤ 0, 01 mg/l ≤ 0, 01 mg/l Sesuai baku mutu
Kecerahan air Penetrasi cahaya sampai Penetrasi cahaya sampai
≥ 30 cm
dasar bak dasar bak
Nitrit (NO-)2 ≤ 1 mg/l ≤ 1 mg/l ≤ 1 mg/l
Nitrat (NO-) ≤ 1,5 mg/l ≤ 1,5 mg/l ≤ 1,5 mg/l
Chlor (Cl) ≤ 0,8 mg/l ≤ 0,8 mg/l ≤ 0,8 mg/l
Sumber : SNI 8036.2:2014

2.5 Kontrol Penyakit dan Pencegahannya


Tidak semua penyebab penyakit atau kematian pada kerapu disebabkan oleh
organisme patogen. Penyebab umum kematian pada benih ikan kerapu digolongkan
menjadi dua yaitu patogenik dan non patogenik. Menurut Anindiastuti (2004),
penyakit patogenik yang terjadi pada ikan disebabkan oleh beberapa faktor lain
antaralain kualitas air, makanan yang kurang memadai. Sedangkan benih yang sakit
karena faktor patogenik sering terjadi karena ikan terinveksi oleh bakteri dan virus

11
atau parasit. Penanganan penyakit secara umum melalui tindakan diagnosa dan
pengobatan (Kurniastuty 2004).
Tindakan pencegahan untuk mengurangi terserangnya penyakit pada ikan
kerapu antara lain:
a. Mempertahankan kualitas air untuk tetap pada standar agar benih tidak stres;
b. Mengurangi kemungkinan penanganan benih yang kasar;
c. Pemberian pakan yang cukup;
d. Mencegah menyebarnya organisme penyebab penyakit dari bak pemeliharaan
satu dengan bak pemeliharaan yang lain.
Selama masa pemeliharaan, penyakit yang sering dijumpai adalah serangan
yang disebabkan oleh cacing dan protozoa, sedangkan penyakit yang belum dapat
terdeteksi adalah penyakit yang menyebabkan kematian massal pada larva kerapu
(Muhammad Murdjani 1997).

2.6 Panen dan Penanganan Pascapanen


2.6.1 Panen
Kegiatan panen dan pasca panen terutama pengangkutan menjadi faktor
penentu mutu benih dilokasi pembesaran. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
guna mendukung keberhasilan panen, antara lain persiapan, ukuran benih, umur
benih, waktu panen, dan cara panen (Dhoe 2004).
Persiapan panen yang peru diperhatikan adalah mempersiapkan peralatan panen
yang digunakan, seperti: keranjang plastik, ember, jaring, gayung, dan baskom.
Adapun proses pemanenan dilakukan dengan cara menggiring ikan ke sudut bak,
setelah terkumpul ikan dipanen dengan menggunakan baskom dan langsung
dipindahkan ke bak pendederan yang telah disiapakan. Sebelum dilakukan
pemanenan sebaiknya benih dipuasakan atau tidak diberi pakan selama 1 hari.
(Soemerjati 2007).

2.6.2 Pasca Panen


Transportasi benih yang biasanya digunakan ada dua cara yaitu, transportasi
sistem tertutup dan transportasi sistem terbuka. Pengengkutan secara tertutup

12
merupakan cara yang paling umum digunkan untuk pengangkutan benih baik jarak
dekat maupun jarak jauh. Pengangkutan sistem tertutup dapat dilakukan dengan jalur
darat, laut, maupun udara. Pengangkutan yang lamanya lebih dari 20 jam sebaiknya
dilakukan pengemasan ulang terutama penggantian oksigen. Sedangkan
pengangkutan terbuka dilakukan dengan jarak pengiriman yang sangat dekat melalui
transportasi darat, tetapi pengangkutan sistem terbuka jarang dilakukan (Dhoe 2004).

2.7 Kinerja Produksi


2.7.1 Fekunditas
Fekunditas merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap tingkat
produktivitas ikan. Fekunditas adalah jumlah telur matang yang dikeluarkan oleh
induk betina atau jumlah induk yang dikeluarkan pada waktu pemijahan (Nikolsky
1969)

2.7.2 Hatching Rate


Hatching rate merupakan pengujian daya tetas telur untuk mengetahui berapa
banyak telur yang menetas dari hasil pemijahan ikan. Hasil pengujian daya tetas dapat
di ketahui dengan membagi jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur
keseluruhan (sebelum penetasan) lalu di kali dengan 100% (Prabowo et al. 2016)

2.7.3 Survival Rate (SR)


Kelangsungan hidup adalah perbandingan antara jumlah ikan yang hidup
diakhir pemeliharaan dengan jumlah ikan yang hidup pada awal pemeliharaan.
Kelangsungan hidup diketahui setelah pemeliharaan 35 hari (Folnuari et al. 2017).

2.8 Analisis Usaha


Analisis usaha Pembenihan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
usaha. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang
dihadapi. Analisis usaha pembenihan bertujuan mencari titik tolak untuk
memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk
merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala

13
usaha. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana
yang riil untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994), usaha
pembenihan yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya.
Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan,
penggunaan modal, besar biaya untuk benih, lamanya modal kembali dan tingkat
keuntungan yang diperoleh.

2.8.1 Pendapatan
Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh pemilik usaha (Soekartawi
2006).

2.8.2 Payback Period (PP)


Payback period merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode)
yang dibutuhkan untuk menutup initial investment dari suatu proyek dengan
menggunakan cash inflow yaang dihasilkan proyek tersebut (Saifi 2017).

2.8.3 Revenue Cost Ratio


Revenue/ Cost Ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan
dengan total biaya dengan rumusan sebagai berikut (Soekartawi 2006). Jika R/C
Ratio > 1, maka usaha yang dijalankan mengalami keuntungan atau layak untuk
dikembangkan. Jika R/C Ratio < 1, maka usaha tersebut mengalami kerugian atau
tidak layak untuk dikembangkan. Selanjutnya jika R/C Ratio = 1, maka usaha berada
pada titik impas (Break Event Point).

2.8.4 Laba/Rugi
Laba/rugi menyajikan informasi keuangan mengenai hasil kegiatan bisnis yang
diperoleh apakah kegiatan tersebut menguntungkan atau sebaliknya (Asgard chapter
2008)

14
BAB III
METODE PRAKTIK

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan PKL IV dilaksanakan pada tanggal 3 sampai 30 November 2019 yang
bertempat di CV. Musi Jaya, Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng,
Bali.

3.2 Prosedur Kerja


Prosedur kerja dalam proses pembenihan ikan kerapu cantik sebagai berikut :
1. Persiapan Wadah
Prosedur kerja untuk menyiapkan wadah sebelum digunakan dapat dilakukan
dengan dengan mencuci bak menggunakan sabun lalu dibilas dan pemberian larutan
chlorine sebanyak 3 liter yang dicampur dengan 10 liter air tawar, lalu dibiarkan
selama 3 – 4 jam dan dibilas dengan air tawar.
2. Seleksi Induk
Prosedur kerja untuk menyeleksi induk dilakukan dengan cara memperhatikan
morfologi atau ciri – ciri fisik induk yang baik yaitu sebagai berikut :
1. Umur induk hasil budidaya untuk jantan yaitu ≥5 tahun dan betina yaitu ≥4 tahun;
2. Pada ikan jantan dilakukan pengurutan (stripping) dan pada ikan betina dilakukan
pengecekan telur menggunakan selang plastik berdiameter 2 mm dengan cara
disedot (kanulasi);
3. Panjang total untuk jantan berkisar ≥38 cm dan betina 60 – 75 cm;
4. Bobot pada ikan kerapu jantan ≥1,5 kg dan betina 3 – 7 kg;
5. Pengamatan warna dilakukan secara visual.
3. Penetasan Telur
Prosedur dalam penetasan telur dilakukan dengan cara telur diketahui
kepadatannya ditetaskan dalam bak penetasan, penetasan dapat dilakukan dengan dua
cara yang pertama telur di tetaskan dalam wadah penetasan telur dengan kepadatan
sekitar 100.000 butir/bak.

15
4. Menghitung Kepadatan Plankton
Menghitung kepadatan plankton dilakukan pada laboratorium biologi dengan
cara sebagai beriktut :
a. Rotifera
Alat :
 Gelas ukur
 Sedwick rafter
 Pipet tetes
 Nikon profile projector V-12
Langkah :
 pengambilan 1 ml rotifera dan diencerkan dengan 50 ml air kedalam
gelas ukur dan dihomogenkan;
 pengambilan 1 ml rotifera yang telah di encerkan dan teteskan pada
sedwick rafter;
 Mengitung rotifer pada layar Nikon profile projector V-12;
 Hasil yang didapatkan yaitu 472 individu;
 472 dikalikan dengan 50 (pengenceran 50 ml air) yaitu 23.600
individu/ml.
b. Artemia
Alat :
 Mikroskop
 Plat tetes (4 x 3)
 Gelas ukur
 Pipet tetes
Langkah :
 pengambilan 1 ml artemia dan diencerkan dengan 20 ml air kedalam
gelas ukur dan dihomogenkan;
 pengambilan 1 ml artemia yang telah di encerkan dan teteskan pada plat
tetes secara merata kedalam 12 lubang plat;

16
 didapatkan hasil sebagai berikut :
3 4 2 -
3 1 - 2
2 1 - 2
Dari hasil tersebut diketahui terdapat 20 individu kemudian dikalikan
dengan 20 (pengenceran dengan 20 ml air) dan didapat hasil yaitu
kepadatan artemia sebanyak 400 individu/ml
c. Nannochloropsis
Alat :
 Mikroskop
 Haemocytometer
 Pipet tetes
Langkah :
 Pengambilan 1 ml nannochloropsis dan diteteskan pada
haemocytometer;
 Didapatkan hasil sebagai berikut :
24 20

19

23 29
Dari hasil tersebut maka diketahui terdapat 115 sel kemudian dirata –
ratakan yaitu 115 : 5 = 23 sel
 Masukan hasil rata – rata kedalam rumus yang telah ditetapkan yakni
D= N x 104 yaitu 23 x 104 = 230.000 sel/ml
5. Pemberian Pakan Larva
Cara pemberian pakan pada larva menggunakan fitoplankton
jenis Nannochloropsis, zooplankton jenis rotifer, Artemia dan pakan buatan. Cara

17
pemberian pakan dilakukan dengan tebar secara merata pada permukaan air,
dianjurkan tebar di atas gelembung aerasi agar pakan tidak cepat jatuh ke dasar.
6. Grading
Prosedur dalam melakukan grading yaitu pada saat larva berumur D35. Berikut
langkah-langkah proses grading, yaitu :
a. Masukkan benih ikan kerapu kedalam baskom, kemudian disimpan didalam
baskom yang bagian sisinya telah diberi lubang untuk resilkulasi air dan disortir
dibawah;
b. Memisahkan benih berdasarkan ukuran dengan menggunakan mangkuk plastik
kecil;
c. Memasukkan ikan hasil grading kedalam wadah pemeliharaan sesuai dengan
keseragaman ukurannya.
7. Pengelolaan Kualitas Air Bak Larva
Pengelolaan kualitas air bak larva dengan cara melakukan penyiponan setiap
hari dan pergantian air.
8.Pengukuran Kualitas Air Bak Larva
Selama pemeliharaan larva pengukuran kualitas air dilakukan secara lansung
pada bak pemeliharaan larva. Parameter kualitas air yang diukur adalah :
a. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan pada waktu pagi hari dan siang hari dengan
menggunakan termometer. Termometer yang terdapat dalam air diamati dan ambil
data sesuai dengan titik air raksa berhenti.
b. Salinitas
Pengukuran salinitas dengan menggunakan alat refraktometer. Penggunaan
refraktometer perlu dilakukan kalibrasi dengan air tawar terlebih dahulu agar akurat.
c. Derajat Keasaman / pH
Pengukuran pH diilakukan dengan menggunakan kertas lakmus.
d. Oksigen Terlarut / DO
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan cara menggunakan DO meter,
dengan cara sebagai berikut :

18
1) Tombol ON dibuka untuk menghidupkan alat DO meter;
2) Alat DO meter diangin-anginkan selama 15 - 30 menit;
3) Dilakukan kalibrasi sampai menunjukkan angka 2,09;
4) Tombol READ di buka;
5) Ujung sensor dimasukkan kedalam bak sampai terendam air;
6) Layar akan menunjukkan hasil angka, hasil yang terlihat pada layar dicatat;
9. Pengendalian Hama dan Penyakit Larva
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara pencegahan sebelum
biota terserang penyakit.
a. Melakukan pengontrolan setiap hari;
b. Menghindari sisa artemia dalam bak pemeliharaan dalam bak pemeliharaan;
c. Menempatkan aerasi pada dinding bak pemeliharaan;
d. Mempertahankan warna air pada bak pemeliharaan;

3.3 Analisis Data


3.3.1 Kinerja Produksi
1. Fekunditas
Perhitungan fekunditas berdasarkan rumus Effendie (1979), sebagai berikut :
Jumlah telur yang dibuahi
𝐹𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑖𝑡𝑎𝑠 =
Bobot Induk
2. Hatching Rate (HR)
Perhitungan tingkat penetasan telur (Hatching Rate) berdasarkan rumus
Effendie (1979), sebagai berikut :
Jumlah telur yang menetas
𝐻𝑅 = × 100%
Jumlah telur yang dibuahi
3. Survival Rate (SR)
Perhitungan SR dapat dilakukan dengan rumus :

Jumlah larva yang hidup


𝑆𝑅 = × 100%
Jumlah larva yang menetas

19
3.3.2 Analisis Usaha
Analisa usaha sederhana dibuat untuk mengetahui semua biaya selama proses
pembenihan kerapu cantang, seperti biaya operasional, biaya untuk pembelian vaksin
atau obat-obatan, dan juga pembelian pakan selama proses pembenihan hingga masa
panen. Analisa usaha sederhana ini dapat juga untuk mengetahui Revenue Cost Ratio,
dan Payback Period.
 Pendapatan
Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh pemilik usaha. Adapun
rumus yang digunakan :
Pendapatan = Hasil panen(Rp) × Harga jual per ekor(Rp/ekor)

 Laba/Rugi
Laba/rugi menyajikan informasi keuangan mengenai hasil kegiatan bisnis
yang diperoleh apakah kegiatan tersebut menguntungkan atau sebaliknya (Asgard
chapter 2008). Adapun rumus yang digunakan :

Laba/Rugi = Total penjualan(Rp) − Biaya investasi(Rp)

 Payback Period
merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) yang dibutuhkan
untuk menutup initial investment dari suatu proyek dengan menggunakan cash
inflow yaang dihasilkan proyek tersebut (Saifi 2017). Adapun rumus yang
digunakan :

Nilai investasi
𝑃𝑎𝑦𝑏𝑎𝑐𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 =
Kas masuk bersih

 Revenue Cost Ratio


Revenue/ Cost Ratio adalah merupakan perbandingan antara total penerimaan
dengan total biaya dengan rumusan sebagai berikut (Soekartawi 2006). Adapun
rumus yang digunakan :

𝑅/𝐶 = 𝑇𝑅/𝑇𝐶

20
Keterangan:
R/C > 1, usaha budidaya telah layak;
R/C = 1, impas;
R/C < 1, tidak layak.

21
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembenihan Ikan Kerapu Cantik


4.1.1 Persiapan Wadah
Wadah/bak yang digunakan di CV. Musi Jaya terdiri dari bak pemeliharaan
induk dan bak Pemeliharaan Larva. Kedua jenis bak tersebut menggunakan metode
intensif berbentuk persegi. Proses persiapan bak diawali dengan pencucian bak dan
pemberian beberapa perlakuan tergantung kebutuhan dari masing – masing bak.

Gambar 3. Pencucian Bak Budidaya

4.1.1.1 Bak Pemeliharaan Induk


Bak pemeliharaan induk di CV. Musi Jaya terdapat 2 buah yakni berukuran
6x6 m dengan tinggi 2 m. Persiapkan wadah pemeliharaan induk diawali dengan
pencucian bak menggunakan sabun kemudian dibilas dengan air tawar. Selanjutnya,
bak dibilas dengan larutan chlorine sebanyak 3 liter yang dicampur dengan 10 liter
air tawar bertujuan untuk mencegah hama dan penyakit, lalu dibiarkan selama 3 – 4
jam dan dibilas dengan air tawar. Terakhir bak pemeliharaan induk dikeringkan
selama 24 jam dan diisi air hingga ketinggian berkisar 1,5 – 1,7 m. Bak
pemeliharaaan induk dapat dilihat pada gambar berikut.

22
Gambar 4. Bak Pemeliharaan Induk

4.1.1.2 Bak Pemeliharaan Larva


Bak pemeliharaan larva di CV. Musi Jaya terdapat 3 buah yakni berukuran
3x3 m dengan tinggi 1 m. Persiapkan bak penetasan telur diawali dengan pencucian
bak menggunakan sabun kemudian dibilas dengan air tawar. Selanjutnya, bak dibilas
dengan larutan chlorine sebanyak 200 ml yang dicampur dengan 5 liter air tawar
bertujuan untuk mencegah hama dan penyakit, lalu dilakukaan pembilasan dengan air
tawar. Terakhir bak penetasan telur diisi air hingga ketinggian berkisar 0,7 – 0,8 m.
Bak penetasan telur dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 5. Pemeliharaan Larva

4.1.2 Persiapan Media


Sumber air laut yang digunakan berasal dari perairan pantai Musi. Pengambilan
air laut dengan mengunakan 4 buah pompa sentrifugal 7.5 kW (10 HP) 3 phase
F40/200A dengan jarak 250 meter dari pinggir pantai melalui pipa berdiameter 6
inch kemudian di alirkan ke tower air ukuran 14 inch dengan tinggi 4 m. Air yang

23
tertampung pada tower setelah itu akan langsung di distribusikan ke tandon – tandon
filter. Pada tandon filter terdapat 3 bak yakni bak 1 diisi dengan air yang baru masuk
tanpa material, kemudian menuju ke bak 2 berisi material filter berupa pasir putih
kasar, batu kali, dan karang jahe (patahan terumbu karang), dan masuk pada bak
penampung air laut yang siap didistribusikan ke bak – bak budidaya.
Sumber air tawar yang digunakan berasal dari sumur galian yang di pompa dari
kedalaman ± 5 m dengan jarak 300 meter dari tempat budidaya. Media air pada bak
pemeliharaan larva, sebelum digunakan dilakukan pemberian sanocare pur
(desinfektan) dengan dosis 1,2 ppm (11 gram untuk 9 ton air) yang bertujuan untuk
membunuh patogen (bakteri, virus, dan jamur) dan dibiarkan larut ±6 jam.

Gambar 6. Tandon Filter Air Laut

4.1.3 Pengadaan Induk


Induk yang digunakan di lokasi praktik untuk ikan kerapu macan merupakan
induk alam yang berasal dari perairan Madura (Pulau Sapudi) dan ikan kerapu batik
dari balai besar riset budidaya air laut (BBRBAL) Gondol. Induk yang dipilih harus
memenuhi standar induk yang baik. Berikut syarat induk yang baik menurut (SNI
6488.1:2011) :
6. Umur induk hasil budidaya untuk jantan yaitu ≥5 tahun dan betina yaitu ≥4 tahun;
7. Pada ikan jantan dilakukan pengurutan (stripping) dan pada ikan betina dilakukan
pengecekan telur menggunakan selang plastik berdiameter 2 mm dengan cara
disedot (kanulasi);
8. Panjang total untuk jantan berkisar ≥38 cm dan betina 60 – 75 cm;

24
9. Bobot pada ikan kerapu jantan ≥1,5 kg dan betina 3 – 7 kg;
10. Pengamatan warna dilakukan secara visual.

Gambar 7. Alat Kerapu Macan dan Kerapu Batik

4.1.4 Pengangkutan Induk


Pengangkutan induk kerapu macan menggunakan sistem tertutup yaitu dengan
tandon kapasitas 2 ton yang di masukan induk sebanyak 10 ekor dengan bobot ± 3 – 5
kg dan diberi aerasi serta pemberian es batu (suhu 15ºC – 17ºC) bertujuan agar ikan
menjadi kurang aktif sehingga mengurangi stres selama perjalanan. Transportasi
untuk pengangkutang menggunakan jalur darat dan laut dengan jarak 500 km dari
tempat budidaya dengan waktu tempuh ±24 jam.

Gambar 8. Tandon Untuk Menampung Induk

25
4.1.5 Seleksi Induk
Ikan kerapu macan yang telah matang gonad diseleksi yakni dilaksanakan
dalam kurung waktu sekitar tanggal 26 – 30. Seleksi dilakukan dengan mengecek
kualitas telur dalam egg collector yang di pasang pada bak penampung dimana telur
akan mengikuti arus air dan masuk pada egg collector. Jika telur terlihat bening dan
terapung dipermukaan serta dalam jumlah yang banyak, artinya induk siap untuk
dihibrid. Egg Collector pada dilihat pada gambar berikut :

Gambar 9. Bak Penampung Berisi Egg Collector

4.1.6 Proses Hibrididasi


Ikan kerapu macan dan batik yang telah matang gonad dipersiapkan untuk
dilakukan hibridisasi. Pemijahan ikan kerapu terjadi pada saat bulan gelap (tilem)
sekitar tanggal 26 – 30 pada tiap bulan. Persiapan dimulai dengan melakukan
pemisahan induk kerapu macan betina matang gonad dan 1 induk kerapu macan
jantan matang gonad (untuk merangsang induk betina) ke bak pemijahan 12 jam
sebelum pemijahan. Setelah pemisahan, berikut dilakukan lagi perangsangan pada
induk ikan kerapu macan (betina) menggunakan obat hormon ovaprim dengan dosis
0,5 ml/kg. Sebelum penyuntikan dilakukan penimbangan induk untuk mengetahui
berapa banyak dosis obat yang diperlukan pada tiap induk yang akan dipijahkan.
Induk yang digunakan pada saat praktek untuk pemijahan yakni induk betina
sebanyak 9 ekor dengan bobot 4 – 5 kg sehingga penyuntikan ovaprim sebanyak 2 –
2,5 ml/ekor. Sebelum hibridisasi dilakukan beberapa perlakuan pada induk kerapu
yakni pemberian susu prenagen yang telah di kemas dalam pil obat sebanyak 8 gram

26
dalam 50 butir pil dan kemudian pil tersebut di masukan kedalam pakan induk
kerapu.
Sperma dari kerapu batik di ambil di balai besar riset budidaya air laut
(BBRBAL) Gondol sebelum dilakukan hibridisasi. Pengambilan sperma sesuai
kebutuhan dengan menggunakan tabung yang dimasukan dalam cool box (suhu ≤
25ºC) untuk memastikan sperma tersebut tidak rusak. Perangsangan induk betina oleh
1 induk jantan berlangsung hingga pukul 20.00 WITA, setelah itu induk jantan
diangkat dan dipisahkan pada bak yang sudah disiapkan. Pukul 00.00 – 01.00 WITA
dilakukan pengambilan telur dengan cara induk di bius menggunakan minyak
cengkeh dengan dosis 3 ml dalam sterofoam berisi 60 liter air dan direndam selama
±5 menit lalu induk dikanulasi untuk pengecekan kualitas telur apakah siap di hibrid
atau tidak. Kanulasi dilakukan dengan cara memasukan selang berukuran 2 mm
kedalam lubang urogenital dan di tampung dalam gelas ukur. Telur yang baik
memiliki bentuk bulat sempurna dengan warna bening dan terdapat sedikit rongga
pada telur. Setelah kanulasi dan telur baik, selanjutnya induk di stripping dan telur
yang keluar di tampung dalam bokor ukur.
Setelah telur tertampung berikutnya telur dari kerapu macam siap di hibrid
dengan sperma dari kerapu batik. Telur sebanyak 1∕2 – 1 liter dapat dibuahi oleh 1 ml
sperma. Telur dan sperma di aduk (dilakukan pencampuran) dengan menggunakan
bulu ayam halus secara perlahan hingga tercampur merata selama ± 15 menit dan
dibiarkan selama 1 jam sebelum ditebar pada egg collector. Penebaran telur pada egg
collector bertujuan untuk menampung dan memisahkan telur yang terbuahi dan tidak
terbuahi. Telur yang terbuahi akan naik ke atas atau mengapung, sedangkan telur
yang tidak terbuahi akan mengendap ke bawah. Berikut merupakan gambar proses
pengadukan telur dan sperma.

27
Gambar 10. Proses Pengadukan Telur dan Sperma Kerapu Cantik

4.1.7 Penetasan Telur


Setelah hibridisasi dan telur yang telah terbuahi akan mengapung pada egg
collector sedangkan yang tidak terbuahi akan mengendap kebawah. Berikutnya telur
yang telah di tebar pada egg collector setelah dihibrid di takar pada gelas ukur
keesokan paginya. Setiap 40 ml telur berisi 100.000 butir telur. Sebelum ditebar, telur
diaklimatisasi terlebih dahulu . Menurut Ismi 2013, Hasil penelitian produksi masal
pemeliharaan larva kerapu cantik memiliki daya tetas telur > 80% yang berarti
mempunyai kualitas telur yang bagus dan layak untuk pembenihan. Fekunditas per
induk dapat kita peroleh dengan mengetahui berapa banyak telur dari betina yang
dikeluarkan. Induk betina yang telah dihibrid mengeluarkan telur sebanyak ± 500 ml
(untuk induk dengan bobot 5 kg), maka fekunditas yang diperoleh untuk 1 induk
yaitu 1.250.000 butir telur sehingga estimasi telur yang akan menetas yaitu 1.000.000
telur.

Gambar 11. Proses Aklimatisasi Telur Sembelum Penebaran

28
4.1.8 Proses Pemeliharaan Larva
Menuurut Ismi et al, telur menetas hari pertama (D1) menjadi larva berwarna
transparan. Larva melayang – layang menyebar ke semua sisi bak pemeliharaan
dengan posisi kepala menghadap ke bawah sekitar 45º dari posisi ekor. Larva setelah
menetas mempunyai kuning telur larva pada umur dua hari D2 posisi kepala ke
bawah sekitar 90º dari posisi ekor, larva banyak pada kolom tengah air hingga ke
bawah karena itu pada larva tidak banyak kelihatan. Kuning telur sudah terserap dan
mengecil tinggal tersisa sekitar 10% sedangkan butir minyak masih tersisa sekitar
30%. Umur D3, kuning telur sudah habis terserap, sedangkan butir minyak masih
tersisa sedikit. Bersamaan dengan habisnya kuning telur mulut sudah membuka dan
larva mulai memangsa makanan dari luar, anus mulai terbuka dan usus mulai
berfungsi mencerna.
Proses pemeliharaan larva berlangsung selama ± 45 hari. Kelangsungan larva
ikan kerapu cantik dalam satu siklus yaitu berkisar 30%. Selama proses pemeliharaan
dilakukan beberapa perlakukan terhadap larva ikan kerapu yakni pemberian elbajo
dengan dosis 1,6 gram dan methylene blue 0,3 gram dalam 900 liter air. Pemberian
elbajo dan methylene blue bertujuan untuk mencegah penyakit dan pengobatan bagi
larva ikan. Larva kerapu umur D35 dapat mencapai ukuran 1,5 – 2 cm dan pada umur
D45 dapat mencapai ukuran 2,5 – 3 cm.

4.1.9 Pengelolaan Pakan


4.1.9.1 Pakan Induk Kerapu
CV. Musi Jaya memiliki 24 ekor induk kerapu macan dengan bobot rata – rata
5 – 6 kg. Pakan yang diberikan untuk induk ikan kerapu yakni berupa ikan rucah
(ikan tembang), cumi, anak ikan tongkol, dan ikan tongkol dewasa. Pemberian pakan
diberikan sesuai kebutuhan. Misalkan pada saat ikan akan memijah maka pakan yang
diberikan yaitu cumi dan ikan tongkol dewasa sedangkan pada hari biasa nya
diberikan ikan rucah dan anak ikan tongkol. Pemberian pakan diberikan 1x dalam
sehari yakni pada pukul 17.00 WITA dengan feeding rate (FR) sebesar 5 %, jadi

29
dalam sekali pemberian pakan sebanyak 7 kg untuk 24 ekor induk kerapu. Pakan
induk kerapu macan dapat dilihat pada gambar .

Gambar 12. Pakan Induk Kerapu Macan

4.1.9.2 Pakan Larva Kerapu Cantik


Pakan yang diberikan pada larva kerapu cantik di CV. Musi Jaya berupa pakan
alami dan pelet. Pakan alami yang diberikan yakni nannochloropsis, rotifera, dan
artemia sedangkan pelet yang diberikan yakni pelet Otohime. Pemberian pakan bagi
larva dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3. Data Manajemen Pakan Larva Kerapu Cantik
Manajemen Pakan
NO Umur Larva
Jenis Pakan Dosis Frekuensi
D3 – D9 Rotifera 3 – 5 ind/ml 3x
1
Nannochloropsis 7 x 105 sel/ml 1x
Rotifera 3 – 5 ind/ml 2x
Pelet (love larva 2 – 5 mg/ekor 2x
2 D10 – D16
L1)
Nannochloropsis 7 x 105 sel/ml 1x
Rotifera 3 – 5 ind/ml 1x
3 D17 – D25
Pelet (love larva 5 – 10 mg/ekor 3x

30
L2)
Artemia 3 ind/ml 1x
Nannochloropsis 7 x 105 sel/ml 1x
Pelet 10 – 20 mg/ekor 4x
4 D26 – D40
Artemia 10 ind/ml 2x
5 D40 – D45 Pelet 12 – 25 mg/ekor 4x

Berikut adalah tabel beserta gambar pakan larva ikan kerapu cantik :
Tabel 4: Tabel Pakan Kerapu Cantik
Jenis pakan Ukuran Umur larva Kemasan Bentuk pakan
pakan
Rotifera ≤ 275 µ D3 – D25 (kultur di bak)

Nannochoropsis D2 – D25 (kultur di bak)

Crystal artemia 260 – 300 μ D17 – D40


cyst

31
Otohime 250 – 420 μ D10 – D27

Otohime 420- 650 μ D25 – D35

Otohime 0,8 mm D30 – D39

Otohime 1,2 mm D40 – D45

Otohime 1,5 mm ≥ D45

32
4.1.9.3 Kultur Pakan Alami
1. Rotifera
Proses kultur rotifera di CV. Musi Jaya diawali dengan persiapan wadah
atau bak kultur (terdapat 6 bak kultur rotifer) berukuran 4 x 3 x 1,2 m yang
sudah ditumbuhi rotifera (bibit di ambil dari BBRBL Gondol) kemudian
dilakukan penurunan 7,2 ton air berisi rotifera yang akan diberikan sebagai
pakan bagi larva dan penambahan 7,2 ton air laut.
2. Artemia
Proses kultur artemia diawali dengan merendam artemia cyst sebanyak
800 gram (tergantung kebutuhan larva) dalam 5 liter air laut dan diberi aerasi
dan dibiarkan selama 3 – 5 jam. Setelah itu artemia cyst yang telah direndam,
dimasukan kedalam 300 liter air laut dalam wadah kultur artemia dan
direndam dengan aerasi kuat selama 24 jam. Kemudian setelah 24 jam
berikutnya aerasi dimatikan dan pada wadah bagian atas ditutup bertujuan
agar artemia yang bersifat fototaksis berenang kebawah mengikuti arah
cahaya dan cangkang yang telah terlepas akan tetap mengapung di permukaan
air. Artemia akan disaring dan tertampung pada saringan ukuran 90 mikron.
Penyaringan dilakukan 2x untuk memastikan artemia betul – betul terpisah
dari cangkang nya, yaitu dengan wadah artemia yang berukuran lebih kecil
berisi 8 liter air laut, wadah ditutup dan akan tertampung pada bagian bawah
wadah yang telah diberi saringan.
3. Nannochloropsis
Proses kultur nannochloropsis yaitu dengan menggunakan pupuk urea,
TSP, dan ZA dengan perbandingan 1 : ⅟ ₄ : 2 untuk musim kemarau dan 2 :
⅟ ₄ : 1 untuk musim hujan.

4.1.10 Pengelolaan Kualitas Air


Pengelolaan kualitas air di CV. Musi Jaya dilakukan dengan pergantian air
setiap hari sebanyak 20% – 30% untuk umur D8 – D20 dan 70% – 80% untuk umur
D21 – D40. Selama praktek dilakukan pengecekan kualitas air. parameter yang

33
diamati yaitu suhu menggunakan alat kualitas air berupa termometer, pH yaitu
dengan kertas lakmus, DO yaitu dengan DO meter, dan salinitas dengan refrakto
meter. Hasil pengecekan dapat dilihat pada grafik berikut :

Parameter Kualitas Air


40
35
Nilai Parameter

30
25 salinitas
20
PH
15
10 suhu Pagi
5 suhu Sore
0
DO Pagi
DO Sore

Bln/tngl/thn

Hasil dari pengukuran kualitas air pada grafik diatas menunjukkan bahwa
parameter kualitas air yaitu salinitas berkisar 32 – 34 ppt, pH berkisar 7 – 8, suhu
berkisar 28 – 29 ºC pada pagi hari dan 29 – 31 ºC pada sore hari, serta DO berkisar
6,91 – 7,9 ppm pada pagi hari dan 6,51 – 7,59 ppm pada sore hari yakni masih dalam
kondisi layak. Parameter kualitas air yang baik menurut SNI 8036.2:2014, standar
kualitas air untuk benih produksi kerapu yakni suhu berkisar 28 – 32 ºC, salinitas
berkisar 28 – 33 ppt, pH berkisar 7,5 – 8,5, dan DO >4 ppm. Ketika malam hari
cenderung terjadi fluktuasi suhu hingga suhu menurun, oleh sebab itu bak
pembenihan sengaja di design dalam ruangan tertutup dan pemberian terpal plastik
PE pada sekeliling bak. Jadi, jika sewaktu – waktu terjadi penurunan suhu, ruangan
maupun bak dapat ditutup untuk menaikan suhu bak.

4.1.11 Grading
Grading merupakan proses pengelompokan ikan berdasarkan mutu dan ukuran
ikan. Grading biasa dilakukan pada saat pemisahan ukuran pertama larva ketika siap

34
untuk di grading yaitu ketika umur larva ± 35 hari (D35) dan pada saat akan panen.
Proses grading dilakukan dengan pembagian larva mulai dari larva yang ukurannya
besar, kecil, dan larva yang cacat atau terserang penyakit.

Gambar 13. Proses Grading

4.1.12 Panen
Setelah melalui proses pemeliharaan larva, berikutnya larva di panen dan siap
untuk dipasarkan. Pemasaran larva kerapu di CV. Musi Jaya yaitu ekspor maupun
domesik. Proses panen diawali dengan grading yaitu pemisahan larva yang bermutu
dan sehat dengan ukuran sesuai permintaan, kemudian larva yang sudah dipisahkan
dimasukan kedalam plastik polyethylene (PE) ukuran 100 x 50 cm dengan jumlah
larva maksimal 500 ekor untuk ukuran 3 cm dan 700 ekor untuk ukuran 2,5 cm.
Perbandingan air dan oksigen yaitu 1:3 yakni air sebanyak ¼ dari ukuran plastik.
Berikut adalah gambar proses pengemasan.

Gambar 14. Proses Packing Larva Kerapu

35
4.2 Analisa Usaha
Analisa usaha yang didapat berdasarkan estimasi pribadi yaitu sebagai berikut :
Tabel 5. Data Analisa Usaha Kerapu Cantik
No Uraian Harga Satuan Jumlah Total
Biaya peralatan
1 produksi, aerasi dan 1 set Rp. 5.000.000
pembenihan
2 Biaya lain -lain Rp. 1.500.000
3 Pekerja Rp. 2.000.000 3 Rp. 6.000.000
Rp. 12.500.000

Biaya operasional/siklus
No Uraian Harga satuan Jumlah Total
1 Induk kerapu macan Rp. 1.050.000 24 ekor Rp. 25.200.000
2 Sperma kerapu batik Rp. 500.000 10 cc Rp. 5.000.000
3 Pakan pellet - 31,6 kg Rp. 9.614.500
4 Pakan artemia Rp. 750.000 8 kaleng Rp. 6.000.000
pakan rotifera dan
5 Rp. 500.000 4 bulan Rp. 2.000.000
nannochloropsis
6 Obat – obatan Rp. 1.000.000 1 set Rp. 1.000.000
7 Listrik Rp. 1.467 2386 kWh Rp. 3.500.262
8 Pupuk Rp. 1.000.000 1 set Rp. 1.000.000
Total Rp. 43.700.262

Total Biaya Investasi Rp. 56.200.262


SR 24%
Padat Tebar 1.240.000
Panjang akhir ikan 3 cm
Harga jual 700/cm
Masa panen 45 hari
Volume produksi (jumlah ikan
240000
x SR)

Dari tabel Analisa usaha diatas, maka dapat diketahui :


1. Pendapatan
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 = ℎ𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑒𝑛 (𝑒𝑘𝑜𝑟) × 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑗𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑒𝑘𝑜𝑟 (𝑅𝑝)
Diketahui :
Hasil panen = 240.000 ekor
Harga jual per ekor = 3 cm x 700 = Rp. 2.100
Hasil :
𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 = 240.000 (𝑒𝑘𝑜𝑟) × 2.100(𝑅𝑝)
𝑝𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 = 𝑅𝑝 504.000.000

36
2. Laba/rugi
Laba/Rugi = Total penjualan(Rp) − Biaya investasi(Rp)
Diketahui :
Total penjualan = Rp. 504.000.000
Biaya investasi = Rp. 56.200.262
Hasil :
𝑙𝑎𝑏𝑎 = 𝑅𝑝. 504.000.000 − 𝑅𝑝. 56.200.262
𝑙𝑎𝑏𝑎 = 𝑅𝑝. 447.799.738
3. Revenue Cost Ratio
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛
𝑅/𝐶 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑖𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
Diketahu :
Total penerimaan = Rp. 504.000.000
Total biaya investasi = Rp. 56.200.262
Hasil :
𝑅𝑝. 504.000.000
𝑅/𝐶 =
𝑅𝑝. 56.200.262
𝑅/𝐶 = 8,97
Keterangan:
R/C > 1, usaha budidaya telah layak;
R/C = 1, impas;
R/C < 1, tidak layak.

37
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
1. Teknik pembenihan kerapu cantik pada praktek lapang di CV. Musi Jaya
meliputi persiapan wadah dan air, pengadaan induk, pengangkutan induk,
seleksi induk, hibridisasi, penetasan telur, pemeliharaan larva hingga panen.
Teknik pembenihan pembenihan yang dilakukan di CV. Musi Jaya yaitu
menggunakan teknik hibridisasi yaitu mengawinkan secara silang antara dua
spesies ikan sehingga menghasilkan keturumnan yang unggul, dalam hal ini
perkawinan antara kerapu macan (betina) dan kerapu batik (jantan). Hibridisasi
dilakukan pada bulan gelap yaitu sekitar tanggal 26 – 30. Proses hibridisasi
kerapu cantik dapat menghasilkan 1.250.000 butir telur dengan bobot induk
betina 5 kg dan sperma jantan sebanyak 3 ml. Telur yang telah menetas dan
menjadi larva akan dipelihara selama 45 hari dan dipanen pada ukuran sekitar 3
cm.
2. Analisa usaha yang dilaksanakan di CV. Musi Jaya didapat berdasarkan
estimasi pribadi yakni jumlah investasi dalam 1 kali siklus sebesar Rp.
56.200.262 dengan pendapatan Rp. 504.000.000, laba Rp.447.799.738 dan
R/C 8,97 yang artinya usaha tersebut layak dan menguntungkan.
5.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam pelaksanaan PKL IV ini adalah perlu
dilakukan pengamatan lebih lanjut terkait peforma reproduksi induk ikan kerapu
macan dan batik. Selain itu di harapkan dapat dilakukan monitoring manajemen
pakan yang tepat.

38
DAFTAR PUSTAKA

Asnidar, dan Asrida. 2017. Analisis Kelayakan Usaha Home Industry Kerupuk Opak
di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara Satu Kabupaten Aceh
Utara. 1(1). 39-47

Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 6488.3.2011. Ikan Kerapu Macan


(Epinephelus fuscoguttatus forskal), Bagian 3: Produksi Benih. Jakarta: Badan
Standarisasi Nasional.

Effendie MI. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 157
Fissabela FA, Suminto, dan Nugroho RA. 2017. Pengaruh Pemberian Recombinant
Growth Hormone (Rgh) Dengan Dosis Berbeda Pada Pakan Komersial
Terhadap Efisiensi Pemanfaatan Pakan, Pertumbuhan Dan Kelulushidupan
Benih Ikan Patin (P. Pangasius). 1-9.

Hadiroseyani Y, Effendi I, Rahayu AM, dan Arianty HS. 2010. Infestasi Parasit Pada
Benih Ikan Kerapu Macan (Epinephelus Fuscoguttatus) di Karamba Jaring
Apung Balai Sea Farming, Kepulauan Seribu, Jakarta. 9(2). 140-145.

Hickling C. 1968. Fish hybridization. Proc. of world symp. On warm water pond fish
culture. FAO Fish Rep. 44. 1-10.

Ismi S, dan Asih YN. 2010. Teknik Pemeliharaan Larva Untuk Peningkatan Mutu
Benih Kerapu Pada Produksi Massal Secara Terkontrol. Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan Budi-daya. 331-338.

Ismi S, Asih YN, dan Kusumawati D. 2013. Peningkatan Produksi dan Kualitas
Benih Ikan Kerapu Melalui Program Hibridisasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis. 5(2). 333-342.

Johnny F, Priyono A, dan Roza D. 2007. Studi Pengaruh Hormon Lhrh-A Dan 17 -
Mt Terhadap Keragaan Hemositologi Induk Ikan Kerapu Lumpur,
Epinephelus Coioides Jurnal Akukultur Indonesia. 6(1). 27-35.

Kusumawati D, dan Ismi S. 2013. Variasi Morfologi Kerapu Hibrid Cantik Dengan
Populasi Asal Berdasarkan Penciri Morfometrik dan Meristik. Konferensi
Akuakultur Indonesia. 192-199.

Muzaki A, Sembiring SBM, Wardana IK, dan Haryanti. 2017. Pertumbuhan dan
Sintasan Larva dan Benih Ikan Kerapu Sunu Plectropomus leopardus
Turunan Ketiga (F-3) Dari Induk Hasil Seleksi. 12(2). 131-137

39
Prabowo BT, Susilowati T, dan Nugroho NA. 2016. Analisis Karakter Reproduksi
Ikan Nila Pandu (F6) (Oreochromis niloticus) Persilangan Strain Nila Merah
Singapura Menggunakan Sistem Resiprokal pada Pendederan I. Journal of
Aquculture Management and Technology. 54 – 63

Saifi M. 2017. Analisis Kelayakan Investasi Atas Rencana Penambahan Aktiva


Tetap. JAB. 46(1). 113-121

Slamet B. 1993. Pengaruh Penurunan Suhu Media Terhadap Penundaan Penetasan


dan Peningkatan Optimasi Kepadatan pada Transportasi Telur Ikan Kerapu
Macan (Epinephelus foscogutatus) J.Pen. Budidaya Pantai. Terbitan Khusus.
9 (5). 30-36.

Subyakto S, dan Sri Cahyaningsih. 2009. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sugama K. 2013. Pengelolaan Pembenihan Kerapu Macan (Epinephelus


foscoguttatus). Suatu Panduan Praktik Terbaik. Monograf ACIAR No. 149a.
Australian Centre for International Agriculture Reseach. Canbera. 66.

Syaifudin M, Muslim, Aliah RS, dan Sumantadinata, K. 2007. Keterkaitan Jumlah


Induk Terhadap Frekuensi Pemijahan Dan Produksi Telur Ikan Kerapu Tikus
(Cromileptes Altivelis)

40
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Kualitas Air


Parameter Kualitas Air
Salinitas Suhu (ºC) DO (ppm)
PH
Tgl/Bln/Thn (ppt) Pagi Sore Pagi
(07.00 Sore
(07.00 (07.00 (17.00 (07.00
WITA) (17.00 WITA)
WITA) WITA) WITA) WITA)
05/11/2019 33 7 28 30 7,83 6,91
06/11/2019 34 7 28 30 7,9 6,88
07/11/2019 34 7 29 31 7,69 6,51
08/11/2019 32 7 28 29 7,7 7,2
09/11/2019 33 7 29 30 7,63 7,13
10/11/2019 33 7 29 31 6,96 7,59
11/11/2019 32 8 28 29 7 7,5
12/11/2019 32 7 28 30 6,91 7,45
13/11/2019 34 7 29 31 7,52 7,18
15/11/2019 33 7 29 29 7,81 7,35
16/11/2019 32 7 28 30 7,59 6,94
17/11/2019 33 8 28 31 6,95 6,93
18/11/2019 33 7 28 30 6,99 7
19/11/2019 32 7 29 29 7,21 7,19
20/11/2019 33 7 28 30 7,3 6,9
21/11/2019 34 7 28 30 7,61 6,96
22/11/2019 33 7 29 30 7,56 7
23/11/2019 34 7 28 29 7,31 7,41
24/11/2019 34 7 28 30 7,4 7,2
25/11/2019 33 7 28 30 7,35 7,25
26/11/2019 32 7 28 30 7,25 6,99
27/11/2019 32 7 28 29 7,23 7,45
28/11/2019 32 7 28 30 7,45 7,06
Min 32 7 28 29 6,91 6,51
Max 34 8 29 31 7,9 7,59
Rata - rata 32,91 7,09 28,3 29,91 7,39 7,13

41
Lampiran 2. Jurnal Harian Kegiatan

42
43
44
45

Anda mungkin juga menyukai